Ditemukan 60055 dokumen yang sesuai dengan query
Dewi Sekar Tanjungsari
"Seseorang dapat menjadi orang tua meskipun tidak memiliki anak kandung. Dengan adanya adopsi, kekuasaan orang tua kandung terhadap anak pun hilang dan beralih kepada orang tua angkat. Orang tua angkat mempunyai tanggung jawab hukum sebagai orang tua atas anak yang sebenarnya bukan anak kandungnya tersebut. Adopsi dapat dibatalkan apabila proses adopsi tidak sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau jika terjadi masalah dalam pelaksanaan adopsi. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor : 239/Pdt.G/2013/PN.BTM, adopsi dibatalkan karena ternyata orang tua angkat tidak memenuhi persyaratan adopsi dan melakukan penyembunyian fakta berkaitan dengan identitas dan keberadaan anak angkat. Di samping itu, pelaksanaan adopsi tidak dijalankan dengan penuh tanggung jawab oleh orang tua angkat karena anak angkat diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara. Permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang berbentuk yuridis-normatif dengan hasil penelitian deskriptif. Dari analisis tersebut disimpulkan bahwa putusan hakim yang mengabulkan gugatan pembatalan adopsi sudah tepat. Akan tetapi putusan hakim yang tidak mengembalikan anak kepada ibu kandungnya pasca pembatalan adopsi, dan justru memberikan hak perwalian kepada pihak lain yang tidak memenuhi kriteria sebagai wali, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Some people can become parents eventhough they do not have any biological child. Through adoption, the power of the biological parents of children disappears and switches to adoptive parents. Adoptive parents take on the legal responsibilities as parent of a child who is not their biological child. Adoption can be annulled if the adoption process is not according to the procedures stipulated by legislation or if there is a problem in the implementation of adoption. In the Batam District Court Decision Number 239 Pdt.G 2013 PN.BTM, the adoption is annulled because the adoptive parents do not meet the requirements of adoption and make a concealment of facts relating to the identity and whereabouts of the adopted child. In addition, adoption implementation is not carried out with full responsibility by adoptive parents as an adopted children are handed over to other parties to raise. Those problems are analyzed by using literature research method in the form of juridical normative with descriptive research result. From the analysis, it is concluded that the judges 39 decision to grant the adoption 39 s annulment suit is appropriate. However, the decision of judges who do not return the child to her biological mother after the annulment of adoption, and instead gives guardianship rights to other parties who do not meet the criteria as guardians, does not comply with the applicable laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68370
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizky Ramadhanti
"Dalam setiap perkawinan semua orang menginginkan keturunan akan tetapi pada kenyataannya tidak semua keluarga mendapatkannya, untuk itu dapat dilakukan suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak. Pengangkatan anak dilakukan dengan mengajukan permohonan penetapan pengadilan sesuai dengan persyaratan dan tatacara yang diatur dalam perundang-undangan, yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban antara anak angkat dan orang tua angkat. Namun, bagaimana dengan hak-hak anak angkat tersebut jika terjadi pembatalan penetapan pengangkatan anak, mengingat tujuan pengangkatan anak selain untuk mendapatkan keturunan juga untuk mensejahterakan kehidupan anak serta melindungi hak-hak anak. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai persyaratan dan tatacara pengangkatan anak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta hak-hak anak dalam hal terjadi pembatalan penetapan pengangkatan anak. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan menggunakan metode kepustakaan dan analisis kasus dengan mengumpulkan data sekunder. Analisa kasus dilakukan terhadap Putusan Pengadilan Nomor 239/Pdt.G/2013/PN.BTM Tentang Pembatalan Pengangkatan Anak, dimana akibat dari tidak terpenuhinya persyaratan dan tatacara pengangkatan anak yang diatur dalam perundang-undangan dapat dimintakan pembatalan, selain itu hakhak dan jaminan masa depan anak angkat juga menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut serta akibat dari pembatalan penetapan pengangkatan anak tersebut mengakibatkan hak dan kewajiban yang timbul antara anak angkat dan orangtua angkat menjadi hapus dan beralih ke orangtua yang diangkat oleh hakim sebagai wali melalui putusan pengadilan tersebut.
