Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133042 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silmi Kaffa
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai penolakan pemenuhan kewajiban imbalan jasa oleh pasien karena tidak terpenuhinya hak pasien atas informed consent dan rekam medis dalam putusan No. 396/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai peranan informed consent dan rekam medis terkait pemenuhan kewajiban imbalan jasa oleh pasien di rumah sakit serta tanggung jawab hukum rumah sakit terkait penolakan pemenuhan kewajiban imbalan jasa oleh pasien karena tidak terpenuhinya hak pasien atas informed consent dan rekam medis khususnya dalam putusan No. 396/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. Pembahasannya dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa informed consent dan isi rekam medis dapat dijadikan sebagai dasar pembayaran pelayanan kesehatan yang diterima pasien di rumah sakit. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar adanya sosialisasi yang lebih terkait apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban antara pasien dan rumah sakit agar masing-masing dapat sadar dan memahami secara utuh hak dan kewajibannya, khususnya dalam hal informed consent dan rekam medis sebagai dasar pembayar pelayanan kesehatan yang diterima pasien di rumah sakit.

ABSTRACT
This thesis discusses the refusal fulfillment of the service fee obligation by the patient due to the non-fulfillment of the patient's right to informed consent and medical record (study case of the court decision 396/PDT.G/2008/PN.JKT.PST). This thesis is focusing on the role of informed consent and medical records related to the fulfillment of service fee obligation by the patient in the hospital and the hospital liability related to the refusal fulfillment of the service fee obligation by the patient due to the non-fulfillment of the patient's right to informed consent and medical record especially in court decision 396/PDT.G/2008/PN.JKT.PST. Research method that is used in this thesis is normative juridical method. This thesis concluded that informed consent and medical record can be used as a basis for payment of the health services received by patients in the hospital. As the outcome, the result of this study suggests that it is advisable to make more informed socialization of the rights and obligations between the patient and the hospital so that each of them can be aware and fully understand their rights and obligations, especially in the case of informed consent and medical records as the basis for payment of the health services received by the patient in the hospital."
2017
S68486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.

Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haya Nabila Amani
"Informed consent merupakan salah satu unsur terpenting yang harus dipenuhi sebelum dilakukannya tindakan medis. Oleh karena itu, pemahaman mengenai informed consent sangat diperlukan baik pada pihak yang memberikan pelayanan kesehatan (health providers) dan pihak yang menerima pelayanan kesehatan (health receivers). Namun terdapat kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya informed consent, yakni dalam keadaan gawat darurat. Skripsi ini fokus pada kondisi-kondisi gawat darurat medis yang diatur dalam undang-undang yang mengecualikan pelaksanaan informed consent serta penerapan pengecualian ini terhadap gugatan perbuatan melawan hukum terhadap dokter yang tidak melaksanakan informed consent karena kondisi pasien yang tidak dapat menunggu untuk dilaksanakannya informed consent. Terkait kondisi gawat darurat, pada peraturan perundang-undangan di Indonesia telah terdapat pengaturan mengenai pelayanan kegawatdaruratan, namun masih terdapat kerancuan terkait indikator mengenai keadaan darurat. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan tipe deskriptif, data bersumber penelitian adalah data sekunder berupa bahan hukum dan data primer yakni melalui wawancara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, Informed Consent dalam tatanan perundang-undangan diatur dalam beberapa peraturan, antara lain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/ MENKES/III/PER/III/ 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Jika dikaitkan dengan hukum perikatan, informed consent timbul berdasarkan transaksi terapeutik yakni perikatan usaha (inspanningsverbintenis) antara dokter dan pasien. Pengecualian terhadap informed Consent didasari kewajiban dokter untuk mengusahakan upaya secara maksimal dalam demi kesehatan pasien termasuk dalam kondisi gawat darurat. Kondisi gawat darurat ini juga telah diatur dalam PERMENKES 47/2018 dimana suatu kondisi merupakan kondisi gawat darurat apabila memenuhi kriteria gawat darurat.

