Ditemukan 30398 dokumen yang sesuai dengan query
Nesia Ratna Sari Dewi
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas implementasi kebijakan pembuatan dokumen penentuan harga transfer dengan menggunakan teori ease of administration dan membahas hambatan yang dihadapi oleh wajib pajak dan petugas pajak terkait pembuatan kebijakan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian ini membuktikan bahwakebijakan pembuatan dokumen penentuan harga transferbelum ease of administration karena belum sepenuhnya indikator dipenuhi. Indikator ease of administration yang sudah dipenuhi yaitu hanya tentang kepastian dasar hukum ketentuan pembuatan dokumen penentuan harga transfer yang merupakan salah satu indikator dari asas kepastian hukum. Dalam pelaksanaan PMK No. 213/PMK.03/2016 terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi oleh wajib pajak dan petugas pajak Direktorat Jenderal Pajak . Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh wajib pajak yaitu terkait kurangnya sumber daya, data sulit dikumpulkan, akses informasi terbatas, dan data pembanding sulit dicari. Sementara hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu pada umumnya pengetahuan harga transfer di Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang relatif minim dibandingkan dengan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar dan sulitnya pengawasan dalam pelaksanaan ketentuan PMK No. 213/PMK.03/2016.
ABSTRACTThis script discusses the implementation of transfer pricing documentation policy using ease of administration theory and discusses obstacles faced by taxpayers and tax officers related to the policy making. This research is a descriptive quantitative research. The result of this study proves that the transfer pricing documentation policy has not been ease of administration because not yet fully indicator is fulfilled. The ease of administration indicator that has been fulfilled is only about the tax laws of the transfer pricing documentation which is one of the indicators of the principle of certainty. In the implementation of PMK No. 213 PMK.03 2016 there are obstacles faced by taxpayers and tax officers Directorate General of Taxes . The constraints faced by the taxpayer are related to lack of resources, difficult data collected, limited information access, and comparison data difficult to find. While the obstacles faced by the Directorate General of Taxes are generally knowledge transfer pricing in Small Tax Office is relatively minimal compared with the Large Tax Office and the difficulty of supervision in the implementation of PMK No. 213 PMK.03 2016."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Natallia Teno
"Perusahaan retail startup semakin berkembang di Indonesia. Penjualan retail di Indonesia menunjukkan hasil yang positif dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Salah satu retail yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia ialah retail startup. Faktur Pajak berperan sebagai bukti pemungutan pajak pada setiap transaksi penjualan dan pembelian. Aturan pelaksana terkait dengan Faktur Pajak Pedagang Eceran telah diatur dalam Pasal 13 Ayat (5a) UU PPN. Pada tahun 2022, DJP menerbitkan PER 03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak yang merupakan simplifikasi dari peraturan mengenai Faktur Pajak. Pada praktiknya, terjadi gap antara kebijakan Faktur Pajak dengan implementasinya bagi perusahaan retail startup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana kebijakan Faktur Pajak bagi perusahan retail startup. Penelitian ini juga menganalisis implementasi ketentuan Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran retail startup apabila ditinjau dari asas ease of administration. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post-positivist dengan jenis penelitian deskriptif serta menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Faktur Pajak pada perusahaan retail startup belum sepenuhnya memenuhi asas ease of administration. Dari asas certainty, aturan Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran telah memberikan kepastian hukum karena telah diatur dalam Undang-Undang hingga peraturan turunannya. Dari asas efficiency menimbulkan tambahan compliance cost karena retail startup belum mampu untuk menggunakan sistem yang canggih karena keterbatasan dana. Dari asas simplicity, aturan mengenai Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran memberikan kemudahan karena tidak harus mencantumkan identitas lengkap pembeli. Di sisi lain, untuk non-konsumen akhir harus diterbitkan Faktur Pajak Lengkap sesuai Pasal 13 Ayat (5) UU PPN. Tujuan dari Direktorat Jenderal Pajak adalah untuk integrasi data dan pengawasan kewajiban perpajakan. Namun, terdapat tantangan bagi retail startup dalam pemenuhan identitas lengkap non konsumen akhir berupa toko-toko kelontong pada transaksi B2B. Selain itu, terdapat kesulitan pemenuhan ketentuan batas unggah Faktur Pajak pada PER-03/PJ/2022. Potensi sanksi administratif terhadap tidak dicantumkannya NIK dan NPWP berupa denda 1% serta potensi pemeriksaan menimbulkan kegelisahan bagi retail startup yang masih memiliki margin yang kecil dengan kondisi laporan keuangan yang masih rugi. Retail startup diharapkan terus berkembang dan menjalankan kewajiban perpajakannya dengan menggunakan sistem yang canggih dan penambahan pegawai. Kebijakan pencantuman identitas lengkap pembeli bagi toko kelontong serta sanksi perlu mempertimbangkan aspek kemudahan bagi perusahaan retail startup.
