Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171323 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cha, Young Hoon
"Since 1990s, the global trend of natural gas market is to transform the market into a competitive market through open access system, which has been operated as a natural monopolistic market by public corporations. Indonesia and South Korea have fundamental difference in their status in the gas industry, where Indonesia as the largest producer and exporter of LNG, while South Korea is one of the biggest LNG importer. Yet, both Indonesia and South Korea have a common point in that both countries practicing natural monopoly. In this respect, this study aims to elucidate which regulatory model of competition is most appropriate for Indonesia and South Korea. In order to achieve the purpose of this study effectively, the thesis explores the laws and regulations regarding pipeline gas transportation business competition along with the practice and implementation in Indonesia and South Korea. Ultimately Indonesia should adopt third party open access in order to make Indonesian natural gas industry into competitive market, but gradually. South Korea also need steps forward to open access system through enhanced non discriminatory access to gas supply facilities allowing the transaction of direct import quantity deregulation of wholesale business requirements and the elimination of monopoly on the retail business area.

Sejak tahun 1990an, tren pasar gas bumi dunia adalah mengubah pasar menjadi pasar yang kompetitif melalui sistem akses terbuka, yang sebelumnya dioperasikan sebagai pasar monopoli alami oleh perusahaan publik. Indonesia dan Korea Selatan memiliki perbedaan mendasar dalam status mereka di industri gas, dimana Indonesia sebagai salah satu penghasil dan pengekspor LNG terbesar di dunia, sementara Korea Selatan adalah salah satu pengimpor LNG terbesar. Namun, kedua negara memiliki kesamaan dalam bisnis transportasi gas melalui pipa yaitu pasar didominasi oleh perusahaan publik. Dalam hal ini, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan model peraturan persaingan yang paling tepat untuk Indonesia dan Korea Selatan. Untuk mencapai tujuan penelitian ini secara efektif, skripsi ini mengeksplorasi peraturan perundang-undangan mengenai persaingan usaha pengangkutan gas melalui pipa seiring dengan praktek dan pelaksanaan di Indonesia dan Korea Selatan. Pada akhirnya Indonesia harus mengadopsi sistem akses terbuka pihak ketiga untuk membuat industri gas bumi di Indonesia sebagai pasar yang kompetitif, namun secara bertahap. Korea juga perlu langkah maju ke sistem akses terbuka melalui: peningkatan akses non-diskriminatif terhadap fasilitas pasokan gas; memungkinkan transaksi jumlah impor langsung; deregulasi persyaratan bisnis grosir; dan penghapusan monopoli di bidang bisnis ritel."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nafisah
"Waralaba adalah suatu metode pendistribusian barang dan jasa yang pelaksanaannya diatur dalam perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dan penerima waralaba. Di Indonesia, waralaba diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor PM 53 / M-DAG / PER / 8/2012 Tahun 2012 tentang Waralaba. Sedangkan di Korea Selatan, waralaba telah diatur dalam undang-undang, yaitu Fair Transaction in Franchise Business Act No.15610 dan juga keputusan penegakan hukum atas Enforcement Decree of The Fair Transactions in Franchise Business Act No.28471. Penelitian ini menggunakan metode hukum komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan pengaturan perjanjian waralaba antara Indonesia dan Korea Selatan. Hasil penelitian ini menyarankan agar regulasi waralaba dibuat menjadi undang-undang dengan ketentuan yang lebih detail dan tidak diatur.

