Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Alexandra Adrian
"ABSTRAK
Pada tahun 1957 Pabrik Gula Gondang Winangoen menjadi milik Pemerintah RI, dan pengawasannya diserahkan kepada Pusat Perkebunan Negara PPN Baru unit Semarang, dan nama Pabrik Gula PG. ini berganti nama menjadi PG. Gondang Baru. Buruh berperan sebagai motor penggerak nasionalisasi pada PG. Gondang Gondang Baru sepanjang tahun 1958-an. Sesuai PP No. 164/1964 tanggal 1 Juli tahun 1964, PG. Gondang Baru beralih di bawah naungan PPN Jawa Tengah V Surakarta. Selanjutnya PPN dibubarkan berdasarkan PP No.14/1968, dan diganti Perusahaan Negara Perkebunan PNP XVI yang berkedudukan di Solo. Perkembangan selanjutnya tahun 1969 terjadi perubahan dari PNP XVI yang menyebabkan perusahaan ini kemudian masuk menjadi PT. Pabrik Gula Gondang Baru.Skripsi ini bertujuan untuk menunjukkan pergerakan industri gula pada masa pemerintahan Republik Indonesia, dari tahun 1957 sampai 1969, khususnya yang terjadi pada pabrik gula ini. Metode penelitian yang digunakan dalam menunjang penelitian ini adalah metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Data tambahan diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan PG. Gondang Baru.

ABSTRACT
In 1957 the Gondang Winangoen Sugar Factory belonged to the Government of Indonesia, and its supervision was handed over to the New Plantation Enterprise of the State Pusat Perkebunan Negara PPN Baru unit of Semarang. The name Gondang Winangoen Sugar Factory was changed to Gondang Baru Sugar Factory. The Labourers had a role as a driving force of nationalization at the Gondang Baru Sugar Factory during the 1958 rsquo s. According to Government Regulation No. 164 1964 July 1 1964, PG. Gondang Baru was registered and placed under the auspices of the PPN V Surakarta, Central Java. Subsequently the PPN was dissolvedbased on Government Regulation No.14 1968 and in the end of 1968 replaced to State Plantation Company Perusahaan Negara Perkebunan PNP XVI based in Solo. In this case PG. Gondang Baru was included under the auspices of PNP XVI.In 1969 PNP XVI underwent changes and was then registered as PT. Gondang Baru Sugar Factory. This thesis aims to show the movement of the sugar industry during the Republic of Indonesia, from 1957 to 1969, especially what happened to this sugar factory. The research methods used in this paper are historical method that is heuristics, critics, interpreting and historiography. Additional data was obtained through interviews with informants who are able to relate the history of Gondang Baru Sugar Factory. "
2017
S70053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pabrik gula Gondang Baru semula bernama Pbrik Gula Gondang Winangun.Pabrik yang dibangun dan di kelola oleh Perusahaan swasta Belanda itu merupakan satu diantara beberapa pabrik gula yang ada di Kabupaten Klaten
"
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Aryo Nugroho
"Industri perkebunan adalah sektor industri yang sangat menguntungkan selama masa Hindia Belanda. Di tahun 1830, Pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem tanam paksa, yang mana penduduk lokal diwajibkan untuk menanam tanaman yang telah ditentukan oleh pemerintah, salah satunya adalah tebu. Sejak saat itu gula tebu menjadi komoditas penting di Hindia Belanda. Di tahun 1870, Pemerintah menetapkan undang- undang Agraria yang dapat memberikan peluang kepada pihak swasta untuk berbisnis di Hindia Belanda. Setelah ditetapkan, banyak pabrik gula dibuka di Jawa, dan produksi gula meningkat pesat. Di Tahun 1920-1930an industri gula di Jawa mencapai masa emasnya, dengan 179 pabrik gula yang tersebar dan jumlah produksi hampir 3 juta ton pada tahun 1931. Jumlah ini menjadikan Hindia Belanda sebagai produsen gule terbesar kedua di Dunia di bawah Kuba. Dewasa ini, tidak banyak lagi pabrik gula peninggalan Hindia Belanda yang tersisa. Banyak pabrik gula yang sudah tidak melakukan produksi, ditinggalkan, atau telah beralih fungsi. Dari sedikit pabrik gula yang tersisa, terdapat satu pabrik gula yang masih beroperasi hingga sekarang. Pabrik gula itu adalah Pabrik Gula Mojo di Sragen, Jawa Tengah. Di Pabrik Gula Mojo masih terdapat banyak bangunan dan peninggalan arkeologi industri yang dapat diamati, diantaranya adalah bangunan pabrik, gudang, jalur lori, dan rumah karyawan. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi proses perjalanan komoditas gula selama masa kolonial, termasuk penanaman, proses manufaktur, dan distribusi. Rekonstruksi pada penelitian ini menggunakan pendekatan life history model. Perjalanan gula akan di klasifikasi berdasarkan prosesnya, yaitu persiapan penanaman, masa tanam, masa panen, manufaktur, dan distribusi.