Retail startup companies are growing in Indonesia. Retail sales in Indonesia provide positive results and contribute to economic growth. Tax Invoice serves as proof of tax collection on every sale and purchase transaction. One of the retailers that are members of the Indonesian Retail Entrepreneurs Association is a retail startup. Implementing rules related to retail-trade taxable enterprises Tax Invoices have been regulated in Article 13 Paragraph (5a) of the VAT Law. In 2022, DGT issued PER 03/PJ/2022 concerning Tax Invoices which is a simplification of the regulations concerning Tax Invoices. In practice, there is a gap between the Tax Invoice policy and its implementation for startup retail companies. The purpose of this study is to analyze how the tax invoice policy is for retail startup companies. This study also analyzes the implementation of the Tax Invoice provisions for retail startup when viewed from the principle of ease of administration. This research was conducted using a post-positivist approach with a descriptive research type and using qualitative analysis techniques. The results of this study indicate that the implementation of the Tax Invoice policy in retail startup companies has not fully complied with the ease of administration principle. From the principle of certainty, the rules regarding Tax Invoices for retail-trade taxable enterprises have provided legal certainty because they have been regulated in the Law to its derivative regulations. From the principle of efficiency, this raises additional compliance costs because retail startups have not been able to use sophisticated systems due to limited funds. From the principle of simplicity, the rules regarding Tax Invoices for retail-trade taxable enterprises provide simplicity because they do not have to include the full identity of the buyer. On the other hand, final non-consumers must issue a Complete Tax Invoice in accordance with Article 13 Paragraph (5) of the VAT Law. The aim of the Directorate General of Taxes is for data integration and monitoring of tax obligations. However, there are challenges for retail startup in fulfilling the full identity of non-end consumers in the form of grocery stores in B2B transactions. In addition, there are also difficulties in fulfilling the tax invoice upload limit provisions in PER-03/PJ/2022. The potential for administrative sanctions against the non-listing of NIK and NPWP in the form of a 1% fine as well as the potential for inspections creates anxiety for retail startups that still have small margins with financial statements that are still at a loss. The policy for including the complete identity of the buyer for grocery store and sanctions needs to consider aspects of convenience for retail startup companies."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Rizkisari
"Skripsi ini membahas implementasi kebijakan Retribusi IMB Provinsi DKI Jakarta ditinjau dari asas ease of administration menggunakan teori Rosdiana dan Irianto. Skripsi ini mengangkat dua permasalahan yaitu apa yang melatar belakangi terjadinya perubahan Perda No. 1/2006 menjadi Perda No. 3/2012 Tentang Retribusi Daerah yang di dalamnya memuat ketentuan mengenai Retribusi IMB, serta bagaimana implementasi kebijakan Retribusi IMB ditinjau dari asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan observasi.
Hasil penelitian (1) adanya perubahan Perda No. 1/2006 menjadi Perda No. 3/2012 dilatar belakangi adanya perubahan peraturan yang tingkatannya lebih tinggi sehingga harus dirubah dan menyesuaikan dengan peraturan yang berada di atasnya; (2) implementasi kebijakan Retribusi IMB Provinsi DKI Jakarta masih belum memenuhi kriteria ease of administration disebabkan masih kurangnya sosialisasi kebijakan Retribusi IMB oleh Dinas P2B, serta belum memadainya penggunaan perangkat sistem berbasis online.
