Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Monang
"The aims of this study is to find out, reveal and analyze the influence of policy implication of Law Noll Year 2016 on Tax Amendment to the effectiveness of tax revenue in the Tax Office Primary Rantauprapat. The approach used is quantitative with data collection techniques through questionnaires and by census. Theory of policy implementation applied is theory of policy implementation according to Charles O. Jones (1994) consisting of organizational dimension, interpretation and aplication. The results showed that there was influence of XI (organization) to the effectiveness of tax revenue forgiveness of 0.178 with the category "low" and the value of t arithmetic of2.053 and t table 1667 while the significance level under 0.05 or 0.044 means there is a positive and significan influence of the organization on the effectiveness of tax revenue forgiveness. The effect ofX2 (inerpretation) on the effectiveness of tax revenue forgiveness amounted to 0.175 with the category "low" and the value of t arithmetic of 2.016 and t table 1667 while the significance level under 0.05 or 0.048 means there is positive and significant effect on the effectiveness of tax revenues. The effect of X3 (application) on the effectiveness of tax revenue forgiveness of 0.647 with the category "medium" and the value of t count of 7.504 and t table 1.667 while the significance level below 0.05 or 0,000 means there is a positive effect on the effectiveness of the application and the effectiveness of tax revenue for giveness.
The result of determining calculation showed the effect of XI, X2 and X3 on the effectiveness of acceptance of tax forgiveness of 48.1%. And the remaining 51.9% influenced by other factors that are not detected. Furthermore, if the joint influence test is XI, X2, and X3 on the effectiveness of tax revenue forgiveness then the value of F arithmetic 21.598 and F table 2.50 while the significance level below 0.05 ie 0.000 means there is a positive and significan influence simultaneously XI, X2, And X3 against the effectiveness of tax revenue forgivenes.
"
Universitas HKBP Nonmensen, 2017
050 VISI 25:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Paulina
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana tinjauan hukum pengalihan hak atas saham atas nama nominee yang dilakukan oleh para pemegang hak atas saham yang terdaftar saat ini untuk dialihkan kepada pemegang saham yang seharusnya. Hal ini dilakukan mengingat diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau lebih dikenal dengan program Pengampunan Pajak Tax Amnesty . Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian normatif dikarenakan menggunakan data sekunder sebagai alat pengumpulan datanya. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai pengaturan jual beli saham yang belum pernah dilaporkan di laporan pajak sebelumnya sehubungan dengan adanya tax amnesty dalam kepemilikan saham atas nama nominee di dalam Perseroan Terbatas dan cara pengalihan kepemilikan saham atas nama nominee dalam pengampunan pajak. Hasil penelitian ini adalah wajib pajak diharuskan menjalankan prosedur pengampunan pajak baik berupa pengakuan dan pembayaran denda sehubungan dengan pengampunan pajak. Sehingga sebelum pengalihan saham dilakukan, wajib pajak dapat terlebih dahulu melakukan permohonan pembebasan pajak agar diterbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak SKB untuk menghindari adanya pengenaan pajak berganda pada saat pengalihan hak atas saham berlaku efektif.