The plantation industry was a profitable sector during the colonial era. In 1830 Dutch East Indies government applied the Cultivation System which forced local people to plant some plantation that has been set by the government, one of them was sugar cane. Since that time sugar had become an important commodity in Dutch East Indies. In 1870, the Dutch East Indies government passed agrarian regulations that open opportunities for those who want to develop a plantation in the Dutch East Indies. Many sugar factory opened in Java, and sugar production increased rapidly. In the 1920-1930s sugar industry reached its golden ages, with 179 sugar factories established in Java. In 1931, the amount of sugar production in the Netherlands reached almost 3 million tons which made the Dutch East Indies a second-largest sugar producer in the world at that time. However, in the present, there are not many sugar factories that still operate. Many sugar factories have been abandoned and lost. One of the factories that are still operating is Mojo Sugar Factory in Sragen, Central Java. Mojo Sugar Factory still uses a lot of heritage buildings, including the factory, warehouse, rails, and employee houses. This research aims to reconstruct the journey of sugar commodity during the colonial period, including planting, fabrication, and distribution. The reconstruction in this research uses a life history model. The journey of sugar will be classified by the processes, such as planting preparation, planting period, harvest, fabrication, and distribution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Dwi Subagio
"ABSTRAK
Pabrik Gula Gondang Baru yang berdiri pada tahun 1860 merupakan salah satu pabrik gula yang produktif di zamannya. Di dalarn kompleks Pabrik Gula Gondang Baru ini masih terdapat bangunan pabrik, kantor pabrik, perumahan administratur dan perumahan kongsi. Selain bangunan-bangunan tersebut, pabrik gula ini masih mcmiliki mesin-mesin yang huat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang digunakan untuk memproduksi gula serta kereta Lori yang berfungsi untuk mengangkut Cebu. Bangunan¬bangunan yang berada di dalam kompleks pabrik gula ini masih lengkap atau belum runtuh. Bangunan-bangunan tersebut telah berumur lebih dari 100 tahun. Pabrik Gula Gondang Baru merupakan salah satu pabrik gula yang memproduksi gula terbesar di Karesidenan Surakarta di zamannya dan pada waktu itu Indonesia menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian adalah mengkaji nilai signifikan Kompleks Pabrik Gula Gondang Baru, sehingga living monument ini dapat dilcstarikan sebagai benda cagar budaya. Aspek-aspek yang diteliti adalah yang berkenaan dengan inilaian signifikansi secara arkeologis, penilaian signifikansi secara kesejarahan, penilaian signifikansi dalam perspektif hukum dan juga tinjauan dari segi pemanfaatan yang dapat digali. Signifikansi legal yang ditinjau dari segi perundang-undangan dan piagam¬piagam internasional yang berkaitan dengan pelestarian dan pemanfaatan. Di dalarn penclitian ini juga dilakukan tinjauan dari segi pemanfaatan, sehingga dapat membcrikan keuntungan-keuntungan dalam berbagai bidang, khususnya untuk masyarakat di daerah Klaten. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan menurut aspek¬aspek yang dikaji, yakni meliputi aspek kesejarahan, aspek legal , potensi pengembangan yang sesuai dengan nilai-nilainya serta rekomendasi kepada pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten. Pabrik Gula Gondang bare memiliki nilai signifikan sebagai benda cagar budaya dan layak untuk dilestarikan dan dimanfaatkan. Oleh karena itu, dalarn upaya pengembangan Pabrik Gula Gondang Baru sebagai situs yang kaya tinggalan arkeologinya, sudah scpatutnya untuk dibuat Peraturan Daerah yang mendukung kekuatan hukum sebagai benda cagar budaya."
