Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188231 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Trisnayuana
"Tujuan dari intervensi ini adalah untuk menurunkan prasangka remaja Aceh Singkil pasca konflik antar agama. Masalah konflik sosial merupakan isu yang masih menjadi keprihatinan nasional. Kejadian yang terjadi di Aceh Singkil menimbulkan kesan negatif dari kelompok remaja Muslim dan Non-Muslim. Intervensi dilakukan peneliti melalui program ECEP Extended Class Exchange Programme dan PRPIA Prejudice Reduction and Positive Intergroup Attitudes Promotion yang mengarahkan dan mendorong remaja untuk melakukan kontak yang positif. Partisipan dalam intervensi ini sejumlah 35 partisipan dari dua kelompok remaja muslim dan non muslim yang berdomisili di Desa Suka Makmur Aceh Singkil. Pengukuran dampak intervensi hasil pre-test dan post-test skala linkert stereotip dengan uji paired sample test terdapat perubahan penurunan prasangka t hitung = 4,797 dan tingkat Sig 2-tailed = 0,00 < 0,05 . Program intervensi ini berpengaruh positif, dengan tersusunnya rancangan kegiatan bersama atas prakarsa remaja yang melibatkan seluruh stake holder Aceh Singkil dalam rangka menjaga perdamaian, kebhinekaan, dan membangun Aceh Singkil.

The purpose of this intervention is to reduce the prejudice of adolescent Aceh Singkil post conflict between religions. The problem of social conflict is an issue that is still a national concern. Events that occurred in Aceh Singkil elicited a negative impression of a group of teenage Muslims and non Muslims. Interventions by researchers through the ECEP program Extended Class Exchange Program and PRPIA Prejudice Reduction and Positive Intergroup Attitudes Promotion that lead and encourage teens to make positive contact. Participants in this intervention were 35 participants from two groups of Muslim and non Muslim teenagers who resides in Suka Makmur Aceh Singkil. Measurement of the impact of the pre test intervention and post test of the stereotyped linkert scale by paired sample test, there were changes in prejudice t 4.797 and Sig 2 tailed 0.00."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsamarah Augustina S
"ABSTRAK
Unbreakable Kimmy Schmidt 2015 merupakan sebuah serial komedi Amerika yang menceritakan tentang Dong, seorang imigran Asia-Amerika yang menginginkan identitas maskulin yang disandangnya diterima dengan baik oleh masyarakat umum. Walaupun sudah banyak studi literatur yang mengkaji penggambaran stereotipe maskulinitas Asia-Amerika dalam serial televisi, hampir tidak ada yang membahas usaha pria Asia-Amerika dalam mengkonstruksi kembali maskulinitas mereka. Artikel ini menerapkan konsep atribusi Asianis dan transgresif yang digagas Iwamoto dan Liu untuk menggali aspek multidimensional dalam konsep maskulinitas Asia dan merekonstruksi gagasan tentang mengeosiasikan maskulinitas Asia melalui analisis terhadap karakterisasi Dong, hubungan antar-ras yang dimiliki tokoh tersebut dengan satu tokoh wanita yang berkulit putih, dan persaingan antar-ras antara Dong dan satu tokoh pria berkulit putih. Artikel ini membuktikan bahwa maskulinitas Asia yang bersifat multidimensional dan tercermin dalam karakter Dong menegaskan kembali posisinya sebagai seorang pria yang maskulin dan menarik di masyarakat.

ABSTRACT
Unbreakable Kimmy Schmidt 2015 is an American sitcom that explores the Asian American immigrant Dong as he seeks acceptance of his masculine identity in the society. While many studies have discussed the masculinity stereotypes of Asian Americans in television series, they scarcely analyze the attempts of masculinity reaffirmation. By using Iwamoto and Liu rsquo s framework of Asianized and transgressive attributions, this article aims to discover the multidimensional aspects of Asian masculinity and how it is applied to reconstruct the idea of negotiating Asian masculinity through the analysis of Dong rsquo s personality, his interracial relationship with a white woman, and interracial competition with a white man. This article argues that the multidimensional Asian masculinity that Dong embodies reaffirms his position as an attractive, masculine man in the society."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Park, Joung Woo
"Isu-isu yang berkaitan dengan homoseksualitas telah banyak dibahas, contohnya meningkatnya representasi negatif homoseksual di media. Beberapa penelitian menganalisis umumnya homofobia yang berhubung dengan maskulinitas. Modern Family adalah serial TV Amerika yang menggambarkan homoseksualitas dan hubungannya dengan maskulinitas tradisional, yang direpresentasikan oleh salah satu karakter utamanya, Jay Pritchett. Dengan menggunakan konsep Kimmel 1994 tentang homofobia dalam cakupan yang lebih luas, penelitian ini menganalisis maskulinitas Jay, terutama dalam konteks norma maskulin, hubungan ayah-anak, dan kontribusinya terhadap perilaku homofobia melalui analisis tekstual. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa nilai maskulinitas Jay memengaruhi hubungan ayah-anak secara negatif.