This thesis discusses the implementation of building permit charges policy in DKI Jakarta Province, considering ease of administration principle discoursed by Rosdiana and Irianto. The study has two main issues : analyzing the background of Local Law No. 1/2006 modification to be Local Law No. 3/2012 about Local Charges which is contained with building permit charge’s regulation, and describing how the building permit charges policy in DKI Jakarta province is implemented considering ease of administration principle. The research uses qualitative approach with deep interview, literature study, and field observation as data collection methods. The study's main issues find that (1) modification of upper regulation became a background factor of modification of Local Law No. 1/2006 to be Local Law No. 3/2012, since the lower local regulations always have to adjust the upper regulations that were in it; (2) the implementation of building permit charges policy in DKI Jakarta province still doesn’t comply yet with ease of administration criterion. The Main reason of this finding is lack of socialization held by Dinas P2B, and the use of media online based system is not available yet."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47367
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Cahya Inggrid Puspaningrum
"Perkembangan digital membuat aktivitas ekonomi masyarakat semakin mudah. Lalu lintas perdagangan barang dan jasa semakin cepat dan tak hanya berbentuk fisik, melainkan juga berupa produk digital. Indonesia berupaya memajaki barang dan/atau jasa digital luar negeri dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020. Sama halnya dengan Vietnam yang berupaya memajaki produk digital luar negeri dengan menerbitkan Decree No. 126/2020/ND-CP. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia pasca diterbitkannya PMK No. 48 Tahun 2020 ditinjau dari asas ease of administration dan membandingkannya dengan kebijakan PPN digital luar negeri milik negara Vietnam. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif-post positivisme dengan operasionalisasi konsep dan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan PPN PMSE atas barang dan/atau jasa digital luar negeri Indonesia telah memenuhi asas ease of administration dari sisi asas kepastian, asas efisensi, asas kemudahan dan kenyamanan, serta asas kesederhanaan walaupun masih banyak ketentuan mengenai sanksi dan penggalian potensi yang dapat diperbaiki. Bila dibandingkan dengan Vietnam, sistem pemungutan PPN PMSE atas barang dan/atau jasa digital luar negeri Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Sistem pemungutan PPN PMSE Indonesia telah dirancang secara sederhana dan mudah bagi fiskus dan Pemungut PPN PMSE, sementara sistem pemungutan PPN digital luar negeri Vietnam lebih kompleks namun tegas dalam pelaksanaannya.
Digital developments make people's economic activities easier. The traffic of trade in goods and services is getting faster and not only in physical form but also in digital products. Indonesia seeks to tax foreign digital goods and services by issuing Minister of Finance Regulation Number 48/PMK.03/2020. Likewise, Vietnam taxes foreign digital products by issuing Decree No. 126/2020/ND-CP. This research was conducted to analyze the VAT policy on Trading Through Electronic Systems (PMSE) in Indonesia after the issuance of PMK No. 48 of 2020 is viewed from the ease of administration principle and compares it with Vietnam's foreign digital VAT policy. The research was conducted using a quantitative-post-positivism approach, operationalizing concepts and data collection techniques through library research and field studies. This study indicates that Indonesia's PMSE VAT policy on foreign digital goods and services has fulfilled the ease of administration principle in terms of certainty, efficiency, the convenience of payment, and simplicity. However, there are still many provisions regarding sanctions and potential exploration that can be improved. Compared to Vietnam, the PMSE VAT collection system for foreign digital goods and services in Indonesia has advantages and disadvantages. Indonesia's PMSE VAT collection system has been designed to be simple and easy for tax authorities and PMSE VAT Collectors. In contrast, Vietnam's foreign digital VAT collection system is more complex but firm in its implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nur Ilmi Sari
"Skripsi ini membahas tentang pengkreditan Pajak Masukan pada perusahaan kelapa sawit terpadu. Penelitian ini bertujuan menggambarkan latar belakang dikeluarkannya kebijakan, menganalisis evaluasi kebijakan ketentuan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kelapa sawit tersebut ditinjau dari segi asas pemungutan pajak yaitu ease of administration, serta perumusan alternatif kebijakan pengkreditan pajak masukan bagi perusahaan kelapa sawit terpadu. Latar belakang dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah untuk memberikan perlakuan yang sama (equal treatment) pada petani agar dapat meningkatkan daya saing dalam dunia usaha kelapa sawit. Jika dilihat dari konsep exemption goods, menghasilkan sendiri input berupa barang yang dibebaskan dari pengenaan pajak kemudian diolah sendiri akan menimbulkan sebagian Pajak Masukan yang telah dibayarkan menjadi tidak dapat dikreditkan. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif dengan hasil penelitian kemudahan administrasi perpajakan belum terpenuhi.
