Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Octaviani Indrasari Ranakusuma
"ABSTRAK
Studi ini menguji pengaruh faktor biologi tekanan darah sistolik , faktor psikologi trait neuroticism dan trait extraversion serta faktor sosial status sosial-ekonomi dan status sosial-subyektif terhadap persepsi dan ekspresi rasa sakit. Partisipan N=201 berasal dari dua kelompok sosial-ekonomi, yaitu bawah dan atas. Rasa sakit diinduksi oleh tes cold-pressor yang secara signifikan meningkatkan tekanan darah, persepsi sakit dan kecemasan. Terdapat pengaruh neuroticism terhadap peningkatan persepsi sakit afektif dan kecemasan. Terdapat pengaruh langsung trait kepribadian neuroticism terhadap persepsi rasa sakit sensoris, yang kemudian persepsi sakit afektif. Neuroticism mempengaruhi ekspresi sakit pada wajah secara tidak langsung. Tidak ditemukan pengaruh langsung extraversion terhadap persepsi sakit sensoris. Temuan ini menegaskan peran dimensi afektif-motivasional dari pengalaman sakit. Indeks Ekspresi kesakitan pada wajah perlu dikembangkan lebih lanjut dalam konteks masyarakat Indonesia sebagai alternatif pengukuran rasa sakit. Kata kunci: ekspresi wajah; kecemasan, persepsi sakit; tes cold-pressor;neuroticism

ABSTRACT
The study examined the effects of biological factor systolic blood pressure , psychological neuroticism and extraversion traits of personality , and social factor socio economic status and subjective social status on perception and expression of cold pressor pain. Two hundreds and one participants from upper and lower socio economic status were recruited. Pain induced by cold pressor significantly increased blood pressure and heart rate, pain perception and state anxiety during the test. There were effects of neuroticism on increasing affective pain perception and state anxiety during the test. There was a direct effect of neuroticism on sensory pain perception, which later had direct effects on state anxiety, systolic blood pressure and also on affective pain perception. There was an indirect effect of neuroticism on pain expression. There was no direct neither indirect effects of extraversion on pain perception. The study confirmed the important role of affective motivational dimension of pain. The possibility to develop the imdex of pain expression specified for Indonesians was discussed"
2017
D2328
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggri Murtia
"Latar belakang: Pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dan Vestibuler Evoked Myogenic Potential (VEMP) merupakan pemeriksaan keseimbangan yang dapat dilakukan dalan keadaan duduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesesuaian antara nilai SVV dengan cVEMP.
Metode penelitian: Penelitian ini pada bulan September-November 2020, menggunakan disain potong lintang dilakukan pada 37 orang orang dewasa, orang perempuan dan 13 laki-laki dan 24 perempuan tanpa gangguan keseimbangan yang diperiksa dengan alat SVV dan VEMP di Poliklinik THT Neurotologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk menilai kesesuaian hasil pemeriksaan SVV dan VEMP menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian: Pada orang tanpa gangguan keseimbangan nilai rata-rata SVV ≤2,5ᵒ. Hasil pemeriksaan cVEMP pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan nilai rata-rata p13 terkecil dan terbesar yaitu 16,58±0,95 dan 18,69±2,54 dan untuk nilai rata-rata n23 terkecil dan terbesar yaitu 25,50±1,50 dan 27,69±2,75. Nilai rata-rata amplitudo cVEMP terkecil dan terbesar yaitu 46,96±25,20 dan 69,76±34,2 mV serta didapatkan nilai rata-rata rasio asimetri untuk terkecil dan terbesar perempuan yaitu 0,09±0,11dan 0,18±0,14. Pada uji korelasi Spearman didapatkan r < 0,2 sehingga penilaian SVV dengan nilai asimetri cVEMP tidak memiliki kesesuaian.
Kesimpulan: Tidak terdapat kesesuaian nilai pemeriksaan Subjective Visual Vertical (SVV) dengan cervical Vestibuler Evoked Myogenic Potential (VEMP) pada orang tanpa gangguan keseimbangan

Background: Subjective Visual Vertical (SVV) and Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) examinations are balance examination that can be performed while sitting. This study aims to describe the comformity between SVV with cVEMP.
Methods: This study was conducted in September-November 2020, using a cross-sectional design carried out on 37 adults, 13 men and 24 women without balance disorders who were examined with the SVV and VEMP tools at the ENT Neurotology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital for assess the conformity of the SVV and VEMP results using the Spearman correlation test.
