Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219198 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nastiti Ekasari
"ABSTRAK
Latar belakang: Industri Baja dan Aluminium terbukti mempengaruhi kejadian Metal Fume Fever akibat banyaknya pajanan debu logam yang dihasilkan dari teknik pengelasan, pemotongan logam berat. Banyak kandungan metal berbahaya dalam industri baja dan Aluminium yang dapat berpontensi menimbulkan keluhan Metal Fume Fever ketika pekerja terpajan fume dan gas yang dihasilkan dalam proses industri. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa kejadian Metal Fume Fever pada pekerja industri baja dan Aluminium, serta faktor yang mempengaruhinya. Banyaknya keluhan flu like syndrome yang dialami pekerja yang ingin ditelaah apakah ini termasuk Metal Fume Fever terkait pajanan debu logam di lingkungan pabrik.Metode: Penelitian cross sectional dilakukan pada pekerja pabrik baja dan Aluminium di Cibitung. Data yang diperoleh dari wawancara dan kuesioner, anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan kadar debu logam di lingkungan pabrik. Dalam menegakkan diagnosa Metal Fume Fever digunakan tujuh langkah diagnosis okupasi.Hasil: Pada penelitian ini didapatkan pengukuran kadar debu logam Al,Cr,Fe,Pb di bawah NAB. Dan dari 63 pekerja, terdapat 27 pekerja 42,8 yang mengalami Metal Fume Fever. Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang diteliti antara lain variabel umur, patuh APD, riwayat merokok dan masa kerja. Dari empat variabel tersebut, variabel umur >40 tahun yang lebih berisiko untuk terjadinya Metal Fume Fever. OR: 6,49, p= 0,018, 95 CI=1,38-30,42 Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan pengukuran kadar debu logam Al,Cr,Fe,Pb dibawah NAB namun demikian proses produksi terus berlangsung dan pekerja terus menghirup debu logam juga terkait dengan proses sensitisasi dan imunitas pekerja yang berhubungan dengan keluhan Metal Fume Fever. Didapatkan juga bahwa variabel umur >40 tahun lebih berisiko untuk terjadinya Metal Fume Fever.Kata kunci: Metal Fume Fever, debu logam

ABSTRACT
Background: Steel and aluminum industry proven influential to the occurrence Metal Fume Fever due to the large exposure to metal dust generated from welding technique, cutting heavy metals. Many hazardous metal content in the steel and aluminum industries which may cause Metal Fume Fever symptoms when workers exposed to fume and gas produced in industrial processes. This study was conducted to analyze the incidence of Metal Fume Fever among steel and aluminum industry workers, and the factors that influence it. The number of complaints flu like syndrome experienced by workers who wish to be explored whether this includes Metal Fume Fever associated metal dust exposure. Methods The cross sectional study was conducted on the steel and aluminum factory workers in Cibitung. Data obtained from interviews and questionnaires, the anamnesis and physical examination and also inspection of metal dust levels in the factory environment. In the diagnosis of Metal Fume Fever, use a seven step diagnosis of occupational. Results In this study, measurement of metal dust Al, Cr, Fe, Pb below the TLV. And of 63 workers, there are 27 workers 42.8 with Metal Fume Fever. In this study, there are several variables studied include age, obedient PPE, smoking history and tenure. Of the four variables, the variables age 40 years who are more at risk for the occurrence of Metal Fume Fever. OR 6,49, p 0,018, 95 CI 1,38 30,42 Conclusion In this study, measurement of metal dust Al, Cr, Fe, Pb under NAB however, the production process continues and workers continue to inhale metal dust is also related to the process of sensitization and immune related complaints worker Metal Fume Fever. It was found also that the variables age 40 years are more at risk for the occurrence of Metal Fume Fever. Keywords Metal Fume Fever, metal dust "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Citraresmi
"Pada kejadian luar biasa tahun 2004 dilaporkan bahwa pasien-pasien DBD di Jakarta memenuhi berbagai rumah sakit sampai tak tertampung dan harus dirawat di koridor rumah sakit dengan tempat tidur tambahan. Hal serupa tidak tampak di RS dr Cipto Mangunkusumo (RSCM); meskipun terjadi peningkatan jumlah pasien DBD namun tidak sampai memerlukan penambahan tempat tidur yang berarti. Di seluruh wilayah DKI Jakarta terdapat 70 RS umum yang terdiri dari 8 RS pemerintah dan 62 RS swasta. RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, RSUD Koja, RSAB Harapan Kita, RSUD Pasar Rebo, dan RSUP Fatmawati adalah RS pemerintah yang masing-masing mewakili kelima wilayah di DKI Jakarta. RSU Sumber Wares yang berada di wilayah Jakarta Barat adalah sebuah RS swasta yang telah Iama melakukan penelitian mengenai DBD.