Issues related to homosexuality have been widely discussed, for example the increasing problematic representation of homosexuals in the media. Several studies analyze homophobia commonly its relation to masculinity. Modern Family is an American TV series which portrays homosexuality and its relations with traditional masculinity, represented by one of the main characters, Jay Pritchett. Using Kimmel's 1994 concept about the broader range of homophobia, this study analyzes Jay's masculinity, particularly in the context of masculine norms, father son relationships, and their contributions toward his homophobic behaviors through textual analysis. Research findings reveal that Jay's masculine values influence the father son relationship in a problematic way as they contribute to his homophobic behaviors."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
"Sejumlah studi menunjukkan bahwa aktivasi gender-stereotype threat berpengaruh terhadap penurunan performa perempuan pada sejumlah tes kemampuan kognitif yang memiliki stereotip mengenai keunggulan laki-laki. Namun masih sedikit studi yang mempelajari mengenai pengaruh pemberian gender-stereotype threat terhadap performa perempuan dan laki-laki pada tes kelancaran fonemik, yang pada umumnya menunjukkan keunggulan perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari tipe aktivasi gender-stereotype threat dan tingkat kesulitan tugas terhadap performa tes kelancaran fonemik pada laki-laki dan perempuan. Seratus enam puluh delapan mahasiswa S1 Universitas Indonesia dengan rentang usia 18-24 tahun terlibat dalam tes kelancaran fonemik yang memiliki 3 tingkat kesulitan tugas. Untuk mengaktivasi gender-stereotype threat, partisipan pada 3 kelompok eksperimen mendapat salah satu informasi, bahwa tes menunjukkan keunggulan perempuan, tes menunjukkan adanya perbedaan gender, atau tes bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan bahasa. Sementara partisipan pada kelompok kontrol mendapat informasi bahwa tugas yang akan diberikan bertujuan untuk melihat proses-proses umum dalam pemecahan masalah. Hasil menunjukkan bahwa tingkat kesulitan tugas menjadi satu-satunya variabel yang berpengaruh, sementara kedua variabel lainnya ditemukan tidak memiliki pengaruh terhadap performa tes kelancaran fonemik. Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian gender-stereotype threat tidak menyebabkan penurunan performa laki-laki sebagai kelompok yang mendapat stereotip negatif pada tes kelancaran fonemik.

A number of studies showed that activation of gender-stereotype threat leads to digression of women’s performance in several cognitive ability tests which have stereotype about men superiority. Hovewer, only few studies had been conducted to learn how gender-stereotype threat influence men and women performance on phonemic fluency test, in which women are believed to be superior. The present research aimed to investigate the influence of gender-stereotype threat activation type and level of task difficulty upon phonemic fluency test performance on men and women. One hundred and sixty eight undergraduate students from University of Indonesia with age ranged between 18-24 years were asked to perform phonemic fluency test which consisted of 3 difficulty levels. To activate genderstereotype threat, participants in 3 experimental groups were informed that this test either show women advantage, this test show gender differences, or this test was intended to evaluate their verbal ability. The control group was told that their problem solving process on a task given will be studied. The results revealed that level of difficulty was the only variable which has a significant effect, while two others variables have no significant effects upon phonemic fluency test performance. Therefore, this study suggests that gender-stereotype threat doesn't lead to digression of men’s performance as a negative stereotyped group on phonemic fluency test."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukron Maksudi
"Pemerintah Indonesia pasca reformasi telah menghapuskan berbagai peraturan yang bersifat diskriminasi terhadap orang-orang Tionghoa, tetapi dalam pelaksanaan masih terdapat tindakan diskriminatif yang dilakukan terhadap orang-orang Tionghoa. Pencabutan undang-undang diskriminatif masih dianggap setengah hati oleh aparatur penyelenggara kebijakan negara. Berbagai upaya pemerintah untuk menghapuskan diskriminasi ternyata masih terdapat kendala dalam proses pelaksanaanya. Jika kembali pada sejarah masa lalu, Tionghoa sebagai etnis minoritas mengalami perlakuan diskriminatif pada zaman Belanda dengan dikeluarkan berbagai aturan yang menempatkan peran Tionghoa sebagai ras kelas dua sejajar dengan keturunan asing di bawah Belanda dan di atas etnis asli. Namun setelah merdeka, peran Tionghoa di masyarakat berubah seiring dengan perpolitikan global dan nasional.
