Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86522 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irfan Fawzi
"ABSTRAK
Energi listrik merupakan kebutuhan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan listrik semakin meningkat. Heat Recovery Steam Generator HRSG merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam PLTGU. Kegagalan atau kerusakan pada HRSG tentu menjadikan unit PLTGU tidak efektif dalam menghasilkan listrik. Pada Penelitian ini dengan menggunakan metode FMEA Failure Mode and Effect Analysis bertujuan untuk menentukan, mengklasifikasikan dan menganalisa mode kegagalan. Sebagai hasil dari perkalian S severity , O occurrence , dan D detection sehingga diperoleh RPN Risk Priority Number . Hasil FMEA diperoleh 10 mode kegagalan kritis dari 26 mode kegagalan yang terjadi. Urutan RPN tertinggi adalah 245 Pada Superheater dengan mode kegagalan : bocor pada tube , RPN 216 Pada economizer dengan mode kegagalan bocor pada tube , kemudian RPN 210 Pada Superheater dengan mode kegagalan : bocor pada U-Bend , dan tujuh kegagalan lainnya. Tindakan penanganan risiko dilakukan untuk kesepuluh mode kegagalan tersebut.

ABSTRAK
Nowadays, Electricity is an important needs people. By the time, people needs of electricity increasing. Heat Recovery Steam Generator HRSG has important role as a part of PLTGU stands for Integrated Gasification Combined Cycle Plants . HRSG rsquo s failures or damages surely impact on ineffectively electricity producing by PLTGU. This research, using Failure Mode and Effect Analysis FMEA , aims to determine, classify, and analyze failure modes. As the result of S Severity , O Occurrence , and D Detection multiplication, RPN Risk Priority Number would be achieved. FMEA result shows that 10 critical failure modes occurs from 26 failure modes. The highest RPN is 245 in Superheater with failure mode tube leakage , after that is RPN 216 in Economizer with failure mode tube leakage , then RPN 210 in Superheater with failure mode U Bend leakage , and the seven other failures. Risk Treatments are being held for the 10 failure modes."
2017
S67830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Muliadi
"Skripsi ini membahahas studi analisis kinerja dari mesin propulsi kapal LNG Tanker menggunakan Combined cycle yang komponennya terdiri dari Turbin gas, Turbin uap, dan Heat recovery steam generator HRSG . Langkah pertama adalah menentukan hambatan tipikal dari kapal LNG Tanker 125.000 m3 menggunakan software ldquo;Maxsurf Resistance 20 rdquo; kemudian dirancang sistem propulsi untuk memenuhi kebutuhan daya dari hambatan tersebut menggunakan software ldquo;Cycle Tempo 5.0 rdquo; dari hasil simulasi didapatkan daya maksimum sistem sebesar 28122.23 kW dengan konsumsi bahan bakar 1.173 Kg/s dan effisiensi sistem sebesar 48.49 pada kondisi muat, kapal dapat mencapai kecepatan 20.67 knot.

This study explains about performance analysis of a propulsion system engine of an LNG Tanker Ship using Combined Cycle which the components are Gas Turbine, Steam Turbine and Heat Recovery Steam Generator. The first step is to determine the general resistance of an LNG Tanker Ship 125.000 m3 by using Maxsurf Resistance 20 then designing the propulsion system to fulfill the necessary power from the resistance by using Cycle Tempo 5.0 software. The simulation results can indicate the maximum power of system about 28122.23 kW with the fuel consumption about 1.173 Kg s and the system efficiency about 48.49 in full loaded condition, the ship speed can reach up to 20.67 knot."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68162
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyu Adi
"Heat Recovery Steam Generator (HRSG) merupakan peralatan yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap pada temperatur dan tekanan tertentu. Peralatan ini terdapat pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang menggunakan siklus kombinasi (Combined Cycle). Pada HRSG terdapat daerah superheater-1 dan superheater-2, yang merupakan daerah pemanas uap lanjut. Daerah superheater ini terdiri dari susunan pipapipa yang bekerja pada temperatur dan tekanan tinggi dengan kondisi operasi yang korosif secara terus-menerus. Kondisi ini bisa mempengaruhi dan mengubah sifat-sifat material pipa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pipa superheater-2 HRSG 2 PLTGU Muara Karang yang baru beroperasi 5 tahun, tetapi telah mengalami kerusakan pipa yang cukup parah. Penelitian yang dilakukan mencakup fraktografi, metalografi, penentuan distribusi karbon, pemeriksaan komposisi kimia pipa, pemeriksaan produk korosi dan pengukuran kekerasan.
