Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Athi Rahmawati
"ABSTRAK
Sindrom metabolik merupakan pengelompokan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular yang prevalensinya meningkat dalam proporsi epidemi di seluruh dunia, dimana di Indonesia sendiri terdapat sekitar 13,13 . Perubahan tren aktivitas fisik menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya sindrom metabolik. Diperkirakan terdapat 26,1 penduduk Indonesia yang tergolong kurang dalam beraktivitas fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan aktivitas fisik dengan sindrom metabolik pada orang dewasa di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2013. Analisis regresi dilakukan pada 34.321 sampel dan dihasilkan bahwa aktivitas fisik sedang memiliki risiko 1,9 kali lebih tinggi sementara aktivitas fisik rendah 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas fisik berat untuk mengalami sindrom metabolik setelah dikontrol faktor usia, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok.

ABSTRACT
Metabolic syndrome is a clustering of risk factors for cardiovascular disease whose prevalence is increasing in epidemic proportions worldwide, where the prevalence in Indonesia is about 13.13 . Changes in physical activity trends are among the factors that can affect the metabolic syndrome. It is estimated that there are 26.1 of Indonesian population who are classified as low in physical activity. This study aims to study the correlation between physical activity with metabolic syndrome in Indonesian adults. This study uses secondary data Riskesdas 2013. Regression analysis was performed on 34.321 samples and the resulting moderate physical activity may increase the risk up to 1.9 times higher and low physical activity may increase the risk up to 2.2 times higher than heavy physical activity for metabolic syndrome after adjusted for age, sex, and smoking."
2017
S67333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"ABSTRAK
Sindrom metabolik merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang dialami seseorang, meliputi obesitas, rendahnya kadar HDL, tingginya trigliserida, kadar gula darah puasa tinggi, dan hipertensi yang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit kardiovaskuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik di Puskesmas Bogor Timur, Kota Bogor Tahun 2013. Studi cross sectional ini berlangsung pada bulan Mei 2013, dengan jumlah sampel 301 orang yang merupakan anggota Posbindu di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Timur, Kota Bogor Tahun 2013, data yang dikumpulkan meliputi kadar kolesterol HDL, kadar trigliseride menggunakan alat rapid test lipid panel, data gula darah puasa, tekanan darah dan ukuran lingkar perut.
Untuk IMT menggunakan indeks BB/TB2. Data wawancara meliputi data umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, riwayat penyakit keluarga, IMT dan keluhan stress. Kemudian untuk data asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan asupan protein diperoleh menggunakan food recall 1 x 24 jam. Analisis data bivariat dengan uji chi square dan multivariat dengan cox regresi. Hasil studi menunjukkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 31.6%. Hasil analisis multivariat model kausalitas diperoleh ada hubungan antara aktifitas fisik ringan dengan kejadian sindrom metabolik dengan PR 2.0 (95% CI 1.31 - 3.18), setelah dikontrol variabel umur, indeks massa tubuh dan asupan energi.

