Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annies Sekar Firdausi
"Data statistik menunjukkan sebagian besar lansia di Indonesia masih berperan sebagai kepala rumah tangga, dimana tanggung jawab yang berat sebagai kepala keluarga dapat menurunkan psychological well-being. Literatur-literatur sebelumnya menemukan dampak positif maupun negatif dari tinggal bersama coresidence anak dengan psychological well-being lansia, namun literatur yang meneliti mengenai faktor dalam hubungan lansia dan anak yang tinggal bersama masih terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan persepsi kedekatan dan tingkat psychological well-being pada lansia yang tinggal bersama anak. Alat ukur Relationship Closeness Inventory RCI dan Ryff's Scale of Psychological Well-Being RSPWB diadministrasikan pada 102 orang partisipan lansia yang tinggal bersama anak.
Ditemukan bahwa semakin tinggi persepsi kedekatan dengan anak akan menurunkan psychological well-being lansia yang tinggal bersama r = -.114, p > .05. Selain itu, juga ditemukan bahwa tipe living arrangements akan memengaruhi persepsi kedekatan dan psychological well-being lansia.

National statistics showed majority of older people in Indonesia still took the role as a head of family, which was burdening and could give detrimental effects for older people's psychological well being. Although previous studies had found both beneficial and detrimental effects of coresidence with adult children for older parents psychological well being, there were still limited findings on factors that could affect relationship between parents and their adult children in coresidence living.
Purpose of this study was to seek whether perceived closeness with their adult children would be correlated with older parents psychological well being. Relationship Closeness Inventory RCI and Ryff's Scale of Psychological Well Being RSPWB were administered to 102 older parents who had coresidence living with their adult children.
Findings of this study was the increasing of perceived closeness with adult children was followed by the decreasing of older parents'psychological well being, but not significant r .114, p .05 . Furthermore, types of living arrangements were found as a factor which contributed to older people's perceived closeness and psychological well being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Litha Almira Hediati
"Hubungan yang terjalin antara lansia dan anaknya yang tinggal bersama akan lebih kuat dan terlihat interaksinya sehingga dapat berdampak pada psychological well-being-nya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi kualitas hubungan lansia dan anaknya yang tinggal bersama dengan psychological well-being pwb lansia. Kualitas hubungan terdiri dari kualitas hubungan positif dan negatif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling dengan sampel sebanyak 102 orang lansia. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas hubungan lansia dan anaknya adalah Positive and Negative Social Exchanges PANSE dan Ryff's Scale of Psychological Well-Being RSPWB untuk mengukur pwb pada lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara kualitas hubungan positif dengan pwb lansia. Kemudian, terdapat korelasi yang negatif dan signifikan antara kualitas hubungan negatif dengan pwb lansia r = -0,335, N = 102, p < 0,01, one-tailed . Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar perilaku tidak simpatik, sikap ikut campur, kegagalan untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan, serta pengabaian/penolakan yang diperoleh dari anak, maka semakin rendah psychological well-being lansia, dan begitu pula sebaliknya.

