Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195382 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jenny Siscawati Dwi Lestari
"Pengalihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja agar hak tersebut terlepas dari pemegang semula dan beralih menjadi hak pihak lain. Perbuatan hukumnya dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pemberian dengan wasiat, atau lelang. Perbuatan-perbuatan hukum tersebut dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT . Pengalihan hak atas tanah melalui jual beli merupakan salah satu obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Pajak Penghasilan PPh Final dihitung dan disetorkan sendiri oleh Wajib Pajak sesuai dengan sistem perpajakan self assessment. Keberhasilan sistem ini sangat ditentukan oleh kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan pengawasan yang optimal dari aparat pajak.
Dalam sistem self assessment ini keberadaan basis data perpajakan yang lengkap dan akurat sangat penting bagi Direktorat Jenderal Pajak. Keberadaan basis data perpajakan merupakan tindak lanjut dari Pasal 35A Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dari setiap instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Data ini akan dimanfaatkan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak.

The transfer of land rights is a legal act of transfer of land rights that is purposely done in order for the release of those rights from the original holder and switch to someone else 39 s rights. Legal actions may be in the form of sale and purchase, exchange, donation, inclusion in a company, beneficiary of will, or auction. The legal acts are evidenced by a deed drawn up in before a Land Deed Official PPAT . The transfer of land rights by the act of purchase and sale is one of the income taxes as referred to in Article 4 paragraph 2 of Law No. 7 of 1983 on Income Tax, as last amended by Law No. 36 of 2008. Final Income Tax PPh is calculated and paid by the taxpayer in accordance with the self assessment tax system. The success of this system is determined by voluntary compliance of the taxpayer and optimized control of the tax authorities.
In this self assessment system, the presence of complete and accurate database is essential for the Directorate General of Taxation. The presence of taxation database is a follow up of Article 35A University of Indonesia VI of Law No. 6 of 1983 on Taxation General Provisions and Procedures as amended by Law No. 16 of 2009 on Stipulation of Government Regulation in Lieu of Law No. 5 of 2008 on the Fourth Amendment of Law No. 6 of 1983 on Taxation General Provisions and Procedures which grants authority to the Directorate General of Taxation to collect data and information relating to the taxation from every agencies, institutions, associations, and other parties. This data will be used to test compliance of Taxpayers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T48508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Lumongga Hakim
"Seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya alat bukti tertulis dalam lalu lintas kehidupan sehari-hari, baik yang berhubungan dengan kehidupan pribadi maupun yang berhubungan dengan pekerjaan mereka maka akta otentik sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh sangat dibutuhkan. PPAT sebagai salah satu Pejabat Umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dituntut kecermatan dan ketelitiannya dalam pembuatan akta otentik yang berhubungan dengan tugas jabatannya. Selain itu PPAT juga dituntut untuk bersikap jujur, independen dan tidak memihak pada salah satu kliennya. PPAT juga wajib memberikan penyuluhan hukum terkait masalah pertanahan yang dihadapi kliennya dan menolak untuk membuat akta apabila tidak disertai dengan data formil. Akta PPAT yang dibuat dengan mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan memiliki konsekuensi yuridis terhadap aktanya. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian yaitu penelitian preskriptif dan dianalisa secara kualitatif dan dilaporkan dalam bentuk preskriptif analitis.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa PPAT wajib membuat akta sesuai bentuk dan tata cara yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Kelalaian PPAT dalam melaksanakan pembuatan akta sesuai peraturan yang berlaku dapat berakibat aktanya memiliki cacat yuridis dan kehilangan otentisitasnya. Pihak-pihak yang dirugikan oleh perbuatan PPAT dapat menuntut ganti kerugian.