Franchising is a method of distributing goods and services, the implementation of which is regulated in a franchise agreement between the franchisor and the franchisee. In Indonesia, franchising is regulated in Government Regulation Number 42 of 2007 concerning Franchising and Regulation of the Minister of Trade Number PM 53 / M-DAG / PER / 8/2012 of 2012 concerning Franchising. Whereas in South Korea, franchising has been regulated in law, namely the Fair Transaction in Franchise Business Act No.15610 and also the law enforcement decision on the Enforcement Decree of The Fair Transactions in Franchise Business Act No.28471. This study uses a comparative legal method. The results showed that there are similarities and differences in franchise agreement arrangements between Indonesia and South Korea. The results of this study suggest that franchise regulations be made into laws with more detailed and unregulated provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayda Laksmi Azzahra
"Tulisan ini menganalisis pengaturan program kepatuhan persaingan usaha di Korea Selatan dan Indonesia, serta bagaimana akibat hukum penerapan program kepatuhan terhadap pemberian sanksi bagi pelaku usaha. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal sementara pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Program kepatuhan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menjaga persaingan usaha yang sehat. Indonesia telah mengatur program kepatuhan dalam Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2022 Tentang Program Kepatuhan Persaingan Usaha sementara Korea Selatan mengatur program kepatuhan dalam Rules on Operation of Fair Trade Compliance Programs, Offering of Incentives, etc, enacted by Fair Trade Commission. Pengaturan hukum mengenai program kepatuhan di Korea Selatan dan Indonesia menawarkan insentif bagi pelaku usaha yang mendaftarkan program kepatuhannya, meskipun dengan jenis insentif berbeda. Namun, sistem evaluasi yang hanya berbasis laporan, tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai pemeringkatan, standar evaluasi, dan detail pemberian insentif menjadi kekurangan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2022. Di sisi lain, Korea Selatan sudah mengatur hal-hal tersebut serta melakukan evaluasi program kepatuhan berdasarkan dokumen, keadaan di lapangan, dan wawancara mendalam dengan pihak terkait. Putusan Seoul High Court 2014.3.14 No. 2013-NU-45067 sebagai salah satu putusan yang menggunakan program kepatuhan sebagai salah satu pertimbangan hakim tidak memberikan insentif pengurangan sanksi bagi pelaku usaha. Meskipun pelaku usaha memiliki program kepatuhan yang memenuhi syarat pemberian insentif, hakim tidak memberikan pengurangan denda kepada pelaku usaha karena terdapat kriteria pengecualian pemberian insentif yang salah satunya adalah keterlibatan langsung direktur dalam pelanggaran.

This paper analyzes regulations concerning the antitrust compliance program in South Korea and Indonesia, as well as the legal consequences of the compliance program implementation on sanctions impositions to business entities. This paper used doctrinal research method, while data collection was carried out using literature study. Compliance program is one practice to maintain competition. Indonesia has regulated compliance program in KPPU Regulation No. 1 of 2022 concerning Antitrust compliance program while South Korea promulgated Rules on Operation of Fair Trade Compliance Programs, Offering of Incentives, etc., to regulate the matter. Both regulations offer incentives to business entities, albeit with different kinds. However, the report document-based evaluation, the absence of further regulation concerning grading, evaluation standard, and details of incentive offerings become the downside of KPPU Regulation No. 1 of 2022. On the other hand, South Korea has regulated such matters, as well as carrying out evaluation based on documents, on-site condition, and in-depth interview. Seoul High Court Judgment 2014.3.14 No. 2013-NU-45067, as one of the judgments that includes compliance program as consideration, does not grant sanction reduction as incentive because there are exception criteria for incentive grants, one of which is the direct involvement of director in the violation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Chae Bin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan sistem yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, serta membandingkan pengaturan dan sistem pengawasan perbankan antara OJK di Indonesia dengan Financial Supervisory Service (FSS) di Korea selatan, persamaan dan perbedaan pengawasan terhadap keuangan yang dilakukan oleh OJK dan FSS.Perbandingan dalam penelitian ini ditinjau melalui kewenangan lembaga dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya, mengenai independesi lembaga, dan mengenai hubungan anatara lembaga pengawas tersebut dengan bank sentral di negaranya masing-masing dengan cara memperdalami sistem pengawasan perbankan yang mencakup aspek regulasi, penegak hukum, sarana prasarana, dan masyarakat (bank) serta mengenai analysis terhadap efektivitas pengawasan keuangan dilakukan oleh negara masing-masing.
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskritif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Dari penelitian ini akan diketahui bahwa OJK dan FSS melakukan penganwasan kueangan dengan pengawasan langsung dan tidak langsung, dan akan terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya terkait dengan memperdalami sistem pengawasan perbankan yang mencakup aspek regulasi, penegak hukum, sarana prasarana, dan masyarakat (bank).