ABSTRACT
The metabolic syndrome is a constellation of metabolic disturbances experience by a person, includes obesity, low HDL, high triglycerides, elevated fasting glucose and raised bood pressure which increase the risk of developing cardiovascular disease. This study aims to determine the prevalence and of metabolic syndrome at Puskesmas East Bogor City in 2013. Cross sectional study took place in May 2013, with total sample of 301 people who are members of Posbindu in work area at Puskesmas East Bogor, Bogor City in 2013. The data collected inculude HDL Cholesrol, triglyceride concentration using rapid test of lipid panel, fasting glucose, blood presure and abdominal circumference.
For BMI using index BB/TB2. Interview data includes data of age, sex, education, occupation, income, physical activity, smoking habits, family history, BMI and stress. The data energy intake, carbohydrate, fat, and protein intake were obtained using food recall 1x 24 hours. Analysis of bivarite data with chi square test and multivariate Cox regression. The results of study show prevalence of metabolic syndrome was 31.6%. Multivariate analysis models obtained with casuality relationship between light physical activity metabolic syndrome with PR 2.0 (95% CI 1.31 to 3.18), after controling age, body mass index and energy intake.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesa Irwana
"Peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8 dari total seluruh kematian secara global. Modifikasi gaya hidup seperti melakukan aktivitas fisik merupakan salah satu rekomendasi utama dalam penurunan tekanan darah. Dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat berkontribusi dalam penurunan tekanan darah. Namun demikian, di Indonesia proporsi aktivitas fisik kurang masih tinggi yaitu sebesar 26,1.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dan hipertensi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan data Riskesdas 2013. Analisis regresi linier dan regresi logistik dilakukan pada sampel 717.014 responden yang diperiksa tekanan darah sistolik dan diastolik pada pengukuran pertama, kedua dan ketiga Pertanyaan Riskesdas K05a, K06a dan K07a.
Hasil penelitian multivariabel didapatkan bahwa terdapat asosiasi antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dan hipertensi, dengan perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik pada responden yang melakukan aktivitas fisik lebih rendah dibandingkan dengan responden yang tidak melakukan aktivitas fisik. Semakin lama intensitas waktu aktivitas fisik, maka akan semakin besar penurunan tekanan darah sehingga risiko untuk mengalami hipertensi juga lebih kecil.

An increase of blood pressure is estimated to cause 7.5 million deaths or about 12.8 of the total global deaths. Lifestyle modifications such as physical activity is one of the main recommendations in decreasing blood pressure. By doing regular physical activity can contribute to the decrease of blood pressure. However, in Indonesia the proportion of less physical activity is still high at 26.1.
This study aims to see the relationship between physical activity with blood pressure and hypertension. This study is a quantitative study using secondary data of Riskesdas 2013. Linear regression and logistic regression analysis was performed on a sample of 717,014 respondents who examined systolic blood pressure and diastolic blood pressure at first, second and third measurements Question of Riskesdas K05a, K06a and K07a.
The result of multivariable research shows there is an association between physical activity with blood pressure and hypertension, the average difference of systolic blood pressure in respondents who do physical activity is lower than respondents who do not do physical activity. The longer of time intensity of physical activity, the greater decrease in blood pressure so the risk of hypertension is also smaller.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Hasanah
"Latar Belakang: Prevalensi DM di Indonesia beranjak naik dari tahun ke tahun, ini sesuai hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional penyakit DM sebesar 1,1% dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 2,1%. Sedangkan aktivitas fisik sebagai salah satu faktor risiko Diabetes Melitus tipe 2 prevalensi mengalami penurunan yaitu dari 48,2% menjadi 26,1% (Litbangkes 2013). Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara aktifitas fisik dengan DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013, Metode: Desain study cross sectional, dilaksanakan pada bulan bulan Mei-Juni tahun 2015, total sampel sebesar 22.779 orang, analisis data menggunakan uji regresi logistik. Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan Diabetes Melitus tipe 2 dengan uji statistik (OR=1,069: CI 95% : 0,978 – 1,167).