Results: People without balance disorders the average value of SVV ≤2.5. The results of cVEMP examination in adults without balance disorders, the smallest and largest average p13 values are 16.58±0.95 and 18.69±2.54 and for the smallest and largest average values of n23 are 25.50± 1.50 and 27.69±2.75. The average values of the smallest and largest cVEMP amplitudes are 46.96±25.20 and 69.76±34.2 mV and the average asymmetry ratio values for the smallest and largest women are 0.09±0.11 and 0.18 ±0.14 In the Spearman correlation test, it was found that r <0.2, so that the SVV assessment with the asymmetry cVEMP was not corralated.
Conclusion: There is no comformity between the Subjective Visual Vertical (SVV) examination scores with Vestibular Evoked Myogenic Potential (VEMP) in people without balance disorders
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Habibah Pramesti
"Latar Belakang: Estetika wajah merupakan hal penting yang dapat meningkatkan daya tarik dan kepercayaan diri seseorang. Salah satu indikator estetika wajah adalah profil wajah yang harmonis dan proporsional. Profil wajah merupakan salah satu hal yang pertama kali dilihat oleh ortodontis. Penilaian terhadap hal tersebut bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi. Ortodontis perlu mempertimbangkan parameter dan persepsi pasien dalam melakukan perawatan ortodonti. Tujuan: Memperoleh nilai rerata profil wajah yang masih dikatakan lurus menurut orang awam di Indonesia berdasarkan analisis Legan dan Burstone. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Subjek penelitian ini adalah orang awam laki-laki dan perempuan yang masing-masing berjumlah 78 orang. Data diuji menggunakan uji Mann-Whitney U. Hasil: Persepsi orang awam terhadap perubahan titik Sn dan Pg’ pada model laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p<0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna persepsi orang awam laki-laki terhadap profil wajah model laki-laki dan perempuan dengan variasi titik Sn dan Pg’ (p>0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna persepsi orang awam perempuan terhadap profil wajah model laki-laki dan perempuan dengan variasi titik Sn dan Pg’ (p>0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara persepsi orang awam laki-laki dan perempuan terhadap profil wajah model laki-laki dengan variasi titik Sn dan Pg’ (p>0,05). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara persepsi orang awam laki-laki dan perempuan terhadap profil wajah model perempuan dengan variasi titik Sn dan Pg’ (p>0,05). Kesimpulan: Rentang rata-rata profil wajah yang dikatakan lurus menurut orang awam di Indonesia berdasarkan analisis Legan dan Burstone adalah 9,23°-14,87° untuk variasi titik Sn dan 8,97°-13,96° untuk variasi titik Pg’.

Background: Facial aesthetics is an important thing that can increase a person's attractiveness and confidence. One key indicator of facial aesthetics is a harmonious and proportional facial profile, which is often the first feature assessed by orthodontists. The assessment of this is subjective and depends on perception. Orthodontists need to consider the patient's parameters and perceptions in performing orthodontic treatments. Objectives: To determine the average range of facial profiles perceived as straight by the laypeople in Indonesia based on Legan and Burstone's analysis. Methods: This study was an observational analytic with a cross-sectional design. The subjects of this study are 78 male and 78 female participants. Data were analyzed using the Mann-Whitney U test. Results: Laypeople’s perception regarding variations in Sn and Pg’ points on male and female facial models showed statistically significant differences (p<0.05). There was no statistically significant differences in male participants' perceptions of male and female facial profiles across Sn and Pg’ variations (p>0.05). There was no statistically significant differences in female participants' perceptions of male and female facial profiles with Sn and Pg’ variations (p>0.05). There was no statistically significant differences between male and female participants' perceptions of male facial profiles with Sn and Pg’ variations (p>0.05), nor of female facial profiles with Sn and Pg’ variations (p>0.05). Conclusion: The average range of facial profiles perceived as straight by the laypeople in Indonesia, based on Legan and Burstone's analysis, is 9.23°-14.87° for Sn variations and 8.97°-13.96° for Pg’ variations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriati
"Pendahuluan: Trauma maksilofasial dapat terjadi karena beberapa etiologi dan yang paling sering terjadi ialah trauma akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien dengan trauma maksilofasial biasanya akan menjalani perawatan rawat inap dengan durasi yang lama berkaitan dengan rangkaian perawatan yang harus dilakukan. Terdapat beberapa sistem penilaian tingkat keparahan dari trauma yang terjadi yang sudah diperkenalkan dan digunakan, dan sistem penilaian Facial Injury Severity Scale (FISS) oleh Bagheri et al telah digunakan secara luas untuk menilai derajat keparahan cedera maksilofasial. Trauma maksilofasial dapat menjadi salah satu kondisi yang dapat berhubungan dengan cedera kranial, sehingga penilaian kesadaran perlu dilakukan. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem penilaian kesadaran pasien pasca trauma yang telah digunakan secara luas selama empat dekade terakhir. Namun, kemampuan kedua sistem penilaian tersebut dalam menunjukkan hubungan tingkat keparahan trauma dan tingkat kesadaran dengan lama rawat inap masih jarang digunakan dalam penelitian. Tujuan: Untuk mengevaluasi indeks keparahan trauma maksilofasial menggunakan (FISS) dan tingkat kesadaran (GCS) dengan lama rawat inap pada pasien trauma maksilofasial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Metode: Studi restrospektif, menggunakan data sekunder dengan menganalisis rekam medis trauma maksilofasial semua rentang usia di IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Hasil dan pembahasan: Sebanyak 346 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diikutkan dalam studi ini. Analisis multivariat menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna tiap kelompok secara statistik (p>0,05) antara skor FISS dengan lama rawat inap dan didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama rawat inap dengan skor FISS (p > 0,05). Hubungan lama rawat inap dengan skor FISS menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola positif, di mana semakin bertambah skor FISS, akan menambah lama rawat inap. Analisis multivariat juga menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna tiap kelompok secara statistik (p>0,05) antara skor FISS dengan lama rawat inap dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama rawat inap dengan Nilai GCS (p > 0,05). Hubungan lama rawat inap dengan nilai GCS menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola negatif di mana semakin berkurang nilai GCS, akan menambah lama rawat inap.Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna dari skor FISS dan GCS terhadap lama rawat inap pasien.

Introduction: Maxillofacial trauma can occur due to several etiologies and the most common is trauma due to traffic accidents. Patients with maxillofacial trauma will usually undergo inpatient treatment with a long duration due to the series of treatments. There are several trauma severity rating systems that have been introduced and used, and the Facial Injury Severity Scale (FISS) rating system by Bagheri et al has been widely used to assess the severity of maxillofacial injuries. Maxillofacial trauma can be one of the conditions that can be associated with cranial injuries, so an assessment of consciousness needs to be done. The Glasgow Coma Scale (GCS) is a system for assessing the consciousness of posttraumatic patients that has been widely used over the past four decades. However, the ability of the two scoring systems to show the relationship between trauma severity and level of consciousness with length of hospitalization is rarely used in research, Objective: To evaluate the index of severity of maxillofacial trauma using FISS and level of consciousness (GCS) with length of hospitalization in maxillofacial trauma patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2019 to December 2022. Metode: Retrospective study, using secondary data by analyzing Maxillofacial Trauma medical records for all age ranges in the emergency room at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2019 to December 2022. Result and Discussion: A total of 346 patients who met the inclusion criteria were included in this study. Multivariate analysis showed that there was no statistically significant difference between each group (p>0.05) between the FISS Score and length of hospitalization and there was no significant relationship between length of hospitalization and FISS Score (p>0.05). The relationship between length of hospitalization and FISS score shows a weak relationship and has a positive pattern, where the increasing FISS score will increase the length of hospitalization. Multivariate analysis also showed that there was no statistically significant difference between each group (p>0.05) between the FISS score and length of hospitalization and there was no significant relationship between length of hospitalization and GCS score (p>0.05). The relationship between the length of hospitalization and the GCS score shows a weak relationship and has a negative pattern, where the decreasing the GCS score, the longer the length of hospitalization. Conclusion: There was no significant difference between the FISS and GCS scores on the patient's length of hospitalization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Diah Kusumaningrum
"ABSTRAK
Deteksi dan pengenalan wajah merupakan salah satu pengolah citra yang dapat digunakan untuk surveillance pada UAV. Namun kasus pengenalan wajah dan deteksi wajah ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit dilakukan karena komputer harus dapat melakukan lokalisasi wajah dengan baik kemudian melakukan klasifikasi wajah. Tesis ini membahas penelitian metode deep learning yaitu deteksi wajah dengan menggunakan metode RCNN dan pengenalan wajah dengan menggunakan metode CNN. Eksperimen dengan menggunakan variasi sudut wajah dan jarak wajah terhadap kamera dilakukan untuk mengamati pengaruh parameter terhadap performa model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model RCNN dengan menggunakan satu wajah subjek dapat digunakan untuk melakukan deteksi wajah pada subjek dengan recognition rate sebesar 74% pada parameter IoU > 0.5. Nilai recognition rate pada sistem terintegrasi deteksi dan
pengenalan wajah sangat tergantung dari hasil prediksi area wajah yang dihasilkan dari model RCNN. Percobaan membuktikan bahwa jarak subjek kamera mempengaruhi recognition rate dari model deteksi wajah.