The importance of written evidence on daily lives of society has long been recognized. Authentic deed as a written evidence is very much needed both in private and public activities and in business transactions because authentic deed has the strongest and fullest proof that things that said in the deed are true. PPAT as one of the officers which has been appointed to make authentic deed has to work with accuracy and carefulness in making the deed. Besides that, PPAT also is demanded to work independently and impartial. In doing his job, PPAT has to give the best advice to his/her clients over their problems about making the best decision towards their land problems. PPAT deeds that was made not in accordance to legislation will have judicial qonsequences on the deeds and PPAT could be charged based on Torts by people that has been injured. This research uses judicial normative method of research with prescriptive type of research and outcome in prescriptive analysis research.
From the research that has been done, it can be summarized that the importance of the authenticity of the deed is that it is made in accordance to Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Negligence in making the deed in accordance to the law would make the deed loose its authenticity and PPAT could be sued for damages by parties injured.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Iskandar Wijaya
"Penelitian ini membahas praktik terjadinya kelalaian PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Salah satu kasus yang menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini adalah kasus jual beli tanah melanggar hukum yang termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/Pdt/2017. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah yang melanggar hukum. Kedua permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisa dengan menggunakan analisis data kualitatif sehingga menghasilkan penelitian bersifat eksplanatoris-analitis. Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori dan ketentuan hukum yang berlaku baik dalam hukum Adat maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Setelah dianalisa kemudian diketahui bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah melanggar hukum terdapat indikasi kerja sama diantara para pihak sehingga PPAT memiliki tanggung jawab secara perdata, administrasi, bahkan pidana, pihak penjual dan pembeli dapat dikenakan sanksi secara perdata dan pidana, sedangkan Kepala Kantor Pertanahan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, administratif, dan pidana. Akta Jual Beli yang memuat jual beli tanah yang melanggar hukum pun menjadi batal demi hukum. Badan Pertanahan Nasional pada keadaan tersebut wajib melaksanakan pembatalan pendaftaran peralihan hak tanah berdasarkan Akta Jual Beli yang telah dinyatakan batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, PPAT seharusnya memastikan pemenuhan syarat pembuatan akta disertai dokumen pendukung tertulis dan memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya pemenuhan syarat-syarat tersebut kepada para pihak pada saat pembuatan akta.

This study discusses the practice of negligence of land deed official in carrying out their positions. One of the cases that is the subject of discussion in this study is the case of unlawful land sale and purchase contained in the Supreme Court Decision Number 6 K/Pdt/2017. The problems in this research are regarding to the responsibility of land deed official in making the Sale and Purchase Deed and the legal consequences of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase. Both problems were analyzed using normative legal research methods and analyzed using qualitative data analysis to produce explanatory-analytical research. The analysis is carried out based on the prevailing legal theories and provisions in both Customary law and other statutory provisions. After the analysis, it is known that in the making of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase there is an indication of cooperation between the parties so the land deed official has civil, administrative, and even criminal responsibilities, the seller and the buyer can be subject to civil and criminal responsibilities, while the Head of the Land Office can be held accountable for civil, administrative and criminal responsibilites. The Sale and Purchase Deed containing unlawful land sale and purchase will becomes null and void. In such circumstances, Indonesian National Land Office is obliged to cancel the registration of the transfer of land rights based on the Sale and Purchase Deed which has been declared null and void based on permanent legal force court decision. Therefore, land deed official should ensure the fulfillment of deed drafting requirements along with written supporting documents and provide legal counseling on the importance of fulfilling these requirements to the parties at the time of drawing up the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifah Puspa Herwido
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam kegiatan jual beli tanah memiliki peran yang sangat penting. Keabsahan perbuatan hukum dalam akta harus diperhatikan untuk tetap menjaga keotentikan akta PPAT agar memiliki kepastian hukum yang penerapannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tesis ini akan membahas mengenai keabsahan Akta Jual Beli (AJB) dengan Kuasa yang cacat hukum dan pertanggung jawaban Badan Pertanahan Nasional jika terbukti terjadi kelalaian. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif.
Permasalahan yang akan dianalisis dalam tesis ini ialah kasus yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1979/K.Pdt/2016. Jika dikaji secara hukum, Kuasa dalam Akta Jual Beli nya dapat dikatakan cacat hukum sehingga berimplikasi terhadap keabsahan Akta Jual Beli yang menjadi batal demi hukum. Kehati-hatian PPAT dalam mempelajari peristiwa hukum dengan dokumen dari penghadap sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kebatalan Akta yang berakibat kerugian bagi para pihak. Pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional atas proses sertipikat yang telah selesai didasari dengan Akta Jual Beli yang batal demi hukum ialah mengembalikkan lagi ke keadaan semula dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum.

