Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204856 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suranta Abd. Rahman
"In 1947, the Republic of Indonesia (RI) sent a diplomatic mission to seek the international community?s acknowledgement for the nation?s independence. The mission in the Arab nations, particularly in Egypt, was severely challenged by the Netherlands. However, with a spirit of solidarity, the people and government of Egypt supported the struggle and acknowledged RI?s independence, de facto and de jure. Diplomacy was implemented in maintaining RI?s sovereignty which was threatened to be retaken by the Netherlands. Meanwhile, the struggles in military area were maintained to dissipate the Netherlands from Indonesia."
Faculty of Humanities University of Indonesia, 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Ibrahim
"Civil society merupakan istilah yang lahir dari Barat dan menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, seiring dengan merebaknya konsep demokrasi. Munculnya istilah tersebut bukan tanpa problem, karena, dikalangan tokoh civil society sendiri seperti; Hobbes, Locke, Hegel, Adam Ferguson, Roussaue, Tacqueville dan Gramcsi telah terjadi pertentangan dalam memproposionalkan konsep civil society.
Bagi Negara-negara Arab, istilah civil society pertama kali dipopulerkan pada tahun 70-an oleh Burhan Ghaliyyun, seorang sosiolog asal Suriah. Kemudian tahun 80-an, mendapat perhatian yang sangat besar dari berbagai kalangan baik politisi, intelektual, akademisi, aktivis maupun birokrat dari kalangan pemerintah. Hal ini terbukti dengan apa yang dilakukan oleh Markaz ad-Dirasat al-Wihdah al Arabiyah (Pusat Kajian Uni Arab) yang berpusat di Libanon, dan Markaz Ibnu Khaldun Liddirasat Al-Inma'i (Pusat Kajian pengembangan dan pembangunan Ibnu Khladun) yang berpusat di Kairo. Puluhan buku telah diterbitkan dan berbagai seminar telah digelar oleh kedua pusat studi tersebut. Sejauh yang penulis teliti, setidaknya, telah dilakukan penelitian secara khusus terhadap 13 negara; Mesir, Kuwait, Libanon, Palestina, Suriab, Qatar, Somalia, Sudan, Yaman, Bahrain, Uni Emirat Arab, Yordania dan Train Civil society di Negara-negara Arab (Mesir, Suriah dan Kuwait) berkembang melalui dua faktor utama; pengaruh arus golobalisasi, dan sosial budaya dan sistem politik bangsa Arab yang bersifat diktator dan monarkhi. Baik di Mesir, Suriah dan Kuwait perkembangan civil society secara drastis berlangsung sejak tahun 80-an, dan difahami sebagai kerangka demokrasi.
Di Mesir, untuk menciptakan iklim demokrasi perlu penguatan civil society, diikenal dengan coraknya yang sekuler, telah membuka peluang besar untuk melakukan aktivitas-aktivitas orgnanisasi formal dan non formal, pemerintah dan non pemerintah. Sehingga pada 1993, organisasi di Mesir telah mencapai 14.000 lembaga. Namun, dominasi Partai Demokrasi Nasional atau Al-Hizb Al-Wathani Ad-Dimugraty, sebagai partai rezim penguasa, telah menjadi penghambat kebebasan partai-partai lain untuk menyuarakan suara rakyat.
Sementara di Kuwait, nampak hambatan-hambatan penerapan civil society yang lebih disebabkan oleh sistem pemerintahan yang kurang mendukung, Sistem Ke Emiran tidak sepenuhnya memberikan kebebasan kepada rakyatnya umtuk berkelompok dan berorganisasi. Contoh kasus, Partai menjadi kegiatan terlarang, karena tidak didukung oleh undang-undang yang berlaku. Namun fenomena civil society telah berlansung baik melalui pemberdayaan organisasi-organisasi dan asosiasi non formal atau non pemerintah. Karenanya, hingga 90-an hanya terdapat sekitar 50 lembaga dan asosiasi baik yang bersifat sosial maupun profesi.
Sedangkan di Suriah, civil society mengalami perjalanan yang lebih sulit bila dibandingkan dengan Mesir dan Kuwait. Meskipun diketahui bahwa tokoh yang pertama kali mempopulerkan istilah civil society adalah cendekiawan asal Suriah. Suriah telah menggunakan sistem partai tunggal, Partai Baath. Hanya Partai Baath-lah yang mendomiriasi segala bentuk kegiatan sipil di Suriah. Meskipun demikian, di Suriah terdapat 450 organiasi.
