Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17703 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Danang Priatmodjo
"ABSTRAK
Kehilangan kekuasaan politik sejak tahun 1950, Keraton Kasunanan Surakarta
menjalani masa survival untuk mempertahankan eksistensi kerajaan yang dibangun pada
tahim 1745 ini. Setengah abad kemudian tampak bahwa usaha keraton mulai menuai
basil. Tradisi-tradisi yang semula hilang bangkit kembali, dan upacara-upacara ad at Jawa
semakin marak dijalankan baik di dalam maupun di luar keraton. Gelar kebangsawanan
dikejar oleh berbagai kalangan pada skala nasional; dari orang biasa, usahawan, sampai
pejabat tinggi pemerintah.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan Keraton Kasunanan dapat
dipertahankan karena peran sentral Raja Paku Buwono XII dalam melestarikan tradisi dan
memelihara ritual keraton. Dari sudut pandang antropologi politik, upaya sang raja ini
dapat diartikan sebagai bentuk strategi peneguhan kekuasaan melalui pemeliharaan
dukungan, legitimasi, dan otoritas. Pemeliharaan tradisi dan ritual yang sarat dengan
makna simbolik (bila perlu menciptakan tradisi baru yang tampak seolah tradisi kimo)
berperan besar dalam meneguhkan legitimasi kekuasaan. Di samping itu, keraton juga
menggimakan basis sakral sebagai strategi politik. Konsep keraton sebagai jelmaan alam
semesta {imago mundi) dan raja sebagai pusat alam semesta {axis mundi) dipakai sebagai
alat untuk meneguhkan eksistensi kerajaan yang sesungguhnya tidak lagi memiliki
kekuasaan politik.
Dari sudut pandang antropologi perkotaan, strategi survival berbuah pada bentukbentuk
kompromi penggunaan ruang dan tata ruang keraton berumur 250 tahun ini. Di
sini dapat dilacak pola perubahan dan konstansi tata ruang, yang menyangkut elemenelemen
tetap, setengah-tetap, dan tidak tetap.
Di balik kisah kebangkitan keraton yang tampak fenomenal ini, jika ditempatkan
pada skala yang lebih luas (skala kota Surakarta atau negara Indonesia), geliat Keraton
Kasunanan masa kini masih terlihat bagaikan "negara teater" yang mengandalkan
suguhan tradisi sebagai menu utamanya. Semangat mendukung keberadaan keraton
nampaknya masih merupakan minat individual.

ABSTRACT
Losing its political power in 1950, Keraton Kasunanan Surakarta has endured a
survival period in preserving the existence of this kingdom that was established in 1745.
Half a century later, seems that the kingdom has gained a considerable success.
Vanishing traditions have restored, while the practice of old Javanese rituals have
blossoming both inside and outside the kingdom wall. Nobility titles have been demanded
by broad range of people in nation-wide; from ordinary people, businessmen, until highrank
government officers.
The research reveals that the existence of Keraton Kasunanan has survived because
of the central role of King Paku Buwono XII in preserving traditions and maintaining
keraton's rituals. From the viewpoint of political anthropology, all the king's efforts can
be meant as strategy of strengthening the power by maintaining supports, legitimacy, and
authority. Maintenance of traditions and rituals, which full of symbolic meanings (and if
necessary, inventing new tradition that looks like ancient tradition), takes an important
role in building up power legitimacy. The kingdom has also made use of sacred base as
political strategy. The idea that puts the palace complex as representation of the universe
(imago mundi), and the king as center of the universe (axis mundi) has been used as a
tool to strengthen the existence of the kingdom that in fact has no more political power.
From the viewpoint of urban anthropology, the strategy of survival has resulted in
the compromise in the use of space and the spatial order of this 250-year old kingdom.
Here can be traced the change and constancy of urban order, which cover the fixed-feature,
semifixed-feature and nonfixed- feature elements.
Behind the revival story of the kingdom that looks phenomenal, ifplaced in larger
scale (city-wide Solo, or country-wide Indonesia), the struggle of Keraton Kasunanan
today appears no more than a "theater state " that relies on performing tradition as its
main menu. The spirit of supporting kingdom's existence seems to be individual interests."
