Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Andri
"ABSTRAK
Malaria masih menjadi salah satu masalah penyakit daerah tropik utama dan lebih dari separuh penduduk dunia berisiko terinfeksi. Indonesia sebesar -46,3% penduduknya hidup di daerah endemik malaria, diperkirakan terjadi 15 juta kasus tiap tahunnya dan hanya 20% kasus yang ditangani oleh fasilitas-fasilitas kesehatan pemerintah. Kecamatan Siberut Selatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai termasuk salah satu daerah endemis malaria di Propinsi Sumatera Barat dengan angka Annual Malaria Incidence sebesar 54,6 perseribu penduduk.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah responden 250 orang dewasa yang menderita malaria klinis dalam sebulan terakhir, bertujuan untuk melihat perilaku pencarian pengobatan penderita malaria klinis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian didapatkan prevalensi malaria klinis sebesar 6, 1% dan sebesar 79% penderita berobat tidak ke fasilitas kesehatan. Hasil analisis bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatar. adalah jenis kelamin dengan PR = 1,19 ( 95% CI: 1,06-1,34 ), pendidikan dengan PR = 1 ,4 ( 95% CI: 1,08-1,81 ), kepemilikan speedboat dengan PR = 2,06 ( 95% CI: 1,30-3,26 ), persepsi rentan dengan PR = 1,18 ( 95% CI:1,05-1,33 ), kepercayaan tradisional dengan PR = 1,24 ( 95% CI: 1,02-1,51 ), jarak dengan PR = 1,20 ( 95% CI: 1,06-1,36 ), biaya dengan PR = 1,24 ( 95% CI: 1,09-1,42 ) dan penyuluhan dengan PR = 1,29 ( 95% CI: 1,06-1,57 ).

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh adalah jenis kelamin dengan POR = 2,60, pendidikan dengan POR = 2,93, kepemilikan speedboat dengan POR = 6,67, kepercayaan tradisional dengan POR = 2,32, jarak dengan POR = 3,49 dan penyuluhan dengan POR = 4,42 .

Upaya yang bisa dilakukan untuk merubah perilaku pencanan pengobatan penderita malaria klinis adalah dengan mempermudah akses masyarakat untuk berobat ke fasilitas kesehatan, meningkatkan penyuluhan tentang penyakit malaria dan perbaikan ekonomi masyarakat pedesaan.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Johanna
"Pendahuluan: Malaria merupakan masalah kesehatan global dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Namun, sampai saat ini, mekanisme imunitas terhadap malaria asimtomatik masih belum dimengerti secara jelas sehingga sistem kontrol malaria pun belum berhasil dikembangkan.Tujuan: Meneliti hubungan status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada penduduk di Kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder dari studi ldquo "Does treatment of intestinal helminth infections influence malaria" Background and methodology of a longitudinal study of clinical, parasitological and immunological parameters in Nangapanda, Flores, Indonesia ImmunoSPIN Study ". Data dianalisis dengan uji Mann-Whitney SPSS versi 20.0.
Hasil: Dari 116 sampel, prevalensi malaria asimtomatik sebesar 11,2. Konsentrasi IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada kelompok status malaria asimtomatik positif: 29,36 pg/ml; 3,20 pg/ml; dan 111,89 pg/ml; pada kelompok status malaria asimtomatik negatif: 21,74 pg/ml; 3,20 pg/ml; dan 1,60 pg/ml. Tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna antara status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10 dan TNF-? p > 0,05, namun terdapat kecenderungan adanya perbedaan bermakna dengan konsentrasi IFN-? p = 0,051.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status malaria asimtomatik dengan konsentrasi IL-10 dan TNF-? pada penduduk di Kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur, namun terdapat kecenderungan adanya hubungan bermakna dengan konsentrasi IFN-?.

Introduction: Malaria is a global health problem. However, the immune mechanism of asymptomatic malaria has not been clearly understood. Thus, an effective malaria control system is still unavailable.