Land Deed Officials (PPAT) in land buying and selling activities have a very important role. The validity of legal actions in the deed must be considered in order to maintain the authenticity of the PPAT deed so that it has legal certainty, the implementation of which is in accordance with the laws and regulations. This thesis will discuss the validity of the Deed of Sale and Purchase (AJB) with a legal defect and the accountability of the National Land Agency if negligence is proven. This research was conducted in a normative juridical manner.
The problem to be analyzed in this thesis is the case contained in the Supreme Court Decision Number 1979/K.Pdt 2016. If reviewed legally, the Power of Attorney in the Sale and Purchase Act can be said to be legally flawed so that it has implications for the validity of the Sale and Purchase Deed which is null and void. Carefulness of PPAT in studying legal events with documents from the parties is needed to avoid the cancellation of the Deed which results in losses for the parties. The National Land Agency's responsibility for the completed certification process based on a deed of sale and purchase that is null and void by law is to return to its original state with a court decision that has legal force.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Erliya Sari
"Seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang sedemikian besar, dan luas tanah yang relatif tidak bertambah, secara nyata hal ini menyebabkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat, sehingga menyebabkan berbagai permasalahan pertanahan. Untuk mencegah atau paling tidak mengurangi potensi konflik atau sengketa, maka mekanisme pemindahan hak atas tanah agar bisa didaftar harus dibuktikan dengan akta PPAT. Notaris/PPAT dalam menjalankan jabatan tersebut dituntut mematuhi peraturan perundangundangan serta Kode Etik. Mereka harus mengetahui tanggung jawabnya dan menjaga sikap serta perilaku dalam menjalankan jabatannya. Namun, kewajiban yang seharusnya diimplementasikan dalam menjalankan jabatannya ternyata tidak dibarengi dengan kenyataan di lapangan. Masih banyak terjadi pelanggaran yang membawa akibat hukum pada akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT, bahkan sampai pada gugatan di pengadilan. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/PPAT harus memperhatikan prosedur pembuatan akta menurut ketentuan yang berlaku, mentaati Kode Etik serta mengedepankan itikad baik dan prinsip kehati-hatian. Akibat hukum dari penyimpangan terhadap tata cara pembuatan akta PPAT maka PPAT dapat dikenai sanksi sebagai wujud pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana.

Various problems in land affairs lately arise because of the huge growing of population that is not always equal with the availability of land in Indonesia and that caused the need of land becoming bigger and bigger these days. To prevent the potential conflict that is caused by the lack of land availability, the land ownership must be proven by The Land Ownership Deed that is made by a PPAT. When carry out his or he duties, a Notary/PPAT is obliged to obey the legislation and Professional Code of Conduct. In reality, the obligations that are supposed to be implemented on their works, were not always been done as it supposed to be. There are still many violations in the making of the Land Ownership Deed which resulted in lawsuits. The method of analysis that is used in this research writing is juridis normative and qualitative method in data processing. The result of the analysis concluded that a Notary/PPAT must put more attention to the deed making procedures and to make sure that the process of making the deed has complied with the regulations and the Code of Conduct and always done in good faith and prudentiality. Any violations in the procedures could end in lawsuits."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sang Ayu Made Ginanti
"Pejabat Pembuat Akta tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik tentang tanah sesuai ketentuan yang berlaku khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, sehingga tanggung jawab profesinya terkait erat dengan ketentuan hukum yang berlaku dimana harus direalisasikan pelaksanaannya secara teliti, hati-hati, dan tidak mengabaikan kode etik profesi dan sumpah jabatan yang telah dilakukan. Dikaitkan dengan adanya suatu Putusan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 109/PDT.G/2009/PN.BKS, berdasarkan salah satu butir putusan dimana telah ditetapkan salah satu pihak (Penggugat) untuk menandatangani akta jual beli di hadapan PPAT dan diijinkannya untuk bertindak di dalam dua kedudukan sekaligus. Sehingga timbul beberapa pertanyaan yang menjadi inti dari permasalahan yaitu mengenai bagaimanakah prosedur dalam pembuatan akta jual beli yang berdasarkan atas sebuah putusan pengadilan, serta bagaimanakah peran dan tanggungjawab PPAT dalam pelaksanaan putusan tersebut, dan juga mengenai bagaimanakah keabsahan akta jual beli tersebut jika dalam hal pembuatannya telah mengkesampingkan putusan yang berkaitan. Penelitian ini menggunakan Metode Pendekatan secara yuridis normatif, Spesifikasi Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif eksplanatoris dan data yang diolah adalah analitis kualitatif isi sesuai dengan tujuan penelitian yang selanjutnya dikonstruksikan dalam suatu kesimpulan antara lain yaitu bahwa tidak terlaksananya putusan pengadilan tersebut sehingga dalam hal pembuatannya hanya terlihat seperti pembuatan akta jual beli pada umumnya.