This thesis discusses how the legal review of the transfer of rights to shares in the name nominee conducted by the holders of the rights to the shares listed at this time to be transferred to the shareholders should be. This is done considering the enactment of Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty or better known as Tax Amnesty Program Tax Amnesty . This research was conducted qualitatively with normative research method due to using secondary data as data collection tool. The issues discussed are the stock trading arrangements that have not been reported in the previous tax report in connection with the existence of tax amnesty in the ownership of shares in the name nominee within the Limited Liability Company and the transfer of ownership of shares in the name of nominee in the tax pardon. The results of this study are taxpayers are required to perform tax amnesty procedures in the form of recognition and payment of fines in connection with tax pardons. Therefore, prior to the transfer of shares, the taxpayer may first apply for tax exemption to be issued a Tax Registration Letter SKB in order to avoid the imposition of double taxation when the transfer of rights to shares is effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammed Hafez A
"ABSTRAK
Pengampunan Pajak merupakan instrument kebijakan Indonesia untuk menaikan pendapatan Negara dalam waktu singkat. Indonesia setidaknya telah melaksanakan program pengampunan pajak selama 5 lima kali, mulai dari tahun 1964,1984,2008 sunset policy , 2015 Tahun Pembinaan Wajib Pajak dan yang terakhir tahun 2016. Tesis ini membahas pengampunan pajak di Indonesia, tinjauan yuridis terhadap Undang-Undang No.11 Tahun 2016. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah perkembangan pengampunan pajak di Indonesia dari tahun ke tahun dan manfaat serta kelemahan Undang-Undang No.11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak dalam implementasinya sehingga tercipta kepastian hukum di Indonesia. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengampunan pajak di Indonesia dari tahun ke tahun mempunyai berbagai macam tujuan, pengampunan pajak Tahun 1964 bertujuan untuk mengatasi kebutuhan keuangan Negara dan membiayai pembangunan nasional, Tahun 1984 bertujuan untuk mendukung sistem perpajakan baru dimana terdapat perubahan dari official assessment menjadi self assessment, pada Tahun 2008 bertujuan agar wajib pajak melaporkan semua asetnya sehingga Pemerintah memiliki database dan administrasi perpajakan yang lebih baik sebagai fundamental penerimaan pajak pada masa depan. Tahun 2015 pengampunan pajak bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan yang kuat dan terakhir pengampunan pajak Tahun 2016 bertujuan untuk sebagai sumber pertumbuhan ekonomi melalui repatriasi asset, perluasan basis data perpajakan dan meningkatkan penerimaan pajak.

ABSTRACT
Tax Amnesty is an Instrument of Indonesia policy which can stimulate an immediate increase in tax revenue. Indonesia has granted Tax Amnesty Program at least five times. Started from 1946,1984, 2008 Sunset Policy , 2015 Years of development Tax Payers and the last tax amnesty policy in 2016. This thesis discusses about the implementation of tax amnesty in Indonesia Juridicial Review Toward Law Number 11 of 2016 Concerning Tax Amnesty. As the issues discussed in this thesis are the development of tax amnesty in Indonesia over the years and the usefulness and weaknesses of Implementation law number 11 of 2016 concerning Tax amnesty thereby Legal Certainty in Indonesia. This juridical ndash normative research concludes that implementation of tax amnesty in Indonesia over the years has various objective. Tax amnesty in 1964 is aimed to overcome nation financial needs and finance national development. In 1984 is aimed to support new taxation systems which there was a change from official assessment become self assessment. In 2008 is aimed to make taxpayers reported all their assets so government had a database and better tax administration as fundamental tax revenue in the future. In 2015 is aimed to increase nation revenues and develop a tenacious tax base and last tax amnesty in 2016 is aimed to source of economic growth through repatriation assets, expansion of taxation data bases and increase tax revenue. "
2017
T47002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Arifin
"Sunset Policy tahun 2008 dan Reinventing Policy tahun 2015 adalah dua kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan peneirmaan negara sekaligus meningkatkan basis data DJP. Tesis ini membahas perbandingan efektivitas kebijakan Sunset Policy dibandingkan dengan Reinventing Policy dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak di Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar serta membahas hambatan-hambatan yang terjadi dalam implementasi kedua kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Sunset Policy lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan Reinventing Policy. Saran agar sebaiknya kebijakan ini ditinjau kembali dan dipilih kebijakan yang sifatnya menyeluruh seperti Tax Amnesty. Saran lainnya adalah apabila suatu kebijakan sedang berjalan, janganlah kebijakan yang akan datang diketahui oleh publik terlebih dahulu.

Sunset Policy 2008 and Reinventing Policy 2015 are two policies that are used to improve state awareness while enhancing the DGT database. This thesis discusses the comparison of the effectiveness of the Sunset Policy compared with the Reinventing Policy in an effort to increase tax revenue in the DGT Office of the Great Taxpayer and discuss the barriers that occur in the implementation of both policies. This research uses qualitative approach with descriptive design.
The results of this study indicate that Sunset Policy is more effective than the Reinventing Policy policy. Suggestions for this policy should be reviewed and selected comprehensive policies such as Tax Amnesty. Another suggestion is that if a policy is in progress, let no future policy be known to the public first.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T47788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Aiko Shiga
"Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini.