Background: The prevalence of DM in Indonesia is rising from year to year, this according to the results of Health Research (Riskesdas) in 2007 showed a national prevalence of 1.1% DM disease and by 2013 had increased to 2.1%. While physical activity as a risk factor for type 2 diabetes mellitus prevalence decreased from 48.2% to 26.1% (Research 2013). Objective: To determine the relationship between physical activity and type 2 diabetes in Indonesia based on data Riskesdas In 2013, Methods: cross sectional study, conducted in the month of May-June 2015, a total sample of 22 779 people, data analysis using logistic regression. Results: The study showed that there was no significant association between physical activity with diabetes mellitus type 2 with a statistical test (OR = 1.069: 95% CI: 0.978 to 1.167)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Pramudita Faddila
"ABSTRAK
Kegiatan aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang seimbang adalah upaya untuk menekan angka overweight pada masa anak-anak agar tidak berlanjut menjadi obesitas maupun penyakit degenaratif lainnya. Secara global, sebanyak 42 juta anak mengalami overweight pada tahun 2015 dan angka kegemukan di Indonesia sekitar 10,8 pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan konsumsi dengan kejadian overweight pada anak usia 10-12 tahun di Indonesia tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2013 dengan desain studi cross sectional dimana sampel penelitian sebanyak 49.620 anak. Hasil penelitian menunjukkan 14,5 anak mengalami overweight. Hanya aktivitas fisik yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian overweight p=0,014 , sedangkan konsumsi makanan berisiko p=0,518 serta buah dan sayur p=0,693 tidak signifikan terhadap kejadian overweight. Anak yang kurang aktif berisiko 1,11 kali 95 CI= 1,02 ndash;1,21 untuk menjadi overweight dibandingkan dengan anak yang aktif. Hasil analisis multilevel menunjukkan variasi kejadian overweight antar provinsi lebih besar jika dibandingkan dengan faktor risiko pada level individu MOR=1,37 . Kejadian overweight berhubungan dengan aktivitas fisik yang dilakukan anak-anak, sedangkan konsumsi tidak memiliki hubungan yang bermakna. Dibutuhkan strategi dan sosialisasi aktivitas fisik pada anak dengan melibatkan berbagai sektor dan built environment agar anak lebih aktif untuk mengurangi kejadian overweight.

ABSTRACT
Physical activity and balanced food consumption is an attempt to reduce overweight in childhood so as not to continue to be obese or other degenerative diseases. Globally, 42 million children are overweight by 2015 and overweight in Indonesia is around 10.8 in 2013. The purpose of this study was to examine the association between physical activity and consumption with overweight among children aged 10 12 years in Indonesia 2013. This study uses secondary data Riskesdas 2013 with a cross sectional study design where the sample of research is 49,620 children. The results showed 14.5 of respondents had overweight. Only physical activity had significant association with overweight p 0,014 , whereas risky food consumption p 0,518 with fruit and vegetable consumption p 0,693 was not significant. Less active respondents were at risk 1.11 times 95 CI 1.02 1.21 to become overweight compared with active respondents. Multilevel analysis results show that variation in overweight between provinces is greater when compared to risk factors at the individual level MOR 1.37 . Overweight are related to the physical activity of children, while consumption is unrelated. It needed strategy and promotion of physical activity in children by involving parents and built environment to make children more active to reduce overweight."
2018
T51426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Dwi Yulianto
"

Abstrak

Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Sekumpulan faktor risiko yang dapat berinteraksi bersama terdiri dari obesitas sentral, kadar trigliserida tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, kadar GDP tinggi, dan hipertensi dikenal dengan istilah sindrom metabolik (IDF, 2006). Seseorang yang mengalami sindrom metabolik mempunyai peluang 3 kali untuk mengalami serangan jantung dan stroke (IDF, 2006). Sementara, menurut IDF (2006)diestimasi bahwa 20-25% penduduk dewasa di dunia mengalami sindrom metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sindrom metabolik dengan kejadian stroke pada penduduk berusia ≥ 15 tahun di Indonesia setelah dikontrol oleh variabel kovariat. Desain studi penelitian yaitu potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh sebesar 24.451 responden. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh proporsi stroke berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,2%. Proporsi sindrom metabolik diperoleh sebesar 24,4%. Hasil analisis multivariat diperoleh hubungan yang signifikan antara sindrom metabolik dengan kejadian stroke (nilai p = 0,000) dengan aPOR sebesar 2,415 (95% CI: 1,883-3,099) dan diperoleh adanya variabel confounding yaitu variabel jenis kelamin dan usia. Sindrom metabolik dapat menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan dalam upaya pencegahan dan pengendalian stroke di Indonesia.