2007
T37167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuni Sekar Fauziyah
"Tebu ialah tanaman utama yang menjadi bahan dalam memproduksi gula sehingga sudah pasti Indonesia banyak memiliki perkebunan tebu besar. Produksi gula nasional yang dihasilkan semakin menurun disebabkan karena angka produktivitas usaha tani tebu dan efisiensi pabrik gula yang terus mengalami penurunan. Jumlah Pabrik gula yang dimiliki Indonesia saat ini tidak sebanding dengan tingkat permintaan dan konsumsi gula pada masyarakat Indonesia.
Salah satu pabrik gula yang menjadi fokus penelitian ini adalah Pabrik Gula PTPN X, saat ini Pabrik Gula PTPN X terus mengalami penurunan total jumlah produksi gula per-ton, dengan data terakhir tahun 2016 yaitu hanya sebesar 380.403 ton gula. Penurunan gula konsumsi yang dihasilkan disebabkan oleh dua faktor penting yaitu segi lahan petani dan segi ekonomi yaitu perpajakan. Penelitian ini membahas mengenai implementasi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan usaha Pabrik Gula PTPN X serta pengkreditan Pajak Masukan PM atas kegiatan usaha yang terhutang dan dibebaskan dari pemungutan PPN.
Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis implementasi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan usaha Pabrik Gula PTPN X dan pengkreditan Pajak Masukan PM atas kegiatan usaha PTPN X yang terhutang dan dibebaskan dari pemungutan PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi literatur.
Hasil dari penelitian ini Pabrik Gula PTPN X melakukan dua aktivitas usaha yaitu penyerahan terhutang Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yaitu penyerahan atas jasa giling tebu dan penyerahan atas tetes tebu, atas penyerahan tersebut PTPN X harus memungut PPN 10 dan PTPN X juga melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang dibebaskan PPN yaitu penyerahan atas gula konsumsi, namun dalam implementasinya PPN terutang atas penyerahan jasa giling tebu tidak pernah dipungut oleh PTPN sehingga PTPN X mendapatkan utang pajak atas PPN jasa giling tebu selanjutnya PTPN X menggunakan perhitungan presentase kembali proporsional karena melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya dikenakaan PPN dan penyerahan dibebaskan PPN.

Sugarcane is the main crop that is the ingredient in producing sugar, so it is certain that Indonesia has many large sugar cane plantations. The national sugar production is decreased due to the productivity of sugar cane farming and the efficiency of the sugar factory which is decreasing. The number of sugar factories owned by Indonesia today is not proportional to the level of demand and consumption of sugar in Indonesian society.
One of the sugar factories that became the focus of this research is PTPN X Sugar Factory, currently PTPN X Sugar Factory continues to decrease the total amount of sugar production per ton, with the last data of 2016 which is only 380,403 tons of sugar. The decrease in consumption sugar produced is caused by two important factors, namely the land of farmers and the economic aspect of taxation. This study discusses the implementation of the imposition of Value Added Tax on Sugar Mill business activities of PTPN X and crediting of Input Tax PM on the business activities payable and exempted from VAT collection.
The purpose of this study is to analyze the implementation of the imposition of Value Added Tax on Sugar Mill business activities of PTPN X and crediting of Input Tax PM on the activities of PTPN X payable and exempted from VAT collection. This study used a qualitative approach with data collection techniques through field studies and literature studies.
