Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81470 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lena Valentina Gumay
"ABSTRAK
Lisensi Merek Dagang sebagai salah satu cara perluasan jangkauan usaha dan peningkatan penjualan/pendapatan, konsep, tatacara dan tahappanya masih belum banyak dikuasai pekerja dalam bidang hukum termasuk Notaris. Permasalahan: 1 .Bagaimana ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2 . Bagaimana tahapan mengadakan perjanjian atau pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie? 3 .Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan pemberian lisensi lanjutan oleh penerima lisensi utama kepada pihak ketiga?. Dengan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1 . Ketentuan pemberian lisensi terhadap merek dagang kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 42 hingga Pasal 45, Undang Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tatacara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. Diwajibkan bahwa Merek dagang harus didaftarkan dan perjanjian lisensi harus dicatatkan kepada DirJen HKI 2 . Tatacara dan tahapan pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie adalah dalam perjanjian lisensi utama harus sudah memuat klausula yang memberikan ijin kepada pihak penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga; penerima lisensi utama harus sudah memiliki sejumlah gerai yang dioperasikannya sendiri; pencarian dan pemilihan calon penerima lisensi lanjutan; penandatanganan perjanjian lisensi lanjutan; pemilihan lokasi bagi gerai penerima lisensi lanjutan, pelaksanaan ketentuan-ketentuan terkait pemberian lisensi. 3 Sebagai pejabat umum, Notaris dapat melakukan perannya dengan memberikan penyuluhan hukum pelaksanaan perjanjian lisensi.

ABSTRACT
Trademark licensing as means for business expansion and sales increase, is not being fully mastered by legal related personnel including Notary. Problems 1 How are the regulations and conditions required to be fulfilled in order to be able to grant sub license to the third party according to the Indonesian applicable laws 2 How are the steps in the provision of sub license to the third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie 3 How Notary takes role on the execution of sublicense granting from the master licensee to the third party By juridical normative method, it is concluded 1 License granting being regulated in the Article 42 to Article 45 of Laws on Mark and Geographical Indications Number 20 2016 and Minister of Law and Human Rights Regulations of the Republic of Indonesia Number 8 2016 on the Terms and Procedures of the Record Requisition of Intellectual Property Right. Trademark and the license agreement are both mandatory to be registered and recorded by the Directorate General of Intellectual Property Rights. 2 Sublicense granting steps to third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie availability of a clause allowing the master licensee to sublicense to the third party a number of outlets should have been operated by the master licensee himself search and appoint sub licensee identify outlet location for sub licensee implementation of terms and condition in connection with sub license granting. 3 Notary takes his role by providing legal counseling upon the execution of the sublicense agreement."
2017
T48866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Maria Prima Nahak
"Seringkali Notaris menyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya pada saat melaksanakan jabatannya, salah satunya dengan melakukan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP, sehingga menyebabkan Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 174/Pid.B/2018/PN Dps diangkat tiga permasalahan yaitu, keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris, akibat hukum terhadap perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama, dan bentuk pertanggung jawaban Notaris terhadap akta-akta yang diketahui dan dibuat dihadapannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris menjadi batal demi hukum. Mengenai perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris memiliki akibat hukum terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama. Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya, NKAA selaku Notaris di Kota Denpasar dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun.