Singkatnya, perkembangan civil society di Negara-negara Arab dapat dikategorikan sebagai fase melampaui gelombang pertama menuju gelombang kedua, dimana proporsionalisasi pole civil society dalam fase ini sedang diupayakan legalitasnya dalam masyarakat Arab dan Timur Tengah. Meskipun ada yang menklaim, bahwa civil society dan demokratisasi di Timur Tengah adalah naif.
The Development of Civil Society In Arab States (Democratization Process in Egypt, Syria and Kuwait)Civil society that is term which born from west and disseminate to all state in the world, along disseminate conception democracy. Existence of the term non-without problem, because at figure of civil society like: Hobbes, Locke, Hegel, Adam Ferguson, Rousseau, Tacqueville and Gramsci have been happened opposition of substantive in conception civil society.
In Arabic States, term of civil society in the firs time popularized in 70s by Burhan Ghaliyyun, a sociologist from Syria, then, in 80s, profound interest from good everybody of politician, intellectual, academic, activist and also bureaucrat from government. Proven is by what conducted by Markaz ad-dirasat al-Wihdah Al-Arabiyah (Uni Arab Study Center) in Lebanon, and Markaz Ibnu Khaldun Lidirasaat al Inma'i (Development of Ibnu Khaldun and Study Center) In Cairo. Tens of books have been published and various seminars have been performed by second center Study. As far as in writer research, previous, have been a researched peculiarly to 13 state; Egypt, Kuwait, Lebanon, Palestine, Syria, Qatar, Somalia, Sudan, Yemen, Bahrain, Uni Emirate Arab, Jordan and Iraq. Civil society in Arab States (Egypt, Syria and Kuwait) expanding through two primary factor: influence of globalization current, and the political system nation Arab having character of dictator and monarchy. Either in Egypt, Syria and Kuwait growth civil society drastically takes place since 1980, and comprehended by as framework democratizes.
In Egypt, to create climate of democracy need support civil society recognized with its characteristic is secular, have opened big opportunity to (do/conduct) formal organizational activity and non-formal, government and non government. So those in 1993, organization in Egypt have reached 14.000 institutes. But, predominate Party of National Democratize or Al-Hizb AI-Wathany ad-Dimugraty, as party of power regime, have come to resistor freedom of other; dissimilar party to accommodate people aspiration.
For a while in Kuwait, applying resistance civil society what more because of system government which less support, emirate system is not full give freedom to his people to team and have the organization. Follow the example of case, party become forbidden activity, because is not supported by law going into effect. But phenomenon civil Society has taken place, goodness of through organizational enable ness and association of non formal or non government. Hence, till 1990 only there are about 50 association and institute of both for public spirited and also profession.
While in Syria, civil society experience of more difficult; journey if compared to Egypt and Kuwait. Though known that, the first figure multiply to popularize term civil society is origin Syria intellectual. Syria has used single party, Party Baath. Only Party Baath predominating all the form of the civil activity in Syria. Nevertheless, in Syria there are 450 organizations.
The conclusion from above opinion the growth of civil society in Arab can be categorized as first wave phase to second wave, where correct from of civil society in this phase is being strived its legality in Middle East and Arab Society. Though there is claiming, that civil society democratization and in Arab is not possible."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Epin
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7910
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Panitia Peringatan HUT ke-32 Perjanjian Persahatan Indonesia-Mesir, 1978
327 SEK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Khairunnisa
"Penelitian ini menjelaskan mengenai unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik yang ada di dalam novel Lorong Midaq. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitiatif dengan pendekatan struktural melalui Content analysis dan metode sejarah. Temuan unsur intrinsik dalam novel dari penelitian ini sebagai berikut: tema sosial; alur campuran; latar fisik, netral, waktu, sosial, tempat, serta spiritual; tokoh yang ada dalam novel berupa tokoh utama dan bawahan; penokohan dengan metode langsung dan tidak langsung; serta sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sementara itu, unsur ekstrinsik yang dibahas dalam penelitian ini adalah kaum marginal di Mesir Tahun 1947 di mana pada saat itu Mesir sedang dikuasai oleh bangsa Eropa meliputi Inggris, Itali, dan Jerman yang mengakibatkan masyarakat Mesir memiliki dua kebudayaan. Selain itu, masyarakat Mesir terutama kaum marginal juga mengalami kesulitan dalam bidang sosio-ekonomi hingga kemerosotan moral. Tokoh-tokoh marginal yang ada dalam novel meliputi Zaita, Abbas Hilu, Kamil, Hamida, Syekh Darwisy, Booshy, dan Husain.