In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brisbenta Shannatova
"Penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan earmarked tax atas Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini adalah secara kebijakan, peraturan earmarked tax tidak selaras dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, peraturan earmarked tax juga tidak lengkap dalam mengatur rincian komponen belanja sehingga tidak bisa dibuktikan bahwa implementasi earmarked tax PKB berjalan sesuai aturan dan kebijakan. Earmarked tax terasa tidak membawa pengaruh berarti terhadapp pengkomposisian anggaran SKPD di Provinsi Banten. Dalam implementasinya, stakeholders belum siap menerapkan kebijakan earmarked tax dikarenakan birokrasi pemerintah daerah yang kompleks dalam penyusunan anggaran dan kurang maksimalnya kerjasama antara SKPD dengan instansi terkait serta masyarakat.

This study analyzes the implementation of earmarked tax policy over the Vehicle Tax in Banten. A qualitative method is used with a descriptive design. The results of this study suggest that in policy, the earmarked tax is not in tune with the regional financial management regulations. In addition, the policy does not clearly state the details of expenditure components. It cannot be proven that the implementation of the earmarked tax policy over the Vehicle Tax goes according to the rules and regulations. In other words, earmarked tax does not bring a significant effect to the Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) budget composition in Banten. In practice, the stakeholders are not ready to implement the earmarked tax due to the complex bureaucracy of the local government in preparing the budget and the ineffective cooperation between SKPD, the relevant agencies, and the society."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmanto Indrowijoyo
"Sebagai salah satu bahan malcanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia, balk yang berada dipedesaan maupun diperkotaan, minyak goreng dapat dikategorikan sebagai kornoditas yang eukup strategis, karena dari pengalaman, terlihat bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonornis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional.
Selama ini yang terjadi adalah jika harga minyak sawit kasar dunia meningkat dan nilai tukar mata uang rupiah terdepresiasi maka akan terjadi peningkatan
ekspor minyak sawit kasar secara besar-besaran sehingga ketersediaan bahan baku untuk industri minyak goreng berkurang yang pada akhirnya berakibat pada peningkatan harga minyak goreng dalam negeri.
Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan ekonomi, deregulasi perdagangan minyak sawit (CPO) terhadap stabilisasi harga minyak goreng dornestik berdasarkan pada produksi CPO, nilai impor dan ekspor CPO, harga CPO domestik dan luar negeri, permintaan dan
penawaran CPO domestik dan luar negeri serta perubahan nilai tukar mata uang. Adapun tujuan akhir dari penulisan ini adalah tersusunnya model simulasi kebijakan pemerintah yang diharapkan mampu memperkirakan dampak mengikuti perubahan yang terjadi.
Studi ini menggunakan model ekonometrik dengan model persamaan simultan dinamik yang terdiri dari 11 persamaan yang meliputi 7 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas. Jumlah seluruh variabel adalah 21 dengan variabel endogen 11 buah dan variabel eksogen sebanyak 10 buah. Dari hasil estimasi model, sebanyak
empat persamaan perilaku mempunyai koeiisien determinasi (RZ) antara 0.906 hingga 0.994 dan tiga persamaan mempunyai R2 antara 0.759 hingga 0,886, nilai F, berkisar diantara 23.102 hingga 1232.826 dan Durbin-Watson (DW) berkisar antara 1.448 hingga 2.470.
Daya prediksi model untuk digunakan dalam simulasi rnemberikan hasil yang cukup baik, 5 persamaan merniliki nilai R2 antara 0.97 - 0.99, 3 persamaan antara 0.71 - 0.81, 9 persamaan memiliki nilai MPE dibawah 30%, 8 persamaan memiliki nilai RMSPE diatas 50%, seluruh persamaan memiliki U dibawah 0.2, 9 persamaan memiliki nilai Um dibawah 0.16, 7 persamaan merniliki nilai Ur dibawah 0.13, 8 persamaan merniliki Ud diatas 0.72. Nilai-nilai dckomposisi koeiisien U-Theil mengindikasikan bahwa bias (error) yang terjadi dalam simulasi model Iebih banyak
disebabkan oleh faktor non sistematik.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa harga CPO dunia dan depresiasi rupiah mempengaruhi harga minyak goreng sawit Indonesia dan dari hasil simulasi terlihat, penunman maupun penghapusan pajak ekspor akan meningkatkan ekspor CPO sehingga harga minyak goreng meningkat. Dari hasil simulasi historls, simulasi krisis maupun simulasi ramalan dapat disarankan bahwa pajak ekspor dapat diberlakukan untuk menjaga ketersediaan bahan baku minyak goreng domestik."