Officials land Deed Maker (PPAT) is as a general officer who is authorized to make an authentic deed of land in accordance with the applicable regulation, especially The Government Regulation Number 37 Year 1998 which about PPAT Occupation Regulations, so the responsibility of the profession is closely related to the applicable provisions of law, which must be realized its implementation thoroughly, carefully, and does not ignore the professional code of ethics and the oath of Office that has been done. Associated with the presence of a ruling which is a verdict of the Bekasi District Court No. 109/PDT.G/2009/PN.BKS, based on one decision point where it has established one of the parties (plaintiff) to sign the deed of sale in the presence of PPAT and in allowing to act in two positions at once. Which rises some questions and concerns about how the procedure in making the deed of sale on the basis of a ruling of the Court, as well as how the roles and responsibilities in the implementation of the verdict of the PPAT, also about how the validity of the deed of sale if in terms of its production was throw over the verdict related. This research uses a method of normative juridical approach, specification used is descriptive explanatory research, and data that is processed is the qualitative analytical content in accordance with the purpose of further research that is constructed in a conclusion, in such a conclusion where the courts decision was not applied so therefore in this intance just look like a manufacture of deed of sale in general."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21677
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emy Oktavia
"Seiring dengan semakin sibuknya seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukan maka undang-undang memberikan hak kepada seseorang tersebut untuk memberikan kuasa kepada orang lain untuk melakukan pekerjaannya dengan dituangkan dalam sebuah surat baik yang dibuat di bawah tangan maupun dengan akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Salah satu kasus yang biasa menggunakan surat kuasa adalah dalam hal jual beli tanah dan bangunan, dimana penjual memberikan kuasa kepada seorang lainnya untuk bertindak atas namanya menjual tanah dan bangunan tersebut kepada pihak lain.
Di dalam surat kuasa tersebut harus dinyatakan dengan jelas kuasa yang diberikan sehingga apabila penerima kuasa melakukan tindakan diluar dari kuasa yang diberikan maka penerima kuasa harus bertanggungjawab atas kerugian yang dialami.
Di dalam kasus yang diteliti oleh penulis, kuasa yang diberikan oleh pemberi kuasa adalah untuk memindahtangankan atau menjual 1/3 (sepertiga) bagian dari tanah dan bangunan yang berada di Jalan Tanjung Duren Barat I Nomor 15, Jakarta Barat. Dimana ternyata tanah tersebut dipecah menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu Jalan Tanjung Duren Barat I Nomor 15, Jalan Tanjung Duren Barat I Nomor 15A, dan Jalan Tanjung Duren Barat I Nomor 15B, yang menjadi objek jual beli adalah Jalan Tanjung Duren Barat I Nomor 15A. Namun surat kuasa dibuat sebelum proses pemecahan selesai dilakukan.
Dalam kasus ini, pembeli beberapa kali mencoba untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank-bank tetapi semua bank menolak untuk memberikan kredit dengan alasan surat kuasa tersebut tidak sah walaupun pada akhirnya pembeli mendapatkan kredit tersebut dari sebuah bank. Sedangkan menurut penulis, surat kuasa tersebut sudah benar dan sah karena tidak mengurangi materi yang dikuasakan yaitu menjual 1/3 (sepertiga) bagian dari tanah dipecah menjadi 3 bagian.

