Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58903 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Fidian Indrastia
"ABSTRAK
Glimepirid merupakan agen antidiabetes oral yang termasuk dalam sistem klasifikasi biofarmasetika kelas dua yang berarti memiliki kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi. Kelarutan yang rendah tersebut membatasi laju pelarutan obat sehingga menjadi masalah dalam bioavailabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan laju pelarutan glimepirid melalui pembentukan kokristal dengan beberapa metode yaitu evaporasi pelarut, solvent-drop grinding, dan spray drying. Kokristal dibuat menggunakan koformer nikotinamid, asam suksinat, dan asam malat dengan perbandingan molar 1:1 dan 1:2. Kokristal yang dihasilkan dikarakterisasi dengan mikroskop polarisasi, Scanning Electron Microscopy SEM , Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR , Simultaneous Thermal Analysis STA . Uji disolusi dilakukan dalam medium dapar fosfat pH 7,8 pada suhu 37 C selama 60 menit. Hasil tampilan mikroskop polarisasi dan SEM menunjukkan bentuk kristal. Spektrum FTIR memperlihatkan terbentuknya ikatan hidrogen antara glimepirid dan koformer. Termogram DSC dan TGA yang diperoleh dari STA menunjukkan penurunan titik lebur pada kokristal. Hasil uji laju pelarutan menunjukkan bahwa seluruh kokristal glimepirid mampu meningkatkan laju pelarutan dengan peningkatan paling tinggi terjadi pada kokristal glimepirid-nikotinamid perbandingan 1:1 metode solvent-drop grinding dengan peningkatan hingga 4,39 kali glimepirid murni. Pada penelitian ini terbukti kokristal glimepirid yang dibuat mampu meningkatkan laju pelarutan glimepirid sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas.

ABSTRACT
Glimepiride is an oral antidiabetic agent that belongs to a second class biopharmaceutical classification system which has low solubility. This limits the rate of dissolution of the drug which leads a problem in bioavailability. This study aims to increase the dissolution rate of glimepiride through the formation of cocrystal with several methods which are solvent evaporation, solvent drop grinding, and spray drying. The co crystals were prepared using nicotinamide, succinic acid, and malic acid as coformers with 1 1 and 1 2 molar ratio. The co crystals were characterized by polarizing microscope, Scanning Electron Microscopy SEM , Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR , and Simultaneous Thermal Analysis STA . Dissolution study was carried out in phosphate buffer pH 7.8 at 37 C for 60 min. Polarizing microscope and SEM micrographs showed formation of the crystals. FTIR spectrum showed the formation of hydrogen bonds between glimepiride and coformers. DSC and TGA thermograms showed decreasing in melting point of the co crystals. Dissolution study results showed that the co crystals could increase glimepiride dissolution rate up to 4.39 folds compared to pure glimepiride. In conclusion, co crystals formation with nicotinamide, succinic acid, and malic acid could increase dissolution rate of glimepiride. Hence, it can improve bioavailability."
2017
S68982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fienda Triani
"ABSTRAK
Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical
Classification System kelas dua dengan kelarutan rendah dan daya tembus
membran yang tinggi. Sehingga laju pelarutan menjadi tahap penentu kecepatan
bioavailabilitas obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perbedaan metode pembentukan kokristal terhadap laju pelarutan karbamazepin
dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Kokristalisasi
dengan kedua metode tersebut dibuat dalam perbandingan formula yaitu 1:1, 2:1,
dan 1:0. Berdasarkan uji morfologi dan difraksi sinar-x, menunjukan terjadinya
perubahan bentuk dan ukuran kristal pada semua perbandingan. Formulasi 1:1
pada metode penguapan pelarut dengan DE(180) sebesar 7,38% memiliki laju
pelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Karbamazepin standar dan
kokristalisasi dengan metode solvent drop grinding. Hasil uji termal
memperlihatkan adanya penurunan titik lebur pada hasil kokristalisasi dan
spektroskopi inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen
antara Karbamazepin dengan asam suksinat.

Abstract
Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical
Classification System class with low solubility and high permeability membrane.