Adanya kejadian luar biasa akan menyebabkan jumlah kasus berat bertambah, namun sangat mungkin pula terjadi overdiagnosis. Sorotan media massa yang berlebihan mengenai kejadian luar biasa DBD, di samping kebijakan pemerintah membebaskan biaya pemeriksaan, berperan dalam peningkatan jumlah pasien di berbagai rumah sakit. Untuk menghindari overdiagnosis tersebut dapat digunakan kriteria diagnosis secara klinis dan laboratorium dengan menggunakan kritena WHO tahun 1997.
Tujuan penggunaan kriteria WHO adalah untuk mengidentifikasi dengan tepat pasien yang memiliki risiko timbal komplikasi akibat dengue berat (DBD dan DSS), dan juga untuk memfasilitasi triase dan penggunaan swnber daya yang terbatas secara tepat. Kriteria ini juga dapat digunakan sebagai alat epidemiologi untuk mengumpulkan data kesehatan masyarakat mengenai insiders infeksi dengue simtomatik, beratnya penyakit, dan lain-lain, yang dapat dirnanfaatkan untuk mengevaluasi program pemberantasan dan tata laksana kasus dengue. Kriteria WHO digunakan untuk menentukan kasus DBD dan tidak meliputi kasus DD, sehingga kriteria ini dapat membantu dalam menentukan CFR secara tepat dengan hanya meniasukkan kasus DBD dalam perhitungannya. Dikhawatirkan CFR yang dilaporkan saat ini meliputi pula kasus-kasus DD sehingga tampaknya terjadi penurunan dari tahun ke tahun.
Dalam menghadapi KLB DBD, diperlukan peningkatan kewaspadaan dari segenap petugas kesehatan balk di tingkat puskesmas, dokter praktek perseorangan sampai rumah sakit. Maka perlu dipahami panduan yang telah ada dalam menghadapi KLB DBD agar penanganan pasien bisa dilakukan secara cepat, tepat dan efisien. Untuk itu perlu diketahui data karakteristik demografi, klinis, laboratoris serta tata laksana KLB DBD untuk dapat menjadi acuan dalam perbaikan perencanaan menghadapi KLB DBD di masa datang.
Rumusan masalah
Bagaimana karakteristik pasien, tata laksana dan ketepatan diagnosis demam berdarah dengue di Jakarta pada kejadian luar biasa tahun 2004?
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Prima Rakhmawati
"Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (S. Typhi). Penularan S. Typhi adalah melalui jalur fecal-oral, yaitu penyebaran mikroorganisme ke dalam mulut lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi. Pada skripsi ini dibahas model matematika penyebaran penyakit demam tifoid dengan intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene. Selanjutnya, model tersebut dikembangkan menjadi masalah kontrol optimal untuk memperoleh strategi intervensi yang optimal dalam mengendalikan sistem dinamik yang digambarkan oleh variabel state (manusia dan bakteri) dan variabel kontrol (intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene). Eksistensi solusi kontrol optimal dianalisis dengan menggunakan prinsip minimum Pontryagin. Simulasi numerik dilakukan pada masalah kontrol optimal dengan berbagai skenario. Skenario didasarkan pada kombinasi intervensi yang diberikan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa masing-masing skenario memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model dalam mereduksi individu terinfeksi demam tifoid dan bakteri S. Typhi. Untuk memperoleh skenario terbaik, dilakukan analisis cost-effectiveness pada skenario pengendalian terkait kombinasi intervensi di lapangan. Terdapat tiga metode yang dilakukan, yaitu infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), dan incremental cost effectiveness ratio (ICER). Berdasarkan analisis IAR, skenario dengan kombinasi vaksinasi dan higiene merupakan skenario yang paling optimal dalam mereduksi kasus infeksi baru. Berdasarkan ACER dan ICER, skenario dengan kombinasi ketiga intervensi (vaksinasi, pengobatan, dan higiene) adalah skenario yang paling optimal dari segi biaya intervensi untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam tifoid.