Informed consent is one of the most important elements that must be fulfilled before taking medical action. Therefore, an understanding of informed consent is needed both for those who provide health services (health providers) and those who receive health services (health receivers). However, there are conditions that make it impossible to carry out informed consent, namely in an emergency.This thesis focuses on medical emergency conditions regulated by law which exclude the implementation of informed consent as well as the application of this exception to lawsuits against doctors who do not carry out informed consent because of the patient's condition who cannot wait for informed consent to be carried out. Emergency conditions in Indonesian laws and regulations are regulated through arrangements regarding emergency services, but there is still confusion regarding indicators regarding emergencies. The research was conducted using a juridical-normative method with a descriptive type, the data sourced from the research were secondary data in the form of legal materials and primary data, namely through interviews. Based on research conducted by the author, Informed Consent in statutory arrangements is regulated in several regulations, including the Law of the Republic of Indonesia Number 36 of 2014 concerning Health Workers and Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 290/MENKES/III/PER/III/ 2008 concerning Approval of Medical Actions. Based on the law of obligations, informed consent arises based on therapeutic transactions, namely business engagements (inspanningsverbintenis) between doctors and patients. Exceptions to informed consent are based on the doctor's obligation to make maximum efforts for the sake of patient health, including in emergency situations. This emergency condition has also been regulated in PERMENKES 47/2018 where a condition is an emergency condition if it meets the criteria for an emergency."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Wulandari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai persetujuan tindakan medis informed consent pada pasien gangguan jiwa berat yaitu skziofrenia berdasarkan Hukum Kesehatan. Hal-hal yang dibahas ialah bagaimana informed consent terhadap pasien skizofrenia, tanggung jawab rumah sakit dan dokter terhadap pasien skizofrenia, dan analisis yuridis penerapan informed consent terhadap pasien skizofrenia di Rumah Sakit Dr. Soeharto Heerdjan Grogol. Metode penelitian yang digunakan penulis ialah yuridis-normatif, dengan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian ini adalah bahwa pasien skizofrenia yang masih memiliki kapasitas berhak atas informed consent baik untuk tindakan beresiko maupun yang tidak beresiko, informasi yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan jiwanya, dan didampingi oleh pihak yang bertanggung jawab terhadapnya.