2004
D834
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ratna Nurhajarini
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1999
959.82 DWI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Setiadi, 1951-
Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2000
923.1 BRA r (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afif Alhad
"ABSTRAK
Kebahagiaan atau subjective well-being adalah motivasi utama manusia dalam
kehidupan. Kepribadian dianggap sebagai faktor yang sangat penting mempengaruhi
subjective well-being karena kepribadian menetap pada individu. Five-factor model of
personality adalah salah satu pendekatan dalam teori kepribadian yang terdiri dari
lima trait yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan
conscientiousness. Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa extraversion
dan neuroticism merupakan trait yang sangat mempengaruhi subjective well-being.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara five-factor model of
personality dengan subjective well-being pada abdi dalem Keraton Kasunanan
Surakarta dan untuk melihat trait yang paling besar pengaruhnya terhadap subjective
well-being. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa five-factor
model of personality memberi kontribusi cukup besar terhadap subjective well-being
yaitu 47.3%. Trait yang secara signifikan mempengaruhi subjective well-being abdi
dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah agreeableness, extraversion,
dan openness to experience

ABSTRACT
Happiness or subjective well-being is considered the most crucial motivation
for individuals in their life. Personality, regarding its stability in individuals, has been
identified as essential factor in investigating subjective well-being. Five-factor model
of personality is one of the approaches in personality theory comprising neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness, and conscientiousness. Previous
studies suggest that extraversion and neuroticism are strong predictors for subjective
well-being. This study aims to assess the association between five-factor model of
personality and subjective well-being on abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, and to identify the most influential trait toward subjective well-being.
The result from multiple regression analysis indicated that 47.3% of subjective wellbeing
was predicted by five-factor model of personality. Agreeableness, extraversion,
and openness to experience appeared to be significantly influential for subjective
well-being on abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat"
2016
T46416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Widayati
"Pada awal formasi karaton, yakni zaman kota kerajaan Jawa yang memiliki wilayah kekuasaan di luar benteng kota (manca negara), permukiman karaton dapat berfungsi sebagai "ruang-antara" dan "ruang-pertahanan", selain itu merupakan salah satu komponen dari struktur pemerintahan dan kekuasaan karaton pada saat itu (abdi dalem dan sentana dalem). Setelah Indonesia Merdeka tahun 1945 "Kota-Kerajaan" berubah status politiknya menjadi bagian dari kota demokratis yang dikelola berdasarkan ketentuan perundangan sesuai klasifikasinya. Perubahan tersebut berdampak pada keradaan permukiman di sekitar karaton, dari sistem Magersari menjadi RT dan RW dan Kalurahan.
Metoda yang dipakai strategy grounded theory research atau riset yang memberikan basis kuat suatu teori. Penelitian difokuskan pada aktor-aktor secara aktif atau pasif yang relevan terlibat dalam proses perubahan permukiman karaton. Data yang dikumpulkan "Fokus Investigasi" diarahkan pada para aktor yang mempengaruhi perubahan tersebut baik internal maupun eksternal. Basis melakukan investigasi adalah data itu sendiri tanpa tuntunan suatu perangkat teori tertentu.
Temuan investigasi, non fisik yang mengarah kepada perubahan komuniti dianalisis dengan teorinya Giddens tentang; Teori Strukturasi: Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat (2010), yang penekanan kajiannya pada; praktik sosial yang tengah berlangsung, sebagaimana adanya. Dengan mengulas aktor, agen yang berperan dalam perubahan. Hasilnya disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang heterotropia, didapat hasil secara makro mengalami heterotopia.
Temuan investigasi, fisik dibagi menjadi 3 yaitu; 1). Tatanan makro terdiri dari benteng yang mengelilingi, tidak berubah karena benteng tetap berdiri tegak sebagaimana adanya, dapat dimaknai sebagai heterotopia. Hal tersebut dikarenakan kondisi arsitektural sampai sekarang tidak mengalami perubahan (sama), secara ujud tetap ada tetapi kehidupannya telah mengalami perubahan, yang pada awalnya mempunyai pola pikir "mengabdi kepada raja" sekarang ini menjadi masyarakat yang merdeka dengan pola pikir "hidup untuk mencari uang supaya dapat hidup layak". 2). Tatanan meso mengalami perubahan dari toponimi nama masing-masing permukiman menjadi tatanan Rukun Tetangga, dan Rukun Warga sesuai dengan Tatanan Struktur Pemerintah Kota Surakarta. disandingkan dengan pendapat Foucault (1967) tentang Heterotropia, didapat hasil secara mezzo mengalami heterotopia. 3). Tatanan mikro yaitu spatial permukiman mengalami perubahan antara lain; Tamtaman, Kampung Baluwerti, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, satu-satunya ruang terbuka untuk berlatih naik kuda para putra dalem dan pangeran. Perubahan mikro tersebut apabila disandingkan dengan teorinya Foucault tentang heterotopia dan tropotopia serta Harjoko tentang tropotopia, hasilnya permukiman karaton mengalami tropotopia.