The study describes the intrinsic and extrinsic elements that exist in the novel of Midaq Alley. The method used in this thesis is a qualitative method with a structural approach through Content analysis and historical methods. Intrinsic element in the novel found in this study as follows: social themes; groove mix; physical settings, neutral, time, social space, as well as spiritual; figures, the main character in the novel form and subordinates; characterizations with direct and indirect methods; and a third person perspective omniscient. Meanwhile, the extrinsic element discussed in this study is marginal peoples in Egypt 1947 when Egypt was ruled by European nations including Britain, Italy, and Germany which resulting in the Egyptian society has two cultures. In addition, the Egyptian society especially the marginalized are also experiencing difficulties in the field of socio-economic to the moral decline. Marginal figures in the novel are Zaita, Abbas Hilu, Kamil, Hamida, Sheikh Darwisy, Booshy, and Husain."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43392
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suranta Abd. Rahman
"Hubungan Indonesia-Mesir sudah terjalin sejak sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dengan adanya mahasiswa Indonesia yang belajar di Universitas A1-Azhar, Kairo. Dalam Perang Dunia II, hubungan tersebut bertambah kuat karena kedua bangsa sama berjuang untuk lepas dari kolonialisme dan imperialisme Barat di negara masing-masing, Inggris di Mesir dan Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1947, bangsa Indonesia sedang gencar-gencarnya mencari pengakuan internasional yang mendapat tantangan berat dari Belanda dan Sekutunya di negara-negara Arab. Akan tetapi, dengan solidaritas yang tinggi Mesir mendukung perjuangan dan mengakui kemerdekaan RI de facto dan de jure. Dukungan Mesir tidak hanya pada pengakuan kedaulatan, tetapi Mesir lebih jauh mengirimkan diplomat dan sebuah tim kesehatan yang dikirim ke Indonesia.
Diplomasi yang dijalankan oleh misi diplomatik RI pada tahun 1947-1948 untuk mencari pengakuan internasional mendapat tantangan yang berat dari Belanda dan Sekutunya di negara-negara Arab. Akan tetapi, dengan solidaritas yang tinggi Pemerintah dan rakyat Mesir mendukung perjuangan dan mengakui kemerdekaan RI de facto dan de jure.
Diplomasi yang dijalankan adalah dalam usaha mempertahankan eksistensi kedaulatan RI yang hendak direbut kembali oleh Belanda. Sementara itu, perjuangan di bidang militer terus dilakukan untuk mengusir Belanda dan Sekutunya dari tanah air Indonesia.
Pengakuan kemerdekaan dan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir tahun 1947 merupakan kemenangan diplomasi RI pertama di luar negeri yang dapat mematahkan diplomasi Belanda untuk mencegah pengakuan internasional terhadap RI. Kemenangan ini tidak terlepas dari dukungan Mesir yang berhasil menggalang seluruh negara Arab untuk mengakui kemerdekaan dan kedaulatan RI melalui Liga Arab. Selain itu, kemenangan tersebut didukung oleh mahasiswa Indonesia di Mesir yang melakukan aktifitas politik dalam rangka mencari simpati dan dukungan internasional bagi kemerdekaan RI.