ABSTRACT
This thesis discusses the approval of medical action informed consent in patients with severe mental disorder that is schizophrenia based on Health Law. The issues that will be discussed are how informed consent to schizophrenic patients, hospital and doctor responsibilities to schizophrenic patients, and juridical analysis of the implementation of informed consent to schizophrenic patients at Dr. Soeharto Heerdjan Grogol Mental Hospital. The research methodology used by the writer is juridical normative, with data source obtained through literature study and interviews. The results of this study are that schizophrenic patients who still have capacity are entitled to informed consent for both risky and non risk action, honest and complete information about mental health data, and accompanied by the party that is responsible for it. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Mesania Mimaisa
"Meningkatnya tuntutan masyarakat untuk menindaklanjuti secara hukum terhadap tindakan medis dokter yang dianggap sebagai perbuatan malpraktek ternyata pada pelaksanaannya menimbulkan permasalahan. Pro dan kontra yang terjadi antara masyarakat dengan para ahli hukum kedokteran sendiri berkaitan dengan definisi malpraktek dan bagaimana menentukan suatu tindakan medic seorang dokter dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktek. Perselisihan selanjutnya yang timbal adalah adanya dualisme penyelesaian secara hukum atas tindakan medis dokter yang dikategorikan sebagai tindakan malpraktek yang dalam dunia hukum di Indonesia sebagian benar hanya diselesaikan oleh suatu Majelis yang disebut Majelis Kehonnatan Etik Kedokteran (MKEK) yang notabene hanya memberikan sanksi berupa sanksi etika tanpa ada unsur pidananya. Hal inilah yang menimbulkan ketidakpuasan dalam diri pasien dan keluarga sebagai korban pada khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.
Dalam kaitannya dengan perselisihan tersebut, maka penulis dalam tesis ini berupaya memaparkan gambaran sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat mengenai rnaraknya tuntutan terhadap tindakan malpraktek yang dianggap telah dilakukan oleh dokter selaku tenaga kesehatan. Oleh karena suatu tindakan medis seorang dokter hares berdasarkan suatu asas yang diistilahkan dengan informed consent, maka perlu dibahas lebih dahulu mengenai asas tersebut sebagai salah satu dasar untuk rnenentukan adanya suatu tindakan malpraktek oleh dokter.
Pembahasan selanjutnya mengenai penyelesaian atas tindakan malpraktek yang dianggap telah dilakukan oleh dokter dikaji dalam dua bagian, yaitu, penyelesaian tindakan malpraktek oleh MKEK dan penyelesaian perkara tindakan malpraktek berdasarkan UU Praktik Kedokteran (UU No. 29 Tahun 2004). Dalam hal ini penulis mengauggap bahwa kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan sehingga alangkah baiknya apabila penyelesaian terhadap perkara tindakan malpraktek tersebut dikaji melalui perspektif etikolegal, yaitu penggabungan antara sanksi etika dengan sanksi pidana yang tentunya hams benar-benar diputuskan secara obyektif dan adil setelah dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan secara utuh dan menyeluruh sehingga memang dapat dibuktikan bahwa seorang dokter telah melakukan suatu tindakan malpraktek yang menimbulkan kerugian terhadap pasein sebagai konsumen jasa layanan kesehatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thiodora, Meta Permata Dewi
"Penelitian ini membahas perlindungan hukum terhadap pembeli atas tidak terpenuhinya isi perjanjian oleh developer yaitu tidak terlaksananya AJB karena sertipikat yang diurus oleh Notaris belum terbit. Adapun pembeli mengajukan gugatan perdata dan dalam Putusan No.60/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Tim jo. Putusan No.306/PDT/2020/PT.DKI menyatakan developer telah wanprestasi dan memerintahkan Bank berhenti melakukan pendebetan angsuran kredit atas nama pembeli sampai developer melaksanakan prestasinya. Disisi lain, putusan tersebut merugian Bank sebagai penyalur kredit terlebih sertipikat yang dijadikan jaminan belum ada sedangkan rumah tetap dikuasai oleh pembeli. Padahal mereka sejak semula telah mengetahui adanya covernote Notaris yang menyatakan sedang melakukan kepengurusan sertipikat. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap pembeli dan Bank atas wanprestasi yang dilakukan developer dan tanggung jawab Notaris atas tidak dipenuhinya covernote. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan wawancara yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis dapat dinyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap pembeli adalah bersifat represif karena berkaitan dengan Putusan Pengadilan sedangkan perlindungan terhadap Bank dapat dilakukan secara represif maupun preventif. Dalam kaitannya dengan Notaris yang tidak dapat menyelesaikan pengurusan sertipikat sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam covernote, maka Notaris bertanggung jawab penuh dan dapat dituntut secara perdata dan dikenakan sanksi administasi.

