Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173900 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miranti Lusyanash Firdaus
"Despite e commerce being one of the sectors that is rapidly developing, investing in Indonesia remains a challenge. The rapid development of the said sector has not been accompanied with the appropriate regulations. The regulations that govern e commerce can be considered very limited and the description of e commerce in such regulations is still very vague compared to the practice amongst the business actors. In light of these conditions, this research will focus on the analysis of the e commerce business field, specifically in relation to investment in e commerce together with the related institutions namely the Investment Coordinating Board, the Ministry of Communication and Informatics, and the Ministry of Trade. This research will compare various e commerce companies in Indonesia in relation to the practice. This research will also analyse on how the aforementioned institutions regulates e commerce specifically on how the business field is verified. From the prevailing regulations, e commerce can be classified into Marketplace and Online Retail. From this research, it can be concluded that even though there are two different categories, in practice there is no clear difference between these two groups. E commerce is a sector which involves several institutions and therefore the development within these institutions must go hand in hand.

E-commerce dianggap sebagai salah satu sektor yang berkembang dengan pesat. Namun melakukan investasi di Indonesia tetap dianggap sebagai tantangan. Hal ini disebabkan karena perkembangan tersebut tidak diimbangi dengan peraturan yang sepadan. Saat ini peraturan yang mengatur e-commerce masih sangat terbatas. Penjelasan atas e-commerce pada peraturan tersebut pun masih samar apabila dibandingkan dengan keadaan e-commerce yang terjadi diantara kalangan pelaku usaha. Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini akan membahas bidang usaha e-commerce dalam cakupan investasi serta institusi-institusi terkait seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Menteri Perdagangan. Dalam penelitian ini, akan dilakukan perbandingan beberapa perusahan e-commerce terkait penerapannya. Penelitian ini juga akan membahas bagaimana institusi-institusi yang telah disebutkan mengatur e-commerce dan bagaimana bidang usaha tersebut diverifikasi. Berdasarkan peraturan yang berlaku, e-commerce dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Marketplace dan Online Retail. Dapat disimpulkan bahwa walaupun terdapat dua kelompok yang berbeda, pada prakteknya pengelompokan usaha e-commerce masih campur aduk. E-Commerce adalah bidang yang melibatkan banyak instansi sehingga perkembangannya harus selaras satu sama lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S24577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Akbar Bari
"Penggunaan internet sebagai media perdagangan terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena berbagai manfaat yang didapat oleh perusahaan maupun konsumen dengan melakukan transaksi melalui internet atau yang lebih dikenal dengan E-commerce. Di Indonesia telah mulai penggunaannya oleh beberapa perusahaan, berkembangnya teknologi menciptakan suatu bisnis baru yaitu suatu mall online online marketplace yang digunakan oleh pelaku usaha untuk sarana proses jual beli secara online, jual beli online tidak akan dapat berjalan tanpa adanya pengiriman barang karena jual beli online tersebut umumnya dilakukan antar pulau yang memiliki jarak yang cukup jauh. faktanya terdapat terdapat salah satu e-commerce yang memberikan harga yang tidak masuk akal yaitu potongan yang sangat tinggi untuk subsidi pengiriman barang dimana potongan tersebut dibawah rata-rata harga yang diberikan oleh e-commerce lainnya. Sedangkan pengaturan dibidang e-commerce atau bisnis berbasis internet masih sangat sedikit dan hampir tidak ada perlindungan hukum tertulis bagi pelaku usaha online marketplace lainnya akibat adanya indikasi Jual Rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut. Maka dari hal tersebut dirasa perlu melakukan penelitian terkait Pengaturan atau Kebijakan KPPU terhadap para pelaku usaha dalam melakukan Pengawasan di sektor e-commerce dan Perlindungan Hukum bagi para Pelaku Usaha e-commerce lainnya yang dirugikan akibat kegiatan Predatory Pricing. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Perundangundangan, Pendekatan Konseptual, Pendekatan Kasus. Penentuan ada tidaknya jual rugi di Indonesia Tugas dan wewenang KPPU diatur dalam pasal pasal 35 dan pasal 36 UU No. 5 Tahun 1999. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada undang-undang yang menyangkut praktek-praktek kegiatan yang dilarang, perjanjian yang di larang dan posisi dominan Berdasarkan rumusan Pasal 20 UU No. 5 Tahun 1999, dapat diketahui bahwa tidak semua kegiatan jual rugi atau sangat murah tidaklah otomatis merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Dalam hal terjadi indikasi adanya tindakan predator, maka haruslah diperiksa apakah terdapat alasan-alasan yang dapat diterima dan yang membenarkan tindakan tersebut, dan apakah memang tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