The relationship that exists between older parent and their child in co residence living will have a salient and stronger interaction so that it may affect their psychological well being. This research was conducted to find the correlation of older parent their child relationship quality in co residence living and their psychological well being pwb. Relationship quality consists of positive and negative quality. The sampling technique used in this research was convenience sampling and sample counted were 102 participants. Older parent their child relationship was measured by using Positive and Negative Social Exchanges PANSE Measurement and psychological well being was measured by using Ryff's Scale of Psychological Well Being RSPWB.
The main result indicated positive and not significant correlation between positive quality and pwb. Then, negative and significant correlation between negative quality and pwb r 0,335, N 102, p 0,01, one tailed . The result showed that the greater the unsympathetic behavior, intrusion, failure to provide needed help, and rejection reglect from the child, then the lower the psychological well being of older parent, and vice versa.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S70059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Meutia Rossy
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat korelasi kualitas hubungan menantu dan mertua dengan Psychological Well-Being menantu yang tinggal bersama mertua. Partisipan penelitian ini adalah dewasa muda usia 20-40 tahun yang sudah menikah dan sedang bertempat tinggal dalam satu rumah bersama mertuanya. Terdapat sebanyak 81 Partisipan, dimana terdapat 52 perempuan dan 29 laki-laki. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan alat ukur Ryff's Psychological Well-being (RPWB) dan alat ukur Positive and Negative Social Exchange (PANSE) untuk mengukur kualitas hubungan menantu dan mertua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara kualitas hubungan positif dengan psychological well-being menantu yang tinggal bersama mertua (r= 0,308, p = 0,01, signifikan pada LoS 0,01). Kemudian, terdapat pula korelasi yang negatif dan signifikan antara kualitas hubungan negatif dengan psychological well-being menantu (r = -0,291, p = 0,01, signifikan pada LoS 0,01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emmeline Bianca Pujiaji
"Di Indonesia, hubungan antargenerasi antara orang tua dan anak-anak mereka adalah pengaturan kehidupan yang umum karena penting bagi anak-anak untuk mengabdi kepada orang tua. Meski begitu, tidak ada gambaran yang jelas untuk menunjukkan hubungan antara kesejahteraan psikologis orang tua dan kualitas hubungan orangtua-anak dalam konteks kesopanan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi antara kesejahteraan psikologis dan kualitas hubungan melalui perspektif konflik-solidaritas pada orang tua yang tinggal bersama anak-anak mereka. Kuesioner diberikan kepada sampel 61 pasang tua-tua dan anak-anak mereka yang tinggal bersama. Timbangan yang digunakan meliputi versi pendek dari Ryff (1989) Psychological Well-Being Scale (PWBS) yang berisi 18 item, dan Skala Solidaritas-Konflik Silverstein, Gans, Lowenstein, Giarusso, dan Bengtson (2010) yang mengukur dua dimensi: solidaritas dan konflik yang mempengaruhi. Dimensi solidaritas lain diukur dengan pertanyaan laporan diri tentang interaksi mingguan, dukungan keuangan, perjanjian nilai, dan persepsi tanggung jawab.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara kesejahteraan psikologis dan solidaritas afektif lansia (r = 0,246, p <0,05); dan korelasi negatif yang signifikan antara kesejahteraan psikologis dan konflik lanjut usia (r = -0,300, p <0,01). Penatua akan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik ketika mereka lebih dekat dengan anak-anak mereka. Jika tidak, kesejahteraan psikologis akan lebih buruk jika ada lebih banyak konflik dalam hubungan mereka. Konflik memiliki peran yang lebih besar untuk menentukan kualitas kesejahteraan psikologis daripada solidaritas. Oleh karena itu, konflik dalam hubungan orang tua-anak harus diminimalkan sehingga hubungan cinta akan lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis lansia.

In Indonesia, intergenerational relationships between parents and their children are a common life arrangement because it is important for children to serve their parents. However, there is no clear picture to show the relationship between psychological well-being of parents and the quality of parent-child relationships in the context of politeness. This study aims to examine the correlation between psychological well-being and relationship quality through the perspective of conflict-solidarity in parents who live with their children. The questionnaire was given to a sample of 61 pairs of elders and their children who lived together. Scales used include a short version of Ryff (1989) Psychological Well-Being Scale (PWBS) that contains 18 items, and the Solidarity-Conflict Scale of Silverstein, Gans, Lowenstein, Giarusso, and Bengtson (2010) which measure two dimensions: solidarity and conflict which influence. Another dimension of solidarity is measured by self-report questions about weekly interactions, financial support, value agreements, and perceptions of responsibility.
The results showed that there was a significant positive correlation between psychological well-being and affective solidarity of the elderly (r = 0.246, p <0.05); and a significant negative correlation between psychological well-being and elderly conflict (r = -0,300, p <0.01). Elders will have better psychological well-being when they are closer to their children. If not, psychological well-being will be worse if there is more conflict in their relationship. Conflict has a greater role to determine the quality of psychological well-being than solidarity. Therefore, conflicts in parent-child relationships must be minimized so that love relationships will be more beneficial in improving the psychological well-being of the elderly.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Pratiwi
"Mayoritas dewasa madya di Indonesia memiliki tanggung jawab mengasuh dan memberikan dukungan kepada orang tuanya yang sudah lansia. Di sisi lain, dewasa madya juga memiliki peran dan tanggung jawab lain. Dengan demikian, menurut beberapa penelitian, konflik peran yang dialami oleh dewasa madya dapat berdampak pada kondisi psychological well-being anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan yang diberikan oleh anak dewasa madya kepada orang tuanya yang sudah lansia dengan psychological well-being anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan alat ukur Ryff’s Psychological Well-being (RPWB) yang disusun oleh Ryff (1995) dan alat ukur dukungan anak yang disusun oleh Silverstein dan koleganya (2006). Partisipan pada penelitian ini merupakan dewasa madya berusia 40-60 tahun. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak 116 partisipan terdiri dari 66 perempuan dan 50 laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif antara dukungan yang diberikan anak kepada orang tua lansia dengan psychological well-being anak dewasa madya.