This research discusses the legal protection of buyers for the non-fulfillment of the contents of the agreement by the developer, namely the non-execution of AJB because the certificate taken care of by the Notary has not been issued. The buyer filed a civil suit and in Decision No.60/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Tim jo. Decision No.306/PDT/2020/PT.DKI stated that the developer had defaulted and ordered the Bank to stop debiting credit installments on behalf of the buyer until the developer carried out his performance. On the other hand, the verdict disadvantaged the Bank as a lender, especially since the certificate used as collateral did not yet exist while the house was still controlled by the buyer. In fact, they have been aware of the Notary's covernote which states that they are managing the certificate. The problem in this research is the legal protection of buyers and banks for defaults committed by developers and the responsibility of Notaries for non-fulfillment of covernotes. This normative juridical research uses secondary data collected through document studies and then analyzed qualitatively. The results of the analysis can be stated that the legal protection of the buyer is repressive because it relates to what has been decided by the Court while the protection of the Bank can be done repressively and preventively. In relation to the attitude of a notary who fails to complete the processing of a certificate within the time period specified in the covernote, it can be explained that the notary is fully responsible for the covernote he has made and can be sued civilly and subject to administrative sanctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rahmadianti
"Analisis Kelengkapan Pengisian Informed consent Pada Rekam Medis Pasien Tindakan Bedah di RS X Tahun 2016 Penelitian ini membahas kelengkapan pengisian informed consent tindakan bedah di RS X tahun 2016. Tujuan penelitian ini adalah agar dapat mengetahui gambaran kelengkapan pengisian informed consent tindakan bedah. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pengisian kuesioner dan kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen formulir informed consent menggunakan daftar tilik serta menggunakan data sekunder. Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 56,9 dari total formulir yang diamati telah diisi secara lengkap.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belum adanya Standar Prosedur Operasional dan Kriteria tentang kelengkapan pengisian formulir informed consent tindakan bedah. Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak lengkapnya pengisian formulir informed consent tindakan bedah di RS X.

Analysis of the Completeness of Filling Informed consent Forms in Surgery Patients Medical Record at Hospital X 2016 This study explores the completeness of filling surgery informed consent forms at Hospital X in 2016. The aim of this study is to illustrate the degree of completeness of filled in consent forms pertaining to surgical actions. The design of this study uses a quantitative method through questionnaires, a qualitative method through in depth interviews and document review informed consent forms through checklists, and also the use of secondary data.
Results of this study shows that an average of 56.9 of consent forms were completely filled. This study also reveals that there is a lack of Standard Operating Procedure and criteria about completed informed consent forms for surgery, which may be one of the factors contributing to incomplete surgery informed consent forms at Hospital X.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pramudya Sekar Arum
"Penelitian ini menganalisis tentang implementasi informed consent, kedudukan, dan peranan informed consent bagi pasien ODGJ di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (Soerojo Hospital). Masalah yang dibahas adalah mengenai implementasi informed consent bagi pasien ODGJ dan kedudukan serta peranan Soerojo Hospital dalam pengimplementasian informed consent. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Implementasi informed consent bagi pasien ODGJ tanpa wali di Soerojo Hospital dilakukan melalui berbagai tahapan. Jika tidak ditemukan wali/keluarga pasien maka yang bertanggung jawab penuh adalah dari pihak Soerojo Hospital. Kedudukan Soerojo Hospital sebagai penanggung jawab tertuang dalam Kepdirut Nomor HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 dan Kepdirut Nomor HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital bertanggung jawab langsung atas segala tindakan medis yang dilaksanakan dan harus sesuai dengan kesepakatan atau informed consent yang disepakati oleh pasien. Dalam praktiknya, antara peraturan perundang-undangan dengan Kepdirut Soerojo Hospital dalam hal implementasi informed consent dan kedudukan rumah sakit sudah sesuai namun harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan demi kesejahteraan pasien.

This study analyzed the implementation of informed consent, its status, and its role for patients with mental disorders at Prof. Dr. Soerojo Magelang Psychiatric Hospital (Soerojo Hospital). The issues discussed include the implementation of informed consent for patients with mental disorders and the position and role of Soerojo Hospital in the implementation of informed consent. This study employed doctrinal research methods. The implementation of informed consent for patients with mental disorders without guardians at Soerojo Hospital is conducted through various stages. If no guardian or family member is found, Soerojo Hospital assumes full responsibility. The position of Soerojo Hospital as the responsible party is stipulated in Director’s Decree Number HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 and Director’s Decree Number HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital is directly responsible for all medical actions, which must follow the informed consent agreed by the patient. In practice, the regulations and the Director’s Decrees of Soerojo Hospital regarding the implementation of informed consent and the hospital's position are aligned, but continuous maintenance and enhancement are necessary for the patient's well-being."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>