The use of the internet as a medium of trade continues to increase from year to year, this is due to various benefits obtained by companies and consumers by conducting transactions via the internet or better known as E-commerce. In Indonesia, it has begun to be used by several companies, the development of technology creates a new business that is an online mall online marketplace that is used by businesses to process buying and selling online, buying and selling online will not be able to run without sending goods because of buying and selling online it is generally carried out between islands which have a considerable distance. the fact is that there is one e-commerce that provides an unreasonable price which is a very high discount for shipping subsidies where the discount is below the average price provided by other e-commerce. While regulations in the field of e-commerce or internet-based business are still very few and there is almost no written legal protection for other online marketplace businesses as a result of indications of Loss and Loss conducted by these business actors. Therefore, it is deemed necessary to conduct research related to the Regulation or Policy of KPPU on business actors in conducting Supervision in the e-commerce sector and Legal Protection for other e-commerce Business Actors who are disadvantaged due to Predatory Pricing activities. This study uses the Legislation Approach, Conceptual Approach, Case Approach. Determination of whether there is a sale or loss in Indonesia The duties and authority of KPPU are regulated in article 35 and article 36 of Law no. 5 of 1999. KPPU carries out its duties to supervise three things in the law concerning the practices of prohibited activities, prohibited agreements and dominant positions. Based on the formulation of Article 20 of Law No. 5 of 1999, it can be seen that not all resale or very cheap activities are not automatically unlawful acts. In the event of an indication of a predatory action, it must be checked whether there are acceptable reasons and justifications for the action, and whether the action can indeed lead to monopolistic practices and unfair business competition.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Winner
"Tulisan ini membahas mengenai perlunya berbagai bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat mengikuti setiap perkembangan dunia usaha khususnya dengan hadirnya teknologi yang mempertemukan konsumen dengan pelaku usaha dalam ruang perdagangan elektronik atau dikenal juga dengan istilah e-commerce. Pelaku Usaha yang memiliki e-commerce sering menggunakan Syarat dan Ketentuan Penggunaan Aplikasi sebagai perjanjian baku yang mengatur hubungan hukumnya dengan konsumen karena belum ada regulasi yang spesifik mengatur hubungan hukum kontraktual antara keduanya. Disisi lain, perjanjian baku yang berisi klausula baku ternyata ditemukan adanya pencantuman klausula baku yang berpotensi melanggar ketentuan perundang-undangan, salah satunya klausula yang memberikan hak kepada Pelaku Usaha PMSE untuk membaharui Syarat dan Ketentuan secara sepihak. Lebih lanjut, Pelaku Usaha PMSE juga mengakui telah melakukan pembaharuan Syarat dan Ketentuan tersebut dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan keinginan konsumen untuk mencapai posisi yang lebih setara dengan pelaku usaha semakin jauh dari kenyataan. Selain itu, tulisan ini juga menganalisis apakah aturan mengenai klausula baku sudah cukup komprehensif, baik mengenai rumusan ketentuan, unsur pasal, sanksi, penerapannya terhadap perilaku Pelaku Usaha PMSE serta perbandingan pengaturannya dibeberapa negara.  Tulisan ini menekankan bahwa hukum harus hadir untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, baik melalui langkah-langkah hukum yang tersedia di pengadilan, maupun lewat campur tangan negara melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