The results of this research Sugar Factory PTPN X conducts two business activities namely the delivery of Taxable Goods and Taxable Services namely the delivery of sugar cane service and delivery of molasses drops, on delivery of the PTPN X must collect 10 VAT and PTPN X also do handover Taxable Goods exempted by VAT are the handover of sugar consumption, but in the implementation of VAT owed to the handover of sugar cane service has never been collected by PTPN so that PTPN X obtain tax debt on VAT of sugar cane service then PTPN X uses the proportional percentage of return for conducting business activities which is subject to VAT submission and VAT exemption.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Maulana Kusuma
"Penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh Revolusi Industri bagi Modernisasi pengolahan tebu di Tegal khususnya pabrik gula Doekoewringin dan Kemanglen dari tahun 1841-1853. Pabrik gula ini dibangun pada tahun 1841 oleh seorang veteran tentara Belanda yang bernama Theodore Lucassen. Pabrik gula Doekoewringin dan Kemanglen merupakan pabrik gula pertama yang menggunakan sistem uap tercanggih dan berasal dari perusahaan Derosne et Cail. Pabrik gula ini menjadi salah satu bentuk modernisasi mesin-mesin pabrik gula di Hindia Belanda pada masa cultuurstelsel (tanam paksa). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui modernisasi pengolahan tebu di Jawa dengan contohnya pabrik gula Doekoewringin dan Kemanglen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Sumber-sumber yang digunakan adalah sumber primer berupa arsip nasional dan arsip dari Delpher. Sumber sekunder yang digunakan berupa buku dan jurnal. Berdasarkan sumber yang diperoleh, pabrik gula Doekoewringin dan Kemanglen adalah pabrik gula pertama yang melakukan pengolahan tebu menggunakan mesin uap yang sama seperti pabrik gula di Karibia. Hal ini tentu menjadi sebuah contoh mengenai perkembangan teknologi dan industri yang ada pada pabrik gula di Jawa.

This study explains the influence of the Industrial Revolution on the modernization of sugarcane processing in Tegal, especially the Doekoewringin and Kemanglen sugar factories from 1841-1853. This sugar factory was built in 1841 by a veteran of the Dutch army named Theodore Lucassen. The Doekoewringin and Kemanglen sugar factories were the first sugar factories to use the most advanced steam system and came from the Derosne et Cail company. This sugar factory became a form of modernization of sugar factory machines in the Dutch East Indies during the cultuurstelsel (forced cultivation) period. This study aims to determine the modernization of sugar cane processing in Java with the example of the Doekoewringin and Kemanglen sugar factories. The method used in this study is the historical method. The sources used are primary sources in the form of the national archives and archives from Delpher. Secondary sources used in the form of books and journals. Based on the sources obtained, the Doekoewringin and Kemanglen sugar factories were the first sugar factories to process sugar cane using the same steam engine as sugar factories in the Caribbean. This is certainly an example of technological and industrial developments in sugar factories in Java."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Kurniawan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas Pabrik Gula Soemberhardjo dengan menggunakan
kajian arkeologi industri. Pengaruh Belanda pada masa kolonial memicu
berkembangnya industrialisasi di Nusantara. Salah satu industri yang berkembang
adalah industri gula. Berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial
mempengaruhi dinamika industri gula di Nusantara. Kondisi tersebut mendorong
berkembangnya pabrik-pabrik gula, salah satunya PG Soemberhardjo.
Lingkungan serta ketersediaan infrastruktur menjadi faktor penentu dalam
pendirian pabrik gula. Pendirian PG Soemberhardjo didukung dengan keberadaan
bangunan pabrik, pemukiman pegawai, dan peralatan produksi. Kelas-kelas sosial
pada masyarakat industri di PG Soemberhardjo terbentuk berdasarkan jabatan
yang tercermin dari bentuk rumah tinggal pegawai. Emplasemen pabrik gula
soemberhardjo dibentuk untuk mengakomodir kelas-kelas sosial yang ada.