Notary often misuses the authority by committing fraudulent crime in Article 378 of the Criminal Code, so that the Notary can be held criminal liability. From the District Court Verdict Number 174/Pid.B./2018/PN. Dps, three issues were raised, namely the validity of the deed of authority to sell whose object was made in the provisional sale agreement deed and the deed of authority to sell by the Notary, the legal consequences of the underhanded deed of sale and purchase agreement known by the Notary to the sale and purchase agreement deed and the deed of authority to sell made later with the same object of the agreement, and the form of notary responsibility for the deeds known and made before her. The research method used in the writing of this thesis is normative juridical research, which focused on the use of secondary data and the form of research is descriptive analytic research. From the analysis it can be concluded that the validity of the selling deed whose object has been made before the sale and purchase agreement and the deed of sale by the Notary become null and void. Regarding the sale and purchase binding agreement made underhanded, it is known by the Notary that it can have legal consequences for the sale and purchase agreement deed and the power deed of sale made later with the same agreement object. To account for her mistakes, NKAA as a Notary in Denpasar City was sentenced to prison for two years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Azura Ghassani
"Perjanjian lisensi merupakan salah satu upaya yang digunakan oleh para pelaku usaha di bidang Hak Kekayaan Intelektual untuk mengembangkan usaha mereka secara internasional. Oleh karena itu perjanjian lisensi menjadi hal penting dalam perdagangan internasional. Hal terebut berkaitan pula dengan maraknya pengalihwujudan karakter film menjadi bentuk merchandise yang tentunya merupakan sumber pendapatan terbesar dari industri perfilman sebagai contohnya Marvel Entertaiment. Oleh karena itu, para pengusaha merchandise berlomba-lomba untuk membeli lisensi dari perusahaan perfilman tersebut. Perjanjian lisensi tersebut juga merupakan salah satu cara untuk melindungi hak eksklusif pencipta karakter film tersebut sebagai pencipta karya pertama. Pembeli lisensi tersebut merambat ke kancah internasional, tentunya memungkinkan pihak pemberi dan penerima lisensi berasal dari negara yang berbeda dengan latar belakang peraturan hukum yang berbeda pula. Terkadang hal tersebut juga menjadi pertimbangan bagi para pihak dalam mengambil keputusan untuk mengadakan perjanjian lisensi tersebut. Perlu ditekankan kembali bahwa selama perjanjian lisensi tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dan para pihak telah sepakat untuk mengadakan perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut telah sah mengikat secara hukum. Namun bagaimanakah apabila dalam suatu perjanjian lisensi yang telah disepakati para pihak, ternyata menurut undang-undang dari salah satu negara para pihak dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan undang-undang. Akankah perjanjian lisensi tersebut tetap memiliki kekuatan hukum. Hal tersebut lah yang kemudian akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini.

The license agreement is one of the efforts used enterpreneur in Intellectual Property Rights to develop their businesses internationally. Therefore, license agreements are important in international trade. This is also related to the proliferation of film characters into a merchandise which is became the biggest source of income from the film industry. For the example Marvel Entertainment. Therefore, merchandising entrepreneurs are competing to buy licenses from the entertaiment company. License agreement is also a way to protect the exclusive rights of the creators of the film characters as the creators of the first work. Buyers of these licenses also spread to the international scope, so the licensee and the licensor came from different countries with different legal regulations. Sometimes this is also a consideration for the parties in making decisions for the license agreement. It needs to be stated again, that as long as the license agreement does not conflict with the applicable law, and the parties have agreed to enter into the agreement, then the agreement has been legally binding. But what if in a licensing agreement that has been agreed upon by the parties, it turns out that according to the laws of one of the countries of the parties in the agreement there are several articles that are contrary to the law. Will the license agreement still have legal force This is what will then be discussed further in this paper.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steviana Pasca Sarjana
"Perjanjian Lisensi Pengguna Akhir atau End User License Agreement (EULA) Microsoft menjadi popular di masyarakat pada akhir tahun 2005 yaitu sejak maraknya razia penggunaan piranti lunak Microsoft baik yang bajakan maupun asli (terlisensi). Pengguna piranti lunak Microsoft terlisensi diduga melanggar ketentuan dalam EULA Microsoft yang melarang pengguna untuk menginstall piranti lunak Microsoft ke lebih dari 1 (satu) komputer. EULA Microsoft merupakan bentuk penerapan asas kebebasan melakukan hubungan perdata dalam Hukum Perikatan Islam sepanjang hubungan tersebut tidak dilarang oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Hubungan hukum tersebut tidak di larang bila tetap memperhatikan asas, rukun dan syarat akad Hukum Perikatan Islam. Oleh sebab itu dilakukan analisis apakah EULA Microsoft sesuai dengan Hukum Perikatan Islam. Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat 3 (tiga) pokok permasalahan yang perlu dikaji yaitu bagaimanakah Hukum Perikatan Islam memandang lisensi piranti lunak Microsoft dan ketentuan-ketentuan dalam EULA Microsoft. Selain itu, perlu dilakukan analisis bagaimana kemungkinan penyelesaian masalah dalam EULA Microsoft. Untuk penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif dengan meneliti bahan pustaka dan wawancara narasumber dari pengacara senior Islamic Development Bank, Mudassir Siddiqui. Dengan metode tersebut dapat dianalisis bahwa konsep lisensi piranti lunak Microsoft mendekati konsep sewa menyewa (ijarah) dalam Hukum Perikatan Islam. Sama halnya dengan ijarah, transaksi lisensi piranti lunak Microsoft juga merupakan transaksi terhadap manfaat yang dituju yaitu penggunaan piranti lunak Microsoft melalui imbalan biaya lisensi (royalti) . Transaksi ijarah mempunyai manfaat bagi kemashlahatan, begitu juga lisensi, asalkan perjanjian lisensinya sah berdasarkan Hukum Perikatan Islam. Akan tetapi, beberapa pasal dalam EULA Microsoft merugikan penerima lisensi serta tidak sesuai dengan asas, rukun, dan syarat Hukum Perikatan Islam. Oleh sebab itu, perlu disesuaikan dengan Hukum Perikatan Islam yang memperhatikan keseimbangan potensi serta hak dan kewajiban para pihak. Hal ini dapat dijadikan sebagai penyelesaian masalah dalam EULA Microsoft tersebut. Dengan demikian, Microsoft hendaknya menyesuaikan ketentuan dalam EULA Microsoft dengan Hukum Perikatan Islam karena dengan adanya penyesuaian tersebut dapat tercapai keseimbangan potensi hak dan kewajiban para pihak serta kepentingan para pihak ikut terlindungi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ryan Noerhadi Putra Hidayat
"Perlindungan terhadap Perjanjian Lisensi Hak Siar (Hak Terkait) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pasal 1 ayat 20 menyatakan bahwa lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Dalam Pasal 83 mengatur mengenai tata cara pencatatan perjanjian lisensi dimana perjanjian lisensi harus dicatatakan dalam daftar umum perjanjian lisensi. Meski demikian, pada prakteknya sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual, pihak yang mengadakan perjanjian lisensi hak siar tidak dapat mencatatkan perjanjian lisensinya dikarenakan belum ada peraturan pemerintah
yang mengatur tata cara pencatatan perjanjian lisensi hak siar sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan kajian mengenai bagaimana perlindungan perjanjian lisensi hak siar di Indonesia, bagaimana dampak dari penerbitan peraturan pemerintah mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang terlambat dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang tidak dapat dicatatkan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia dalam daftar umum perjanjian lisensi. Adapun hasil penelitian penulis yang pertama mengenai perlindungan mengenai hak siar diatur pada Pasal 99 dan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pencatatan perjanjian lisensi hak siar pada daftar umum perjanjian berdasarkan salah satu pertimbangan hakim dalam kasus yang dibahas penulis dalam tesis ini hanyalah bersifat administratif jadi perjanjian yang tidak dapat dicatatkan dikarenakan belum adanya peraturan pemerintah yang mengaturnya tetap mengikat para pihak dan pihak ketiga.

Protection of License Agreements of Broadcasting Rights (Related Rights) in Indonesia are regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Article 1 paragraph 20 states that a license is a written permit given by a Copyright Holder or Owner of a Related Right to another party to carry out economic rights to his work or product rights related to certain conditions. In Article 83 regulates the procedure for registration of license agreements, where the license
agreement must be stated in the general list of license agreements. However, in practice before the issuance of Government Regulation Number 36 of 2018 concerning the Registration of Intellectual Property License Agreements, the party that entered into the broadcasting rights license agreement could not register the license agreement because there are no government regulations that regulate it as mandated by Law 28 of 2014 concerning Copyright. In this matter, it is necessary to study how to protect broadcast rights licensing agreements in Indonesia, how the government regulations regarding the registration of broadcasting rights license agreements that were late issued by the
Government of Indonesia and how the legal consequences arise regarding the recording of broadcasting license agreements that cannot be listed by the minister of law and human rights of the Republic of Indonesia in the general list of license agreements. The results of the first author's research on the protection of broadcasting rights are regulated in Article 99 and Article 118 of Act No. 28 of 2014 concerning Copyright. The recording of the broadcast rights license agreement on the list of general agreements is based on one of the judges' judgments in the case presented by the author in this thesis which is based on a non-recordable administrative agreement that does not involve any government regulations that are issued that bind the parties and related parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhirah Saskia
"Majelis Hakim Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan Nomor 2 PK/PDT.SUS/2013 yang menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh PT. MNC Sky Vision (Indovision). Kasus ini diawali oleh Indovision yang melaporkan dugaan persaingan usaha tidak sehat mengenai perjanjian lisensi hak siar liga inggris musim 2007-2010 kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU mengeluarkan putusan yang dirasa pihak Indovision tidak adil, maka atas putusan tersebut Indovision mengajukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU ke Pengadilan Negeri, Kasasi dan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang ditolak dengan alasan Indovision sebagai pelaku usaha Pelapor tidak memiliki kapasitas untuk mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU. Selain itu, perolehan perjanjian lisensi yang dimaksud tidak dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang seharusnya dan dianggap memiliki sifat antipersaingan usaha yang dilarang oleh Undang-undang Persaingan Usaha.