So that the rate of dissolution into the pacesetter stage drug bioavailability. The
purpose of this study was to determine the effect of different methods of
formation of the rate of dissolution of carbamazepine cocrystal by solvent
evaporation method and the solvent drop grinding. Cocrystalisation by both
methods were made in comparison formula is 1:1, 2:1, and 1:0. Based on
morphological tests and x-ray diffraction, showing the changes in shape and size
of the crystals in all comparisons. Formulation at 1:1 evaporation method with
DE(180) of 7.38% has a higher dissolution rate compared with standard
carbamazepine than cocrystalisation with solvent drop grinding method. Thermal
test results showed a decrease in melting point and infrared spectroscopy
cocrystalisation results indicate the existence of hydrogen bonding interactions
between carbamazepine with succinic acid."
Universitas Indonesia, 2012
S43314
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkianna
"ASBTRAK
Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical
Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas
yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi
obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan
karbamazepin dengan pembentukan kokristal menggunakan asam tartrat sebagai
koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode penguapan pelarut dan
solvent drop grinding. Formulasi karbamazepin dan asam tartrat dibuat dengan
perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1. Kokristal dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dan
DSC kemudian dibandingkan dengan karbamazepin. Berdasarkan uji difraksi
sinar-x, terjadi perubahan bentuk dan ukuran kristal pada kokristal. Hasil
spektrum inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara
karbamazepin dan asam tartrat. Laju pelarutan paling tinggi diperoleh dari metode
penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1. Peningkatan laju pelarutan mencapai
2,55 kali dari karbamazepin standar dengan DE180 sebesar 9,60%.

ABSTRACT
Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification
System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution
rate becomes rate limiting step of drug absorption. This study is intended to
enhance the dissolution rate of carbamazepine by forming cocrystal with tartaric
acid as coformer. Cocrystal were made by solvent evaporation and solvent drop
grinding method. Formulations of carbamazepine and tartaric acid were made
with a ratio of 1:0, 1:1, and 2:1. Cocrystal was characterized by FTIR, XRD, and
DSC compared with carbamazepine. Based on the x-ray diffraction test, the
changes in shapes and sizes of the crystals was shown. Moreover, the infrared
spectrum showed hydrogen bonding interaction between carbamazepine and
tartaric acid. The highest dissolution rate was obtained from solvent evaporation
method with ratio of 1:1. Enhancement of dissolution rate reached 2.55 times
from standard with DE180 9.60%."
Universitas Indonesia, 2012
S42277
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Nelrima Evangelista
"Glimepirid merupakan obat yang praktis tidak larut dalam air. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan laju larut dan laju disolusi glimepirid dalam air dengan cara-cara tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan laju larut glimepiride menggunakan sistem dispersi padat dengan eksipien koproses polivinil pirolidon PVP , maltodekstrin MD , dan polietilen glikol PEG . Pada penelitian ini, dibuat tujuh jenis eksipien koproses PVP-MD-PEG dengan tujuh perbandingan berbeda yaitu 1:1:1, 1:1:2, 1:2:1, 2:1:1, 2:2:1, 2:1:2, dan 1:2:2. Ketujuh eksipien koproses tersebut dilakukan karakterisasi meliputi analisis gugus fungsi, morfologi partikel, distribusi ukuran partikel, kadar air, derajat keasaman, dan laju alir. Selanjutnya, dilakukan pembentukan dispersi padat dengan perbandingan 1:2 antara glimepirid dan eksipien koproses. Hasil dispersi padat yang diperoleh dievaluasi meliputi penampilan fisik, morfologi partikel, analisis gugus fungsi, analisis termal, uji difraksi sinar-X dan uji disolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksipien PVP-MD-PEG 2:1:1 memiliki laju alir dan kadar air yang paling baik dibanding eksipien lainnya sementara dispersi padat yang menggunakan eksipien koproses 2:1:1 memiliki puncak endotermik 186,26oC, entalpi leburan 63,65 J/g, tinggi puncak difraksi sinar-X 4921,57 dan peningkatan laju disolusi 4,02 kali lebih besar pada menit ke 120 dibanding glimepirid murni dan memiliki laju disolusi tertinggi diantara dispersi padat lainnya.

