Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Septiani Wulandari
"Pekerja Precariat Dalam Kapitalisasi Industri Televisi Kasus: Penonton Bayaran Pada Program Musik Televisi Hadirnya profesi penonton bayaran dengan status pekerja kontrak atau outsourcing merupakan sebuah konsekuensi dari adanya proses kapitalisasi di industri televisi. Tesis ini ditelah menggunakan kerangka pemikiran Guy Standing, yang intinya bahwa terdapat kelas precariat di lingkup ketenaga kerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan desain deskriptif. Hasilnya menunjukkan bahwa, penonton bayaran adalah pekerja yang digolongkan sebagai kaum precariat, dan mengalami tekanan secara struktural dan sosial. Kapitalisasi yang terjadi dalam industri televisi telah menciptakan struktur menekan sehingga menyebabkan penonton bayaran berada pada lapisan bawah dan menempatkan mereka pada posisi rentan. Tekanan yang mereka hadapi, berasal dari struktur relasi saling menekan pihak-pihak dalam proses produksi program musik di televisi. Akibatnya penonton bayaran menjadi rentan dalam kehidupan sosial.

Precariat Workers in Capitalization of Television Industry Case Paid attendees on The Music Program Appearances of paid attendees with contract worker status or outsourcing in television industry is a consequence from capitalization nowadays. This outsourcing system creates suppression structures into its practice so that put outsourcing labors into lower level and keep them more depressed. In this study, paid attendees have status as lower level worker which called as precariat. Correlation pattern of paid attendees in music program production system with capitalization of television industry put their in unstable position. This thesis researched by Guy Standing theory within qualitative and descriptive methods. In results show that paid attendees is categorized as precariat group and sustain a structural and social oppression, which is come from relation between structure of suppressing parties in television music program. As a result paid attendees become unstable in social environment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Langitantyo Tri Gezar
"Industri televisi Indonesia terus memproduksi konten media hiburan seperti program musik dengan menggunakan jasa penonton bayaran dalam proses produksinya demi menarik khalayak dan meraih keuntungan ekonomi yang berpatokan pada rating dan share, lalu menjualnya kepada pengiklan. Dalam hal ini, industri televisi melakukan komodifikasi konten, khalayak, dan pekerja media yang menempatkan penonton bayaran sebagai komoditas. Dengan menggunakan paradigma kritis dan pendekatan kualitatif disertai wawancara dan observasi lapangan pada studi kasus penonton bayaran program Dahsyat, peneliti menyimpulkan bahwa industri media telah melakukan komodifikasi terhadap penonton bayaran sebagai pekerja media yang berada pada relasi kuasa yang tidak seimbang.

ndonesian television industry continues to produce entertainment content such as music programs by using the services of paid audiences in the production process to attract audiences and gain economic benefits based on rating and share, then sell it to advertisers. Television industry is doing commodification of content, audiences, and workers that put paid audiences as commodities. By using critical paradigm and qualitative approach through interviews and field observations on a case study of paid audiences in Dahsyat program, researcher concluded that the media industry has done commodification of media workers to the paid audiences who are in unequal power relations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64970
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Akbar Merian
"Musik dangdut merupakan salah satu jenis musik yang sangat akrab bagi telinga masyarakat di Indonesia. Atas dasar hal tersebut, musik ini pun menjadi sebuah komuditi yang sangat sering untuk diproduksi dan digunakan dalam industri hiburan Indonesia. Kini musik dangdut pun tak hanya sekedar dapat dinikmati dalam sebuah pertunjukan pagelaran musik saja, namun kini musik dangdut pun juga sudah mengisi konten-konten dalam acara-acara program televisi (industri televisi).