ABSTRACT
This research is to study PG Soemberhardjo using industrial archaeology
as the perspective. Dutch influence in colonial era triggered the process of
industrialization in Nusantara. Regulations introduced by the colonial government
in that era affected the nature of sugar industries. The outcome was the thriving of
sugar factories accross Nusantara, one of the sugar factory built in this era was PG
Soemberhardjo. Environment and infrastructures are the determinant factors in the
establishment of sugar factory. The establishment of PG Soemberhardjo was
supported by the construction of the factory building, worker?s settlement, and the
availability of machineries. Social structures in PG Soemberhardjo?s industrial
society was formed based on the job position in factory and such structures are
reflected in the form of the dwellings. Emplacement of PG Soemberhardjo was
constructed to accomodate those kind of social structures"
2015
S66883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyandaru Kuncorojati
"Pabrik gula Sindanglaut merupakan salah satu tinggalan industri yang berasal dari masa kolonial dan diteliti menggunakan sudut pandang arkeologi industri. Masuknya bangsa Belanda ke Indonesia mulai memicu industri gula dalam skala besar dengan berdirinya pabrik gula di berbagai daerah di Jawa. Bangsa Belanda datang membawa pengaruh terhadap perkembangan teknologi produksi gula di Indonesia dengan dipergunakannya mesin-mesin hasil Revolusi Industri yang terjadi di Inggris pada abad ke-18. Salah satu pabrik gula yang didirikan di Jawa Barat pada masa kolonial adalah pabrik gula Sindanglaut. Pabrik gula Sindanglaut memiliki beberapa komponen penunjang kegiatan produksi gula, yaitu sumber daya alam, bahan baku, alat dan bangunan produksi, serta bangunan tempat tinggal pegawai. Berdirinya pabrik gula Sindanglaut tidak hanya memperkenalkan kegiatan industri kepada masyarakat pribumi tetapi juga ikut mengubah tatanan masyarakat yang semula feodal menjadi masyakarat industri. Pada masyarakat industri terdapat pembagian kelas sosial berdasarkan pekerjaan atau jabatan mereka. Pembagian kelas sosial menjadi beberapa golongan ditampilkan dalam bentuk bangunan pegawai dan pola ketetakanya.

Sindanglaut sugar factory is one of industrial heritage, which cmose from colonial era and is being researched with industrial archaeology’s perspective. The arrival of the Dutch in Indonesia started to affect sugar industry in huge scale in some of areas in Java. The Dutch has influenced the technology development of sugar production in Indonesia, such as using the machines, which is a result from Industry Revolution in England, that happened in 18th century. One of sugar factory that has built in West Java in colonial era is Sindanglaut sugar factory. Sindanglaut sugar factory has supporting components for activities of sugar production, such as natural resources, raw material, tools and production building, and also houses for the workers. The establishment of Sindanglaut sugar factory is not only to introduce industrial activity to the society, but also has changed the social structure of society, which at first is feudal and then became industrial society. In industrial society there is classification of social class, based on the job or their position. The classification of social class which divided the society into some classes is represented from the style of the building of worker’s houses and its position pattern."
2013
S46531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Husen Basri
"Tulisan ini membahas mengenai peristiwa pemogokan buruh yang terjadi di pabrik gula Krian pada tahun 1920. Dari peristiwa pemogokan buruh ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk menelusuri sejarah perburuhan terutama yang terjadi pada masa Hindia Belanda. Selain itu diharapkan dapat mengetahui peran serikat kerja yang selalu terlibat dalam setiap pemogokan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Untuk hasil yang dicapai dari tulisan ini menunjukkan buruh mogok kerja utamanya diakibatkan oleh kemiskinan buruh dan berakhirnya pemogokan tidak sepenuhnya berhasil karena hanya tuntutan kenaikan upah kerja saja yang akhirnya diwujudkan.

This paper discusses the events of labor strikes that occurred at the Krian sugar factory in 1920. From this strike event the labor is expected to provide benefits to trace the history of labor especially that occurred in the Dutch East Indies. In addition it is expected to know the role of unions that are always involved in every strike. The method used in this paper uses historical methods consisting of heuristics, criticism, interpretation and historiography. For the results of this paper, the labor strikes mainly due to the poverty of the labors and the end of the strike is not entirely successful because only the demands of the wage increase are finally realized.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Badril Munir
"Industri gula dalam beberapa tahun terkhir ini, telah berkembang menjadi bahan pembicaraan masyarakat khususnya kalangan industri penggunanya sebagai bahan Baku. Gula yang dikenal masyarakat adalah gula berbahan baku tebu, yang dikenal gula putih atau gula pasir. Konsumsi masyarakat terus mengalami peningkatan, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Tahun 2006, kebutuhan untuk konsumsi 3,5 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 2,3 juta ton/tahun. Dengan demikian terdapat kekurangan pasok kebutuhan bagi masyarakat.