Glimepiride is a third generation sulfonylurea drug used in the treatment of type II diabetes mellitus that practically insoluble in water. Its solubility needs to be increased by some methods which one of the methods is solid dispersion. The main objective of this study was to increase glimepiride rsquo s dissolution rate using solid dispersion method with coprocessed excipient of polyvinylpyrrolidon PVP , maltodextrin MD and polyethylene glycol PEG . In this study, seven kinds of the coprocessed excipients of PVP MD PEG were prepared in the ratio of 1 1 1, 1 1 2, 1 2 1, 2 1 1, 2 2 1, 2 1 2, and 1 2 2. Furthermore, the coprocessed excipients of PVP MD PEG were characterized in terms of morphology, particle size distribution, moisture content, pH, and flow rate. Moreover, the coprocessed excipients were used in solid dispersion with the ratio 1 2 for glimepiride and coprocessed excipient. Solid dispersions were characterized by dissolution rate test, x ray diffraction, differential scanning calorimetry, infrared spectrophotometry, and scanning electron microscopy. The results showed that coprocessed excipient with the ratio of 2 1 1 revealed good flow properties and water content. In conclusion, the solid dispersion with coprocessed excipient with the ration of 2 1 1 has endothermic peak 186.26oC, fused enthalpy 63,65J g, x ray diffraction peak 4921.57 and has the best dissolution rate on minute 120 increased by 4.02 times faster than pure glimepiride.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Muhamad Kadri
"Ibuprofen merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan ibuprofen dengan pembentukan kokristal menggunakan asam tartrat sebagai koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode dry grinding dan solvent drop grinding. Formulasi ibuprofen dan asam tartrat dibuat dengan perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1. Kokristal dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dan DSC kemudian dibandingkan dengan ibuprofen. Berdasarkan uji difraksi sinar-x, terjadi perubahan bentuk dan ukuran kristal pada kokristal. Hasil spektrum inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara ibuprofen dan asam tartrat. Laju pelarutan paling tinggi diperoleh dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 2:1. Peningkatan laju pelarutan mencapai 4,06 kali dari ibuprofen standar dengan DE8 sebesar 17,24%.

Ibuprofen is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution rate becomes rate limiting step of drug absorption. This study is intended to enhance the dissolution rate of ibuprofen by forming cocrystal with tartaric acid as coformer. Cocrystal were made by dry grinding and solvent drop grinding method. Formulations of ibuprofen and tartaric acid were made with a ratio of 1:0, 1:1, and 2:1. Cocrystal was characterized by FTIR, XRD, and DSC compared with ibuprofen. Based on the x-ray diffraction test, the changes in shapes and sizes of the crystals was shown. Moreover, the infrared spectrum showed hydrogen bonding interaction between ibuprofen and tartaric acid. The highest dissolution rate was obtained from solvent drop grinding method with ratio of 2:1. Enhancement of dissolution rate reached 4.06 times from standard with DE8 17.24%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Prayoga
"Glimepirid diklasifikasikan sebagai obat dalam sistem klasifikasi biofarmasetika kelas II yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan memformulasikan dispersi padat menggunakan PEG 6000 dan Poloxamer 188 sebagai polimer dengan perbandingan bobot 1:2; dibandingkan dengan kokristal dari glimepirid menggunakan nikotinamid dengan perbandingan molar 1:2. Penelitian ini bertujuan membandingkan efisiensi disolusi tablet dipersi padat glimepirid dengan tablet kokristal glimepirid. Dispersi padat disiapkan dengan metode peleburan dan kokristal disiapkan dengan metode solvent drop grinding. Dispersi padat dan kokristal dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM), difraksi sinar-X, dan kadar air. Formulasi tablet dievaluasi untuk persyaratan kekerasan tablet, keregasan tablet, kandungan obat, waktu hancur, dan efisiensi disolusi. Peningkatan disolusi paling tinggi terjadi pada formulasi tablet dispersi padat dengan perbandingan glimepirid-PEG 6000-Poloxamer 188 (1:1:1) dengan efisiensi disolusi mencapai 3,52 kali tablet glimepirid murni. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tablet yang mengandung dispersi padat dan kokristal glimepirid mampu meningkatkan laju disolusi dibandingkan tablet glimepirid murni.