Aim: To analyze the association between asymptomatic malaria status and IL 10, TNF, and IFN concentration among residents in Nangapanda District, East Nusa Tenggara Province which is malaria endemic.
Method This study uses secondary data from ldquo Does treatment of intestinal helminth infections influence malaria Background and methodology of a longitudinal study of clinical, parasitological and immunological parameters in Nangapanda, Flores, Indonesia ImmunoSPIN Study rdquo. Data were analyzed using Mann Whitney SPSS version 20.0.
Result From 116 samples, the prevalence of asymptomatic malaria was 11.2. The IL 10, TNF, and IFN concentration on positive asymptomatic malaria residents were 29.36 pg ml 3.20 pg ml and 111.89 pg ml on negative asymptomatic malaria residents were 21.74 pg ml 3.20 pg ml and 1.60 pg ml. There were no significant differences between asymptomatic malaria status and IL 10 and TNF concentration p 0.05, however, there was a tendency of a significant difference with IFN concentration p 0.051.
Conclusion No significant associations between asymptomatic malaria status and IL 10 and TNF concentration were found. However, there was a tendency of a significant association with IFN concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susana
Jakarta: UI-Press, 2011
616.936 2 DEW d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Fathurrahman
"Malaria merupakan penyakit tropis infeksi yang endemis di Indonesia, salah satunya di wilayah kerja Puskesmas Kori, Kabupaten Sumba Barat Daya SBD . Dalam program pemberantasan malaria, digunakan kelambu berinsektisida untuk mencegah gigitan nyamuk dan pada bulan Desember tahun 2014 warga di wilayah Puskesmas Kori dibagikan kelambu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas program pembagian kelambu berinsektisida dalam menurunkan prevalensi malaria di wilayah kerja Puskesmas Kori. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan data sekunder suspek malaria di Puskesmas Kori pada tahun 2014 dan tahun 2015. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis secara bivariat chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2014 terdapat 1445 orang positif malaria. Jumlah prevalensi malaria tahun 2014 adalah 4,5 dengan P. falciparum 59,9 , P. vivax 38,2, serta infeksi campur 1,9. Pada tahun 2015 jumlah positif malaria menurun menjadi 965 orang. Prevalensi tahun 2015 ikut menurun menjadi 3 dengan P. falciparum 49,5 , P. vivax 47,8, serta infeksi campur 2,7. Walau jumlah penderita malaria vivax dan infeksi campur menurun, angka prevalensi keduanya naik pada tahun 2015 karena jumlah penderita malaria secara keseluruhan pada tahun 2015 juga menurun. Uji chi square memberikan nilai.

Malaria is one of infectious disease that still endemic in Indonesia, especially in East Nusa Tenggara. One of the areas that still have high prevalence of malaria is the working area of Puskesmas Kori in South West Sumba. One of the programs to reduce the prevalence of malaria is insecticide treated bednest ITNs program. The ITNs distributed to many areas in Indonesia through Puskesmas. Puskesmas Kori has distributed the ITNs in December 2014. Therefore, the objective of this research is to evaluate the effectiveness of ITNs to reduce the prevalence of malaria in working areas of Puskesmas Kori. This research uses the cross sectional design with secondary data from Puskesmas Kori.
The results show that there were 1445 people diagnosed with malaria in 2014. The prevalence of malaria in 2014 is 4,5 with the proportion of P. falciparum infection 59,9 , P. vivax infection 38,2 and mix infection 1,9 . In 2015, there were 965 people diagnosed with malaria. The prevalence decreased to 3 with proportions of P. falciparum infection 49,5 , P. vivax infection 47,8 , and mix infection 2,7 . Although the amount of people diagnosed with P. vivax and mix infection decrease, the prevalence increase caused by the decreasing number of people diagnosed with malaria in 2015. The chi square test shows."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S70364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianita Ekawati
"Penyakit malaria dapat menyerang semua orang, dan dapat diidentifikasi dengan adanya gejala demam, menggigil yang menyerang secara berkala (Trias Malaria), dengan tahap stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat. Kabupaten Bangka merupakan daerah endemis tinggi malaria (AMI 54,83%). Hasil studi observasional yang dilakukan di Kabupaten Bangka didapat sebagian besar penderita malaria klinis yang melakukan pengobatan sendiri sebesar 62,5%. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian dengan tujuan menentukan perilaku pencarian pengobatan pertama penyakit malaria klinis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tersebut.
Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional. Populasi adalah penduduk yang pernah merasa atau sedang menderita penyakit malaria klinis dengan gejala demam, menggigil dalam satu bulan terakhir di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Tabun 2002. Jumlah sampel sebanyak 270. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan bantuan komputer.
Hasil penelitian menunjukkan 62,2% penderita malaria klinis berobat ke luar sarana pelayanan kesehatan. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, pendidikan dan penyuluhan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama penyakit malaria klinis, dimana dengan OR = 2,13, 2,60, 2,30 (95% CI 1,25-3,66; 1,50-4,51; 1,34-3,96). Pendidikan yang mempunyai hubungan yang paling kuat dengan perilaku pencarian pengobatan pertama penyakit malaria klinis (OR = 2,63; 95% CI 1,25-3,66). Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan dengan sasaran pemilik warung, masyarakat melalui LKMD, arisan-arisan dengan berbagai brosur, petunjuk minum obat malaria, leaflet, poster.

The First Health Seeking Behaviors of Clinical Malaria Sufferer In Sungailiat District In Bangka Regency Year of 2002Malaria can attacks everybody and it can be identified through several symptom i.e. fever, regularly trembling (Trias Malaria), and followed by cold, fever, and sweaty phase. Bangka regency is known as one of high category of malaria endemic area (AMI 54,83%/). The results of observational study in Bangka Regency shows that more than 62,5% of clinical malaria sufferer have therapy by self medicine. Base on that fact, some have done researches to determine the behaviors of clinical malaria sufferer and the other factors that related to the behaviors.
The research using Cross Sectional design. The population is inhabitant ever to feel or suffering of clinical malaria that followed by fever, tremble in a month period in Sungailiat District, Bangka Regency in the year 2002. The samples are 270 sufferers. The analyses of data are done by univariat, bivariat and multivariat and processed by computer.
The results gives evidence that 62,2% of clininical malaria sufferer have taken a medicine out of health center. There are relationships between educations, knowledge, information and the way to treat their diseases with OR the first health seeking behaviors of clinical malaria OR =2,13, 260, 2,30 (95%Cl 1,25-3,66; 1,50-4,51; 1,34-3,96). The education has a tight relations with they way of treatment of malaria diseases (OR = 2,63; 95% CI 1,25-3,66). The interventions that can be done, is to give information to the owner of stall, public via LKMD, brocure, medicine direction, leaflet, poster and the other public organizations.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McKim, William A.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1991
610 McK d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gaffar
"Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan 450.000' kasus baru tuberkulosis setiap tahun, dimana 1/3 penduduk terdapat disekitar Puskesmas, 1/3 lagi ditemukan pada pelayanan Rumah Sakit/Klinik Pemerintah dan Swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan dengan kematian diperkirakan 175.000 setiap tahun.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilakukan pada semua desa (20 desa) dalam wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan dari bulan Maret 2000 sampai dengan April 2000.
Penelitian ini menggunakan metode disain Cross Sectional . Sampel adalah seluruh tersangka penderita TB Paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 435 penderita. Pada tersangka penderita TB Paru dilakukan wawancara melalui kuesioner untuk mengetahui kemungkinan beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru.