2001
T3145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Kumoro
"Pajak merupakan sumber penerimaan negara dari dalam negeri yang sangat penting, karenanya, dari tahun ke tahun, volume penerimaan dari sektor pajak ini terus diusahakan untuk ditingkatkan oleh pemerintah. Dalam rangka peningkatan volume penerimaan pajak tersebut, pemerintah harus membuat perangkat peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang memberikan keadilan, kepastian hukum dan mendorong peningkatan mutu pelayanan perpajakan kepada Wajib Pajak. Dengan adanya keadilan dan kepastian hukum, serta perbaikan mutu pelayanan, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dalam membayar pajak. Pokok permasalahan penelitian yang kami lakukan adalah implementasi kebijakan penghitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan, menggambarkan dan menguraikan implementasi Kebijakan Perhitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu terhadap kepatuhan Wajib Pajak, Juga menjelaskan dan menguraikan langkah-langkah yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, khususnya PPh Pasal 25 bagi Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Dari data yang didapat di lapangan ditemukan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terdaftar dan efektif sebanyak 174 (seratus tujuh puluh empat) Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Namun, dari jumlah tersebut hanya 10 (sepuluh) Wajib Pajak atau kurang lebih 5.7% dari jumlah Wajib Pajak yang seharusnya, yang memenuhi kewajibannya sebagai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua untuk mendaftarkan diri sebagai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Hal ini terlihat dari sangat kecilnya jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Pengusaha Tertentu yang melaksanakan kewajibannya, yaitu hanya sebesar 5.7%, sedang 94.3% lainnya masih belum melaksanakan kewajibannya. Dilihat dari kenyataan ini, potensi pajak yang masih bisa digali dari 94.3% Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajibannya, melaporkan usaha dan kegiatannya sebagai Orang Pribadi Pengusaha Tertentu di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, masih sangat besar. Pada tahun 2006-2007 terdapat data potensi pajak yang dilihat dari peredaran bruto sebesar 4.7 miliar dari hanya 5.7% Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang terdaftar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup signifikan jika dapat ditingkatkan setiap tahunnya.
Dari hasil penelitian yang kami lakukan, maka disarankan perlunya dilakukan usaha intensifikasi perpajakan yang sungguh-sungguh dan pengawasan yang lebih cermat terhadap pembayaran pajak PPh Orang Pribadi Pengusaha Tertentu oleh KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Intensifikasi ditujukan terhadap 94.3% Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang belum melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku agar dapat meningkatkan penerimaan pajak, khususnya dari sektor perdagangan, melalui kebijakan Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Tax is the contribution to the state or country authorities. Taxes are also revenue for the country and very significant. Tax based upon Indonesian source revenues, the government tries to increase more and more volume income from the tax sector. A government regulation will specify the types of industries and regions qualifying for the incentives. In order to increases the volume tax sector, the government they have law on top of that they are putting them in a higher tax brackets, doesn?t this encourage people to not want a higher paying .The Indonesian government must have significant to make the situation constant state and consequently other official bodies should be consulted regarding the current situation in so far as tax laws and enforcement of laws are more important. In this matter this analysis is the implementation of the fiscal for the Article 25 for the Employer Personal income tax payer, it appears that most individuals will be required to file individual income tax returns. The data support the tax office has required all resident individuals in Indonesia to have their own personal tax numbers, This regulation includes expatriates. Naturally this excludes young children who are too young to work.