Along with the increase of a person’s activites, perhaps in relation to their job, the law grants a right to that person to give power of attorney to another person to act on his or her behalf, which is made into a written form, either a private deed or an authentic deed made in front of the authorized official. One of the cases in which it is common practice to use powet of attorney is in the case of sale and purchase of land and building, where the seller grants power of attorney to another party to act on his or her behalf to sell such land and building to a third party.
In such power of attorney it must be clearly mentioned the power that is granted, so that if the proxy or endorsee conducts actions outside of the granted power of attorney then the proxy or endorsee must take responsibility of the procured loss.
In the case which is reviewed by the writer, the power granted by the authorizer/ principal/endorser is the power to transfer or sell 1/3 (one third) of a land and building located in Jalan Tanjung Duren Barat I No. 15, West Jakarta. Evidently, such land is subdivided into 3 (three) parts, which are Jalan Tanjung Duren Barat I No. 15, Jalan Tanjung Duren Barat I No. 15A , and Jalan Tanjung Duren Barat I No. 15B. The object of the sale and purchase is the land located in Jalan Tanjung Duren Barat I No. 15A. However the power of attorney was made before the subdivision process was finished.
In this case, the buyer has tried several times to obtain credit facilities from a few banks, however all those banks refused to grant credit by citing such the power of attorney is not valid, although in the end the buyer acquired credit from a bank. Whereas according to the writer, the abovementioned power of attorney is valid and legitimate because it did not decrease the granted power of attorney, that is to sell 1/3 (one third) of the land which is subdivided into 3 parts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28694
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Kurniawan
"Jaminan yang digunakan dalam kredit perbankan salah satunya adalah jaminan hak tanggungan. Hak Tanggungan sendiri diatur dalam UUHT. Dalam UUHT disebutkan bahwa pemberian hak tanggungan dilakukan dengan membuat APHT yang dibuat oleh PPAT sebagai pejabat umum. Dalam prakteknya seringkali terjadi pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT seperti yang terjadi dalam putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor: 88/Pdt.G/2013/PN Pt dimana debitur ternyata bukan pemilik dari objek hak tanggungan sehingga kemudian APHT-nya dibatalkan oleh putusan pengadilan. Hal ini menimbulkan risiko bagi kepastian hak atas tanah dan juga kerugian bagi berbagai pihak yang terkait. Akibat hukum dari penyimpangan tersebut akan menempatkan PPAT dimintai suatu pertanggung jawaban berkaitan dengan akta otentik yang dibuatnya mengandung cacat hukum.
Pokok penelitian dari tesis ini yaitu bagaimana ketentuan dan prosedur pembebanan Hak Tanggungan menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia dan tanggung jawab PPAT terhadap pembatalan APHT yang dibuatnya ditinjau dari hukum perdata, hukum pidana dan disipliner. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kajian statute approach, conceptual approach dan case approach yang dilakukan dengan studi dokumen dan tipologi evaluatif dan preskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pembebanan hak tanggungan dilakukan melalui 2 tahap yaitu dengan dibuatnya APHT oleh PPAT yang didahului oleh perjanjian utang piutang dan Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan. Jika terjadi penyimpangan terhadap tata cara pembuatan APHT maka PPAT dapat dikenai sanksi sebagai wujud pertanggungjawabannya baik secara disipliner, perdata maupun pidana oleh sebab itu disarankan agar PPAT lebih teliti dan mengikuti ketentuan yang ada serta memiliki moral dan integritas yang tinggi.

One of the collateral used in bank loans is Security Right Over Land which is regulated in Land Mortgage Regulation (UUHT). In UUHT, it is mentioned that the granting of Land Mortgage is done by making APHT made by Land Deed Official as public officials. In practice, often occur certificate that is not in accordance with the actual procedures which occurred in Pati district court decision number: 88/ Pdt.G/2013/PN Pt where the debtor is not the actual owner of the collateral object causing the APHT to be cancelled by the court decision. This creates risks for the certainty of land rights and also financial losses for various related parties. Due to the law deviation, Land Deed Official should take responsibility.
This thesis research is to know how the provisions and procedures of Land Mortgage according to the applicable provisions in Indonesia and the responsibilities of Land Deed Officials against the cancellation of APHT that have been made, reviewed from civil law; criminal law and disciplinary law. Research methodology that is used is normative juridical, combining three approaches: statute approach, conceptual approach, case approach, with library research technique, and evaluative and preskriptif research type.
The research results show that the imposition of Indonesia Land Mortgage is carried out through 2 phase, first is the making of APHT entailed with Contract Debt and the second phase is registration by the land office. If deviation happens during the making of APHT then Land Deed Official will get sanction as a form of responsibility. Therefore it is suggested that Land Deed Officials should be more careful, follow the provisions that exist and have hight morals and integrity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prawesti
"Peranan PPAT sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Kepastian dan perlindungan hukum itu tampak melalui akta authentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang sempurna di Pengadilan. Alat bukti sempurna dalam hal ini dikarenakan akta authentik memiliki tiga kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal dan kekuatan pembuktian material. Penyusunan dan pembuatan Perjanjian ataupun Akta PPAT, dibutuhkan dedikasi dan ketelitian yang tinggi. PPAT dituntut untuk selalu taat terhadap peraturan yang ada dan selain itu juga dituntut harus teliti dalam hal pelaksanaan pembuatan akta, dengan memperhatikan dan melaksanakan segala prosedur yang sudah ditetapkan sehingga dikemudian hari tidak ada masalah dengan akta yang dibuatnya yang akan merugikan pihak lain.

The role of a Land Deed Official is very important in helping to create certainty and legal protection for the public. This can be seen through Authentik deed as evidence in court because of the perfect deed Authentic has three strength of evidence that are the strength of physical evidence, the strength of formal evidence and the strength of material evidence. The drafting and formulation the Agreement or Land Deed Official's deed, it takes dedication and a high accuracy. Land Deed Official is required to always obedient to the existing regulations and it is also expected to be rigorous in terms of the implementation of the deed, with attention and perform all procedures that have been defined so that in the future there is no problem with the deed that made that will harm others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>