Hubungan Indonesia-Mesir sampai sekarang didasarkan atas hubungan agama Islam yang sangat erat dan latar belakang sejarah kolonialisme dan imperialisme yang dialami oleh kedua negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: Sekjen DPR-RI, 2013
303.482 NAI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Panut
"Turki, Suriah, dan Irak merupakan tiga negara yang dilintasi oleh sungai Efrat dan Tigris. Sejak dibangunnya bendungan-bendungan modern di Turki dan Suriah pada 1960-an, konflik ketegangan muncul di antara ketiga negara. Akan tetapi, munculnya Arab Spring di Tunisia kemudian memicu pemberontakan rakyat Suriah terhadap rezim yang dictator dan represif sehingga menyebabkan perang saudara di Suriah. Sedangkan di Irak, instabilitas politik telah terjadi sejak invasi Amerika Serikat tahun 2003. Instabilitas yang terjadi Suriah dan Irak kemudian memberikan celah kepada kelompok-kelompok Violent Non-state Actors untuk mengambil alih beberapa fasilitas air yang ada di Suriah dan Irak. Sehingga kelompok-kelompok tersebut menggunakan fasilitas air tersebut untuk mencapai kepentingan mereka baik ekonomi maupun politik, bahkan mereka juga menjadikan air sebagai alat penyerangan dan pertahanan. Di sisi lain, Turki harus menghadapi ancaman dari PKK, kelompok separatis Kurdi yang milisinya juga terdapat di Suriah dan Irak. Hal ini tentu menjadi babak baru dalam sejarah konflik air tawar di kawasan sungai Efrat dan Tigris. Tulisan ini membahas faktor penyebab konflik air tawar di kawasan sungai Efrat dan Tigris pasca-Arab Spring, serta dinamika konflik dan peleraiannya. Tulisan ini menggunakan teori hidropolitik dan Metodologi deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data dari Jurnal, buku dan website terkait.

Turkey, Syria, and Iraq are three countries where the Euphrates and Tigris rivers intersect. Tension conflicts have arisen between the three countries since the construction of modern dams in Turkey and Syria in the 1960s. However, the arrival of the Arab Spring in Tunisia subsequently triggered a rebellion of the Syrian people against a dictatorial and oppressive regime, causing a civil war in Syria. Meanwhile, political instability has surfaced in Iraq since the invasion of the United States in 2003. The instability experienced in Syria and Iraq provided an opportunity for violent non-state actor groups to hijack several water services in Syria and Iraq. These groups may even use water as a means of attack and defense to use water facilities to claim economic and political interests. Meanwhile, Turkey faces a threat from the  Kurdish separatist group PKK, which also has militias in Syria and Iraq. This is certainly a new chapter in the history of freshwater conflicts on the Euphrates and Tigris rivers. This paper discusses the causes of freshwater conflicts in the Euphrates and Tigris river basins after the Arab Spring,  the dynamics of the conflict, and its resolution. This treatise collects data from relevant journals, books, and websites using hydro political theory and qualitative description methods."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Roihan
"Artikel ini membahas tentang peran A.K. Gani sebagai ketua delegasi Republik Indonesia (RI) dalam Konferensi PBB Havana, Kuba tahun 1947 dan dampak diplomasinya bagi Indonesia. Pada Konferensi PBB Havana, Kuba 1947, A.K. Gani melalui pidatonya menyampaikan pandangannya terkait pembentukan ITO (International Trade Organization) dan memperkenalkan RI dihadapan negara-negara peserta konferensi. Pada konferensi ini, A.K. Gani menjalin kontrak dagang dengan Matthew Fox dan berhasil mendirikan perusahaan American-Indonesian Corporation. Dibawah naungan perusahaan ini, RI berhasil menembus blokade ekonomi Belanda lewat perdagangan ekspor impor dengan Amerika Serikat. Artikel ini ditulis dengan menggunakan metode sejarah, dengan mengumpulkan data berupa arsip dokumen, surat kabar, buku, artikel jurnal, tesis, disertasi, dan artikel online yang diperoleh dari Museum Pahlawan Nasional Mayjen TNI (Purn) Dr. A.K. Gani Palembang, Arsip Nasional RI, Arsip digital PBB, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan DPR RI, dan website Delpher.nl.

This article discusses the role of A.K. Gani as the head of the delegation of the Republic of Indonesia (RI) at the UN Conference in Havana, Cuba in 1947 and the impact of his diplomacy for Indonesia. At the 1947 Havana, Cuba UN Conference, A.K. Gani through his speech expressed his views regarding the establishment of the ITO (International Trade Organization) and introduced RI in front of the participating countries. At this conference, A.K. Gani established a trade contract with Matthew Fox and succeeded in establishing the American-Indonesian Corporation. Under the auspices of this company, RI managed to break the Dutch economic blockade through import-export trade with the United States. This article is written using the historical method, by collecting data in the form of archival documents, newspapers, books, journal articles, theses, dissertations, and online articles obtained from the National Heroes Museum of Major General. TNI (Ret.) Dr. A.K. Gani Palembang, the National Archives of the Republic of Indonesia, the UN digital archive, the University of Indonesia Library, the National Library, the House of Representatives Library, and the Delpher.nl website."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>