Typhoid fever is an infection caused by the bacteria Salmonella Typhi (S. Typhi). Transmission of S. Typhi is through the fecal-oral route, namely the spread of microorganisms into the mouth through contaminated food or drink. This thesis discusses the mathematical model of the spread of typhoid fever with vaccination, treatment, and hygiene interventions. Furthermore, the model was developed into an optimal control problem to obtain the optimal intervention strategy in controlling the dynamic system described by state variables (humans and bacteria) and control variables (vaccination, treatment, and hygiene interventions). The existence of the optimal control solution was analyzed using the Pontryagin’s minimum principle. Numerical simulations were carried out on the optimal control problem with various scenarios. The simulation scenario is based on a combination of given interventions. The simulation results show that each scenario has a significant effect on the model in reducing individuals infected with typhoid fever and S. Typhi bacteria. To obtain the best scenario, a cost-effectiveness analysis was carried out on several control scenarios related to the combination of interventions that can be applied in the field. There are three methods used, namely infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), and incremental cost effectiveness ratio (ICER). Based on the IAR analysis, the scenario with a combination of vaccination and hygiene is the most optimal scenario in reducing new infection cases. Based on ACER and ICER, the scenario with the combination of the three interventions (vaccination, medication, and hygiene) is the most optimal scenario in terms of the lowest intervention cost to control the spread of typhoid fever."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34618
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadianti
"ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi demam tifoid hingga saat ini diperkirakan lebih tinggi pada pasien yang menderita demam akut dibandingkan pada demam yang disebabkan oleh infeksi lainnya terutama didaerah endemis. Berbagai pemeriksaan penunjang diagnostik demam tifoid pada pasien demam akut selama ini masih banyak kendala. Keberadaan sistem skor diagnostik demam tifoid pada pasien demam akut diperlukan untuk membantu penegakan diagnosis pasti pasien yang memerlukan pemeriksaan kultur kuman sebagai baku emas diagnostik atau uji PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan determinan dari sistem skor diagnostik demam tifoid pada pasien demam akut. Metode. Penelitian ini merupakan studi disain potong lintang yang dilakukan di bagian rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan, RSU Hermina Ciputat dan RSPI Pondok Indah dalam kurun waktu Oktober 2015 sampai Februari 2017. Subjek menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan baku emas diagnostik. Data penyerta yang dikumpulkan adalah jenis kelamin, usia, pola demam sore hari ge; 38,3oC, gangguan saluran cerna, typhoid tongue, bradikardi relatif, leukopenia, trombositopenia, aneosinofilia, kenaikan kadar ALT, kenaikan kadar qCRP dan uji widal positif. Analisis data dilakukan dengan program SPSS statistics 17.0 untuk analisis univariat, bivariat dan multivariat dan Receiving Characteristics Operator ROC dan SPSS Statistics 20.0 untuk analisis bootstrapping pada Kalibrasi Hosmer-Lameshow Hasil. Sebanyak 200 sampel dianalisis untuk mendapatkan proporsi dan determinan demam tifoid. Sebanyak 32 sampel 16 terdiagnosis demam tifoid dan 84 sebagai demam nontifoid. Determinan demam tifoid pada pasien demam akut adalah gangguan saluran cerna dengan OR sebesar 20,172 95 Interval Kepercayaan/IK1,980-205,52 p = 0,011 , bradikardi relatif dengan OR sebesar 15,406 95 IK 1,261-188,23 p= 0,032, trombositopenia dengan OR sebesar 6,979 95 IK 1,846-26,392, p=0,004 , kenaikan kadar ALT dengan OR sebesar 4, 177 95 IK 1,335-13,069, p= 0,014 , kenaikan kadar qCRP dengan OR sebesar 12, 753 95 IK 2,950-55,132, p= 0,001 dan uji Widal positif dengan OR sebesar 3,493 95 IK 0,857-14,242 p= 0,081 , sedangkan nilai Cut off point adalah total skor ge; 5, dengan AUC 93,2 95 IK 89,3 -97,1 . Kualitas kalibrasi sistim skor didapatkan nilai 0,987 baik dan diskriminasi adalah 94,6 sangat kuat Simpulan. Proporsi demam tifoid pada pasien demam akut adalah 16 . Yang menjadi determinan diagnosis dan komponen sistem skor demam tifoid pada pasien demam akut adalah gangguan saluran cerna, bradikardi relatif, trombositopenia, kenaikan kadar ALT, kenaikan kadar qCRP dan uji widal positif.