This article discusses the need for various of law protections for consumers so that any consumer protection systems or methods stay relevant with any developments in the business world, especially with the existence of technology that brings consumers and entrepreneurs into an electronic commerce space or also known as e-commerce. Entrepreneurs who own an e-commerce platform often use the Terms and Conditions as a standard contract that regulates their legal relationship with consumers because there are no specific regulations governing the contractual legal relationship between them. On the other hand, a standard contract containing standard clause, where that kind of clause have possibility to violate the statutory provisions, one of which was a clause that gave PMSE Entrepreneurs the right to unilaterally update or change the Terms and Conditions. Furthermore, PMSE Entrepreneurs in Indonesia also acknowledge that they have updated that kind of Terms and Conditions from time to time. This causes consumers' desire to achieve a more equal position with Entrepreneurs to be increasingly far from reality. On the other hand, this paper also analyzes whether the regulations regarding standard clauses are comprehensive enough, both regarding the formulation, elements of articles, sanctions, their application to PMSE Entrepreneurs and comparisons of regulations in regarding to Enterpreneur’s right to unilaterally change or update the contract in several countries. This article emphasizes that the law must be present to provide protection to consumers, through any available legal action existed in court, as well as the role of The State through Consumer Dispute Settlement Agencies and Ministry of Communication and Information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrizal Fahlevy
"Dalam beberapa tahun terakhir, Tik-Tok telah berkembang menjadi platform yang tidak hanya menyediakan konten video, tetapi juga fitur e-commerce melalui Tik-Tok Shop, yang memungkinkan pengguna berbelanja produk secara langsung. Namun, keberadaan Tik-Tok Shop memicu berbagai permasalahan, khususnya terkait dengan dugaan pelanggaran persaingan usaha, yang berpotensi merugikan pelaku usaha lokal dan UMKM di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2023 dalam konteks pengawasan persaingan usaha untuk memastikan keseimbangan dan keadilan dalam perdagangan elektronik. Tesis ini juga membahas dampak dari penggabungan kedua fungsi tersebut serta perlunya regulasi yang lebih tegas untuk menghindari dugaan praktik monopoli dan kompetisi yang tidak sehat, seperti predatory pricing yang dilakukan oleh pelaku usaha di Tik-Tok Shop. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan analisis kualitatif. Melalui kajian terhadap regulasi yang ada, penelitian ini menemukan bahwa peraturan yang berlaku belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengawasi praktik e-commerce yang diintegrasikan dengan social media. Rekonstruksi hukum yang diusulkan mencakup penegakan hukum yang lebih ketat terhadap praktik predatory pricing, penguatan posisi KPPU dalam mengawasi kegiatan social commerce, serta penetapan sanksi yang proporsional bagi orang yang diduga melanggar hukum persaingan.

In recent years, Tik-Tok has developed into a platform that not only provides video content but also e-commerce features through Tik-Tok Shop, which allows users to purchase products directly. However, the existence of the Tik-Tok Shop has triggered various problems, especially related to business competition violations, which can potentially harm local businesses and MSMEs in Indonesia. This research aims to analyze the implementation of the Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia Number 31 of 2023 in the context of monitoring business competition to ensure balance and fairness in electronic commerce. This thesis also discusses the impact of combining these two functions and the need for stricter regulations to avoid monopolistic practices and unhealthy competition, such as predatory pricing carried out by business actors in the Tik-Tok Shop. The research method used is normative legal research with a qualitative analysis approach. Through a review of existing regulations, this research found that the applicable rules are not yet fully capable of regulating and supervising e-commerce practices integrated with social media. The proposed legal reconstruction includes stricter law enforcement against predatory pricing practices, strengthening the KPPU's position in supervising social commerce activities, as well as establishing proportional sanctions for violators of competition law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Mokoari
"

Penelitian ini mengambil permasalahan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang informasi dan transaksi elektronik terkait e-commerce pada  saat ini, tata cara penanganan perkara tindak pidana korporasi di bidang informasi dan transaksi elektronik terkait  e-commerce serta pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang  informasi dan transaksi elektronik terkait  e-commerce pada masa  yang akan datang. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.  Dalam Penelitian masalah hukum dengan pendekatan normatif, maka peneliti harus melakukan pengamatan dengan mempelajari dan menjelaskan data sekunder, yang disebut dengan metode studi kepustakaan sebagai patokan untuk mencari data dan gejala atau peristiwayang menjadi objek penelitian  Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam bidang  informasi dan transaksi elektronik terkait e-commerce saat ini  baik KUHP, Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik masih memiliki kekurangan mengenai pengaturan korporasi sebagai subjek hukum, kapan korporasi melakukan tindak pidana siapa yang dapat dipertangggungjawabkan, bagaimana pertanggungjawabannya serta tata cara penanganan perkara tindak pidana korporasi di bidang informasi dan transaksi elektronik terkait  e-commerce. Oleh karena itu kebijakan formulasi pertanggungjawaban pidana korporasi untuk masa yang akan datang perlu dilakukan perubahan dan memperhatikan beberapa hal dalam penyempurnaannya untuk mewujudkan tujuan hukum dalam mencapai keadilan, kepastian dan kemafaatan.