Dari basil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, kerusakan pipa superheater-2 HRSG 2 PLTGU Muara Karang disebabkan oleh korosi pitting (pitting corrosion). Serangan korosi ini disebabkan oleh kombinasi tiga faktor, yaitu : adanya air yang tertinggal di dalam pipa selama unit shutdown, adanya kebocoran udara luar masuk ke dalam pipa dan terjadinya kerusakan lapisan film oksida pelindung (protective film meta/ oxide atau protective oxide film) dari logam dasar di dalam pipa. Kedua, adanya deposit yang mengandung Cr mengindikasikan adanya pelepasan Cr dari material pipa. Ketiga, ditemukan terjadinya presipitasi karbida. Keempat, hasil pengamatan terhadap struktur mikro pipa superheater-2 dan pengujian terhadap kekerasannya menunjukkan telah terjadi proses dekarburasi, tetapi masih belum sampai pada taraf yang membahayakan.

Heat Recovery Steam Generator (HRSG) is the component of Combined Cycle Power Plant which produce steam. The HRSG have two super heater areas namely superheater-1 and superheater-2. There are many tubes in each area. In superheater-2 area, the tubes always work in high temperature and high pressure with a very corrosive condition, so make their behavior to be changed. By this research we want to examine a failure section of the superheater-2 tubes taken from the HRSG 2 Muara Karang Combined Cycle Power Plant, which was five years operation but have many damage on their tubes.
The result of this research finds some conclusion. First, the superheater failure was due to formation of highly aggressive differential aeration cells causing pitting corrosion, also known as oxygen pitting corrosion. This common corrosion problem was caused by the combination of three factors inside the tubes : water left in the superheater tube during shutdown, air leakage into the tube, and damage to the protective oxide film over the base metal in the interior of the tube. Second, deposits of chromium were found in the superheater tubes - that is an indication of chrom leaching from the pipes. Third, actual carbide presipitation phenomena in the superheater tubes. Last, the microstructure analysis and micro hardness testing of the superheater-2 tubes determined some de-carbonation process in the tubes, but it is still small.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Widowati
"Dalam penelitian ini disimulasikan post firing section dalam HRSG dengan pembakar duct burner, bahan bakar syngas serta oksigen yang berasal dari Thermal Exhaust Gas (TEG) menggunakan computational fluid dynamics dengan program COMSOL Multiphysics. Model menggunakan neraca massa dilengkapi dengan laju reaksi kinetik, neraca momentum aliran turbulen k-ɛ, dan neraca energi. Dibuat variasi geometri ruang bakar, kecepatan syngas, konsentrasi O2 dalam TEG, serta suhu masukan fluida. Berdasarkan simulasi, baffle dan kecepatan alir sygas menjadi faktor penentu bentuk nyala. Kecepatan alir syngas sebesar 8 m/s merupakan nilai yang paling optimum sebab api tidak menempel pada pembakar dan suhu rata-rata yang dihasilkan mencapai 1.500 K. Baffle dengan kemiringan 30o memberikan profil nyala terbaik sebab tidak menyebabkan akumulasi panas di sudut baffle. Konsentrasi O2 serta suhu masukan syngas dan TEG menunjukkan pengaruh terhadap suhu maksimum yang dicapai namun tidak terlalu berpengaruh terhadap bentuk nyala. Suhu tertinggi sebesar 3.151 K dicapai dengan konsentrasi O2 14%. Suhu nyala lebih dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi O2 dibandingkan oleh perubahan suhu masukan fluida. Suhu 3.151 K juga dicapai dengan mengkondisikan rasio TEG dan syngas pada stoikiometri.