Glimepiride is classified as a BCS class II drug which has low solubility and high permeability. An attempt has been made to increase the solubility of this model drug by formulating solid dispersion using PEG 6000 and Poloxamer 188 as polymer with 1:2 weight ratio and compared with co-crystal of glimepiride using nicotinamide as polymer with 1:2 molar ratio. This study aims at comparing the dissolution eficiency of solid dispersion and co-crystal in tablets. The solid dispersions was prepared by fusion method and co-crystal was prepared by solvent drop grinding method. Solid dispersions and co-crystal were evaluated for Fourier Transform Infrared Spectroscopy, Scanning Electron Microscopy, X-Ray Difraction, and moisture content. Tablet formulations were evaluated for various pharmaceutical characteristics viz. hardness, % friability, weight variation, drug content, disintegration time, and in vitro dissolution profiles. Solid dispersion tablet with containing drug is glimepiride-PEG 6000-Poloxamer 188 (1:1:1) gives best dissolution eficiency up to 3,52 folds compared to pure glimepiride tablet. In conclusion, solid dispersion tablet and co-crystal tablet of glimepirid could increase dissolution eficiency of pure glimepirid tablet."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Novitasari
"Lansoprazol merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi obat.
Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan lansoprazol dengan pembentukan kokristal menggunakan nikotinamid sebagai koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding. Kokristal lansoprazol dibuat dengan perbandingan molar 1:1 dan 1:2. Kokristal dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Powder X-Ray Diffraction (PXRD), dan Differential Scanning Calorimetry (DSC) yang dibandingkan dengan lansoprazol murni.
Berdasarkan hasil spektroskopi inframerah memperlihatkan terbentuknya ikatan hidrogen antara lansoprazol dengan nikotinamid. Dari hasil uji termal dan uji difraksi sinar-X memperlihatkan terjadi pembentukan kristal pada kokristal dan penurunan titik lebur dibandingkan dengan lansoprazol murni.
Hasil spektrum inframerah menunjukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara lansoprazol dan nikotinamid. Dari hasil disolusi dalam medium aquabidest terlihat peningkatan laju pelarutan paling tinggi yang diperoleh dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:2 dimana dalam 5 menit terjadi peningkatan sebesar 8,4 kali dibandingkan dengan lansoprazol murni.

Lansoprazole is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution rate becomes rate limiting step of drug absorption.
This study is intended to enhance the dissolution rate of lansoprazole by forming cocrystal with nicotinamide as coformer. Cocrystal of lansoprazole was prepared by solvent evaporation and solvent drop grinding method with a molar ratio of 1:1 and 1:2. The prepared cocrystal was further characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Powder X-Ray Diffraction (XRD), Differential Scanning Calorimetry (DSC) and Dissolution test.
FTIR suggested formation of hydrogen bonding between lansoprazole and nicotinamide. DSC and XRD studies revealed formation of crystal from cocrystal and decreased in melting point of cocrystal when compared to pure lansoprazole.