Kata Kunci: Sindrom Metabolik; Stroke; Riskesdas 2018

 


Abstract

Stroke is a non-communicable disease that becomes one of public health problems in the world, including in Indonesia. A group of risk factors that can be interacted together including central obesity, high triglyceride levels, low HDL levels, high GDP levels, and hypertension are known as metabolic metabolism (IDF, 2006). The person who has metabolic syndrome has a chance 3 times to have heart attacks and strokes (IDF, 2006). Meanwhile, according to IDF (2006) it is estimated that 20-25% of the adult population in the world having metabolic syndrome. This research aims to study the relationship between metabolic syndrome and stroke event in population aged ≥ 15 years old in Indonesia after being controlled by covariate variables. The design study of this research is cross sectional using data from Riskesdas 2018. The sample of this research that met the inclusion and exclusion criteria was 24,451 respondents. Based on the result of the analysis, the proportion of strokes based on the doctor's diagnosis is 1.2%. The proportion of metabolic syndrome obtained is 24.4%. The results of multivariate analysis obtained a significant relationship between metabolic syndrome and stroke event (p = 0,000) with aPOR of 2,415 (95% CI: 1,883-3,099) and obtained confounding variables such as gender and age. Metabolic syndrome can be an important factor to consider in efforts to prevent and control stroke event in Indonesia.

Keywords: Metabolic Syndrome; Stroke; Riskesdas 2018

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Areta Trustha
"Sindrom metabolik atau sindrom X merupakan kondisi yang berpotensi meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit tidak menular. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi sindrom metabolik di Indonesia mencapai 39% dan lebih banyak terjadi pada wanita. Gaya hidup berpotensi mempengaruhi terjadinya sindrom metabolik. Namun, penelitian terdahulu tentang hubungan gaya hidup yang meliputi aktivitas fisik, pola makan dan merokok terhadap sindrom metabolik menunjukkan hasil yang beragam. Selain itu, belum ada penelitian tentang sindrom metabolik spesifik pada populasi wanita di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan kejadian sindrom metabolik pada wanita usia ≥15 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan sumber data dari Riskesdas 2018. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sindrom metabolik pada wanita usia ≥15 tahun di Indonesia sebesar 37,6%. Umur berhubungan signifikan dengan kejadian sindrom metabolik pada wanita (PR=1,711; 95% CI=1,640-1,785; nilai P=0,001). Dalam penelitian ini, aktivitas fisik, merokok, konsumsi makanan manis, minuman manis, makanan berlemak, soft drink, buah, dan sayur tidak terbukti berhubungan secara statistik dengan sindrom metabolik. Karena tingginya prevalensi sindrom metabolik pada wanita di Indonesia, perlu untuk meningkatkan program skrining, seperti pengukuran lingkar perut, tekanan darah, dan gula darah secara rutin. Selain itu, perlu untuk menerapkan gaya hidup sehat bagi wanita untuk mencegah terjadinya sindrom metabolik.