This research is aimed at explaining, describing and analyzing the implementation of the Article 25 calculation policy for Personal Income Tax Payer versus Employer Personal Income Tax Payer. As well as explaining, describing the steps that has to be taken by KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua in order to increase the government revenue from the tax sector. The fact for the Personal Tax Payer and Employer Personal Tax Payer list and effective 174 (one hundred seventy five) people on KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Unfortunately from the amount above only 10 (ten) people for the Personal Income Tax Payer or 5,7 percent from the Tax Payer, which that most individuals will be required to file individual income tax returns.
This research has finally come to a conclusion that the level of commitment of Personal Tax Payer at KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua is very low, especially in registering himself as Employer Personal Tax Payer. It is concluded due to the very small number of Personal Tax Payer in a certain Employers who fulfill their obligation, that is only 5,7 %, while the rest of 94,3% have not yet execute their obligation. Due to these facts, the potential tax income that could be explored out of 94,3% Tax Payers who are not executing their obligation, reporting theirs business activities as Employer Personal Tax Payer at KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, is very significant. In 2006-2007, there is a great potential of tax income due to the gross circulation of 4,7 billion from only 5,7% registered Employer Personal Tax Income Payer. This number is a very significant number in order to increase the income from tax every year.
As the result of my research, it is encouraged to implement some thorough tax intensification and monitoring article 25 for the Employer Personal Income tax payment activities by KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. The intensification program and activities are aimed at encouraging the Employer Personal Tax Payer at KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua who are not yet fulfilling their obligation in order to increase tax income, especially from trade sector, through Employer Personal Tax Payer policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24574
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Najla Fauziani Deyanputri
"Penelitian ini membahas mengenai analisis formulasi kebijakan pajak pengecualian pengenaan pajak penghasilan atas dividen luar negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi. Pengecualian pengenaan pajak penghasilan atas dividen luar negeri bagi wajib pajak orang pribadi yang terjadi akibat pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengindikasikan terjadinya pergeseran sistem pajak Indonesia yang semula menganut sistem pajak worldwide menjadi sistem pajak semi teritorial. Pengeleminasian pajak penghasilan atas dividen merupakan salah satu kebijakan yang cukup krusial mengingat proporsi penerimaan pajak Indonesia masih mengandalkan dari sektor pajak penghasilan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Kebijakan ini belum sepenuhnya melalui tahapan proses formulasi kebijakan akibat tidak ditemukannya alternatif kebijakan masalah. Kebijakan pengecualian dividen dari luar negeri yang diterima oleh wajib pajak pribadi dilatarbelakangi oleh kondisi laju pertumbuhan perekonomian Indonesia bergerak lamban yang disebabkan oleh daya saing Indonesia yang dinilai rendah, terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi secara global, kurang meratanya pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia, kurang optimalnya kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh kurang berkembangnya industri manufaktur, permasalahan efektifitas reformasi birokrasi serta tata kelola data yang dinilai masih kurang baik, sehingga menghambat kemudahan dalam berusaha (ease of doing business).

This study discusses to analyze the formulation tax policy of exemption from the imposition of income tax on foreign dividends received by individual taxpayers. The exemption of income tax on foreign dividends for individual taxpayers that occurred as a result of the ratification of Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 indicates a shift in the Indonesian tax system which originally adhered to the worldwide tax system to a semi-territorial tax system. Elimination of income tax on dividends is one of the most crucial policies considering the proportion of Indonesia's tax revenue still relies on the income tax sector. This research is a descriptive qualitative research. This policy has not yet fully gone through the stages of the policy formulation process due to the absence of alternative policy problems. The policy of exemption from foreign dividends received by private taxpayers is motivated by the condition of Indonesia’s