Berangkat dari perkembangan gula putih atau gula pasir tersebut, maka industri gula rafinasi mulai dikenal masyarakat, industri gula rafinasi merupakan salah satu industri pengolahan yang sangat menjanjikan, sejak tahun 2002 telah bermunculan investasi dibidang industri gula rafmasi. Perkembangannya dari 1 perusahaan menjadi 5 perusahaan. Berkembangannya konsumsi gula, telah dirasakan tergeser oleh industri gula rafinasi. Tahun 2002 realisasi produksi gula rafinasi baru mencapai sebesar 150.000 ton/tahun, empat tahun kemudian (tahun 2006) telah mencapai 1.125.000 ton/tahun (laporan AGRI, 2005/2006), sementara konsumsi gula putih/gula pasir yang semula (2002) oleh masyarakat umum tercatat sebesar 2.668.305 ton dan tahun 2006 meningkat mencapai 3.177.765 ton/tahun, sedangkan konsumsi industri sebesar 1.100.000 ton/tahun oleh industri makanan dan minuman berskala menengah dan besar.
Gejala terkonsumsinya gula rafinasi mulai dirasakan oleh masyarakat petani tebu, yang memproduksi gula putih, adalah tidak mustahil gula rafinasi akan menggeser konsumsi gula putih dikemudian hari baik diserap oleh masyarakat maupun industri penggunanya, sebab gula rafinasi mempunyai tingkat kualitas lebih baik. Saat ini, ketentuan pemerintah terhadap gula rafinasi dibatasi hanya diperuntukkan oleh konsumsi masyakat industri.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa PT. Angels Products terus memacu peningkatan produksi, sejak awal berdiri (2003) berproduksi Baru 94.896,3 ton, memasuki tahun 2006, produksi mencapai 320.000 ton atau mengalami kenaikan 225.103,7 ton, kurun waktu 3 (tiga) tahun atau rata-rata 75.035 ton/tahun. Namun dalam kenyataan, PT. Angels Products masih mengandalkan pasar industri makanan dan minuman skala menengah dan besar. Ruang pasar ini direbut oleh industri gula rafinasi dalam negeri lainnya dan gula rafinasi asal impor, sementara potensi pasar lainnya belum tergarap seperti pasar industri kecil dan industri rumah tangga.

Sugar industries in last few years has been public issues consumed directly and known by industry societies as raw material. Sugar known in public is sugar from raw material cane and known as white sugar. The rate of public consumption continually increase, together with the growth of population. In 2006, the amount of consumption need is 3,5 million ton, meanwhile domestic production is only 2,3 million ton 1 year. So, there is less supply to meet public needs. Starting from the progress of white sugar, refinery sugar industry is initially known by public, especially for consumed industries.
Refinery sugar industry is one of promised processing industries, since 2002 many investments appear in refinery sugar industry field. This indicate that this industry has enough potency to develop in domestic. From 2002, shown that white sugar consumption known has been shifted by refinery sugar industry. If in 2002, realization of refinery sugar production is only as amount of 150.000 ton/year, so four year later (in 2006), the production has reached 1.125.000 ton 1 year (AGRI report, 2005 1 2006), so white sugar consumption for public consumption from 2.668.305 ton in 2002 has increased to 3.177.765 ton 1 year in 2006, meanwhile industrial consumption is 1.100.000 ton 1 year consumed by middle and big scale food and beverage industries.
This consumption of refinery sugar tendency is initially felt by cane farmer, who produce white sugar, and not impossible refinery sugar will shift white sugar consumption in the future, either consumed by public or industries, because refinery sugar has better quality level than white sugar produced by cane-based sugar plant from cane farmer. The policy is amended, so refinery sugar companies have subjected to this policy.
Based on the result of research, that PT. Angels Products has persistently boosted its production since the initial established (2003) with total production around 94.896,3 ton, and furthermore in 2006, total production is estimated 320.000 ton or increase 225.103,7 ton, and average production is 75.035 ton 1 year in three years. In this progress, PT. Angels Products still relies on his selling to foods and beverages industries in middle and big scale. In the fact, PT. Angels Products together with other refinery sugar industries should be able to produce for consumed industries. Meanwhile refinery sugar for small industries and household industries is not yet worked on optimally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>