This thesis aims to identify the authority and the system of Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in the banking supervision regulatory system as well as to provide comparison on the banking regulatory and supervisory system conducted by OJK in Indonesia and Financial Supervisory Service (FSS) in South Korea, the differences and the similarities identified throughout the analysis between OJK and FSS. The comparison of this research focuses on the Financial Service Authority in carrying out the banking regulatory and supervisory system of each country, namely the independency of the agency, and the relation between supervisory agency with the central banks of each country as well as the effectiveness of financial supervision conducted by each country.
The research method of this paper is normative-descriptive method. Statue approach and comparative approach are used for the research which mainly focuses on the legislation and the comparison. This research is expected to clarify the significant differences between the countries by elaborating the banking supervisory system in the aspect of regulatory system, law enforcement, infrastructure and community (bank).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezza Aryansyah
"Korea Selatan dan Jepang menggunakan Pre-merger Notification System. Sedangkan di Indonesia masih menerapkan proses Post-merger Notification System. Yang dimana Mayoritas negara di dunia, pada umumnya sudah menggunakan Pre-merger Notification System dikarenakan sistem ini dinilai memberikan keefktifan yang lebih dalam menyelesaikan akibat yang tidak baik dari diberlakukannya merger. Selain itu, dari sisi pelaku usahanya pun jauh lebih baik dengan sistem ini, untuk menghindari adanya kerugian biaya yang muncul dari merger yang dipermasalahkan serta meninjau Urgensi terkait perlunya perubahan sistem notifikasi di Indonesia yang dimana adanya Penilaian terhadap prosedur sistem Post-Merger Notification dan pemberitahuan sukarela itu dapat menimbulkan ketidakpastian terhadap pelaku usaha dikarenakan KPPU bisa saja membatalkan hasil dari penggabungan serta pengambilalihan yang telah dilakukan apabila didalam kajian penilaiannya memperlihatkan atau terbukti akan adanya praktik monopoli ataupun persaingan usaha yang tidak sehat. Perlu juga diperhatikan terkait kebutuhan yang diperlukan agar sistem notifikasi merger di Indonesia lebih optimal dan dapat memberikan kepastian hukum terhadap pelaku usaha seperti diikuti dengan anggaran dan sumber daya manusia yang harus tercukupi agar didalam penerapannya kelak tidak mengakibatkan ketidak-pastian yang lainnya atau mengakibatkan terhambatnya proses pelaksanaan merger sehingga terhambat juga roda perekonomian di Indonesia.

South Korea and Japan using the Pre-merger Notification System. Meanwhile, in Indonesia, the Post-merger Notification System process is implemented still The majority of countries in the world, in general, already use the Pre-merger Notification System because this system is considered to provide more effectiveness in resolving the unfavorable consequences of the enactment of the merger. In addition, from the perspective of business actors, it is much better with this system, to avoid cost losses arising from the merger in question and to review the urgency regarding the need for changes to the notification system in Indonesia, where there is an assessment of the Post-Merger Notification and voluntary notification. it can create uncertainty for business actors because KPPU may cancel the results of mergers and takeovers that have been carried out if in its assessment study it is shown or proven that there is monopolistic practice or unfair business competition. It is also necessary to pay attention to the needs that are needed so that the merger notification system in Indonesia is more optimal and can provide legal certainty to business actors as followed by budget and human resources that must be fulfilled so that in its implementation it will not result in other uncertainties or result in delays in the implementation process. merger so that the wheels of the economy in Indonesia are hampered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Essanda Gunawan
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan mengenai pengangkatan anak atau adopsi antara Indonesia dan Korea Selatan, yang mana pembahasannya menitikberatkan pada jenis, akibat hukum, dan syarat pembatalan serta pengakhiran pengangkatan anak. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan perbandingan peraturan perundang-undangan, yang mendasarkan pada metode perbandingan hukum terhadap dua negara yang berbeda, yaitu Indonesia dan Korea Selatan. Di Korea Selatan, pengangkatan anak diatur dalam Civil Act dan Act on Special Cases Concerning Adoption.
Sementara itu, di Indonesia belum terdapat undangundang khusus yang mengatur secara komprehensif mengenai pelaksanaan pengangkatan anak, terutama mengenai syarat pembatalan dan/atau pengakhiran pengangkatan anak. Dalam undang-undangnya, Korea Selatan mengatur hal tersebut, yang mana ketentuan tersebut memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus perkara pembatalan atau pengakhiran pengangkatan anak. Oleh karenanya, terdapat urgensi untuk membentuk undang-undang khusus terkait pengangkatan anak di Indonesia. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pengangkatan anak di kedua negara juga diperlukan, mengingat adanya permasalahan di antara para pihak yang dapat menyebabkan dibatalkan atau diakhirinya pengangkatan anak.