Hasil yang diperoleh yaitu tindakan pertama perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru 73,33 % ke fasilitas pelayanan pengobatan moderen (swasta dan pemerintah), 26,67 % ke fasilitas pelayanan tidak moderen (tidak berobat, mengobati sendiri dan pengobatan tradisional). Faktor persepsi akibat, persepsi kegawatan dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perilaku pencarian pertolongan pengobatan tersangka penderita TB Paru di wilayah kecamatan Banggai kabupaten Banggai Kepulauan. Selanjutnya yang dapat disarankan adalah penyuluhan tentang TB Paru (gejala-gejala, cara penularan, akibat yang dapat ditimbulkan dan pengobatan) di masyarakat perlu ditingkatkan, juga dalam pelaksanaan program P2 TB Paru selain fasilitas pelayanan pemerintah juga perlu melibatkan fasilitas pelayanan swasta (dokter praktek swasta dan Paramedis/Bidan praktek swasta)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T2090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernawily
"Penyakit malaria di Indonesia saat ini masih merupakan penyakit serius yang menimbulkan kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, khususnya pada anak-anak. WHO memperkirakan 300-500 juta orang menderita malaria, kematian diperkirakan tiga juta orang setiap tahun. Menurut Depkes pada tahun 2000 tercatat 3100 kasus per 100.000 penduduk Studi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku pencarian pertolongan pengobatan pada informan ibu-ibu yang memiliki anak balita menderita malaria di desa Hanura dan desa Gebang kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan yang diharapkan berguna scbagai rnasukan bagi pengelola dan pelaksana program penanggulangan malaria di Kabupaten Lampung Selatan.
Studi ini menggunakan studi kualitatif dengan metode pengumpulan informasi yang digunakan adalah diskusi kelompok terarah (DIET) dan wawancara mendalam. Jumlah informan dalam studi ini sebanyak 36 orang yang terdiri dan 8 informan kunci dan 24 orang dari kelompok ibu yang mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas dan 4 orang dan kelompok ibu-ibu yang melakukan pengobatan sendiri.
Hasil studi menunjukkan gambaran karakteristik informan ibu-ibu yang mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas umurnya lebih muda dan pendidikan lebih tinggi dibandingkan kelompok informan ibu-ibu yang melakukan pengobatan sendiri. Pada umumnya pengetahuan informan tentang penyakit malaria belum memadai, pengetahuan informan ibu-ibu yang mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas lebih baik dibandingkam dengan informan ibu-ibu yang melakukan pengobatan sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan di puskesmas meliputi biaya pengobatan dan biaya transportasi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan sendiri.
Pada umumnya informan melakukan pengobatan sendiri lebih dahulu sebelum mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas. Upaya yang dilakukan untuk penyembuhan benmacam-macam cara yaitu dengan menggunakan ramuan tradisional, obat warung dan dukun. Pada umumnya informan minum obat tidak mengikuti aturan/petunjuk, mereka mempunyai kebiasaan minum obat hanya pada saat timbul gejala bila gejala hilang dianggap sembuh, mereka menghentikan minum obat. Warung dan dukun merupakan pilihan bagi informan untuk memperoleh obat dengan berbagai alasan seperti harganya lebih murah, rnudah diperoleh dan selalu tersedia. Pengobatan sendiri adalah biaya untuk mencari pertolongan pengobatan ke puskesmas mahal selain biaya, pengobatan juga biaya transportasi sehingga mereka mengatakan tidak mampu. Puskesmas hanya bersifat pasif menunggu di puskesmas dan tidak lagi melakukan penyuluhan karena tidak tersedianya dana pemberantasan.
Dari studi ini disarankan kepada pengelola dan pelaksana program penanggulangan malaria di Kabupaten Lampung Selatan agar meningkatkan kegiatan penyuluhan rutin yang telah lama tidak dilakukan, Melibatkan pemilik warung dalam penyebarluasan informasi setelah dibekali pengetahuan tentang malaria dan pengobatannya. Kerjasama lintas sektoral terutama Diknas untuk memasukkan pokok bahasan penyakit malaria dalam mata pelajaran yang terkait sebagai mata pelajaran munlok (muatan lokal) mulai dari SD sampai SLTA.
Bagi petugas dalam memberikan obat anti malaria selain dosis menjelaskan dosis obat perlu menjelaskan akibat penggunaan obat tidak sesuai dengan dosis. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan adanya resistensi obat di desa Hanura dan Gebang untuk mengetahui penyebab tingginya angka kesakitan malaria.