In every marriage everybody wants to have children but in reality, not all families can have it, in order to have it, one may take legal actions which is adopting achild. Adoption is done by applying for a court decision in accordance with the requirements and procedures established in the legislation, which resulted in the emergence of rights and obligations between the adopted child and the adoptive parents. However, what about the rights of the adopted child in case of adoption cancellation, given the purpose of adoption in addition to get a descent also for the welfare of a child's life as well as protecting the rights of children. In this research will be discussed about the requirements and procedures for adoption in accordance with the legislation, and also about the rights of the child in case of adoption cancellation. This study is juridicial normative and using literature and analysis methods over a case by collecting secondary data. Analysis of the case conducted from Court's verdict No. 239 / Pdt.G / 2013 / PN.BTM About Adoption Cancellation, where the effect of the non-fulfillment of the requirements and procedures for adoption set out in legislation may be requested cancellation, judge in deciding the case also considered about the rights and guarantee the future of the adopted child, as well as a result of the adoption cancellation of the determination resulting in rights and obligations between the adopted child and the adoptive parents be removed and redirected to a parent who was appointed by the judge as a trustee by the court's verdict."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46615
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
I Gusti Ayu Citra Sari Dewi
"Alasan peneliti melakukan penelitian ini karena kewajiban pemberitahuan terjadinya perwalian anak yang belum dewasa dengan penetapan Hakim ke Balai Harta Peninggalan Jakarta oleh Pengadilan Negeri tidak dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 369 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Metode dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Untuk studi kepustakaan, dilakukan dengan menelaah bahan-bahan kepustakaan yang dapat menunjang teori dan fakta terkait permasalahan yang sedang diteliti. Bahan penelitian yang digunakan adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan untuk wawancara, pihak yang akan dijadikan narasumber, yaitu pihak Balai Harta Peninggalan Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan Hakim Pengadilan Negeri Bogor. Metode analisa data yang digunakan dilakukan secara kualitatif dengan hasil penelitian berbentuk deskriptif analisa, yaitu analisa yang digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan yang lebih mendalam tentang permasalahan yang diteliti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan kewajiban pemberitahuan kepada Balai Harta Peninggalan oleh Pengadilan Negeri tidak dilaksanakan dengan maksimal, bahkan dengan penetapan wali Golongan Tionghoa. Akibatnya pelaksanaan peran Balai Harta Peninggalan sebagai Wali Pengawas menjadi terhambat dan tidak berjalan dengan maksimal. Hal ini diperburuk dengan tidak ada undang-undang yang mengakomodasi kewajiban pemberitahuan telah terjadinya perwalian yang ditetapkan Hakim kepada Balai Harta Peninggalan oleh Pengadilan Negeri untuk Golongan Bumiputera.
The reason the researcher conducts this research is because the notification obligation in the event of guardianship upon a minor with Judge 39 s order to the Property and Heritage Agency by the District Court was not executed under Article 369 paragraph 1 of the Civil Code. The method of this research is normative Jurisdictional with the data collection using library research and interview. The library research is performed by examining literatures which can support theories and facts concerning the issue being researched. Sources used are the Civil Code, Article 1 of 1974 of the Marriage Act, and other laws concerning this research. For the interview, the party which will be the interviewees are the Jakarta Property and Heritage Agency, South Jakarta District Court, West Jakarta District Court, East Jakarta District Court, and Bogor District Court. The method of data analysis is qualitative while the result is in the form of a descriptive analysis, which is an analysis used to acquire more in depth information and explanation on the issue being researched. This research concludes that the execution of notification obligation to the Property and Heritage Agency by the District Court was not performed maximally, even with the custody of the Chinese. As a result, the execution of the Property and Heritage Agency 39 s role as the supervisory guardian was late and did not performed maximally. This is worsen by the absence of legislation that accommodate notification obligation on the guardianship ordered by the Judge to the Property and Heritage Agency by the District Court for the native."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tazkya Rizqyta Radhwa