The purpose of this research is to analyze the comparation of the regulations about adoptions between Indonesia and South Korea. The analysis emphasizes on the types, legal effect of adoption, and the requirements to annul and dissolve the adoption. The form of this research is normative. This research also uses comparative approach based on the applicable law in Indonesia and South Korea. In South Korea, the adoption is regulated in Civil Act and Act on Special Cases Concerning Adoption.
Meanwhile in Indonesia, there is no special act to comprehensively regulate the adoption, especially about the requirements to annul or dissolve the adoption. In South Korea, the acts regulate the matter, for the court rsquo s guidance in making decision for the annulment or dissolution of adoption. Therefore, there is an urgency to regulate special act of adoption in Indonesia. Moreover, it is necessary to strengthen the supervision of the implementation of adoption in both country due to the existence of problems between the parties that can cause the annulment or dissolution of adoption."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Praiselia Riri Naomi
"Pengenaan denda merupakan salah satu cara untuk menegakkan hukum persaingan usaha. Tujuan dari denda adalah untuk menjerakan pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan serupa atau ditiru oleh calon pelanggar lainnya. Indonesia sedang melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang salah satu poin yang menjadi fokus amandemen adalah mengenai ketentuan denda. Perubahan ketentuan denda dalam RUU tentang Larangan Praktik Monopoli menimbulkan banyak pro dan kontra. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif mengenai pengaturan pengenaan denda di Kanada, Inggris, dan Korea Selatan. Pengaturan pengenaan denda pada ketiga negara tersebut dijadikan sebagai bahan rujukan terhadap pengaturan ketentuan denda di Indonesia dan sekiranya dapat menjadi masukan untuk perubahan ketentuan denda di Indonesia. Analisis dari skripsi ini mencapai kesimpulan bahwa perubahan ketentuan denda dalam RUU tentang Larangan Praktik Monopoli masih belum cukup memadai apabila dibandingkan dengan pengaturan ketentuan denda dalam ketiga negara pembanding. Dengan demikian, Pemerintah dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha perlu mengkaji kembali perubahan ketentuan denda dalam RUU tentang Larangan Praktik Monopoli agar dapat memberi efek jera, serta disaat yang sama tetap menjamin terlangsungnya iklim persaingan usaha yang sehat oleh para pelaku usaha.

The imposition of fines is one of the method in enforcing Competition Law. The purpose of the fine is to deter business actors to not take similar conducts or to be followed by another potential violator. Indonesia is currently amending Law Number 5 Year 1999 on The Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, in which one of the point that serves as the focus of the amendment is regarding provision of fines. The changes within the provisions of fines under the Bill concerning The Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition raise several pros and cons. This research is a normative legal research by using qualitative analysis concerning the regulation of imposition of fines in Canada, United Kingdom, and South Korea. The regulations on the imposition of fines in these three countries serve as materials for references towards the regulation on the imposition of fines in Indonesia and hopefully may also serve as recommendations to the amendment of the provision of fines in Indonesia. The analysis of this thesis resulted in the conclusion that the Bill of the fine provisions on the Prohibition of Monopolistic Practices is still inadequate in comparison to the fines regulations in the three compared countries. Thus, the Government and the Business Competition Supervisory Commission KPPU need to review the Bill of the fine provisions on Prohibition of Monopolistic Practices in order to give a deterrent effect and at the same time ensuring a healthy business competition by business entrepreneurs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Fahreza
"Naskah ringkas ini membahas mengenai konsepsi Essential Facility Doctrine yang intinya adalah pelaku usaha monopoli yang mengendalikan suatu fasilitas tertentu yang amat penting dalam industri besangkutan memiliki kewajiban untuk memperbolehkan pesaingnya untuk menggunakan fasilitas tersebut. Essential Facility Doctrine ini lahir dan berkembang dari putusan perkara-perkara Hukum Persaingan Usaha di Amerika Serikat. Dalam pembahasan skripsi ini konsep Essential Facility Doctrine akan dikaitkan dengan industri jaringan gas alam dalam pipa di Indonesia. Dimana dalam industri tersebut pipa untuk menyalurkan gas merupakan fasilitas yang penting dan di Indonesia sendiri PT Perusahaan Gas Negara PT PGN memiliki lebih dari 78 jaringan pipa di seluruh Indonesia dan dapat dikategorikan dalam monopoli.