Pemahaman terhadap stereotip yang berkembang seyogyanya dimulai dengan sebuah upaya penelusuran kembali hal-hal yang menjadi dasar dari berbagai faktor yang membentuknya. Melihat Tionghoa sebagai etnis minoritas dan telah mengalami perlakuan diskriminasi, maka patutlah ?dicurigai? bahwa tindak diskriminasi inilah yang menjadi alasan tumbuhnya stereotip yang terjadi di lapisan masyarakat selama ini. Kecurigaan ini semakin menguat ketika penelusuran sejarah melalui berbagai literatur yang ada memperlihatkan bahwa orang-orang Tionghoa pun menjadi korban sistem diskriminatif yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dan yang dikembangkan secara lebih sistematik oleh pemerintahan orde baru. Pada masa tersebut itulah hak sosial, politik, dan budaya orang Tionghoa dibatasi melalui berbagai peraturan yang dilegalkan oleh undang-undang. Diskriminasi yang terjadi selama kurun waktu yang sangat panjang inilah yang juga tidak terlepas dari latar belakang stcreotip yang melekat terhadap orang-orang Tionghoa.
Akan tetapi pada masa reformasi berlangsung, yang ditandai oleh peristiwa Mei 1998 dimana terdapat korban yang kebanyakan dari golongan Tionghoa, pemerintah dengan gencar menggunakan sistem demokratis dan menjunjung hak asasi manusia (HAM) dalam segala tata aturan perundang-undangan. Peraturan yang diskriminatif dihapuskan, dalam hal ini khususnya peraturan diskriminiatif yang ditujukan terhadap golongan minoritas Tionghoa.
Namun dalam pelaksanaannya masih saja terdapat tindakan diskriminatif yang masih memberlakukan persyaratan SBKRI dalam mengurus surat kependudukan (KTP, akta lahir, surat nikah, akta waris, paspor, dam lain-lain). Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Kewarganegaeraan no 12 tahun 2006 yang didalamnya menyabutkan SBKRI sudah dihapuskan.
Walaupun reformasi telah digulirkan sejak 1998 sampai sekarang, tetapi pemerintah dalam melaksanakan sosialisasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan masih sangat kurang. Media massa kebanyakan memberitakan masalah politik dan bencana yang kerap terjadi di Indonesia. Sehingga permasalahan sosial seakan tenggelam. Multikulturalisme yang ditanamkan melalui upaya penghapusan diskriminatif dan stereotip yang melekat pada etnis tertentu memiliki tantangan tersendiri.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah globalisasi dimana batas-batas nilai menjadi kabur. Dengan demikian, adanya beberapa kasus pemberlakuan SBKRJ sebagai syarat dalam mengurus surat kependudukan yang dikenakan kepada orang Tionghoa memperkuat pemahaman bahwa masih terdapat praktik diskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa yang dilakukan oleh "oknum" aparatur negara. Hal ini akan menjadi potensi yang mengancam keamanan individu warga negara Indonesia khususnya keturunan Tionghoa, memperlambat program pemerintah, dan mengurangi nilai multikulturalisme di Indonesia.

The Indonesian government had abolished the post-reform discriminatory regulations against Chinese people, but in execution there are still discriminatory acts committed against Chinese people. Repeal discriminatory laws are still considered to be half-heartedly by the apparatus operator of state policy. Various government efforts to eliminate discrimination are still being a major obstacles in the process of its implementation. In the past history, as the ethnic Chinese minority suffered discriminatory treatment in the Dutch era with some various rules that put the role of Chinese as second-class races in line with the Dutch foreign descent below and above the original ethnicity. But after independence, the Chinese role in society change along with global and national politics.