This study takes the issue of corporate criminal liability in the field of information and electronic transactions related to e-commerce at present, procedures for handling corporate criminal acts in the field of information and electronic transactions related to e-commerce and  as well as corporate criminal liability in the field of information and electronic transactions related to e -commerce in the future. The method of approach used in this study uses normative juridical research methods, namely legal research conducted by examining library materials or conducting a search of regulations and literature relating to the problem. In researching legal issues with a normative juridical, the researcher must conduct research by studying and explaining secondary data, as a guide for finding data and events that are the object of research. From the research that has been found, corporate criminal liability in the field of information and electronic transactions related to e-commerce today are KUHP, Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik still has deficiency regarding the regulation of the corporation as a legal subject, who can be accounted when the corporation commits a crime, and how corpotarate criminal liability responsibility and procedures for handling corporate criminal acts. Therefore, the policy on the formulation of corporate criminal liability for the future needs to be changed and pay attention to several things to realize the legal goals in achieving justice, certainty and morality

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzi Rais Lutfi
"Modernisasi perekonomian dewasa ini melahirkan fenomena-fenomena baru yang menyebabkan perubahan dalam menjalankan kegiatan perekonomian di Indonesia khususnya dalam persaingan usaha antara pelaku usaha pada ekonomi sektor tertentu. Hal ini secara tidak langsung menciptakan kondisi baru dalam menjalankan persaingan, dengan kehadiran e-commerce yang dapat menjadi tantangan dan juga hambatan terlebih bagi pelaku usaha tradisional dan umumnya bagi pelaku usaha lainnya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang independen dalam menaungi persaingan usaha memiliki peran dalam memberikan advokasi kebijakan hukum bagi pelaku usaha guna menghadirkan persaingan yang terjadi berjalan secara kompetitif dan sehat sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Advokasi kebijakan hukum yang dilakukan oleh KPPU terhadap E-commerce maupun kepada pemerintah sampai saat ini masih dilakukan dalam mencapai kepastian serta kemanfaatan hukum bagi semua pelaku usaha. Kegiatan advokasi kebijakan terus dibahas dan diupayakan oleh KPPU untuk mencegah persaingan usaha tidak sehat dengan mengedepankan norma-norma keadilan, dan juga dibarengi dalam bentuk advokasi kebijakan kepada e-commerce dan pemerintah untuk menggapai keterbaruan regulasi persaingan usaha yang diharapkan. KPPU memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugas beserta wewenangnya untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang berkeadilan sehingga advokasi kebijakan KPPU menjadi penting untuk dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

The modernization of the economy today gives birth to new phenomena that cause changes in carrying out economic activities in Indonesia, especially in business competition between business actors in certain economic sectors. This indirectly creates new conditions in carrying out competition, with the presence of e-commerce which can be a challenge and also an obstacle, especially for traditional business actors and generally for other business actors. The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) as an independent institution in overseeing business competition has a role in providing legal policy advocacy for business actors in order to present competition that occurs in a competitive and healthy manner in accordance with the mandate of Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices. and Unfair Business Competition. KPPU's legal policy advocacy for E-commerce as well as to the government is still being carried out in order to achieve legal certainty and benefit for all business actors. KPPU continues to discuss and pursue policy advocacy activities to prevent unfair business competition by prioritizing the norms of justice, and is also accompanied by policy advocacy to e-commerce and the government to achieve the expected up-to-date business competition regulations. KPPU has the responsibility in carrying out its duties and authorities to create a fair business competition climate so that KPPU's policy advocacy becomes important to prevent unfair business competition from occurring."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilena Prinindyta Harum
"