Dangdut music is one type of music that is very familiar to the ears of the people in Indonesia. On the basis of this, the music becomes very often to be produced and used in the entertainment industry in Indonesia. Now dangdut music was not just can be enjoyed in a music performance course, but now dangdut music are also quite filling contents in events television program (television industry).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Saufa Yardha
"Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap program televisi anak bermuatan edukasi, yaitu program “Jalan Sesama”. Penelitian berfokus pada analisis dinamika yang dihadapi “Jalan Sesama” dalam proses produksi dengan sistem co-production dan distribusi program melalui industri penyiaran televisi. Proses penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data berupa wawancara serta dokumentasi rekaman arsip. Hasil penelitian menemukan gambaran proses dinamika yang di dalamnya terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh program “Jalan Sesama”. Permasalahan itu ditemukan dalam tahap praproduksi, produksi, pascaproduksi, dan distribusi program. Permasalahan dalam tahap praproduksi adalah kesulitan merumuskan konsep tentang nilai-nilai yang merepresentasikan Indonesia. Permasalahan dalam tahap produksi adalah tantangan untuk dapat merumuskan ide cerita bermuatan edukasi dengan tetap menjaga aspek yang menghibur dan menyenangkan bagi anak. Permasalahan dalam tahap pascaproduksi adalah memastikan bahwa program yang diproduksi memiliki dampak positif bagi anak serta memenuhi kriteria karya audiovisual yang berkualitas. Selanjutnya, penelitian ini menemukan permasalahan
utama yang cukup signifikan dalam tahap distribusi program. Permasalahan yang dihadapi adalah kondisi media penyiaran televisi di Indonesia yang masih sangat berorientasi komersial. Sementara “Jalan Sesama” adalah program edukasi yang bersifat non-profit oriented dan tidak menyetujui adanya penayangan iklan. Permasalahan lainnya timbul karena peran lembaga penyiaran publik yang tidak dapat diharapkan oleh adanya kebijakan tertentu
yang tidak wajar dalam biaya tayang program. Permasalahan yang ada semakin rumit ketika peran pihak regulator dan regulasi yang mengatur bidang penyiaran televisi di Indonesia saat ini, belum memadai untuk mendukung keberlanjutan program televisi anak bermuatan edukasi seperti “Jalan Sesama”.

This research is a case study about children educational content television program which is “Jalan Sesama” program. This research focused on the analysis of the dynamic in the production process by co-production system and the program distribution through the television broadcasting industry. This research conduct by qualitative approach and collecting data method by the depth interview and archives documentation recording. This research find a picture of dynamic process in “Jalan Sesama” production which contain several problems. The problems are include the pra-production, production, postproduction, and distribution process. The problem in preproduction program is the difficulties to formulate the concept about any values that representing Indonesia. The problem in production process is how to formulating the educational story idea with constantly keep the fun and pleasure aspect for children. The problem in postproduction process is to ensure that the program which has been produced give positive impact for children and fill the criteria of qualified audiovisual creation. The another problem that more significant find in the process of program distribution. The problem is the condition of television broadcasting industry landscape that commercial oriented. While “Jalan Sesama” is the educational program that has non-profit oriented and do not agree with the commercial advertising. The role of public television station also cannot be hoped, because there is a certain policy that not proper for the airing program cost. The challenge become more complex when the role of regulator and regulation who is regulate the television broadcasting sector do not have serious action to support the continuity of children educational television program as “Jalan Sesama"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cosmas Gatot Haryono
"

Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam era globalisasi ini, media tidak lagi dilihat dan dikelola sebagai entitas bisnis special dengan tata kelola khusus. Sebaliknya, media diperlakukan layaknya entitas bisnis biasanya yang dikelola dengan menggunakan logika-logika industri pada umumnya. Maka tidak mengherankan bila tata kelola media tidak jauh dari tata kelola bisnis pada umumnya yang mengedepankan spirit khas kapitalisme dalam mengelola bisnis, yaitu pengeluaran biaya sedikit mungkin untuk mencapai laba sebesar mungkin. Dalam konteks produksi program siaran dunia media, hal itu kemudian diterjemahkan dengan penetapan share dan rating menjadi satu-satunya justifikasi dari kesuksesan sebuah program.