In this research, post firing section in HRSG was simulated with duct burner as burner, syngas as fuel, and oxygen that came from Thermal Exhaust Gas (TEG) using computational fluid dynamics by program COMSOL Multiphysics. The model is being used with kinetics reaction rate, mass balance, momentum balance, turbulent k-ɛ fluid flow, and energy balance with variation of furnace geometry, syngas inlet velocity, O2 concentration in TEG, and also fluids inlet temperature. Based on simulation result, baffle and syngas inlet velocity relative to TEG velocity do affect flame shape. Syngas velocity 8 m/s is the most optimum since the flame did not stick the burner and distributed temperatur reach 1.500 K. Baffle slope 30o gives best profile for no accumulation occurred. Oxygen concentration as well as syngas and TEG input temperature give impact to the maximum temperature but not to the flame shape. Highest temperature 3.151 K can be achieved by using 14% O2 concentration. Flame temperature influenced more by O2 concentration change rather than fluids inlet temperature. Temperature 3.151 K also can be achieved by putting TEG and syngas in stoichiometry.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S36314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhanna Fujiko Kamaruddin
"Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu pendekatan terstruktur yang digunakan untuk memperbaiki desain, proses manufaktur, perakitan, serta pelayanan dari suatu produk.
Pada umumnya, para perancang produk selalu melakukan perbaikan atas produk yang dirancangnya. Akan tetapi, produk-produk yang ada di masa kini semakin rumit, dan komponen serta sistem yang saling berkaitan dan saling terganlung satu sama Iainnya, menyebabkan pendekatan analisa kegagalan yang tidak terstruktur semakin tidak dapat mencapai hasil yang diinginkan. Seringkali terdapat kerusakan komponen yang tidak terdeteksi hingga pada tahap penguj ian produk, atau proses manufaktur dan perakitan telah dimulai, bahkan terkadang sampai pada saat produk tersebut dilepas ke pasar. Hal ini akan mengakibatkan desain ulang (redesign) dan pengerjaan ulang (rework) prototipe dan komponen, serta bahkan dapat menjatuhkan reputasi perusahaan.
FMEA merupakan pendekatan terstruktur dan terarah yang dapat mengidentifikasi kecenderungan kegagalan yang potensial, dan kuantifikasi tingkat keseriusan kegagalan serta memberikan peringkat, sehingga tindakan korektif yang sesuai dapat dilaksanakan.
Di dalam penerapan FMEA akan dibentuk suatu kelompok, bik kelompok desain, manufaktur, atau lainnya, yang telah terbukti merupakan Cara yang terbaik untuk memperbaiki desain, serta menghasilkan dan merakit produk yang lebih baik.
Pada beberapa tahun terakhir ini, isu mengenai manufaktur kelas dunia (world class manufacturing) semakin banyak dibicarakan, antara lain mengenai waktu siklus yang cepat, pengenalan produk yang bebas dari kerusakan, TQM dan TPM, perbaikan proses, dan JIT.
FMEA memiliki peran dalam seluruh kegiatan ini, di samping menghasilkan metoda analisa terstruktur yang dapat diterapkan ke desain produk, manufaktur, perakitan, dan pelayanan; serta dapat diterapkan sebelum dirancang dan ditetapkan, sepanjang pengembangan produk, dan juga dapat menjadi alat bantu untuk memperbaiki masalah-masalah yang timbul."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Bowo Leksono
"Sebuah perusahaan dalam melaksanakan kegiatan produksinya memiliki target tertentu untuk mencapai kualitas yang tinggi. Untuk dapat mencapai target tersebut diperlukan perbaikan proses produksi dan peningkatan kualitas secara menyeluruh Serta berkesinambungan.
Kegagalan yang sering terjadi pada suatu proses sangat mempengaruhi kualitas produksi suatu perusahaan Semua itu sangat berhubungan dengan spesifikasi teknis dan kepuasan konsumen. Salah satu teknik yang terstruktur dalam menganalisa kegagalan potensial dan efeknya adalah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Pengembangan model FMEA untuk suatu proses manufakur (stamping) secara terstruktur dan sistemalis akan membantu dalam mengidentifikasi, mendeteksi dan mengevaluasi secara dini setiap kecenderungan kegagalan potensial yang mungkin terjadi. Analisa dengan FMEA ini selanjulnya akan membantu dalam menentukan tindakan yang tepat terhadap setiap kecenderungan kegagalan dan permasalahan yang ada serta mendukung sistem pendokumentasian yang Iebih baik.