ABSTRACT
Face detection and recognition is an image processor that can be used for surveillance on UAVs. However, the case of face recognition and face detection is a very difficult job to do because the computer must be able to do localization of the face well then do face classification. This thesis discusses the research of deep learning methods, namely face detection using the RCNN method and face recognition using the CNN method. Experiments using variations in face angle and face distance to the camera were conducted to observe the effect of parameters on the performance of the model. The results showed that the RCNN model using one subject's face could be used to detect faces on subjects with a recognition rate of 74% on the IoU parameter > 0.5. The value of recognition rate in the integrated detection and face recognition system is highly dependent on the results of the prediction of face areas generated from the RCNN model. Experiments prove that the distance of the camera subject affects the recognition rate of the face detection model."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Mahandaru
"Latar Belakang. Konvensional dua tutup palatoplasti akan mengakibatkan cacat lateral yang tanpa cakupan periosteal apapun. Hal ini membuat epitelisasi dari cacat lateral yang membutuhkan waktu lebih lama ( 3 - 4 minggu ). Dalam penelitian ini, penulis berhipotesis bahwa teknik dimodifikasi untuk palatoplasti dua - tutup dengan tidak mengangkat bagian lateral periosteum dengan flap, dan kemudian menerapkan madu cacat lateral yang mungkin mengakibatkan tingkat epitelisasi lebih cepat.
Metode. Tiga puluh delapan pasien dengan sumbing langit-langit akan dibagi menjadi dua kelompok dengan intervensi, dimodifikasi teknik palatoplasti dua - tutup meninggalkan periosteum lateral dengan aplikasi madu pack pada kelompok perlakuan dan konvensional palatoplasti dua - tutup dalam kontrol. Kami mengamati tingkat epitelisasi setiap dua hari setelah keluar dari rumah sakit sampai penyembuhan penuh dicapai. Kami juga documentate beberapa parameter bedah - terkait seperti : panjang operasi, kehilangan darah intraoperatif, skala nyeri pasca operasi, masa rawat inap, dan komplikasi.
Hasil. Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dari tingkat epitelisasi antara kelompok perlakuan dengan teknik modifikasi 2,4 ( 2,0 ; 3,0 ) mm / hari dengan yang konvensional 0.7 ( 0.6, 0.8 ) mm / hari ( p < 0,001 ). Parameter bedah terkait di kedua teknik yang relatif sama.
Kesimpulan. Teknik modifikasi kami mempercepat laju epitelisasi dari cacat lateral. Ini dapat mencegah gangguan pertumbuhan rahang atas di masa depan karena penyembuhan lebih cepat mengurangi pembentukan parut dan kontraksi luka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa teknik modifikasi ini akan menghasilkan pertumbuhan rahang atas yang lebih baik.

Background. The conventional two-flap palatoplasty will result in lateral defect without any periosteal coverage. It makes the epithelialization of the lateral defect takes longer time ( 3- 4 weeks). In this study, the authors hypothesized that the modified technique to the two-flap palatoplasty by not elevating the lateral part of the periosteum with the flap, and then apply honey to the lateral defect possibly resulting faster epithelialization rate.
Methods. Thirty eight patients with cleft palate will be divided into two groups with intervention, modified two-flap palatoplasty technique leaving lateral periosteum with application honey pack in treatment group and conventional two-flap palatoplasty in control. We observe the epithelialization rate every two days after came out from hospital until full healing is achieved. We also documentate some surgical-related parameters such as: the length of operation, intraoperative blood loss, postoperative pain scale, hospitalization period, and the complications.
Result. This study showed significant difference of the epithelialization rate between the group treated by the modified technique 2.4 (2.0;3.0) mm/day with the conventional ones 0.7 (0.6;0.8) mm/day (p<0.001). The surgical-related parameters in both technique were relatively same.
Conclusions. Our modified technique hasten the epithelialization rate of the lateral defect. It may prevent the maxillary growth disturbances in the future because faster healing reduces the scar formation and wound contraction. Further studies are required to confirm that this modified technique will result in better maxillary growth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinel, John P.J.
Boston : Allyn and Bacon, 2002
612.8 PIN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rosenzweig, Mark R.
California : Sinauer Associates, 1999
612.8 ROS b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pinel, John P.J.
Boston: Allyn and Bacon, 1993
152 PIN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pinel, John P.J.
Boston: Allyn and Bacon, 2003
612PINB001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>