Akibatnya, pengelola media berupaya dengan berbagai cara untuk mencapai rating yang tinggi sehingga terjadilah komodifikasi pekerja. Para pekerja televisi dikondisikan untuk bekerja mati-matian tanpa pernah memperhatikan jam kerja dan hak-hak dasar mereka demi tercapainya rating yang tinggi. Dengan slogan profesionalisme dan tuntutan kerja, mereka sering bekerja dengan beban yang lebih, tapi dengan penghasilan yang pas-pasan. Banyak pekerja media yang dituntut multi tasking (mempunyai peran dan tanggungjawab yang lebih banyak) tetapi tidak digaji semestinya. Celakanya, sebagian besar pekerja media televisi menikmatinya dan terjebak dalam suatu kesadaran palsu yang membuai kehidupan mereka.

Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma kritis. Teori yang digunakan adalah teori ekonomi politik media yang dikembangkan oleh Vincent Mosco. Peneliti juga menggunakan teori strukturasi untuk melihat bagaimana agen dan struktur melakukan constraining dan enabling. Fokus penelitian ini adalah tentang komodifikasi pekerja media, dimana peneliti berusaha untuk menngungkap bagaimana komodifikasi pekerja media terjadi dalam produksi program siaran televisi dan bagaimana kesadaran palsu pekerja media berperanan besar dalam memperkokoh komodifikasi tersebut.

Hasil dari penelitian ini antara lain: komodifikasi pekerja televise di Indonesia muncul dalam bentuk eksploitasi pekerja yang telah dimulai sejak persetujuan kontrak kerja. Struktur eksploitatif ini kemudian diterima pekerja dan direproduksi dalam sistem kerja televise di Indonesia. Reproduksi struktur eksploitatif ini pada dasarnya merupakan perwujudan atau cermin dari “ketidakberdayaan” pekerja terhadap struktur eksploitatif yang ada. Ketidakberdayaan pekerja ini pada dasarnya merupakan sedimentasi dari keberulangan praktek sosial yang “salah” tetapi tidak dikritik atau dipertanyakan oleh agen. Para agen justru hidup dalam kesadaran palsu yang membelenggu sedari awal bekerja di industri televisi dan justru menikmatinya sebagai bentuk pencapaian hidup.


This Research demonstrate that in globalization era, the media no longer seen and managed as a special business entity with special management. On the contrary, the media is treated like an ordinary business entity that is managed with the logic of industry in general. Capitalist has penetrated into the world of media (including television) in Indonesia and ultimately leads to the fulfillment of the "economic interest" of capital owners, translated by rating placement as central to all broadcasting management. As aresult, media managers strive with various ways to achieve a high rating so that there is a labor commodification. Television labor are conditioned to work desperately without ever paying attention to their working hours and basic rights in order to achieve a high rating.

The focus of this study is on the commodification of television labor, where reseacher try to uncover how the commodification of labor occures in the production of television broadcasting program and how false cosnciousess plays a big role in strengthening this commodification. This research use Mosco's political economic of communication theory and structuration theory of Antony Giddens in critical paradigm.

The result of this study include: commodification of television labor in Indonesia appearing in the form of exploitation of labor which has been started since the approval of the employment contract. This exploitative structure then accepted and reproduced in Indonesian television work system. Reproduction of this exploitation structure is basically an embodiment or miror of the “helplessness” of worker against the existing exploitative structure. Basically, this ”helplessness of worker” is sedimentation of the repetition of “wrong” social practices, but not critized or questioned by workers as agents. As agents, television workers actually live in the false consciousness which shackles from the beginning of working in the televisison industry and even they observes it as a form of the achievement of life.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2018
D2547
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa ‘Ul Jannah
"Precariat di industri kreatif merupakan kelompok yang digadang-gadang sebagai penggerak ekonomi namun memiliki ketidakamanan pekerjaan dan rentan menghadapi eksploitasi yang berkedok fleksibilitas. Kerentanan yang mereka alami meluas pada kehidupan mereka, salah satunya keamanan bermukim. Penelitian ini bertujuan untuk memahami apa aspirasi merumah precariat di industri kreatif di Indonesia khususnya pada kelas ekonomi pendapatan rendah hingga menengah atas. Menggunakan etnografi studi kasus yang dilengkapi dengan teknik wawancara mendalam dan observasi langsung, penelitian ini mengeksplorasi delapan informan yang merupakan pekerja di industri kreatif Indonesia yang terdiri dari lima laki-laki dan tiga perempuan. Untuk menjelaskan precariat di industri kreatif Indonesia, peneliti menggunakan tiga dimensi precariat menurut oleh Guy Standing, yaitu: dimensi hubungan produksi, dimensi hubungan distribusi, dan dimensi hubungan dengan pemerintah. Selain itu, penelitian ini juga mendalami bagaimana cara merumah precariat di industri kreatif Indonesia dan kondisi mereka di konteks sistem perumahan di Indonesia. Temuan dari penelitian ini adalah aspirasi merumah bagi precariat di industri kreatif di Indonesia ada tiga: tetap tinggal bersama orang tua; memiliki rumah baru; dan aspirasi merumah yang didorong oleh rencana karir dan pendidikan di masa depan. Penelitian ini juga menyoroti kondisi dilematis yang dihadapi precariat di industri kreatif ketika mereka mengikuti program rumah subsidi.