Metabolic syndrome or syndrome X is a condition that can increase a person's risk of developing non-communicable diseases. Based on Riskesdas 2013 data, the prevalence of metabolic syndrome in Indonesia reaches 39% and is more prevalent in women. Lifestyle has the potential to influence the incidence of metabolic syndrome. However, previous research on the relationship between lifestyle including physical activity, diet and smoking on metabolic syndrome has shown mixed results. In addition, there has been no research on specific metabolic syndrome in women in Indonesia. This study aims to determine the relationship between lifestyle and the incidence of metabolic syndrome in women aged ≥15 years in Indonesia. The study design used was cross-sectional with data sources from Riskesdas 2018. The results showed that the prevalence of metabolic syndrome in women aged ≥15 years in Indonesia was 37.6%. Age is significantly associated with the incidence of metabolic syndrome in women (PR=1.711; 95% CI=1.640-1.785; P=0.001). In this study, physical activity, smoking, consumption of sweet foods, sweet drinks, fatty foods, soft drinks, fruit and vegetables were not statistically proven to be associated with metabolic syndrome. Due to the high prevalence of metabolic syndrome among women in Indonesia, it is necessary to improve screening programs, such as routine measurements of abdominal circumference, blood pressure and blood sugar. In addition, it is necessary to adopt a healthy lifestyle for women to prevent metabolic syndrome."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Widiastuti
"[ ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai faktor risiko perilaku (merokok, aktivitas fisik
dan diet) dengan penyakit jantung dan pembuluh darah (penyakit jantung koroner
dan stroke) pada usia ≥40 tahun di Indonesia tahun 2013. Berdasarkan data
estimasi WHO, 17,5 juta orang meninggal di dunia karena penyakit
kardiovaskuler (7,4 juta karena penyakit jantung koroner dan 6,7 juta akibat
stroke pada tahun 2012). Perilaku memegang peranan penting dalam
mempengaruhi kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menilai pengaruh faktor risiko perilaku (merokok, aktivitas fisik
dan diet) dengan kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah pada usia ≥40
tahun. Penelitian bersifat kuantitatif, dengan desain studi cross sectional,
menggunakan data sekunder Riskesdas Tahun 2013. Sampel penelitian ini adalah
semua individu yang berusia ≥40 tahun yang menjadi responden dalam Riskesdas
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku merokok dan aktivitas fisik
memiliki hubungan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, sedangkan diet
tidak sehat memiliki risiko yang lebih rendah. Faktor yang berperan besar
terhadap penyakit jantung koroner adalah merokok (yang merokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok, pada laki-laki OR: 1,32 dan perempuan OR: 1,63).
Sedangkan untuk stroke, faktor aktivitas fisik yang memiliki risiko yang lebih
besar terhadap kejadian stroke (yang berperilaku kurang gerak dibandingkan
dengan yang beraktivitas fisik cukup, pada laki-laki OR: 2,01 dan perempuan OR:
2,60). Oleh sebab itu, memulai gaya hidup sehat akan sangat membantu dalam
mencegah ketiga penyakit ini begitupun penyakit lainnya.
ABSTRACTThis thesis discusses the behavioral risk factors (smoking, physical activity and
diet) with heart and blood vessel disease (coronary heart disease and stroke) at age
≥40 years in Indonesia in 2013. According to the WHO estimates, 17.5 million
people died in world as cardiovascular disease (7.4 million due to coronary heart
disease and 6.7 million from stroke in 2012). Behavior plays an important role in
influencing the incidence of heart disease and blood vessels. The purpose of this
study was to assess the effects of behavioral risk factors (smoking, physical
activity and diet) and the incidence of heart disease and blood vessels at age ≥40
years. The research is quantitative, with cross sectional study design, using
secondary data Riskesdas 2013. The sample was all individuals aged ≥40 years
who were respondents in Riskesdas 2013. The results showed that smoking
behavior and physical activity linked to heart disease and blood vessels, whereas
an unhealthy diet have a lower risk. Factors that played a major role against
coronary heart disease is smoking (smoking compared with non-smokers, in men