The majority of middle adulthoods in Indonesia have the responsibility to care for and provide support to their elderly parents. On the other hand, middle adulthood has other roles and responsibilities. According to several studies, role conflict carried out by middle adulthood can have an impact on the psychological well-being of adults. This research was conducted to see the correlation between children support for elderly parents and psychological well-being of children. This research used quantitative approach using Ryff’s Psychological Well-being (RPWB) by Ryff (1995) and child support instrument by Silverstein and colleagues (2006). The partisipants on this research is middle adult aged 40-60 years old. The partisipants on this research were 116 which 66 females and 50 males. The result shows that there is no negative significant correlation between children support for elderly parents and psychological well-being of children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Fitrianti Nur
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara psychological well-being dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme. Responden penelitian ini merupakan 44 ibu dari anak dengan gangguan autisme. Dengan melakukan pengukuran menggunakan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being dan The Adult Trait Hope Scale, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme (r = .633; n = 44; p < 0,01, one-tailed).Artinya, semakin tinggi psychological well-being ibu, maka semakin tinggi pula harapan ibu terhadap masa depan anaknya yang mengalami gangguan autisme. Terdapat empat dari enam dimensi psychological well-being yang berkorelasi positif dan signifikan dengan harapan, yaitu self-acceptance, positive relation with others, autonomy, dan environmental mastery. Sedangkan kedua komponen harapan, agency dan pathways,berkorelasi positif dan signifikan dengan psychological well-being. Agar mendapat penjelasan yang lebih komprehensif mengenai psychological wellbeing dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme, perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan pendekatan kualitatif.

The focus of the study is to examine the relationship between psychological well-being and hope among mothers of children with autism. The respondents of this study were 44 Indonesian mothers of children with autism. Measured by Ryff‘s Scales of Psychological Well-Being and The Adult Trait Hope Scale, this study obtain a significant, positive relationship between psychological well-being and hope(r = .633; n = 44; p < 0,01, one-tailed). It indicates that the higher mothers‘ psychological well-being, the higher their hope to their child‘s future, and vice versa. Next, there are four out of six dimension of psychological wellbeing that have significant, positive relationship to hope, they are selfacceptance, positive relation with others, autonomy, and environmental mastery. On the other hand, both components of hope, agency and pathways, also have significant, positive relationship to psychological well-being. In order to obtain a more comprehensive explanation of the psychological well-being and hope in mothers of children with autism, further research needs to be done using a qualitative approach."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Andyan Pinasthi
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara
psychological well-being dan self-perception of aging pada lansia dengan penyakit kronis.
Psychological well-being didefinisikan sebagai kesejahteraan yang terdiri dari selfacceptance,
personal growth, purpose in life, positive relations with others, environmental
mastery, dan autonomy (Ryff & Keyes, 1995), sedangkan self-perception of aging
merupakan pandangan individu terhadap penuaan yang mereka alami dan persepsi serta
sikap subjektif lansia terhadap penuaan mereka sendiri (Lawton, 1975 dalam Kim, Jang &
Chiriboga, 2012). Banyak penelitian sebelumnya yang berasumsi bahwa self-perception of
aging merupakan salah satu prediktor dari psychological well-being. Namun, belum ada
penelitian yang melihat hubungan antara keduanya pada lansia dengan penyakit kronis,
khusunya di Indonesia. Penelitian dilakukan pada 110 lansia dengan penyakit kronis
dengan menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being (RSPWB) dan
sub skala Attitudes Toward Own Aging dari Philadelphia Geriatric Center Morale. Dalam
penelitian ini ditemukan adanya hubungan positif signifikan antara psychological wellbeing
dan self-perception of aging (r = 0,203) pada LoS 0,05.

ABSTRACT
This study aims to investigate the relationship between psychological well-being and selfperception
of aging on elderly with chronic illness. Psychological well-being is defined as
welfare that consists of self-acceptance, personal growth, purpose in life, positive relations
with others, environmental mastery, and autonomy (Ryff & Keyes, 1995), whereas selfperception
of aging is an individual perspective towards the aging process they experience
and the subjective attitude of elderly regarding their own aging process (Lawton, 1975 in
Kim, Jang & Chiriboga, 2012). Previous studies assumed self-perception of aging as one
of the predictor of psychological well-being, but there is not much of attention to see the
correlation between them especially in Indonesian older adults with chronic illness. 110
older adults with chronic illness are involved in this study using Ryff’s Scale of
Psychological Well-Being (RSPWB) and Attitudes Toward Own Aging sub scale of
Philadelphia Geriatric Center Morale and it is found that psychological well-being and
self-perception of aging correlates positively and significantly (r = .203; p<.05)."
2015
S59132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Areta
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara psychological well being pada orang tua dan keterampilan sosial anak tunanetra usia 6-12 tahun. Pengukuran
psychological well being menggunakan alat ukur Psychological Well Being Scales (Ryff, 1995) dan pengukuran keterampilan sosial menggunakan alat ukur Social Skills Rating Systems-
Parents Form (Gresham dan Elliott, 1990). Partisipan berjumlah 31 orang yang merupakan orang tua anak tunanetra usia 6-12 tahun di SLBA Pembinaan, Lebak Bulus. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara psychological well being orang tua dengan keterampilan sosial anak tunanetra (R = 0.444; p = 0.326, tidak signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, psychological well being orang tua tidak mempengaruhi keterampilan sosial anak tunanetra. Selain itu, dimensi psychological well being yang memberikan sumbangan paling besar yaitu positive relation with others. Berdasarkan hasil tersebut, anak tunanetra perlu dilibatkan dalam kegiatan sosial yang dilakukan orang tua