Precariat in the creative industry is a group that is glorified to drive the economy but has job insecurity and is vulnerable to exploitation under the guise of flexibility. The precariousness that they experienced extend to their lives, one of which is housing security. This research aims to understand what are housing aspirations of  precariat in the creative industry in Indonesia especially in the lower income to upper middle income economic classes. Using ethnographic case studies equipped with in-depth interview techniques and direct observation, this research explores eight informants who are workers in the Indonesian creative industry, consisting of five men and three women. To explain the precariat in Indonesia's creative industries, researchers use three dimensions of the precariat according to Guy Standing, namely: the dimension of production relations, the dimension of distribution relations, and the dimension of relations with the government. Apart from that, this research also explores how to house the precariat in Indonesia's creative industries and their conditions in the context of the housing system in Indonesia. The findings from this research are that there are three aspirations for living at home for the precariat in the creative industries in Indonesia: remaining with their parents; have a new house; and housing aspirations driven by future career and educational plans. This research also highlights the dilemma faced by them when they participate in the subsidized housing program."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Paskah Eka Putri Rivai
"Dalam industri budaya, selalu terdapat pola dan formula yang berulang kemudian membentuk standar dan selera khalayak terhadap produk yang dihasilkan oleh media. Fenomena tersebut terlihat dalam tren program India yang diciptakan oleh saluran ANTV sejak tahun 2013. Saluran ANTV berhasil membangun sebuah industri budaya, di mana program serial India adalah produk dari industri tersebut. ANTV melakukan komodifikasi dalam pemilihan program impor maupun program produksinya sendiri. Komodifikasi dilakukan terhadap isi konten program demi mengikuti pola dalam industri budaya yang telah terstandarisasi. ANTV yang sebelumnya hanya mengimpor program serial India, memutuskan untuk menayangkan program lokal berjudul Malaikat Kecil dari India. Komodifikasi yang dilakukan dalam program ini adalah komodifikasi terhadap konten dan khalayak. Pada segi konten, komodifikasi dilakukan melalui penentuan latar, alur cerita, dan aktor. Sementara komodifikasi khalayak dilakukan dengan mentransformasikan khalayak menjadi suatu komoditas dalam bentuk rating dan share untuk djiual kepada pengiklan untuk mendapatkan keuntungan.