ABSTRACT
Background. Prevalence of typhoid fever was greater in acute fever compared to the others etyologic especially in endemic area. There was many problem in diagnostic tools to confirm the diagnosis of typhoid fever in acute febrile patients. This diagnostic score system was needed in patients with acute fever to helping confirmation of definite diagnostic patients who need culture test as standart diagnostic or PCR test. Aim of this study was to identify the proportion and determinants of typhoid fever scoring system diagnostic in acute febrile patients. Methods. A cross sectional study was conducted in inpatient South Tangerang general hospital, Hermina Ciputat general hospital and Pondok Indah general hospital from October 2015 February 2017. All subjects underwent interview, physical examination, laboratory testing and blood culture as gold standart and PCR test. The collected data were gender, age, pattern of fever in the afternoon with ge 3,38oC, gastrointestinal disordes, typhoid tongue, relative bradicardia, leucopenia, trombositopenia, aneosinofilia, elevated level of ALT, elevated level of qCRP and positif widal test. Analysis was done by using SPSS statistics 17.0 univariate, bivariate dan multivariate and Receiving Operator Characteristics ROC and SPSS Statistics 20.0 for bootstrapping analysis in Hosmer Lameshow Calibration Results. 200 subjects met the inclution criteria, 32 subjects 16 were diagnosed as having typhoid fever and 168 84 as nontyphoid fever, Determinants for typhoid fever in acute febrile patients were gastrointestinal disorders with OR 20,172 95 convident interval CI 1,980 205,52 p 0,011 , relative bradicardia with OR 15,406 95 CI 1,261 188,23 p 0,032 , trombositopenia with OR 6,979 95 CI 1,846 26,392, p 0,004 , elevated level of ALT with OR 4, 177 95 CI 1,335 13,069, p 0,014 , elevated level of qCRP with OR 12, 753 95 CI 2,950 55,132, p 0,001 and positif widal test with OR 3,493 95 CI 0,85714,242 p 0,081 ,the Cut off point of total score was ge 5 with AUC 93,2 95 IK 89,3 97,1 . The calibration quality of this scoring system value was 0,987 good and the discriminant value was 94,6 very strong Conclusion. The proportion of typhoid fever in acute febrile patients was 16 . Determinants and components of scoring system of typhoid fever in acute febrile patients were consist of gastrointestinal disorders, relative bradicardia, trombositopenia, elevated level of ALT, elevated level of qCRP and positif widal test."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Geneva: World Health Oraganization , 1986
614.588 52 DEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maryati
"Penumonia menjadi penyebab utama kematian balita. Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan memberi gambaran asuhan keperawatan pada balita dengan pneumonia. Berdasarkan hasil pengkajian pada klien dengan pneumonia didapatkan tanda dan gejala demam, batuk, pilek, sesak, pernafasan cuping hidung, frekuensi pernafasan meningkat, hasil laboratorium leukositosis, serta gambaran foto thorak terkesan gambaran pneumonia. Intervensi tepid water sponge adalah salah satu tindakan mandiri perawat untuk menurunkan gejala demam. Evaluasi menunjukan bahwa tindakan tepid water sponge yang disertai dengan pemberian antipiretik adalah tindakan efektif untuk menurunkan demam pada anak. Karya ilmiah ini memberikan saran bagi perawat rumah sakit agar mengoptimalkan tindakan tepid water sponge untuk menurunkan demam pada anak dan penerapanya dapat melibatkan keluarga.

Pneumonia is to be the main cause of infant death. Final Scientific Writing nurses aims to give an overview of nursing care in children with pneumonia. Based on the results of the assessment on a client with pneumonia found the signs and symptoms of fever, cough, cold, breathless, nostril breathing, increased respiratory rate, leukocytosis laboratory results, as well as an overview of photos thoracic impressed pneumonia. Intervention tepid water sponge is one nurse independent action to reduce fever. Evaluation shown that tepid water sponge action coupled with antipyretic treatment is effective measures to reduce fever in children. This paper provided advice to nurses in order to optimize tepid water sponge action to reduce fever on children and their applicability can involve the family.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Afni
"Penyakit kulit saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, menurut Riskesdas (2007) prevalensi penyakit kulit di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 67,8 %. Di Provinsi DKI Jakarta, prevalensi dermatitis cukup tinggi yaitu sebesar 99,9 %. Di Jakarta Utara penyakit kulit termasuk ke dalam sepuluh penyakit terbanyak dengan prevalensi sebesar 6% (33.025) orang. Di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cilincing II penyakit kulit termasuk dalam 10 penyakit terbesar dan berada pada urutan ketiga. Jumlah penderita penyakit kulit pada tahun 2010 sebanyak 1354 orang. Resiko terjadinya penyakit kulit dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah air bersih, faktor lingkungan dan hygiene perorangan.
Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara kondisi sarana air bersih, kuantitas dan kualitas air bersih secara fisik, faktor lingkungan dan hygiene perorangan dengan kejadian penyakit kulit pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011.
Metode penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol perbandingan 1:1 dengan 46 kasus menderita penyakit kulit infeksi dan 46 kontrol tidak menderita penyakit kulit infeksi. Kasus dan kontrol diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Cilincing II.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kuantitas dan kualitas air bersih secara fisik, faktor lingkungan dan hygiene perorangan dengan kejadian penyakit kulit infeksi dengan nilai p>0,05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara kuantitas dan kualitas air bersih secara fisik, faktor lingkungan dan hygiene perorangan dengan kejadian penyakit kulit infeksi.

Dermatitis still becomes a health problem in Indonesia. According to Riskesdas (2007), the prevalence of the disease in Indonesia is quite high that is 67,8 %. In DKI Jakarta province, the prevalence is 99,9 %. In North Jakarta, the disease is one of the most ten diseases with prevalence 6 % (33.025) infected people. In the work area of community health center in Cilincing II district, the disease is the third of ten 10 biggest diseases. The number of victims in 2010 is 1354. The risk of the skin disease occurance can be caused by the lackness of fresh water, environmental factors and individual hygiene.
The aim of this study is to find out the relationship between fresh water facility condition, phisical quantity and quality of fresh water, environmental factors and individual hygiene and dermatitis occurances in society of community health center work area in Cilincing II district, North Jakarta, in 2011.
The method used is a control 1:1 comparison case study design with 46 dermatitis victim cases and 46 control of uninfected people. The control case is obtained from Cilincing II community health center.
The result of bivariat analysis indicates that there isn't any relationship between the physical fresh water quality and quantity, environmental factors and individual hygiene and the disease occurances with p>0,05.
The conclusion drawn is that there isn't any relationship between the physical fresh water quality and quantity, environmental factors and individual hygiene and the dermatitis occurances.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nugroho
"Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi harus bisa menjamin keselamatan semua pihak yang berkepentingan di wilayah universitas untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, baik dalam kegiatan akademik seperti keselamatan laboratorium dan kegiatan lain seperti kegiatan konstruksi dalam area universitas. Penelitian ini dilakukan untuk menilai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Universitas Indonesia, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan OHSMS dan ISO 45001: 2018 sebagai standar internasional tentang SMK3. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan analisis arsip dengan validasi oleh para ahli dan praktisi melalui kuesioner berdasarkan standar dan peraturan SMK3 tersebut. Universitas Indonesia telah menerapkan SMK3 yang terdiri dari: (1) Kebijakan K3, (2) Perencanaan K3 (3) Pelaksanaan rencana K3, (4) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan (5) Peningkatan berkelanjutan. Selain itu, Universitas Indonesia telah membentuk unit khusus yang bertugas dalam mengelola program K3 & prosedur K3, termasuk pencegahan dan mitigasi kecelakaan kerja dan penyakit di kawasan Universitas Indonesia.

The university is an institution of higher education and research that must be able to guarantee the safety of all interested parties in the university area to prevent accidents and occupational diseases, both in academic activities such as laboratory safety and other activities such as construction activities within the university area. This research was conducted to assess the implementation of Occupational Safety and Health Management System (OHSMS) at Universitas Indonesia, referring to Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 50 of 2012 regarding the application of OHSMS and ISO 45001:2018 as international standards on OHSMS. The methodology used in this research uses interview and archive analysis with validation by experts and practitioner through a questionnaire based on those OHSMS standard and regulation. Universitas Indonesia has implemented OHSMS which consists of: (1) Policy; (2) Planning; (3) Operation; (4) Measurement and Evaluation; and (5) Improvement. Furthermore, Universitas Indonesia has formed a specific unit tasked with developing and organizing OHS programs & OHS procedures, including prevention and mitigation of work accident and diseases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>