Kesimpulannya permukiman karaton (Baluwerti) ditinjau dari tatanan makro, meso, dan mikro telah mengalami perubahan non fisik, yang berakibat terhadap fisik [spasial] yang tak terkendali dan dapat dipahami sebagai perubahan "tempat" (topos) yang mengalami dua "nilai" makna-hetero dan tropo-topia, hal ini akan menjadi "asing" bagi mereka yang pernah mengenal dalam konteks lingkung arsitektur "asli/awal", tetapi juga berubah di sana-sini menjadikannya tempat dengan bentuk arsitektur "aneka gaya"

In the beginning of karaton formation, namely era of Javanese kingdom towns had power area outside of town fort (foreign countries), karaton settlement can function as "space-inbetween" and "defense space", besides it was one component of government structures and karaton power at that time. After Indonesia was Independent in 1945 "Kingdom towns" changed in its political status into part of democratic city managed based on constitution stipulation commensurate with its classification. That change affects existence of settlement nearby karaton, from Magersari system to RT and RW and Kalurahan (village administration).
Method used is strategy of grounded theory research or research providing a strong base of a theory. Research focuses on actors actively and passively to get involved relevantly in process of settlement alteration. Data accumulated as in "Fokus Investigasi" oriented on actors taking influence on changes, either internal or external. The base that does investigation is data by itslef without guidance of a set of certain theory.
A finding of investigation, the non-physic is spotlighted on community alteration analyzed with theory of Giddens; Theory of Structuration: Basics of Societal Social Structure Establishment (2010), in which the research is on; social practice that is on-going, as it is natural. By reviewing actors, agent taking roles in changes. The result is coupled with viewpoint of Foucault (1967) about heterotropia, the result in macro undergoes heterotopia.
Finding of investigation, the physics is divided into three points namely; 1). Macro order consists of fort/citadel that surrounds, does not change since it stands still as natural, signified as heterotopias, due to architectural condition up to present it does not undergo change, as being or entity it still exists but its life has changed. In the beginning, there is mindset of "dedication to the king" presently it is society independent with mindset of "life must seek money for better living". 2). Order of mezzo undergoes the alteration; toponymy of name on each settlement becomes order of Rukun Tetangga (RT), and Rukun Warga (RW or citizen unit administration of village administration) [Structure Order of Surakarta City Administration], coupled with viewpoint of Foucault (1967) about Heterotropia, it takes a result in mezzo to undergoes heterotopia. 3). Micro order namely spatial settlement undergoes alteration such as; Tamtaman, Baluwerti Village, Carangan, Gondorasan, Lumbung, Wirengan, Brojonalan, Hordenasan, Gambuhan. Langensari, the only one space from open spaces to get on horse for training of prices or putra dalem. Micro alteration is coupled with theory of Foucault as in heterotopia and tropotopia and theory of Harjoko about tropotopia, the result in micro undergoes tropotopia.
A finding reviewed from order of the macro, mezzo, and micro it has undergone alteration in non physics result to physics [spatial] uncontrollable and comprehensible as a change of "place" (topos) undergoing two "values" namely hetero-meaning and tropo-topia-meaning, these are "foreign" for those ever familiar in context of "origin/early" architectural environment, but also changes elsewhere making the place with "various styled" architectural forms."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2152
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surakarta: Institut Seni Indonesia Press, 2007
793.31 JOG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
J. Loekito Kartono
"BAB I PENDAHULUAN
Religi dan upacara religi merupakan salah satu sistem keyakinan yang hidup dalam masyarakat manusia sejak masih dalam bentuk yang sederhana dan primitip. Sistem ini timbul karena manusia yakin adanya kekuatan supranatural, mahluk harus (roh) dan akan adanya kelangsungan hidup jiwa manusia sesudah tubuh jasmaninya meninggal ( Koentjaraningrat, 1987 _ 57-65 ).
Dalam upacara religi biasanya dibutuhkan bermacam-macam sarana dan peralatan, seperti : tempat/gedung pemujaan (arsitektur), patung, alat bunyi-bunyian serta pakaian yang harus dikenakan karena dianggap suci.