Pentingnya metode anaiisa kegagalan pada Sebuah proses mendorong dikembangkannya suatu model untuk aplikasl FMEA pada proses manufaktur (stamping). Model ini membantu pelaksanaan FMEA tahap demi tahap. Selanjutnya pengembangan soflware dilakukan demi kemudahan pendomentasian dan kalkulasi saat model FMEA tersebut diaplikasikan. Sehingga fungsi sebuah FMEA sebagai perangkat analisa kegagalan terhadap proses dapat digunakan secara optimal.
Dari hasil aplikasi akan diketahui komponen proses yang memiliki potensi kegagalan dan beberapa rekomendasi tindakan terhadap permasalahan yang ada. Rekomendasi tindakan tersebut secara umum diarahkan untuk mengurangi tingkat keseriusan (severify), frekuensi kejadian (occurrence) dan tingkat deteksi (detection) suatu kegagalan, Serta seoara khusus mengurangi kegagalan proses terhadap part yang di reject alaupun repain Hasil aplikasi model FMEA pada proses stamping juga akan menunjukkan kecenderungan kegagalan, penyebab kegagalan potensial, serta efeknya ditinjau dari segi produk akhir pada part yang di reject atau repair."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S36896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahpudi Baisir
"Langkah konservasi energi penelitian ini mengupayakan peningkatan efisiensi pada teknik co-firing yang sudah umum dilakukan di Indonesia melalui sistem pengering biomassa. Percobaan dilakukan melalui pengujian salah satu pembangkit PLTU di area Jawa Barat dengan daya terpasang 3 x 350 MW yang sudah menerapkan co-firing sejak tahun 2021. Sistem pengering dipilih menggunakan jenis Rotary Drum Dryer dengan media pemanas berupa limbah panas gas buang exit boiler yang diambil setelah IDF #1 dengan tekanan ± 20 pa dan temperature 150 oC. Tekanan keluaran IDF #1 sangat rendah membutuhkan energi tambahan besar centrifugal fan dalam menyalurkan flue gas melalui pipa sepanjang ± 500 m sampai menuju lokasi dryer di area coal yard, dekat penyimpanan biomassa dan conveyor batu bara penyuplai bahan bakar ke sistem pembangkit. Biomassa disupplai dari pengusaha lokal sekitar lokasi pembangkit antara lain terdiri dari 90% sawdust dan 10% sekam padi. Memiliki kandungan rata-rata moisture campuran ( 44,57% dan rata-rata calorific value campuran ( 2.673,72 Kcal/Kg. Kapasitas pengering disesuaikan dengan kemampuan supplai biomassa sebesar 200 t/day. Pengujian dilakukan menggunakan simulasi pengering rotary dryer pada Aspen Plus dengan memvariasikan flow inlet biomass 8, 9 dan 10 t/h, flue gas flow 70, 80 dan 90 t/h serta residence time 15, 20 dan 25 menit. Moisture produk dry biomass terendah diperoleh 6,54% pada pengujian flow inlet biomass 8 t/h, flue gas flow 90 t/h dan residence time 25 menit. Hasil simulasi Aspen kemudian dibandingkan pada 5 kriteria penilaian kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Payback Period (PBP), Benefit and Cost (B/C) Ratio dan ROI. Hasilnya walaupun moisture produk dry biomass diperoleh lebih besar 10,9%, namun nilai NPV, IRR dan PBP, masing-masing sebesar Rp. 116.445.284.041,63, 150,32% dan 0,67 tahun, diperoleh sebagai yang terbaik pada pengujian flow inlet biomass 10 t/h, flue gas flow 90 t/h dan residence time 25 menit. Hal ini karena flow rate produk dry biomass lebih besar sehingga mampu membangkitkan selisih energy output yang lebih besar pula pada generator pembangkit. Sedangkan hasil terbaik B/C Ratio dan ROI, masing-masing sebesar 4,14 dan 314,12%, didapatkan saat pengujian flow inlet biomass 10 t/h, flue gas flow 80 t/h dan residence time 25 menit, hal ini karena energi tambahan untuk mendorong flue gas lebih kecil sehingga mempengaruhi B/C Ratio dan ROI. Penurunan energy output dan operational duration harus sedapat mungkin dihindari karena dampaknya sangat significant dalam menurunkan nilai 5 kriteria penilaian investasi. Validasi desain sistem pengering pada Aspen juga dilakukan untuk mengetahui akurasi.