Understanding of developing stereotypes should begin with an effort to search back the things that form the basis of various factors that shape it. Seeing as the ethnic Chinese minority and have experienced discrimination, then the proper "suspected" that the act of discrimination is the primary reason for the major growth of stereotypes that occur in society so far. This suspicion got strength after conducted a research of some past literature and shows that The Chinese people had become victims of discriminatory system that was built by the Dutch colonial government and more systematically developed by the new order government. During this period, social rights, politics, and culture of the Chinese is limited by various regulations that legalized by law. Discrimination that occurred during a very long period, makes The stereotypes of Chinese people still attach.
But during the reformation period, which was marked by the events of May 1998 where there are victims, mostly from the Chinese, the government with a vigorous democratic system, uphold the respect for human rights (human rights) in all statutory regulations. Discriminatory regulations eliminated, in this case especially directed against the discriminative regulation on Chinese minorities.
But in practice there are still discriminatory actions that still impose requirements SBKRI in arranging letters of residence (ID, Birth Certificate, Marriage Certificate, Deed Waris, Passport, dams etc.). This is contrary to the Act No.12 of 2006 Regarding Nationality, that SBKRI were no longer mentioned.
Although reforms have been rolled out since 1998 until now, but the government is still lacking in socialized some policies implementation. The media mostly reported political problems and disasters that often occur in Indonesia. So that social problems as if drowning. Multiculturalism that use through efforts in order to eliminate discrimination and stereotyping in certain ethnic has its own challenges.
Other factors that also influence the globalization where boundaries become blurred. Thus, the existence of several cases that SBKRI still require as a requirement in the care of a letter of residence on the Chinese, strengthen the understanding that there are discriminatory practices against Chinese people committed by "rogue" state apparatus. This will be the potential that threaten the security of individual Indonesian citizens of Chinese descent in particular, slowing down government programs ; and reduec the value of multiculturalism in Indonesia.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2011
T33327
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Az Zahra
"Singapura selalu meninggalkan ruang bagi para peneliti untuk terjun lebih dalam kemultirasialisme. Pentingnya multikulturalisme telah menjadikan multikulturalisme itu sendiri sebagai fondasi dari peraturan dan kebijakan pemerintah untuk mendefinisikan
apa artinya menjadi orang Singapura atau biasa disebut sebagai Singaporean. Namun, representasi multirasialisme dalam identitas Singapura melalui media sosial
dalam studi budaya masih kurang dieksplorasi, terutama di dalam ranah Instagram. Studi ini meneliti representasi identitas Singaporean melalui perspektif multirasialisme dalam studi budaya. Akun Instagram Human of Singapore (HoS) telah
menjadi subjek untuk penelitian ini. Penelitian ini menganalisis enam pos yang diambil dari akun Instagram Humans of Singapore sebagai data penelitian. Analisis kontekstual digunakan untuk mengeksplorasi sudut pandang yang berbeda dari enam
pos berdasarkan pada dua kategori tentang bagaimana orang-orang yang ditampilkan berdasarkan pengalaman mereka yang tertuang dalam akun HoS Instagram atau berpikir tentang menyeberang atau menghilangkan prasangka stereotip etnis dan
bagaimana orang-orang Singapura (Singaporeans) dewasa ini bereaksi terhadap kebijakan pemerintah mengenai kebijakan nasional identitas sementara juga mengeksplorasi rasa memiliki sebagai termasuk dalam bagian komunitas orang-orang
Singapura (Singaporeans). Makalah ini menunjukkan bahwa representasi orang
Singapura saat ini adalah: (1) memadukan budaya dan menekankan rasa memiliki diantara berbagai etnis di Singapura untuk melawan stereotip etnis, (2) menentang atau
menegosiasikan kebijakan pemerintah, dengan menceritakan rasa kepemilikan dengan Singapura dengan sebutan orang Singapura atau Singaporeans sebagai identitas bangsa dan negara Singapura.