The purpose of this thesis is about the conception of Essential Facility Doctrine which means when the monopolist who own of an essential facility is mandated to provide access to that facility with their competitor. Essential Facility Doctrine is developed from competition law jurisprudences in Unites States of America. In this thesis the concept of Essential Facility Doctrine will be related with the natural gas pipeline industry in Indonesia. Where in this industry, the pipeline to distribute gas is an important facility and in Indonesia itself PT Perusahaan Gas Negara PT PGN owns more than 78 of pipelines all over Indonesia and can be categorized in monopoly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrasno Kartohardjono
"Salah satu tugas BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) meliputi pengaturan, penetapan dan pengawasan pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi melalui pipa. Dalam melakukan pengawasan kegiatan usaha pengangkutan dan niaga gas bumi, BPH Migas melakukan pengawasan on desk melalui verifikasi volume atas kesesuaian data dukung, dan pengawasan on site (lapangan) dengan melakukan pengecekan lapangan berdasarkan data dukung yang dilaporkan oleh Badan Usaha. Permasalahan yang terjadi di lapangan diantaranya terdapat temuan di mana selisih pada Neraca Gas Badan Usaha yang disebabkan oleh beberapa perbedaan seperti jenis alat ukur gas bumi, atau losses. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan pedoman teknis pengukuran volume gas bumi, Mendapatkan metode untuk menentukan kandungan energi gas bumi yang terdapat di dalam pipa gas, dan mendapatkan pedoman teknis verifikasi volume gas bumi. Hasil studi telah berhasil mendapatkan Pedoman teknis pengukuran volume gas bumi di titik terima dan di titik serah dan dapat digunakan untuk verifikasi penyaluran gas bumi di lapangan. Selain itu telah juga dibuat kalkulator untuk perhitungan energi linepack dapat digunakan dilapangan dan telah divalidasi oleh simulator proses kimia dengan perbedaan hanya sekitar 1,1%.

One of the tasks of BPH Migas (Oil and Gas Downstream Regulatory Agency) includes regulating, determining, and supervising natural gas transmission and distribution operations through pipelines. In handling natural gas transportation and trading business activities, BPH Migas conducts on-desk supervision through volume verification of the suitability of the supporting data and on-site (field) supervision by conducting field checks based on the supporting data reported by the Business Entity. Problems in the field include findings where several factors, such as the type of natural gas measuring instrument or losses, cause the difference in the Gas Balance of Business Entities. This study aims to obtain technical guidelines for measuring the volume of natural gas, obtaining methods for determining the energy content of natural gas contained in gas pipes, and obtaining technical procedures for verifying natural gas volume. The results of the study have succeeded in getting technical guidelines for measuring the volume of natural gas at the receiving point and the delivery point and can be used to verify the distribution of natural gas in the field. Apart from that, a calculator for linepack energy calculations has also been made, which can be used in the field and has been validated by a chemical process simulator with a difference of only about 1.1%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chong, Sung Kim
"Penegakan hak-hak tersangka merupakan hal yang penting dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana untuk menciptakan keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Selain hak-hak tersangka, pemberian bantuan hukum kepada tersangka yang tidak mampu juga memberikan akses kepada keadilan. Hak-hak tersangka dan bantuan hukum diberikan tidak hanya pada tersangka yang merupakan warga negara Indonesia tetapi juga kepada tersangka yang merupakan warga negara asing. Dalam hal ini, penulis akan melakukan studi terhadap tersangka berkebangsaan Korea Selatan untuk meneliti pemenuhan hak-hak yang didapatkan oleh tersangka WNA. Sebagai perbandingan, penulis juga akan membandingkan hak-hak tersangka dan bantuan hukum di Indonesia dengan Korea Selatan. Penulis juga akan melakukan studi terhadap tersangka asing di Korea Selatan untuk melihat pemenuhan hak-hak tersangka dan bantuan hukum di Korea Selatan. Melalui penelitian ini, penulis akan mengungkapkan berbagai hakhak tersangka termasuk tersangka asing, bantuan hukum dan pentingnya peranan advokat dalam pemenuhan hak-hak tersebut.

The enforcement of suspect's rights is an important thing in the due process of law, especially to create justice and equality before the law. Besides, legal aid for suspect also creates access to justice. The rights of suspect and legal aid could be given not only for citizen but also for foreigner suspect. In this case, author will conduct case-study on the foreign suspect of South Korean. As a comparison, author will also compare the rights of suspect and legal aid in Indonesia to South Korea. The author will also conduct case-study on foreigner suspect in South Korea to look at the enforcement of suspect's rights and legal aid in South Korea. Through this analysis, author will elaborate rights of suspect including foreigner suspect's rights, legal aid, and the important role of a lawyer to enforce the rights of suspect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>