Study of the Medication Seeking Behaviour among the Under-five's with Malaria in Sub District of Padang Cermin, District of South Lampung 2003In Indonesia malaria still remains serious disease that cause high both in mortality and morbidity, especially in children. The WHO indicated there were 300-500 million people suffering from malaria, the predicted mortality were about 3 million people per year. According to the Health Department (Depkes) in 2000 there were 3I00 cases of malaria per 100.000 person. This disease becomes one of chief causes of the under-five's mortality.
This study was conducted to obtain a description of the medication seeking behavior of the mother's who had under-five children with malaria in both Hanura and Gebang Villages, sub district of Padang Cermin, district of South Lampung. The result of this study was expected to be useful for input to the managers of the malaria controlling program in district of South Lampung.
The design of this study was a qualitative design using focus group discussion (FGD) and in-depth interview for data collection. Number of informant was 36 sons composed of 8 person as key informants, 24 mothers who had balita with malaria sought medication to the health center (Puskesmas), and 4 similar mother's who did self medication for malaria.
The results of this study showed that in general, the informant's who sought medication to the health centers were likely younger and had higher education than those who did self medication. The informant's knowledge about malaria was considered inadequate The mothers of the under five with malaria who sought medication to health center were likely to have a better knowledge than those who did self medication, The total cost spent for taking medication in the health center which included medicine and transportation was higher than those of the total cost spent if they did self medication.
In general, the informants were likely to seek own medication before taking medication from the health centers, they did some efforts such as using traditional medication, buying common medicine in drugstore or market, or seeking traditional healer. Generally the informants took the medicine not following the instruction that had been explained by health officers, so they took the medicine only if they felt the symptoms of this disease. If the symptoms was missing they assumed that their felt self-healed and stopped the medication.
In general, the mini market and traditional healers became better choices among informants due to some reasons such as, less expensive, easy to seek, and their services were always available. While if they sought in health center, it costed more expensive and faced transportation problems. The roled of the health centers was passive, there was no educational program anymore, because the operational cost was un available. From the result of this study, it is recommended the malaria controlling program manager in district of south Lampung should increase routine information program activities that were halted for a long time.
The following recommendation are also made involving mini market or mini drug store owner to disseminate information about malaria and strengthening, inter sector cooperation especially with the Education Department by intergrating malaria subject as of health education in schools as local matter.
Health center staffs should give more information about malaria drug dose and explain the side effects of inappropriate usage before deliver it to patients. It is strongly recommended to conduct other studies about malaria drugs resistance in both Hanura and Gebang villages to find out the underlying factors of high rate of malaria incidence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roma Tao Toba Muara
"Masa remaja merupakan masa transisi, dimana pada periode ini remaja mengalami perubahan dan perkembangan fisik, otak, seksual, kognitif, sosial, emosional dan spiritual. Perilaku sehat dibentuk di masa remaja. Oleh karena itu remaja merupakan kelompok usia yang rentan terhadap terjadinya perubahan kearah positif maupun negatif. Dengan demikian diperlukan upaya pencegahan terjadinya perilaku tidak sehat seperti penyalahgunaan narkoba. Tujuan penelitian ini adalah mengujicobakan model intervensi kesadaran diri untuk meningkatkan kesadaran diri akan perilaku sehat mencegah risiko penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu identifikasi masalah dengan metode kualitatif dan kuantitatif, pengembangan model intervensi dan uji coba model intervensi menggunakan desain quasi eksperimen, kelompok intervensi dan kelompok kontrol, dengan sampel remaja awal usia 12-14 tahun. Kelompok intervensi mendapat perlakuan dengan program pendidikan dan pelatihan menggunakan modul. Hasil analisis sebelum dan sesudah perlakuan. didapatkan perbedaan signifikan kesadaran diri Sig (2 tailed) 0,011 dan perilaku sehat Sig (2 tailed) 0,000. Kesimpulan model intervensi kesadaran diri membuktikan dapat meningkatkan kesadaran diri dan perilaku sehat remaja. Model kesadaran diri diharapkan menjadi program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang terintegrasi dalam kegiatan pembinaan lingkungan sekolah sehat.