slow pace of economic growth due to Indonesia’s low competitiveness, global economic slowdown, uneven economic growth among regions in Indonesia, less than optimal capacity. National production caused by the lack of development of the manufacturing industry, problems in the effectiveness of bureaucratic reform and data management which are considered to be still not good, thus hampering the ease of doing business. However, this policy still needs to be reviewed considering the self-assessment system adopted by the Indonesian tax system and improvements in the administration side in terms of supporting regulations regarding investment provisions made outside of financial institutions to avoid tax evasion loopholes and tax disputes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanan Susanto
"Tesis ini mengambil judul Tinjauan Kebijakan Pengenaan PPN Terhadap Penyerahan Barang Kena Pajak dari Kantor Pusat ke Cabang atau Sebaliknya. Pasal 1A UU PPN mengatur tentang penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya. Dengan adanya ketentuan ini, maka transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya terutang PPN. Akibatnya Pengusaha yang memilki tempat usaha/ cabang yang berbeda lokasi wilayah KPP, harus mendaftarkan tempat usaha/cabang tersebut untuk dikukuhkan sebagai PKP pada KPP setempat. Pada dasarnya penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya merupakan transaksi internal, oleh karena dalam transaksi tersebut tidak terjadi perpindahan kepemilikan atas suatu Barang Kena Pajak. Dari sudut administrasi perpajakan, tentu saja ketentuan ini akan memberatkan PKP terutama dalam hal cost of compliance yang harus ditanggung oleh PKP. Disamping itu ketentuan pengenaan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang tidak sejalan teori dan konsep dalam PPN itu sendiri. Pemusatan tempat PPN terutang sebagai penyeimbang ketentuan tersebut, kurang memberikan unsur keadilan di antara PKP. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dalam PPN yang umum digunakan sebagai dasar merancang suatu kebijakan perpajakan. Teoriteori tersebut meliputi, teori tentang PPN, teori tentang cabang, teori tentang penyerahan Barang Kena Pajak, teori Pengusaha Kena Pajak, teori tentang Administration and compliance cost dan teori-teori lainnya yang masih relevan dengan topic penelitian ini.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan deskriptif engan menggunakan sumber data primer berupa wawancara dengan narasumber serta data sekunder berupa buku-buku, literatur, peraturan perundangan dan sumber lainnya yang masih berkaitan dengan topik pembahasan dalam tesis ini. Ketentuan tentang PPN di Indonesia, dan di Uni Eropa serta PT. XYZ diungkap untuk memberikan gambaran umum tentang objek yang akan diteliti. Gambaran umum tentang ketentuan PPN di Indonesia meliputi objek pajak, penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN, Pengusaha Kena Pajak, pemusatan tempat PPN terutang, kewajiban PKP serta sanksi perpajakan. Pada Uni Eropa pun diberikan gambaran umum tentang, Pengusaha Kena Pajak dan Penyerahan yang terutang pajak. PT. XYZ juga dipaparkan gambaran tentang alur pembelian dan penjualan barang dari pusat ke cabang, serta alur penyampaian laporan pajak untuk masing-masing cabang. PT. XYZ memiliki banyak cabang seluruh Indoensia, yang tentu saja akan mempunyai dampak terhaap kebijakan pengenaan PPN aas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya.
Hasil penelitian melalui wawancara yang dilakukan terhadap pihak akademisi, praktisi dan wajib pajak serta literatur yang ada, diketahui bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya tidak layak dijadikan sebagai objek pajak. Dasar pertimbangannya adalah bahwa secara teori dan konsep ketentuan tersebut tidak selaras. Ketidakselarasan tersebut antara lain dsebabkan oleh karena dalam transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang adalah transaksi yang bersifat internal, sehingga tidak ada perpindahan kepemilikan atas suatu Barang Kena Pajak. Selain itu akibat yang dtimbulkan dari kebijakan tersebut sangat dirasakan sekali oleh PKP terutama berkaitan dengan compliance cost. Dari sisi penerimaan pajak (tax revenue) yang diterima oleh pemerintah juga menghasilkan jumlah yang sama antara penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang dianggap sebagai objek PPN maupun tidak dianggap sebagai objek PPN. Dalam hal pemusatan tempat PPN terutang, memang bisa mengurangi compliance cost bagi PKP, hal tersebut dapat terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap PT. XYZ. Namun kebijakan tersebut belum dapat memberikan rasa keadilan diantara PKP. Dalam hal kelaziman dalam praktek perpajkan internasional, setelah dilakukan penelitian literature yang ada, bahwa ternyata Council Directive Uni Eropa tidak mengatur adanya ketentuan penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang sebagai objek pajak.