Indonesian Supreme Court release a decision No. 2 PK/PDT.SUS/2013 which declined the judicial review submitted by PT. MNC Sky Vision (Indovision). This case was initiated by Indovision who report allegations of unfair competition regarding license agreement in English league season 2007-2010 broadcasting right to the Commission for the supervision of Business Competition (KPPU). KPPU issued a decision that seemed unfair, Indovision filed an objection against the decision to the District Court, Appeal and Review to the Supreme Court that rejects with the same ground which Indovison don’t have the capacity to raise objection against the Commission’s decision. In addition, the license agreement acquisition is not executed in a proper procedure and considered to have anti-competitive nature that is prohibited by the Competition Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putti Zahra Dwi Athifah Wilyadi
"Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisis mengenai keabsahan suatu perjanjian lisensi yang berimplikasi hukum terhadap pihak ketiga yang kemudian bermuara pada perbuatan melawan hukum. Perjanjian yang seharusnya memberi keuntungan kepada pihak yang terikat dalam perjanjian justru dapat menimbulkan kerugian dalam pelaksanaannya. Adapun, kerugian tersebut disebabkan oleh pihak ketiga atas perbuatan melawan hukum. Dengan berlakunya Undang-Undang Hak Cipta (“UUHC 2014”), pihak yang terikat dalam perjanjian lisensi dapat lebih dilindungi ditambah dengan diberlakukannya peraturan pelaksana regulasi tersebut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (“PP 36/2018”). Dalam hal ini, dianalisis lebih lanjut mengenai studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 dan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara in casu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal bersifat deskriptif. Adapun, jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur pustaka hukum melalui studi kepustakaan serta wawancara dengan narasumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa kesimpulan yang didapatkan. Pertama, keabsahan perjanjian lisensi yang berakibat hukum bagi pihak ketiga adalah sah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kedua, perbuatan pihak ketiga dalam perkara in casu telah dikualifikasikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata. Ketiga, pertimbangan hakim dalam melakukan penemuan hukum karena adanya kekosongan hukum dalam perkara in casu. Majelis Hakim menerapkan Hukum atau Norma Kebiasaan atas pencatatan perjanjian lisensi sepanjang terdapat persetujuan atas pendaftaran tersebut oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia walaupun belum ada norma yang secara tertulis perihal peraturan pelaksananya.

This legal research aims to analyze the validity of a license agreement that has legal implications for third parties, which can lead to unlawful acts. An agreement that should provide benefits to the parties bound by the agreement can cause losses in its implementation. Meanwhile, the loss is caused by a third party for unlawful acts. With the enactment of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright ("UUHC 2014"), the parties bound in the license agreement can be better protected, coupled with the enactment of the implementing regulations of the regulation in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 36 of 2018 concerning Recording of Intellectual Property License Agreements ("PP 36/2018"). In this case, the case study of Semarang District Court Decision Number 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Supreme Court Decision Number 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 is further analyzed, along with the consideration of the Panel of Judges in deciding the case.
The type of research used in this legal writing is doctrinal legal research of a descriptive nature. Meanwhile, the types of data used are primary data obtained from laws and regulations and secondary data obtained from studies of legal literature through literature studies and interviews with sources.
The results show that there are several conclusions obtained. First, the validity of the license agreement that has legal consequences for third parties is valid and has permanent legal force. Second, the actions of the third party in this case have been qualified as illegal acts based on Article 1365 Civil Code. Third, the judge's consideration in conducting legal discovery because there is still a legal vacuum in deciding the case. In its legal considerations, the Panel of Judges applies Customary Law or Norms to the recording of license agreements as long as there is approval of the registration by the Directorate General of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia, even though there is no norm in writing saying the implementing regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius M. Nugroho Pratama
"Karena kebutuhan mendesak untuk mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk melakukan alih teknologi. Karena keterkaitan erat antara teknologi dan hak kekayaan intelektual maka perjanjian lisensi diperlukan dalam proses pengalihan teknologi tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perjanjian lisensi dari sudut pandang negara berkembang sebagai penerima lisensi.