"Saham dikategorikan sebagai benda bergerak dan melekat hak kebendaan kepada pemiliknya sehingga dapat dialihkan kepemilikannya. Pengalihan saham melalui waris kepada anak memberikan hak dan kewajiban pemegang saham kepada anak, akan tetapi pelaksanaan hak dan kewajiban pemegang saham merupakan tindakan hukum yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang cakap hukum. Anak merupakan subjek hukum yang belum berusia dewasa sehingga belum cakap hukum. Dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai pemegang saham dibutuhkan wali yang sah untuk mewakilkan anak dalam tindakan hukum. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kualitatif. Terdapat perbedaan konsep antara hukum perwalian dalam KUH Perdata dan UU Perkawinan, dimana perwalian menurut KUH Perdata dapat dilakukan salah satunya oleh orang tua, sedangkan pada UU Perkawinan perwalian tidak dapat dilakukan oleh orang tua karena perwalian hanya dilakukan ketika orang tua tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua. Wali tidak diperbolehkan untuk memindahkan hak atas kekayaan anak yang berada di bawah perwaliannya, namun dengan pengecualian bahwa hal tersebut dilakukan untuk kepentingan anak. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan mengenai hukum keluarga, perwalian, dan pewarisan perdata di Indonesia ditinjau dari KUH Perdata dan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan bagaimana pengaturan mengenai saham Perseroan Terbatas dan Pengalihan Hak atas Saham Perseroan Terbatas di Indonesia. Tulisan ini juga akan menganalisis bagaimana perwalian dilakukan sebagai akibat dari pengalihan saham sebagai objek waris kepada anak dan bagaimana wali atas dasar kepentingan anak diperbolehkan untuk memindahkan hak atas kekayaan anak di bawah perwaliannya. Penelitian ini akan menjawab permasalahan tersebut dengan menganalisis pada Pengadilan Negeri Gianyar Penetapan No. 108/Pdt.P/2020/PN Gin.
Shares are categorized as movable property and bestow proprietary rights on their owners, allowing for the transfer of ownership. The transfer of shares through inheritance to a child grants the rights and obligations of a shareholder to the child, but the exercise of these rights and obligations is a legal act that can only be performed by someone who is legally competent. A child, being a legal subject who is not yet of age, is not legally competent. To exercise the rights and obligations as a shareholder, a legally authorized guardian is needed to represent the child in legal actions. This article is prepared using a doctrinal research method with a qualitative approach. There is a legal dualism in guardianship law, where according to the Civil Code, guardianship can be performed by parents, among others, while under the Marriage Law, guardianship cannot be performed by parents because it is only carried out when parents are unable to fulfill their duties. A guardian is not allowed to transfer rights over a child's property under their guardianship, except in cases where it is in the child's interest. The issue addressed in this article is how the regulations regarding family law, guardianship, and civil inheritance in Indonesia are examined based on the Civil Code and Law No. 1 of 1974 concerning Marriage, as well as how the regulations regarding shares of a Limited Liability Compan and the Transfer of Rights to Shares of a Limited Liability Company are in Indonesia. This article also analyzes how guardianship is exercised as a result of the transfer of shares as an inheritance object to a child and how a guardian, based on the child's interest, is permitted to transfer rights over the child's property under their guardianship. This research will address these issues by analyzing the Gianyar District Court Determination No. 108/Pdt.P/2020/PN Gin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Inggrid Istami
"Tradisi pengangkatan anak (adopsi) di kalangan masyarakat Indonesia tumbuh dengan berbagai aturan dan sistem hukum di Indonesia. Pengaturan tentang adopsi diatur dalam beberapa aturan hukum, seperti Staatsblad 1917 Nomor 129, hukum Islam, hukum adat dan Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Anak. Tulisan ini akan membahas mengenai bagaimana pengangkatan anak menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan Indonesia dan apakah penetapan Pengadilan Agama Cilegon No. 40/Pdt.P/2012/PA.Clg telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk pembuatan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Sebagai kesimpulannya, pengangkatan anak dalam hukum Islam masuk dalam jenis pengangkatan anak minus plena sedangkan pengangkatan anak pada Staatblaad 1917 No. 129 termasuk jenis pengangkatan anak plena. Terkait dengan penetapan pengangkatan anak yang dikeluarkan Pengadilan Agama Cilegon, putusan tersebut belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan pengangkatan anak di Indonesia karena terdapat persyaratan pengangkatan anak yang belum terpenuhi.