Dari penelitian tersebut dapat ditarik suatu simpulan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dari kantor pusat ke cabang tidak sejalan dengan teori dan konsep PPN yang ada. Selain tidak adanya nilai tambah yang dikenakan PPN dalam transaksi tersebut menyebabkan, PPN yang dipungut dari PKP secara agregat nihil. Oleh karena tax base dari penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang adalah sebesar harga pokok. Kebijakan Pemusatan tempat PPN terutang memang dapat menurangi cost of compliance, namun kemudahan pemberian izin pemusatan tempat PPN terutang belum dapat dirasakan oleh semua PKP. Dalam praktek pajak internasional seperti pada Council Directive di Uni Eropa, tidak mengatur adanya kebijakan PPN atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang dan merujuk pada teori dan konsep PPN yang ada, maka dari penelitian ini, disarankan, sebaiknya ketentuan PPN atas peneyarahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang dihapuskan.

This thesis takes its title "Review of Imposition Policy on VAT on Supply of Taxable Goods from Central to Branch Office or vice versa". Article 1A of VAT LAW provides supply of Taxable Goods from central to branch office or vice versa. With this provision, Supply of Taxable Goods transaction from central to branch office or vice versa leads to VAT payable. The result is that the Company having business place/branch different from Tax Office area must register its business place/branch in order to be confirmed as Taxable Company at the local Tax Office. Basically, supply of Taxable Goods from central to branch office or vice versa represents an internal transaction, because in such a transaction there is no transfer of ownership of Taxable Goods. In the standpoint of tax administration, this provision, of course is burdensome for Taxable Company in particular in cost of compliance. In addition, the provision on VAT imposition for supply of Taxable Goods from central to branch office is not in line with theory and concept in the VAT itself. Centralization of payable VAT as balancer of the provision appeared to provide no sense of justice among the Taxable Persons This study is conducted by using the theories in the VAT generally applied as ground to design a tax policy. The theories include theory on VAT, theory on branch, theory on supply of Taxable Goods , theory on Taxable Company, theory on Administration and compliance and such other theories which are relevant to the title of this study.
The method of this study uses quantitative and descriptive approach, by using primary data in the form of interview conducted on academician, practioners, taxpayer and Directorat General of Tax and also secondary data in the form of books, literature, regulations and others related to the topic. Provision on VAT in Indonesia, and in European Union and PT. XYZ is stated to provide a general description on the object to be studied. General description on VAT regulation in Indonesia which includes tax object, Taxable Goods delivery with VAT payable, Taxable Persons, centralization of VAT payable place, obligation of Taxable Company and tax sanction. In European Union a general description is also provided on Taxable Persons and taxable supply. PT. XYZ also provides description on flow of sale of goods from central to branch, and flow of submission of tax report for each of branches. PT. XYZ has several branches all over Indoensia, this will be effects on VAT on supply of taxable goods from central to branch office or vice versa.
The result of interview conducted on academicians, practitioners, tax payers and the exisiting literatures , they in general are in the opinion that supply of Taxable Goods from central to branch office is not reasonable to be made a tax object.It caused by transaction of supply from central to branch or vice versa is internal transaction, as result, it will not be transfer of ownership a taxable goods. In addition, consequences arising out of the policy are greatly felt by Taxable Persons in particular those related to compliance cost. In the standpoint of tax revenue received by the government also resulted in the same amount among the Supply Taxable Goods from central to branch whether or not it is deemed a VAT object. In terms of centralization of VAT payable place, compliance cost for Taxable Persons decreased, but the policy cannot yet provide sense of justice among Taxable Persons. In general practice of international taxation, proved that VAT on supply of taxable goods from central to branch or vice versa is not regulated on Council Directive in European Union.
From the study, a conclusion is made that Supply of Taxable Goods from central to branch is not in line with the existing theory and concept of VAT. In addition to the absence of added value with the imposed VAT in the transaction, VAT collected from Taxable Persons became nil in the aggregate,.Please note that tax base of supply of Taxable Goods from central to branch is of the cost price. The policy of centralization can be deemed to decrease cost of taxation, otherwise it cannot yet provide sense of justice among Taxable Persons. In case of general practice of international taxation such as Council Directive European Union and referred to existing theory and concept of VAT , it suggested that VAT on supply of taxable goods from central to branch or vice versa to be excluded from tax object."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24583
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>