The result of dissolution in double distilled water medium indicated a highest dissolution rate was obtained from solvent drop grinding method with molar ratio of 1:2 in 5 min dissolution reached 8.4 fold when compared to pure lansoprazole.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47719
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Lambung kapal perang membutuhkan material dengan spesifikasi ketangguhan yang baik agar dapat menahan beban kejut Biasanya lambung kapal terbuat dari baja jenis HSLA High Strength Low Alloy Baja jenis ini sangat berpotensi untuk ditingkatkan sifat mekanisnya agar sesuai digunakan sebagai material lambung kapal perang khususnya ketangguhan Oleh karena itu penelitian ini mempelajari proses perlakuan panas untuk meningkatkan sifat mekanis baha HSLA grade EH36 khususnya ketangguhan Proses perlakuan panas yang dilakukan adalah Austenisasi pada temperatur 850 900 dan 950 oC selama 20 menit diikuti dengan pendinginan cepat menggunakan media air oli dan oli panas Perlakuan panas selanjutnya adalah Tempering pada temperatur 600 oC selama 30 menit Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji kekerasan mikro dan pengujian impak serta pengamatan struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik Hasil dari perlakuan panas berhasil meningkatkan ketangguhan baja HSLA grade EH36 dari 6 80 Joule cm2 menjadi 37 90 Joule cm2 atau 325 lebih tinggi dari ketangguhan kondisi awal Perlakuan panas berhasil mendapatkan fasa ferit acicular yang fraksi volumenya menurun seiring dengan peningkatan temperatur austenisasi yaitu 50 5 pada 850oC 18 pada 900oC dan 9 pada 950oC , Ship hull requires material with specification of good toughness to be able to stand for impact load Usually ship hull is made of HSLA Steel High Strength Low Alloy This type of steel is very potential to be improved on mechanic properties to suit the use in warship hull particularly its toughness Therefore this research studied heat treatment process to improve mechanic properties of HSLA Steel grade EH36 Heat treatment was Austenisation at 850 900 dan 950 oC for 20 minutes followed by quenching in water oil and hot oil Further heat treatment was tempering performed at 600 oC for 30 minutes Characterisation including hardness testing and impact testing as well as microstructure observation by using optical microscope Heat treatment succeed to improve toughness of HSLA steel grade EH36 from 6 80 Joule cm2 to 37 90 Joule cm2 or as much as 325 higher than as rolled condition Heat treatment successfully obtained acicular ferrite which decreases with increasing temperature 50 5 at austenisation 850 C 18 at austenisation 900oC and 9 at austenisation 950oC ]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dieki Rian Mustapa
"ABSTRAK
Asam mefenamat merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical
Classification System kelas dua dengan kelarutan rendah dan daya tembus
membran yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju
absorpsi obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu
pembentukan kristal terhadap karakteristik kokristal asam mefenamat-asam
tartrat. Kokristalisasi dibuat menggunakan metode pelarutan dengan proses
pembentukan kristal dalam suhu kamar dan suhu dingin. Formulasi asam
mefenamat dan asam tartrat dibuat dengan perbandingan 2:0,5, 1:1, dan 2:1.
Berdasarkan uji morfologi dan difraksi sinar-x, terjadi perubahan bentuk dan
ukuran kristal pada formulasi 2:1. Formulasi 2:1 pada kristalisasi dalam suhu
dingin dengan DE(5) sebesar 25,42% memiliki laju pelarutan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asam mefenamat standar dan kristalisasi pada suhu kamar.
Hasil uji termal dan spektroskopi inframerah menunjukan tidak adanya interaksi
berupa ikatan hidrogen antara asam mefenamat dengan asam tartrat. Peningkatan
laju pelarutan yang di sebabkan oleh perubahan bentuk dan ukuran kristal
menghasilkan penurunan energi peleburan dari 164,7653 J/g menjadi 154,1789
J/g dan 135,2607 J/g.

ABSTRACT
Mefenamic acid is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification
System class two with low solubility and high permeability membrane so that the
rate of dissolution becomes rate limiting step of drug absorption. The purpose of
this study is to determine the effect of crystal formation temperatures on the
characteristics of co-crystal mefenamic acid-tartaric acid. Co-crystallization was
made using a dilution methods with the process of crystal formation using cooling
at room temperatures and cold temperatures. Formulations of mefenamic acid and
tartaric acid is made with a ratio of 2:0,5, 1:1, and 2:1. Based on morphological
tests and x-ray diffraction, the changes in shape and size of the crystals was on the
formulation of 2:1. Crystallization in the 2:1 formulation at cold temperatures
with DE(5) of 25.42% have higher dissolution rate than mefenamic acid and
crystallization at room temperature. The test results of thermal and infrared
spectroscopy showed no presence of hydrogen bonding interaction between
mefenamic acid with tartaric acid. Increasing the rate of dissolution is caused by
changes in shape and size of the crystals resulting a decrease in fusion energy
from 164.7653 J / g to 154.1789 J / g and 135.2607 J / g.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1820
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>