Singapore has always left a space for researchers to dive more into multiracialism. The significance of multiculturalism has made multiculturalism itself the bedrock of government rules and policy for defining what it is to be a Singaporean. However, the
representation of multiracialism in Singaporeans identity through social media in cultural studies is still less explored, especially in the realm of Instagram. This study
examines the representation of Singaporean identity through the perspective of multiracialism in cultural studies. The Instagram account Humans of Singapore has
become the subject for this research. This research analyzes six posts taken from the Humans of Singapore Instagram account for data. Contextual analysis was used to
explore different viewpoints of the six posts based on the two categories on how the people that is featured in HoS Instagram account experience or thinks on crossing or
debunking ethnic stereotypes and how the people of todays Singapore react to
government policy concerning national identity while also exploring the sense of
belonging in the Singaporean community. This paper shows that the representation of
todays Singaporeans are: (1) blending culture and emphasizing the sense of
belonging between different ethnicities in Singapore to counter ethnic stereotypes, (2)
resisting or negotiating government policy, by narrating the sense of belonging to
Singapore as a nation and Singaporeans identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Delvin Nathanael Tirie
"Video musik merupakan salah satu platform untuk pertukaran budaya. Walaupun banyak yang mempermasalahkan bagaimana orang Barat merepresentasikan orang Timur berdasarkan prasangka tertentu, masalah ini masih ditemukan di berbagai video musik kontemporer. Representasi merupakan salah satu isu penting saat mencoba merepresentasikan budaya lain dengan benar. Data yang dipilih dalam artikel ini adalah `Lean On` (2015), sebuah video musik yang melibatkan budaya India. Dengan membahas konten visual dalam video tersebut menggunakan teori semiotika Barthes dan Orientalism dari Said, artikel ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ada paradoks dalam representasi wanita India. Hasil artikel ini menunjukkan bahwa penggambaran yang ada merendahkan wanita India sehingga menciptakan sebuah paradoks dalam representasinya. Hasil ini juga menunjukkan bahwa penggambaran seperti ini menguntungkan orang Barat lebih daripada orang India karena hubungan kedua budaya yang sudah ada. Hasil ini akan memberikan kontribusi kepada studi gender dan representasi dengan meningkatkan kesadaran bahwa representasi gender yang melibatkan budaya Barat dan Timur masih perlu dikritik.

Music video is one of the platforms for cultural exchange to happen. Although a lot of people problematize how the westerners represent the East based on prejudice, a lot of contemporary music videos still has this problem. Representation is one of the main issues when trying to represent a different culture correctly. The chosen data for this article is `Lean On` (2015), a music video that heavily involves Indian culture. This article examines how the Indian women and culture are portrayed in the video. By examining the visual content in the video using Barthes` semiotic model and then analysing it with Hall`s representation concept and Said`s orientalism theory, this article aims to prove that there is a paradox in the representation of Indian women. The finding suggests that the depiction of Indian women is patronizing so it creates a paradox in the representation. It also suggests that the depiction benefits the westerners more than the Indian because of the existing power dynamic between the cultures. The finding of this paper will contribute to studies on gender and representation by raising awareness that gender representation involving the East and the West still needs to be criticised."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Salsabila Azzahwa, Author
"Stereotip-stereotip terhadap beberapa komintas masih ada hingga saat ini. Salah satu stereotip yang ada ditujukan kepada Black Women Community dengan istilah populer "Angry Black Woman." Tak hanya komunitas perempuan berkulit hitam, terdapat juga stereotip yang ditujukan kepada perempuan secara umum. Hal tersebut ditunjukan oleh keberadaan teori Women's Language dari Lakoff (1973) dan Zhu (2019). Teori-teori tersebut diciptakan untuk mencakup seluruh fitur bahasa perempuan berdasarkan stereotip-stereotip yang ada. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi yang ditujukan kepada perempuan berkulit hitam dan perempuan secara umum dengan mengaplikasikan kedua teori bahasa perempuan yang dipilih sebagai instrumen analisis. Tulisan ini akan menggunakan dua corpora, yaitu dialog Rose di Fences (2016) dan dialog Lupita Nyong'o di sebuah interview dengan Jimmy Fallon (2022). Baik Rose maupun Nyong'o memiliki keunikannya tersendiri dalam gaya berbicara mereka yang menampilkan karakter masing-masing yang menunjukan beberapa fitur dalam tiap teori di mana latar belakang sosial-ekonomi juga memengaruhi hal tersebut. Akan tetapi, tulisan ini memiliki batasannya tersendiri, dan studi lainnya butuh untuk dilakukan guna mengikuti variasi dari identitas para wanita dan juga modernisasi.