This energy-conservation research aims to improve the efficiency of the cofiring process, which is widely utilized in Indonesia, using a biomass drying system. The experiment was conducted on a steam-coal power station in the West Java area with an installed power of 3 x 350 MW, which has been using cofiring since 2021. The drying method was selected utilizing a Rotary Drum Dryer type with a heating medium from waste heat of exhaust boiler flue gas obtained after IDF # 1, with pressure ± 20 pa and temperature 150 oC. The output pressure of IDF #1 is very low, requiring large additional energy from the centrifugal fan to flow the flue gas through a pipe measuring ± 500 m long to the dryer location in the coal yard area, near the biomass storage and coal conveyor that supplies fuel to the boiler system. Biomass is supplied from local suppliers around power plant location, consisting of 90% sawdust and 10% rice husks. It has an average mixed moisture content  44.57% and an average mixed calorific value  2,673.72 Kcal/Kg. The dryer capacity is adjusted to the biomass supply capability of 200 t/day. Experiments were carried out using a rotary dryer simulation on Aspen Plus by varying biomass inlet flow of 8, 9 and 10 t/h, flue gas flow of 70, 80 and 90 t/h and residence time of 15, 20 and 25 minutes. The lowest dry   biomass product moisture was obtained at 6.54% in the biomass inlet flow test of 8 t/h, flue gas flow of 90 t/h and residence time of 25 minutes. The results from Aspen simulation then compared with 5 investment assessment criteria: NPV, IRR, Payback Period (PBP), Benefit and Cost (B/C) Ratio and ROI. Even though the moisture content of the dry   biomass product was 10.9%, which was higher than the smallest value, the biomass inlet flow test yielded the best NPV, IRR, and PBP values, including Rp. 116,445,284,041.63 for NPV, 150.32% for IRR, and 0.67 years for PBP, with a biomass inlet flow test of 10 t/h, a flue gas flow of 90 t/h, and a residence time of 25 minutes. This is because the flow rate of the dry   biomass product is greater, so it can generate a larger energy output in the power plant generator. Meanwhile, the best B/C Ratio and ROI findings, including 4.14 and 314.12%, were obtained by testing the biomass inlet flow of 10 t/h, flue gas flow of 80 t/h, and residence period of 25 minutes, this is because the additional energy to push the flue gas is smaller, thus affecting the B/C Ratio and ROI. Decreasing energy output and operational duration must be avoided wherever possible because the impact is very significant in reducing the value of the 5 investment assessment criteria. Validation of the drying system design for Aspen was also carried out to determine accuracy."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Adinugroho
"Kebutuhan listrik dan uap air di Fasilitas Gas Processing Kilang LNG Arun sebesar 158.400.000 kWh/tahun dan uap air 180 ton/jam (TPH) dihasilkan dari 3 (tiga) unit Gas Turbine Generator (GTG) dan 3 (tiga) unit Heat Recovery Steam Generator (HRSG) di Unit pembangkit U-90 di Perta Arun Gas (PAG). Permasalahan dari pembangkitan listrik dan uap saat ini adalah kebutuhan bahan bakar yang besar yaitu 13,14 MMSCFD untuk memproses 30 MMSCFD gas sales. Ketersediaan suku cadang (usang), dan beberapa kali terjadi gangguan operasi (blackout) juga menjadi permasalahan pembangkit eksisting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memisahkan dari GTG dan HRSG eksisting dan membangun unit pembangkitan baru di Fasilitas Gas Processing Kilang LNG Arun dengan unit pembangkitan listrik dan uap air yang lebih efisien dan tingkat avai;abilitas yang tinggi. Penggantian dilakukan dengan berbagai alternatif yaitu pembelian unit GTG & HRSG + Boiler baru, pembelian unit Gas Engine Generator (GEG) & HRSG + Boiler baru, dan penyambungan listrik ke PLN (Perusahaan Listrik Negara) + Boiler. Salah satu hasil dari penggantian pembangkit adalah dengan penggunaan GTG & HRSG + Boiler baru akan memerlukan bahan bakar gas sebesar 12,88 MMSCFD, dimana terdapat efisiensi gas sebesar 0,26 MMSCFD, dan dengan penambahan biaya pembelian unit dan biaya pemeliharaan akan mendapatkan tarif pembangkitan listrik sebesar 0,221 $/kWh dan tarif pembangkitan uap air sebesar 0,0019 $/ton/tahun dengan metode keeokonomian cash flow. Penggantian GTG dan HRSG eksisting akan lebih ekonomis jika dilakukan kegiatan penurunan uap air di Fasilitas Gas Processing Kilang Arun, hal ini dikarenakan alternatif pembangkitan pengganti membutuhkan konsumsi bahan bakar gas untuk menghasilkan uap air lebih besar dibandingkan dengan pembangkitan listrik.