Abstract
This research was conducted to find the correlation between parents psychological well being and social skills among children who is blind. Psychological well being was measured using a psychological well being scales (Ryff, 1995) and social skills was measured by social skills
rating systems- parents form (Gresham & Elliott, 1990). The participants of this research are 31 persons who have a blind child age 6-12 years at SLBA Pembinaan, Lebak Bulus. The main results of this research show that psychological well being positively correlated with social skills
of children but, their correlation is not significant (R= 0.444; p: 0.32, not significat at L.o.S 0.05). That is, psychological well being of parents is not affect social skill of their children who is blind. Furthermore, the biggest contribution dimension of psychological well being is positive
relation with others. Based on this results, children who is blind need to be involve with parents social activity, as one way to encourage children?s social skills who is blind."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Ramdhanu
"Penelitian ini ditujukan untuk melihat hubungan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa program Sarjana Strata Satu dan Diploma Tiga Universitas Indonesia sebanyak 66 orang. Penggunaan Internet diukur dengan alat ukur Internet Attitude Scale yang dibuat oleh Eric B. Weiser pada tahun 2001.
Psychological well-being diukur dengan PWB Scale yang dikembangkan oleh Carol D. Ryff pada tahun 1995, dan telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh kelompok payung penelitian psychological well-being Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada tahun 2011 (Larasati, 2012). Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson Product Moment, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.362 dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 (p<0.01). Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan Internet dengan psychological well-being pada Mahasiswa Universitas Indonesia.

The objective of this study was to see the correlation between Internet use and psychological well-being among Universitas Indonesia students. Participants of this research were 66 students among undergraduate and vocational program of Universitas Indonesia. Internet use was measured using Internet Attitude Scale, constructed by Eric B. Weiser in 2001.
Psychological well-being was measured using PWB Scale constructed by Carol D. Ryff in 1995, and had been adapted by psychological well-being research group of Fakultas Psikologi Universitas Indonesia in 2011 (Larasati, 2012). The coefficient of Pearson Product Moment reported was 0.362, with 0.003 significance value (p<0.01). Those numbers indicated that there was significant correlation between Internet use and psychological well-being among Universitas Indonesia Students.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madinatul Munawaroh
"Karakteristik khusus dari anak dengan autistic spectrum disorder (ASD) umumnya membuat para orang tua khususnya ibu sebagai caregiver utama dari anak-anak ASD memiliki well-being yang rendah. Belum lagi kebutuhan akan pendidikan untuk anak yang mulai memasuki usia sekolah membuat beban dan stres ibu semakin bertambah. Perceived social support diasumsikan mampu menjadi penahan dalam menghadapi situasi yang menekan (stressful). Perceived social support yang dimaksud berasal dari tiga jenis sumber, yaitu keluarga, teman, dan significant other. Penelitian ini melibatkan 32 responden yaitu para ibu dari anak dengan ASD di sekolah inklusif di kota Jakarta Timur dan Depok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara ketiga jenis sumber dari perceived social support dan psychological well-being (r= .446). Jenis sumber keluarga dan significant other berkorelasi positif dan signifikan dengan psychological well-being (r= .360 dan r=.575). Tidak ada perbedaan signifikan antara usia ibu, jenis pekerjaan ibu, status pernikahan ibu, tingkat pendidikan, jumlah anak, pengeluaran per bulan, jenis kelamin anak, jenis ASD anak, dan urutan kelahiran anak dengan ASD.

In general, unique characteristic from chidren with autistic spectrum disorder (ASD) bring negative results for parent’s mental health, especially for mothers who are role as a primary caregiver from children with ASD. Moreover, education need for their school-aged children increase high-level on negative symptoms. Perceived social support assumed as a buffer against stressful events by reducing stress level. Perceived social support which are included from family, friends, and significant other. This research involved 32 mothers of children with ASD.
The results showed that there is a significant and positive relationship between perceived social support and psychological well-being (r= .446). In addition, subtes family and significant other significantly correlated with psychological well-being (r= .360 and r=.575).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>