OR: 1,32 and women OR: 1.63). As for stroke, physical activity factors that have
a greater risk for stroke (which behaves less movement compared with sufficient
physical activity, in men OR: 2,01 and women OR: 2.60). Therefore, start a
healthy lifestyle will be very helpful in preventing this disease as well as the three
other diseases.;This thesis discusses the behavioral risk factors (smoking, physical activity and
diet) with heart and blood vessel disease (coronary heart disease and stroke) at age
≥40 years in Indonesia in 2013. According to the WHO estimates, 17.5 million
people died in world as cardiovascular disease (7.4 million due to coronary heart
disease and 6.7 million from stroke in 2012). Behavior plays an important role in
influencing the incidence of heart disease and blood vessels. The purpose of this
study was to assess the effects of behavioral risk factors (smoking, physical
activity and diet) and the incidence of heart disease and blood vessels at age ≥40
years. The research is quantitative, with cross sectional study design, using
secondary data Riskesdas 2013. The sample was all individuals aged ≥40 years
who were respondents in Riskesdas 2013. The results showed that smoking
behavior and physical activity linked to heart disease and blood vessels, whereas
an unhealthy diet have a lower risk. Factors that played a major role against
coronary heart disease is smoking (smoking compared with non-smokers, in men
OR: 1,32 and women OR: 1.63). As for stroke, physical activity factors that have
a greater risk for stroke (which behaves less movement compared with sufficient
physical activity, in men OR: 2,01 and women OR: 2.60). Therefore, start a
healthy lifestyle will be very helpful in preventing this disease as well as the three
other diseases.;This thesis discusses the behavioral risk factors (smoking, physical activity and
diet) with heart and blood vessel disease (coronary heart disease and stroke) at age
≥40 years in Indonesia in 2013. According to the WHO estimates, 17.5 million
people died in world as cardiovascular disease (7.4 million due to coronary heart
disease and 6.7 million from stroke in 2012). Behavior plays an important role in
influencing the incidence of heart disease and blood vessels. The purpose of this
study was to assess the effects of behavioral risk factors (smoking, physical
activity and diet) and the incidence of heart disease and blood vessels at age ≥40
years. The research is quantitative, with cross sectional study design, using
secondary data Riskesdas 2013. The sample was all individuals aged ≥40 years
who were respondents in Riskesdas 2013. The results showed that smoking
behavior and physical activity linked to heart disease and blood vessels, whereas
an unhealthy diet have a lower risk. Factors that played a major role against
coronary heart disease is smoking (smoking compared with non-smokers, in men
OR: 1,32 and women OR: 1.63). As for stroke, physical activity factors that have
a greater risk for stroke (which behaves less movement compared with sufficient
physical activity, in men OR: 2,01 and women OR: 2.60). Therefore, start a
healthy lifestyle will be very helpful in preventing this disease as well as the three
other diseases., This thesis discusses the behavioral risk factors (smoking, physical activity and
diet) with heart and blood vessel disease (coronary heart disease and stroke) at age
≥40 years in Indonesia in 2013. According to the WHO estimates, 17.5 million
people died in world as cardiovascular disease (7.4 million due to coronary heart
disease and 6.7 million from stroke in 2012). Behavior plays an important role in
influencing the incidence of heart disease and blood vessels. The purpose of this
study was to assess the effects of behavioral risk factors (smoking, physical
activity and diet) and the incidence of heart disease and blood vessels at age ≥40
years. The research is quantitative, with cross sectional study design, using
secondary data Riskesdas 2013. The sample was all individuals aged ≥40 years
who were respondents in Riskesdas 2013. The results showed that smoking
behavior and physical activity linked to heart disease and blood vessels, whereas
an unhealthy diet have a lower risk. Factors that played a major role against
coronary heart disease is smoking (smoking compared with non-smokers, in men