Abstrak

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat menyebabkan adanya perubahan pada pola transaksi pada masyarakat. Saat ini masyarakat telah beralih melakukan jual beli secara online dengan menggunakan fasilitas Internet. Seiring dengan berkembangnya hal tersebut perjanjian yang digunakan dalam transaksi jual beli juga berkembang begitu pesat. Saat ini dikenal sebuah kontrak yang disebut sebagai smart contract yang mungkin masih cukup jarang diaplikasikan di Indonesia. Namun, perbincangan mengenai smart contract sudah cukup banyak ditemukan. Adapun di Singapura sebagai negara tetangga dari Indonesia terdapat e-commerce yang telah menggunakan kontrak dalam bentuk smart contract. Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini penulis akan membahas tentang keabsahan smart contract serta perlindungan konsumen apabila terdapat kesalahan sistem dalam eksekusi dari smart contract dalam e-commerce itu sendiri. Penelitian ini juga diharapkan dapat menganalisa kesiapan dari peraturan perundang-undangan terkait perlindungan konsumen di Indonesia berkaitan dengan diterapkannya smart contract dalam e-commerce. Setelah melakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan di Indonesia serta Singapura dan menggunakan teori pacta sunt servanda juga teori perlindungan hukum Penulis menyimpulkan bahwa smart contract merupakan suatu perjanjian yang sah serta mengikat sepanjang terpenuhinya persyaratan-persyaratan yang penulis uraikan dalam tesis ini. Selain itu, Baik Indonesia dan Singapura dari sisi regulasi dapat dikatakan sudah mencakup perlindungan pada konsumen sehubungan dengan penerapan smart contract pada e-commerce. Namun, penulis menyarankan bahwa demi adanya kepastian hukum yang lebih baik, Indonesia dapat dengan eksplisit menyebut smart contract dalam peraturan-peraturan yang relevan dan mengatur mengenai pengakuan smart contract, jenis-jenisnya serta persyaratan yang lebih sepesifik. Namun, dari  dikarenakan hukum Indonesia, pada dasarnya sudah memiliki pengaturan yang melindungan konsumen. Oleh karenanya, pemerintah dapat mendorong penggunaan smart contract dalam e-commerce dikarenakan manfaatnya yang banyak dalam e-commerce.

Kata Kunci: Smart Contract, E-Commerce, Kontrak, Perjanjian


Abstract

The development of information technology is very rapid causing a change in the pattern of transactions in the society. Currently the society has switched to purchasing and selling through online platform using Internet facilities. Along with the development of this agreement that is used in buying and selling transactions is also growing rapidly. Currently there is a contract known as a smart contract that may still be rarely applied in Indonesia. However, there are quite a lot of discussions about smart contracts. As for Singapore as a neighboring country of Indonesia has e-commerce that uses contracts in the form of smart contracts. Based on such explanation in this thesis, the author will discuss in depth regarding the validity of smart contracts and consumer protection if there are system errors in the execution of smart contracts in e-commerce itself. This thesis is also made to analyze the readiness of laws and regulations related to consumer protection in Indonesia with regard to the implementation of smart contracts in e-commerce. After conducting normative juridical research using the regulatory approach in Indonesia and Singapore and using the pacta sunt servanda theory as well as legal protection theory, the author concludes that the smart contract is a valid and binding agreement as long as it meets the requirements that the authors describe in this thesis. In addition, in terms of regulations, both Indonesia and Singapore already have protection of consumers in connection with the implementation of smart contracts in e-commerce. However, the authors suggest that for a better legal certainty, Indonesia should explicitly mention smart contracts in relevant regulations and regulate the recognition of smart contracts, their types and more specific requirements. However, due to Indonesian law, basically has already provide protection for consumers. Therefore, the government can encourage the use of smart contracts in e-commerce because of its benefits in e-commerce.

 

Keywords: Smart Contract, E-Commerce, Contract, Agreement

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armeity Rossi Triwahyuni
"Tesis ini membahas menganai Analisa Terhadap Jasa e-commerce atau Perdagangan Melalui Sistem Elektronik berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia dan Ketentuan General Agreement on Trade in Services. Pada saat ini WTO belum mengatur e-commerce, namun beberapa investor asing telah berinvestasi dalam industri e-commerce di Indonesia. Tesis ini menggunakan kajian hukum normatif dengan tipologi penelitian presktiptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan telah terjadi liberalisasi jasa e-commerce di Indonesia, walaupun adanya persyaratan pendaftaran perusahan asing dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan pembatasan kepemilikan modal asing dalam Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
Saran untuk penelitian ini adalah apabila WTO akan mengatur e-commerce sebaiknya tetap menerapkan ketentuan yang berlaku dalam GATS dan menerapkan pengaturan e-commerce dari FTA negara-negara yang telah berkomitmen dalam sektor e-commerce. Pemerintah Indonesia dapat membuat pembatasan-pembatasan mengenai kepemilikan modal asing di dalam SoC yang terdapat dalam ketentuan GATS.