In order to fulfill the vast growing needs for technology, Indonesia as one of the developing country is in desperate needs of technology transfers. As technology always connected with intellectual property rights a license agreement is needed in the process of such technology transfer. This writing will mostly discuss on license agreement from the perspective of developing country as licensee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25061
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Adwitya Setiawan
"Konteks reformasi pelayanan perizinan di Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan dengan mengintegrasikan pelayanan yang di butuhkan oleh kegiatan usaha. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menganalisis kualitas pelayanan perizinan pada Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPTSP) Kota Administrasi Jakarta Timur berdasarkan Total Percieved Quality yang dikemukakan oleh Gronross (1990). Penelitian ini memiliki pendekatan kuantitatif dengan kuesioner dan wawancara mendalam berdasarkan Accidental Sampling (sebagai teknik penarikan sampel) yang menjadikan masyarakat pemohon izin Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai responden. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan perizinan yang diselenggarakan termasuk kategori Negatively Confirmed Quality atau "bad quality".

The context of Reform of license services at East Jakarta Municipality was conducted by integrating service system to fulfill the needs of business activities. This research is aimed to analyze the service quality of licenses providing towards One Stop Shop Service (OSS) Unit of East Jakarta Municipality using the Total Perceived Quality theory by Gronross (1990). This research uses quantitative approach by using questionnaires and interviews and accidental sampling technique is used to choose samples as respondents. The citizens who had requested permissions for Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) were employed in obtaining and gaining the information needed. This research conclude that service quality of license providing in One Stop Shop Service (OSS) Unit, East Jakarta Municipality was Negatively Confirmed Quality or "bad quality".
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sawindri Hidayati
"Pelayanan publik dalam hal pelayanan perizinan merupakan kewajiban pemerintah agar masyarakat dapat mengakses pelayanan secara cepat, efektif, efisien, dan transparant. Pemerintah Kota Depok melalui DPMPTSP menyelenggarakan layanan perizinan berbasis online e-license. Layanan ini mengubah proses yang semula manual menjadi berbasis elektronik. E-License membuat masyarakat dapat mengakses permohonan darimanapun mereka berada melalui website atau aplikasi telepon genggam. Pemohon dapat berinteraksi dengan user dari DPMPTSP dan dapat memantau proses alur layanan melalui aplikasi SiMpok. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis pendekatan deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya layanan e-license, struktur organisasi di lingkungan DPMPTSP mampu beradaptasi dan berupaya memenuhi tuntutan masyarakat. Sedangkan dari aspek sumber daya manusia, ditemukan kurangnya e-readyness baik dari pegawai dan pengguna dikarenakan minimnya pengetahuan dan keterbatasan sarana dan prasarana untuk menggunakan layanan. Selain itu, dalam hal interoperabilitas masih belum terhubung dengan semua instansi yang terkait dengan layanan perizinan. Dalam hal kejelasan tampilan website dinilai sudah cukup jelas, namun perlu adanya simulasi yang ditampilkan di dalam aplikasi agar pengguna tidak merasa kebingungan pada saat mengupload berkas.

Licensing service is part of the government's commitment to provideservice as quickly, effectively, efficiently, and transparently as possible to thecitizens. The regional government of Depok, through DPMPTSP One stopintegrated capital investment service agency, provides an online based licensingservice e license. This service is basically an evolution from previously manualbasedservice. The e-license service can be accessed through a website or mobile application. An applicant is able to interact with an officer from DPMPTSP andmonitor the whole process through SiMpok application. This thesis is adescriptive research that utilizes post positivist approach to investigate the case study.
The research shows that in delivering e-license service, DPMPTSP as astructural agency is capable to adapt and meet the community demands. However, there are evidences that show a lack of e readiness from the officers and users dueto limited knowledge and number of facilities to employ the service. In addition, this e-service still does not support interoperability feature that connects to other agencies related to licensing. While the website is deemed to be fairlyaccommodating, the mobile application needs to provide a simulation so that theusers are able to correctly upload their files.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T50667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>