Stereotypes towards certain communities still exist in this present time. One of the stereotypes comes towards Black Women community with the popular title “Angry Black Women.” Moreover, women in general also get stereotyped. This is shown by the existence of women’s language theories by Lakoff (1973) and Zhu (2019). The theories are made to include all women’s language features in conversations based on stereotyping. Therefore, this paper aims to evaluate the two stereotypes towards the African American women community and women in general by applying the women’s language theories chosen as the analyzing tools. This paper will use two corpora, which are Rose’s dialogues in Fences (2016) and Lupita Nyong’o’s dialogues in an interview with Jimmy Fallon (2022). Both Rose and Nyong’o have unique speaking styles that display their characters as they possess some features in each theory chosen in which their socioeconomic backgrounds also play significant roles to form their language features. Since this paper has its limitations, further study needs to be conducted, following the variations of women’s identity and modernity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Erico Andreas Parulian
"Depiksi gender di media mainstream pada umumnya mengikuti norma-norma dan stereotipe-stereotipe yang konon diatribusikan ke gender tertentu layaknya sebuah peran yang dimana pria dan wanita harus bersikap secara spesifik tergantung dari jenis kelamin mereka berdasarkan apa yang dianggap normal oleh masyarakat tertentu. Acara Steven Universe 2013-sekarang adalah kartun serial yang ditayangkan di saluran Cartoon Network, yang dimana acara tersebut dibuat untuk anak-anak sebagai target demografis mereka. Akan tetapi, walaupun target demografis mereka adalah anak-anak, kartun tersebut mendepiksikan gender dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan kartun-kartun yang lain. Melalui lensa lsquo;Gender Performativity rsquo; dari buku Gender Trouble yang ditulis oleh Judith Butler, makalah ini melihat lebih dalam bagaimana kartun Steven Universe mendepiksikan gender, norma gender dan stereotipenya melalui tiga karakter utama dari acara tersebut dan bagaimana cara kartun tersebut mendepiksikan gender dibandingkan dengan cara gender sering didepiksikan di media mainstream.

Depiction of gender in the mainstream media often follows the norms and stereotypes that are often attributed to specific genders, such as gender roles that determine what women and men should be like and how they should behave based on their sex, which often falls within the purview of what a given society considers as normal. Steven Universe 2013-present is a cartoon series that is aired on the channel Cartoon Network, which, by its nature as a cartoon, is designed for and aimed at children to consume. Yet despite its target demographic being children, it stands out among other shows in how it depicts gender. Using the lens of lsquo;Gender Performativity rsquo; by Judith Butler rsquo;s Gender Trouble, this paper examines how Steven Universe depicts gender itself, its norms and stereotypes through the show rsquo;s three main characters and how it contributes to their narrative along with comparing them to how gender is often depicted in mainstream media.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Prameswari Erness
"Meningkatnya jumlah film biopik Hollywood yang berpusat pada kehidupan perempuan sebagai agen aktif dapat dilihat sebagai kemajuan, tetapi representasi perempuan dalam sinema Hollywood masih ambigu karena sebagian besar dari representasi tersebut masih menganut gagasan bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Berfokus pada perjuangan kesetaraan gender yang dilakukan oleh atlet perempuan dalam bidang olahraga tenis, Battle of the Sexes (2017) adalah sebuah film biopik Hollywood yang menceritakan kisah seorang mantan pemain tenis Amerika, Billie Jean King, sebagai karakter perempuan utama yang akhirnya menjalani battle of the sexes pada tahun 1970-an. Menerapkan pemikiran Simone de Beauvoir tentang imanensi dan transendensi, artikel ini bertujuan untuk meneliti representasi dari karakter-karakter perempuan dalam film tersebut. Dengan menggunakan analisis tekstual, penelitian ini memperlihatkan bahwa representasi perempuan dalam film biopik olahraga Hollywood masih ambivalen karena karakter-karkter perempuan dalam film tersebut masih terikat pada imanensi.

The increased number of Hollywood biopics that centers around the lives of women as active agents can be seen as progress, yet their representations in Hollywood cinema are equivocal as most of them still adhere to the idea of women as inferior to men. Focusing on the fight for gender equality undertaken by female athletes in tennis, Battle of the Sexes (2017) is a Hollywood biopic movie that tells the story of a former American tennis player, Billie Jean King, as the main female character who ends up having the battle of the sexes in tennis in the 1970s. Applying Simone de Beauvoir’s framework of immanence and transcendence, this article aims to examine the representation of the female characters in the movie. Using textual analysis, this research argues that the representations of women in the Hollywood sports biopic is still ambivalent as the female characters are still bound to the state of immanence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>