Arsitektur yang berfungsi sebagai prasarana upacara religi, pada hakekatnya mengungkapkan ruang yang akan digunakan untuk menampung kegiatan manusia, baik secara fisik maupun psikis, dengan maksud agar manusia dapat berbahagia,serta mempunyai perwujudan nyata sebagai sebuah bangunan (Romondt, 1954 3 ). Dari segi kepercayaan dan agama ada 2 jenis konsep ruang. Pertama ialah ruang yang sudah "dikonsekrasikan" ( disucikan ) dan disebut sebagai ruang kudus (sacred), yakni ruang yang mereka diami dan dikenal sebagai dunia yang sudah teratur. Sedangkan ruang yang lain adalah ruang tidak kudus ( profan ), yakni ruang yang dianggap tidak mempunyai keteraturan, tidak berbentuk dan khaos. Maka yang menjadi pembeda utamanya adalah masalah kekudusan dari suatu ruang ( Eliade,1959 : 20-24 ).
Menurut Vitruvius, suatu karya arsitektur harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Commoditas ( komoditi ), Firmitas ( kekokohan ) serta Venusitas ( keindahan ). Jadi dalam mendisain bangunan sebagai kelengkapan upacara keagamaan, masyarakat tidak dapat mengabaikan aspek keindahan ( estetika ), disamping aspek-aspek yang lain.
Berbicara mengenai disain ( mulai dari proses imajinasi, implementasi dan pengkajian ulang ) ( Zeisel, 1984: E ) manusia akan selalu terlibat sesuai dengan peranan serta pengetahuan masing-masing individu, sebab design is everybody's bussiness (Grillo,1960:9,26).
Adapun hasil dari disain tiap individu ( designer ) akan selalu berbeda-beda. Karena sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan budaya yang telah dimiliki maupun aspirasi yang hidup dalam pribadi masing-masing.
Dalam masyarakat tradisional, pembuatan bangunan/ disain dilakukan secara berkelompok (jarang sendiri), dengan bantuan seorang perancang (seorang yang dianggap tua dan memiliki pengetahuan tertentu) atau secara kolektip serta didahului dengan berbagai upacara-upacara ritual ( Rykwert,1981 : 14-22 ).
Ada beberapa fungsi bangunan menurut arsitek-arsitek Hiller, Musgrove dan O'Sullivan ( 1972 ) antara lain 1. Sebuah bangunan adalah suatu perubah iklim dan " saringan " lingkungan yang komplek.
Manusia pada hakekatnya akan selalu berusaha untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, baik secara tingkah laku, fisiologis maupun secara genetis dengan bertahap ( Moran,1979: 65-103 ). Salah satu bentuk perwujudan adaptasi tingkah laku manusia dalam menghadapi pengaruh lingkungan alam seperti hujan, matahari, suhu, salju, topografi, keadaan tanah serta pengaruh flora dan fauna, ialah membuat suatu lingkungan khusus di sekitar dirinya yaitu sebuah bangunan. Atap, dinding dan lantai bangunan diharapkan mengurangi pengaruh suhu serta melindungi dari hujan, salju dan angin. Jendela (pembukaan) untuk memasukkan cahaya agar menerangi bagian dalam dan memberikan kesegaran untuk bernafas. Jadi lingkungan buatan manusia ini merupakan suatu bentuk perwujudan adaptasi untuk mengurangi stress climatic agar tercipta lingkungan " micro climate " yang sesuai dengan tuntutan tubuh untuk memudahkan proses homeostasis?."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T3420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indah Pratiwi
"Skripsi ini berisi pembahasan tentang aspek-aspek mistis yang terdapat dalam upacara Adang di Kasunanan Surakarta. Aspek-aspek mistis tersebut terdapat dalam simbol, dan mitos yang terkait dengan upacara Adang tersebut. Penelitan ini bertujuan untuk mencari makna yang terkandung dalam setiap aspek mistisnya. Dengan teori religi Koentjaraningrat peneliti menggunakan jalan interpretasi untuk mengungkap makna yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis menyatakan bahwa makna simbolis mistis dalam upacara Adang di Kasunanan Surakarta adalah adanya konsep legitimasi spiritual raja, yakni Paku Buwono.

This paper contains of review of mystical aspects in Adang ceremony in Kasunanan Surakarta. The mystical aspects are exist in symbol and myth that link with Adang ceremony. This research are aimed to find the meaning that exist in every mystical aspect. Moreover, researcher use the interpretation to find the meaning that are exist through Koenjtaraningrat religion theory. The results is found that TMSOAC.INKS, there is the king spiritual legitimacy concept, Paku Buwono."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11367
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sanggupri Bochari
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional , 2001
959.8 SAN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>