In culture industry, there rsquo s always a repeated pattern and formula that creating audience standard for media products they consume. This phenomenon can be seen in Indian television program trend, started by ANTV since 2013. ANTV has succeeded building a culture industry, which Indian serial program is their main product. ANTV conducted a commodification in either importing or producing their Indian television programs. Content commodification is done to the program in order to follow the pattern of the culture industry standard. After a few years importing Indian serial program, ANTV decided to broadcast a local program called Malaikat Kecil dari India where they did some content and audience commodification. Content commodification can be seen from the the program rsquo s plot, story settings and actor. While audience commodification is done by transforming their audience into a commodity through rating, then sold them to advertisers in order to gain profit.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gama Ramadita
"Perkembangan tingkat kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan kemajuan tingkat dan pola konsumsi masyarakat tidak akan pernah berhenti. Kebutuhan manusia akan hiburan dan informasi, merupakan suatu kesempatan dalam memperkenalkan produk-produk kebutuhan utama maupun kebutuhan akan informasi. Dunia informasi tidak akan berakhir selama manusia masih membutuhkan tingkat kehidupan yang Iebih baik dan untuk memenuhi tingkat kebutuhan yang mendasar. Dengan mendapatkan informasi mengenai tingkat perkembangan kebutuhan akan hiburan, pendidikan dan dunia disekitar kita, maka media informasi sangat dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan inforrnasi terhadap perkembangan tehnologi, sosial, budaya, dan ekonomi. Diperlukan suatu wadah sebagai penunjang akan kebutuhan tersebut yakni media informasi televisi.
Perkembangan tehnologi dan informasi yang perlu disampaikan oleh sebuah media yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Biro lklan dan media televisi sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam melakukan kegiatan usahanya memberikan informasi, hiburan dan pendidikan kepada pemirsanya. Perkembangan dunia periklanan semakin kompetitif. Kekuatan - kekuatan biro iklan membawa pandangan konsumen akan penawaran - penawaran terhadap produk -produk yang dihasilkan oleh advertiser. Persaingan semakin ketat terhadap perkembangan media televisi, cetak maupun radio. Pada awal tahun 2005, perkembangan televisi semakin besar. Ditandai dengan hadimya stasiun televisi dengan jangkauan terbatas dengan area (Lokai TV) dan bertambahnya media televisi dengan jangkauan area nasional.
Seiring dengan pertumbuhan televisi, persaingan biro iklan mengikuti dan berkompetisi dengan para kliennya dalam menghadirkan ide ~ ide kreatif iklan yang dilakukan. Perkembangan biro iklan dan media televisi membawa perubahan yang dinamis terhadap perkembangan advertiser dengan memproduksi berbagai produk unggulan sehingga pada akhimya akan berpengaruh pada pemirsa televisi sebagai target audiens dari suatu produk/ jasa yang diiklankan. Pertumbuhan media televisi, sangat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya stasiun - stasiun televisi swasta yang baru hadir ke layar kaca. Persaingan sangat ketat dalam memperoleh jumlah pemirsa yang akan mempengaruhi dalam ranking masing-masing televisi melalui program acara yang disajikan ke layar lcaca. Data -data mengenai pertumbuhan televisi dan beberapa media advertising, dipercayakan kepada suatu lembaga penelitian AC Nielsen Media Research.
Panduan yang dikeluarkan oleh AC Nielsen Media Research membantu dalam perjalanan media televisi dan biro iklan serta media lainnya (seperti radio, Surat kabar, tabloid dan majalah). Detail data yang dikeluarkan oleh AC Nielsen dapat membantu dalam melakukan penelitian strategi bersaing Biro lklan di stasiun televisi TPI terhadap pemirsa TPI. Dunia periklanan (advertising), membawa pengaruh kepada pemirsa yang melihat iklan yang ditayangkan melalui media televisi TPI. Kategori masing-masing audience tergolong menjadi beberapa bagian yakni, dari segi gender, umur dan kelas sosial di masyarakat sebagai pemirsa televisi pada umumnya. Pemilihan program dan stasiun televisi sangat mempengaruhi dari Biro lklan dalam mengiklankan brand/produk dari kliennya (advertiser).
Pemilihan coverage area dari stasiun televisipun mempengaruhi pula pemilihan dari Biro lklan, dikarenakan produk yang dipromosikan dapat tercakup secara luas dan secara langsung target audiencepun akan semakin banyak. Akhimya penilaian media advertising terhadap media televisipun akan lebih selektif. Keunggulan dari program - program yang disajikan oleh media televisi TPl pun akan difokuskan pada hiburan dan edukasi pada kategori masyarakat berkelas BCD dan memberikan tayangan dengan nuansa religius untuk membimbing audiencenya dalam tingkat kehidupan sehari-hari. Dampak positif yang dialami media televisi TPI dari pemirsanya sangat dirasakan pada program - program unggulan dan jumlah iklan yang masuk di media televisi TPI.
Penelitian ini melihat pengaruh dari media advertising terhadap pemirsa TPI dengan program dan iklan yang dipromosikan melalui media televisi TPI. Dan bagaimana persaingan industri televisi dalam kreatifitas program yang berkualitas dengan maksud menarik perhatian dari pemirsa yang membawa pengaruh terhadap rating dan pendapatan iklan suatu media televisi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Riza
"Prototype program televisi ini berbentuk rancangan program televisi yang berdurasi total 60 menit. "Exotic Capturer" merupakan suatu program reality show yang berbentuk gamedoc dengan disertai unsur edutainment. Program ini menyajikan berbagai hal yang berhubungan dengan keindahan-keindahan alam Indonesia serta wawasan-wawasan mengenai fotografi. Salah satu hal unik "Exotic Capturer" adalah konsepnya, yaitu perburuan foto pada tempat-tempat eksotis di Indonesia yang belum terlalu dikenal masyarakat. Program ini bertujuan sebagai wadah referensi bagi masyarakat yang menggemari fotografi, menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap tanah air, sekaligus memberikan rating-share yang tinggi bagi pihak stasiun televisi. Program ini akan disiarkan secara live on tape setiap hari kamis pada pukul 23.30 WIB di stasiun televisi TV One. Biaya produksi "Exotic Capturer" untuk episode pertamanya diperkirakan mencapai Rp. 276.056.000.