Adolescence is a transition period in which humans experienced changes and development in the physical, brain, sexual, cognitive, social, emotional and spiritual. Healthy behavior is formed in adolescence. Therefore, adolescents are a vulnerable group of age to positive and negative behavior changes. Thus, it is necessary to prevent the occurrence of unhealthy behaviors such as drug abuse. The purpose of this study was to try out an intervention model of self-awareness to increase self-awareness of healthy behavior to prevent the risk of drug abuse. This study consisted of three stages, namely problem identification, intervention model development and intervention model trial using a quasi-experimental design, intervention group and control group, with samples of early adolescents aged 12 to 14 years. The intervention group received treatment with education and training programs using modules. Based on the results of the analysis before and after treatment, there was a significant difference in the healthy behavior of Sig (2-tailed) at 0.000 and self-awareness Sig (2-tailed) at 0.011. In conclusion, the Intervention model of self-awareness proves to be able to increase the healthy behavior and self-awareness of adolescents. The self-awareness model is expected to become an Integrated School Public Health (UKS) program in building a healthy school environment."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Effendi
"Penyakit diare sampai saat ini masih tetap sebagai permasalahan kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi secara- terus menerus. Peran serta masyarakat mempunyai andil yang besar dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare. Hal ini menjadi sangat penting, karena kegiatan tersebut sangat bertumpu pada perilaku dari masyarakat. Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan, khususnya di daerah penelitian Kelurahan Semanan I, Kecamatan Kalideres Jakarta Barat.
Jenis disain penelitian ini adalah `analyzed cross sectional", yang bertujuan untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan penderita diare, faktor-faktor yang mungkin berhubungan dan faktor dominan yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan terhadap sejumlah 3.636 jiwa dan yang berhasil diteliti perilaku pencarian pengobatan diare adalah 419 kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka maiden diare selama dua minggu untuk semua kelompok umur di Kelurahan Semanan I adalah 12,5%, dan kejadian diare adalah 0,59 kali per orang selama satu tahun. Sedangkan episode diare balita terjadi 3,7 kali per anak selama satu tahun. Penderita diare yang terbanyak adalah kelompok umur balita dan bayi, masing-masing 60,9% dan 22,4%. Lama sakit diare bervariasi yang banyak dipilih adalah berobat ke bidan (14,3%), Puskesmas (12,6%), tidak mencari pengobatan sama sekali (11,2%), perawat (6,9%), pengobatan tradisionil/dukun bayi (6,7%), kader kesehatan (4,3%), dokter (2,9%) dan klinik kesehatan (2,2%). Tempat rujukan yang dianggap lebib layak adalah Puskesmas, Praktek Dokter dan Bidan. Penelitian ini mendapatkan bahwa Puskesmas merupakan tempat rujukan yang paling banyak dikunjungi dibanding fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yaitu 74,3%. Faktor-faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan adalah sebagai berikut : pada lapisan pertama antara tidak mencari versus mencari pengobatan adalah; sikap pengobat, pekerjaan, persepsi akibat dan lama sakit. Sedangkan pada lapisan ke dua antara mengobati sendiri versus ke pengobat adalah; persepsi gawat, sikap pengobat, pengetahuan penyakit, lama sakit dan biaya berobat Selanjutnya pada lapisan ke tiga antara ke pengobat tradisionil versus ke pengobat modern adalah; kepercayaan gaib dan lama sakit dan pada lapisan ke empat antara pilihan ke fasilitas pelayanan Puskesmas versus pelayanan swasta adalah; jarak, persepsi gawat, pendidikan, persepsi akibat dan sikap pengobat.
Sudah waktunya bahwa kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat tidak hanya dititik beratkan pada pelayanan pengobatan di Puskesmas, namun secara proaktif kegiatan pelayanan kesehatan perlu lebih diarahkan pada promosi kesehatan dan pelayanan prevensi sekunder yaitu mendorong masyarakat untuk berobat yang benar, terutama terhadap yang rentan menderita diare."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T1701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>