OR: 1,32 and women OR: 1.63). As for stroke, physical activity factors that have
a greater risk for stroke (which behaves less movement compared with sufficient
physical activity, in men OR: 2,01 and women OR: 2.60). Therefore, start a
healthy lifestyle will be very helpful in preventing this disease as well as the three
other diseases.]"
Universitas Indonesia, 2015
S62264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Meutia
"Permasalahan disabilitas terus meningkat seiring dengan bertambahnya beban penyakit. Peningkatan jumlah penduduk yang mengalami disabilitas telah menyebabkan kekhawatiran terhadap beban sosial dan ekonomi, yang diakibatkan karena menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang disebabkan karena penyakit. Secara global, pada tahun 2017 terdapat sekitar 2,4 milyar penduduk di dunia yang mengalami disabilitas. Peningkatan disabilitas tersebut, 80% disebabkan penyakit tidak menular. Sindrom metabolik menjadi salah satu fokus dalam berbagai penelitian tentang faktor risiko disabilitas. Hal ini disebabkan karena sindrom metabolik merupakan sekelompok kelainan metabolik dan vaskular yang menjadi sinyal dini terhadap peningkatan potensi terjadi disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara sindrom metabolik dengan kejadian disabilitas pada penduduk usia produktif (18-59) tahun di Indonesia. Penelitian cross sectional ini dilakukan terhadap 19250 responden yang telah diwawancara dalam Riskesdas 2018, dan dianalisis dengan metode kompleks survey. Responden dalam penelitian ini mayoritas berusia dewasa antara 26-59 tahun, dengan responden berjenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan pria. Responden terbanyak adalah responden yang bekerja, dan jarang mengkomsumsi makanan berisiko. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas adalah 25% dan prevalensi sindrom metabolik 27,3%. Prevalensi sindrom metabolik yang mengalami disabilitas adalah 27,4%. Selanjutnya diketahui bahwa sindrom metabolik berhubungan signifikan dengan kejadian disabilitas tanpa ada variabel kovariat yang dapat mengganggu efek tersebut. Untuk mencegah terjadinya disabilitas, berbagai upaya pencegahan dan pengendalian timbulnya berbagai komponen sindrom metabolik pada usia produktif perlu lebih diperhatikan, sehingga dapat ditingkatkan kualitas penduduk usia produktif yang menjadi harapan bahkan tulang punggung baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Permasalahan disabilitas terus meningkat seiring dengan bertambahnya beban penyakit. Peningkatan jumlah penduduk yang mengalami disabilitas telah menyebabkan kekhawatiran terhadap beban sosial dan ekonomi, yang diakibatkan karena menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang disebabkan karena penyakit. Secara global, pada tahun 2017 terdapat sekitar 2,4 milyar penduduk di dunia yang mengalami disabilitas. Peningkatan disabilitas tersebut, 80% disebabkan penyakit tidak menular. Sindrom metabolik menjadi salah satu fokus dalam berbagai penelitian tentang faktor risiko disabilitas. Hal ini disebabkan karena sindrom metabolik merupakan sekelompok kelainan metabolik dan vaskular yang menjadi sinyal dini terhadap peningkatan potensi terjadi disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara sindrom metabolik dengan kejadian disabilitas pada penduduk usia produktif (18-59) tahun di Indonesia. Penelitian cross sectional ini dilakukan terhadap 19250 responden yang telah diwawancara dalam Riskesdas 2018, dan dianalisis dengan metode kompleks survey. Responden dalam penelitian ini mayoritas berusia dewasa antara 26-59 tahun, dengan responden berjenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan pria. Responden terbanyak adalah responden yang bekerja, dan jarang mengkomsumsi makanan berisiko. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas adalah 25% dan prevalensi sindrom metabolik 27,3%. Prevalensi sindrom metabolik yang mengalami disabilitas adalah 27,4%. Selanjutnya diketahui bahwa sindrom metabolik berhubungan signifikan dengan kejadian disabilitas tanpa ada variabel kovariat yang dapat mengganggu efek tersebut. Untuk mencegah terjadinya disabilitas, berbagai upaya pencegahan dan pengendalian timbulnya berbagai komponen sindrom metabolik pada usia produktif perlu lebih diperhatikan, sehingga dapat ditingkatkan kualitas penduduk usia produktif yang menjadi harapan bahkan tulang punggung baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.