"Exotic Capturer" is a 60-minutes television program's prototype. It is a Reality gamedoc's program that is packed with edutainment formats. These gamedoc based reality show will be wrapped with edutainment concept. This program will bring extraordinary views all over Indonesia and photography insights. One of "Exotic Capturer" unique feature is concept to present exotic beauties from Indonesia desolate region. And because of that, this program can accommodate the photography passion that rise in society meanwhile it mean additional rating-share for station. This program will be broadcast by TV One, live on tape every Thursday at 11.30 pm. For its first episode, "Exotic Capturer", production cost is estimated Rp. 276.056.000."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cauzsa Citra Pratama
"ABSTRAK
Wawancara mendalam dilakukan kepada penggemar sepak bola dari rentang umur 12-35 tahun yang menghasilkan sebuah ide untuk membuat sebuah prototype program televisi tentang sepak bola berformat game show. Game show ?Gila Bola? ingin menampilkan berbagai permainan yang melibatkan dua kelompok suporter klub sepak bola yang bernaung di Indonesia. Permainan yang berhubungan dengan sepak bola dengan beberapa pengembangan, menyajikan tips & trik mengenai teknik bermain bola yang baik, serta obrolan menarik dengan pesepakbola profesional. Program ini memiliki durasi total selama 60 menit. Salah satu hal unik ?Gila Bola? adalah set-nya yang berada di luar ruangan dengan dipenuhi oleh properti yang menarik. Program ini bertujuan agar menumbuhkan kecintaan kepada sepak bola di tanah air, sehingga menciptakan sportifitas, saling menghargai antar sesama suporter dan antara suporter dengan masyarakat, memberikan rating-share yang tinggi, serta mendidik para pemirsanya. Program ini akan disiarkan secara live on tape setiap hari Minggu Pukul 14.00 WIB di stasiun televisi Global TV. Biaya produksi ?Gila Bola? untuk episode pertamanya diperkirakan mencapai Rp.186.360.000.

ABSTRACT
Depth interviews were carried out to football fans of the age range 12-35 years with an idea to create a prototype television program about soccer game show format. Game show "Gila Bola" want to display a variety of games involving two groups of football supporters clubs in Indonesia. Game related to football with some development, presents tips & tricks on playing the ball a good technique, as well as interesting conversation with a professional footballer. The program has a total duration of 60 minutes. One of the unique seliing point of "Gila Bola" is the set on the outdoor filled with interesting properties. The program aims to creates love for football in Indonesia, thus creating sportsmanship, mutual respect among fellow supporters and the supporters with the community. As well as giving a high rating-share and educate viewers. This program will be broadcast live on tape every Sunday At 14:00 pm on Global TV television station. Cost of production of "Gila Bola" for the first episode is estimated to reach Rp.186.360.000."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>