The demand for electricity and steam at the Arun LNG Refinery Gas Processing Facility is 158,400,000 kWh / year and 180 tons / hour of water vapor (TPH) is produced from 3 (three) units of Gas Turbine Generator (GTG) and 3 (three) units of Heat Recovery Steam Generator (HRSG) at the U-90 generating unit at Perta Arun Gas (PAG). The problem with electricity and steam generation today is the large fuel requirement, namely 13.14 MMSCFD to process 30 MMSCFD of gas sales. The availability of spare parts (obsolete), and several times the operation interruption (blackout) is also a problem in the existing plant. The purpose of this research is to separate from the existing GTG and HRSG and build a new generation unit at the Arun LNG Refinery Gas Processing Facility with a more efficient electricity and steam generation unit and a high level of availability. Replacement is carried out with various alternatives, namely the purchase of a new GTG & HRSG + Boiler unit, the purchase of a new Gas Engine Generator (GEG) & HRSG + Boiler unit, and connecting electricity to PLN (State Electricity Company) + Boiler. One result of the replacement of the generator is that with the use of GTG & HRSG + the new boiler will require a gas fuel of 12.88 MMSCFD, where there is a gas efficiency of 0.26 MMSCFD, and with the addition of unit purchase costs and maintenance costs will get electricity generation tariff of 0.221 $ / kWh and steam generation tariff of 0.0019 $ / ton / year using the cash flow economic method. Replacement of the existing GTG and HRSG will be more economical if steam reduction activities are carried out at the Arun Refinery Gas Processing Facility, this is because the alternative generation of replacement requires higher gas fuel consumption to produce steam compared to electricity generation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mohammad Fikri Paramadina Unggul Yudha
"Korupsi masih menjadi masalah serius bagi banyak organisasi. Hal ini juga dialami oleh BUMN. Langkah yang selama ini diambil kebanyakan berupa penindakan. Peneilitian ini bertujuan mendesain proses bisnis pengadaan elektronik untuk mencegah korupsi. FMEA digunakan untuk mengukur potensi korupsi pada proses pengadaan sebelum dan setelah penerapan pengadaan elektronik. Perubahan proses bisnis yang disarankan untuk mencegah korupsi adalah rekomendasi, validasi, otorisasi, notifikasi dan form standar. Penurunan potensi korupsi terbesar pada potensi korupsi kolusi vendor dan potensi korupsi pengundangan vendor dengan performa buruk.

Corruption is serious problem to many organization. This Problem happened in state owned enterprise as well. Corruption eradication action mainly work in post corruption action. this research aimed to design business process electronic procurement to reduce corruption. FMEA was used to measure corruption potential before and after electronic procurement implementation. Proposed business process in this thesis are recommendation, validation, authorization, notification and standard form. Result from this study find that the biggest risk reduction in implementing electronic procurement are collusion or cartel act from the vendor and bad performing vendor join the procurement process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>