Disability problems continuing to increase along with the increasing burden of disease. The increase in the number of people with disabilities has caused concern about the social and economic burden, which is caused by the decline in the quality of public health caused by disease. Globally, in 2017 there are around 2.4 billion people in the world who experience disabilities. 80% of the increase in disability is due to non-communicable diseases. Metabolic syndrome has become one of the focuses in various studies on risk factors for disability. This is because the metabolic syndrome is a group of metabolic and vascular disorders which are an early signal of an increased potential for disability. The purpose of this study was to see the relationship between metabolic syndrome and the incidence of disability among the productive age population (18-59) years in Indonesia. This cross-sectional study was conducted on 19,250 respondents who had been interviewed in the 2018 Riskesdas, and analyzed using the complex survey method. The majority of respondents in this study were adults aged between 26-59 years, with more female than male respondents. Most respondents are work, and rarely consume risky foods. The results of the analysis show that the prevalence of disability is 25% and the prevalence of metabolic syndrome is 27.3%. The prevalence of metabolic syndrome with disabilities is 27.4%. Furthermore, it is known that metabolic syndrome is significantly related to the incidence of disability without any covariate variables that can interfere with this effect. To prevent the occurrence of disability, various efforts to prevent and control the occurrence of various components of the metabolic syndrome at productive age need to be given more attention, so that the quality of the productive age population can be improved, which is even the backbone of both themselves and their families."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangga Agung Satrya
"Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang diperkirakan sebesar 25,8 di Indonesia pada tahun 2013 Riskesdas, 2013 . Sebanyak 87 kasus TB baru terjadi di 30 negara dengan beban TB yang tinggi. Enam negara menyumbang 60 dari kasus TB yaitu India, Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan WHO, 2016 . Salah satu faktor yang mempengaruhi hipertensi pada seseorang adalah penyakit ginjal atau infeksi pada ginjal dengan waktu yang lama, dan TB tidak hanya menyerang paru, tetapi bisa pada organ-organ lainnya dan salah satunya adalah ginjal NHS, 2016; WHO, 2016 . Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan status Tuberkulosis TB dengan perbedaan tekanan darah pada orang dewasa di Indonesia pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2013. Analisis regresi linear dan regresi logistik dilakukan pada sampel 38.002 subjek dengan tidak mempedulikan status TB yang dimiliki subjek yang diperiksa tekanan darah dan glukosa darahnya. Hasil penelitian ini menunjukkan tekanan darah pada subjek yang di diagnosis TB setelah di adjust dengan variabel glukosa darah, umur, jenis kelamin, dan status ekonomi lebih rendah 1,9 mmHg 95 EI -6,0 ndash; 2,2 dibandingkan dengan subjek yang tidak di diagnosis TB dan Rasio odds hipertensi pada subjek yang di diagnosis TB setelah di adjust dengan variabel glukosa darah, umur, jenis kelamin, dan status ekonomi 0,94 lebih rendah 95 EI 0,58 ndash; 1,52 dibandingkan dengan subjek yang tidak di diagnosis TB.

Hypertension is one of risk factors that was expected as 25,8 in Indonesia on 2013 Riskesdas, 2013 . New cases of TB happened in 30 countries with high TB burden. Six countries which contributed 60 of TB cases are India, Indonesia, China, Nigeria, and South Africa WHO, 2016 . A factor which encourages hypertension on someone is kidney disease or infection which happens in a long time, and TB doesn 39 t only attack the lungs, but also other organs such as kidney NHS, 2016 WHO, 2016 . This research 39 s purpose is to understand association between TB status with blood pressure rsquo s differences in indonesia on 2013. This research used data riskesdas. Linear regression analysis and logistic regression were used on 38002 sample subject regardless of the TB status whose blood pressure and glucose rate were examined. The results of this study showed that the blood pressure in subjects who were diagnosed with tuberculosis after adjusting for blood glucose, age, sex, and economic status is lower 1.9 mmHg 95 EI 6.0 2.2 than the subjects who were not diagnosed with TB and hypertension odds ratios in subjects who were diagnosed with tuberculosis after adjusting for blood glucose, age, sex, and economic status were 0.94 lower 95 EI 0.58 to 1.52 than the subjects who were not diagnosed with TB."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>