Indonesian people had known adoption as a tradition in the various rules of law. The regulations of adoption is stipulated in several regulation among others 1917 No. 129, Islamic law, customary law, and Indonesian law. This paper will discuss about child adoption according to Islamic law and Indonesian law and whether Cilegon‟s Religious Court Decision No. 40/Pdt.P/2012/PA.Clg is in line with the prevailing laws. For this paper, the writer use normative method. As a conclusion, adoption in Islamic law included in minus plena adoption whereas in 1917 No. 129 it is plena adoption. Regarding Cilegon‟s Religious Court Decision, it hasn‟t complied with the prevailing laws on child adoption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56107
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rimala Meylda
"Dalam perkara perceraian, sering kali para orang tua memohon untuk ditetapkan sebagai pemegang kuasa asuh atau wali atas anak-anaknya yang masih di bawah umur. Lalu apa perbedaan antara kuasa asuh dan perwalian? Seolah dapat saling dipertukarkan, banyak para orang tua dalam perkara perceraian yang memohon untuk ditetapkan hak perwalian terhadap anak kandungnya. Melalui gugatan perceraian dalam Putusan No. 39/PDT.G/2020/PN.TIM dan Putusan No. 383/Pdt.G/2018/PA.SMG Penulis akan membahas mengenai apakah perceraian mengakibatkan perwalian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia? Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif-analitis sehingga simpulan yang diperoleh berupa penjelasan eksplanatif. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam Putusan Nomor 39/PDT.G/2020/PN.TIM dan Putusan Nomor 383/Pdt.G/2018/PA.SMG tidak tepat jika dikabulkannya permohonan untuk ditetapkan hak perwalian anak terhadap Penggugat (selaku orang tua kandung dari anak yang belum dewasa). Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan, Pasal 45 UU Perkawinan, Pasal 98 KHI dan Pasal 105 KHI, Penggugat masih memiliki kekuasaan untuk memelihara anaknya, putusnya perkawinan akibat perceraian tidak menyebabkan kekuasaan orang tua berakhir karena kedua orang tua tetap memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai ia dewasa atau mampu berdiri sendiri. Selain itu, Berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Perkawinan dan Pasal 1 huruf h KHI suatu perwalian belum dapat timbul atas anak-anak tersebut karena tidak terpenuhinya salah satu unsur yaitu Anak tersebut tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Dengan demikian, putusnya ikatan perkawinan karena perceraian tidak menyebabkan perwalian melainkan adanya penguasaan hak asuh atau pemeliharaan anak.
In the divorce case, parents propose a plea to be the guardian of their under age child. What is the distinction between child custody and guardianship? Through a divorce lawsuit, this thesis explain about Does divorce will caused the guardianship to their children? The author will do a legal analysis based on Indonesian Law and case study of the decision of Timika District Court Number 39/PDT.G/2020/PN.TIM and The Decision of Semarang Religious Court Number 383/PDT.G/2018/PA.SMG. This thesis is written by the author using a normative-juridical approach with descriptive-analytical data analysis methods so that the conclusions obtained in the form of explanatory explanations. In this research based on the Decision of Timika District Court Number 39/PDT.G/2020/PN.TIM and The Decision of Semarang Religious Court Number 383/PDT.G/2018/PA.SMG, the author find out that it is inappropriate to grant a request for guardianship to the Plaintiff (as biological parents of under age child). Based on Article 41 and Article 45 of Marriage Law, Article 98 and Article 105 of Compilation of Islamic Law, The Plaintiff still has the power to look after his child, the breakup of marriage due to divorce does not cause parental power to end because both parents still have the obligation to care for and educate their children until he is an adult or able to stand alone. Based on the provisions of Article 50 of the Marriage Law and Article 1 letter h of Compilation of Islamic Law, a guardianship cannot yet arise from such children because one element is not fulfilled namely The child is not under the authority of the parent. Thus, the breaking of the marriage ties due to divorce does not cause guardianship but rather the possession of custody and child care."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library