The Focus of this thesis is about analysis of e-commerce base on Indonesia Act and Provision of General Agreement on Trade on Services. At this time the WTO has not been set up e-commerce, but some foreign investors have invested in e-commerce industry in Indonesia. This thesis uses a typology of normative legal analysis prescriptive research.
The results of this study indicate there has been a liberalization of services of e-commerce in Indonesia, although the requirements for registration of foreign companies in Act No. 7 of 2014 on Trade and the restrictions on foreign equity ownership in Presidential Regulation No. 44 Year 2016 concerning List of Closed and Opened Business Field with Requirement in the Field of Investment.
Suggestions for this research is that if the WTO will set up e-commerce should continue to implement the applicable provisions of GATS and implementing e-commerce arrangements of FTA countries that have been committed in the e-commerce sector. Indonesian Government can make borders for foreign investment on SoC in Provision of GATS.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekti Purwo Utomo
"Teknologi digital menciptakan kemajuan bidang perdagangan barang dan jasa yang ditandai tingginya nilai transaksi e-commerce serta jumlah pengguna internet yang mendorong tumbuhnya jumlah pelaku usaha pada pasar bersangkutan. Dalam menganalisa persaingan, otoritas persaingan perlu mendefinisikan struktur pasar yang terbentuk dan menjadi lebih rumit akibat adanya efek jaringan tidak langsung yang menjadikan pasar yang terbentuk lebih dari satu dan saling berkaitan. Hal tersebut menimbulkan kendala pada penerapan alat uji SSNIP serta mempengaruhi KPPU dalam penegakan hukumnya. Dalam penelitian ini akan menganalisis kasus yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa, maupun perkara di Indonesia dalam Putusan Perkara Nomor 13/KPPU-I/2019.  Penelitian ini dipaparkan untuk mengetahui bagaimanakah penentuan pasar bersangkutan sektor e-commerce dalam perspektif hukum persaingan usaha di era ekonomi digital serta pengaturan penegakan hukumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Metode penelitian yang digunakan adalah ini yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Adapun bahan-bahan penelitian yang terdiri bahan hukum maupun non hukum dilakukan melalui studi dokumen hukum dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan alat uji SSNIP pada multisided market menjadi perdebatan, tidak ada kesepakatan apakah harus diterapkan ke seluruh struktur harga platform atau per sisi. Tolok ukur pasar bersangkutan akan berubah dari uji harga beralih ke uji kualitas SSNDQ. KPPU perlu membedakan alat uji dalam menentukan pasar bersangkutan baik terjadi pada pasar konvensional atau pasar multisided market. Dalam penegakan hukumnya, tata cara penanganan perkara dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 serta peraturan pelaksanannya sangat terbatas dan diperlukan penerbitan peraturan terbaru.

Digital technology creates progress in the field of trade in goods and services, which is marked by the total value of e-commerce transactions and internet users, which encourages the growth of the number of business actors in the relevant market. In the analysis of competition, competition competition needs to define the market structure that is formed and becomes more complicated due to the indirect network effect that makes the formed market more than one and interrelated. This creates obstacles in the application of the SSNIP test equipment and affects KPPU in its law enforcement. In this study, we will analyze cases that occurred in the United States, Europe, and cases in Indonesia in the Decision on Case Number 13/KPPU-I/2019. This study describes how the relevant market for the e-commerce sector is in the perspective of business competition law in the digital economy era and its law enforcement arrangements based on Law Number 5 of 1999. The research method used is normative juridical by using a conceptual approach and a comparative approach. . The research materials consisting of legal and non-legal materials were carried out through the study of legal documents and literature studies. The results showed that the application of the SSNIP test tool in the multi-sided market was implemented, there was no agreement whether it should be applied to the entire platform price structure or per side. The relevant market benchmark will change from the price test switch to the SSNDQ quality test. KPPU needs to differentiate the test equipment in determining the relevant market, whether it occurs in the conventional market or the multi-sided market. In law enforcement, the procedure for handling cases in Law no. 5 of 1999 and its implementing regulations are very limited and the issuance of the latest regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>