This undergraduate thesis discusses about input tax credit on integrated oil palm company. This research aims to describe the background of the policy, analyze the evaluation of the policy from the concept of the ease of administration principle, and to describe the formulation of alternative policy of input tax credit on integrated oil palm company. The background of the policy is the government?s desire to treat farmers with equal treatment to oil palm companies, in order to escalate their competitiveness of the palm oil market. The concept of exemption goods describes that if a company produce their own input, which their input is partly exempted from VAT so they cannot reclaim some parts of their input tax for credits. Researcher used qualitative approach and qualitative data analysis technique. The result is the principle of ease of administration on the implementation of tax policy has not been reached."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Hana Purnomo
"Penetapan subjek pajak badan atas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga negara menimbulkan perdebatan. Kondisi tersebut diakibatkan pada status OJK yang sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai unit lembaga pemerintah yang dikecualikan sebagai subjek pajak badan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh 2008) tentang Pajak Penghasilan. Di sisi lain, OJK menganggap bahwa penghasilan yang diperolehnya bukan merupakan objek pajak walaupun status subjek pajak OJK termasuk dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU PPh 2008. Hal ini berpotensi menimbulkan dispute dalam pemungutan pajak atas OJK khususnya terkait asas ease of administration. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) badan atas OJK ditinjau dari asas ease of administration yang terdiri dari kepastian hukum, efisiensi, dan kenyamanan pembayaran. Pembahasan pada penelitian ini terfokus pada penetapan subjek pajak badan dan objek pajak atas pungutan yang diterima oleh OJK. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu saat OJK ditetapkan sebagai subjek pajak sudah sesuai dengan asas kepastian hukum, efisiensi, dan kenyamanan pembayaran dalam asas ease of administration. Dari sisi kepastian hukum, secara regulasi sudah pasti namun terdapat ketidaksesuaian definisi pajak yang merupakan pengalihan sumber daya dari sektor privat ke sektor publik pada pemungutan pajak atas OJK. Ditinjau dari asas efisiensi, pada awal proses penetapan subjek pajak badan OJK menimbulkan biaya yang tinggi baik dari sisi OJK maupun DJP. Di sisi lain, pemajakan atas penghasilan OJK dianggap tidak efisien mengingat OJK merupakan bagian dari pemerintah dan merupakan Unit Badan lainnya yang kekayaannya tidak terpisahkan dari kekayaan negara. Terkait dengan asas kenyamanan, adanya dua kewajiban setoran ke kas negara dapat menimbulkan ketidanyamanan.
Determination of the corporate tax subject of the Financial Services Authority (also known as “OJK” in Indonesian) as a state institution caused debate. This condition is caused by OJK status which is no longer qualified as a unit of a government institution that is excluded as a subject of corporate tax as mentioned in Article 2 paragraph (3) of Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh 2008) about Income Taxes. On the other hand, OJK considers that the income it receives is not a tax object even though the OJK tax subject status is included in the provisions of Article 2 paragraph (3) of the UU PPh 2008. This has the potential to cause a dispute in tax collection on OJK especially related to the principle of ease of administration. The purpose of this study is to analyze the Income Tax (PPh) policy of the OJK in terms of the ease of administration principle consisting of certainty, efficiency, and convenience of payment. The discussion in this study focuses on determining the subject of corporate tax and tax objects on levies received by the OJK. The research approach used is a qualitative approach with qualitative data analysis techniques. The results of this study are that when the OJK is introduced as a tax subject is by following the principles of certainty, efficiency, and convenience of payment in the principle of ease of administration. In terms of certainty, the regulation is certain but there is a mismatch in the definition of tax which is the transfer of resources from the private sector to the public sector. In terms of the principle of efficiency, at the beginning of the process of determining the OJK corporate tax subject, it raises high costs both in terms of OJK and DGT. On the other hand, taxation on OJK's income is considered inefficient considering that OJK is part of the government and is another entity unit whose wealth is inseparable from state assets. Related to the principle of convenience, the existence of two deposit obligations to the state treasury can create inconvenience"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nanda Puja Rezky
"Salah satu usaha Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan penerimaan adalah dengan mengembangkan sistem BPHTB secara elektronik atau disebut dengan e-BPHTB. Meskipun layanan e-BPHTB di DKI Jakarta sudah mulai diluncurkan pada akhir tahun 2019, ternyata belum mampu memenuhi target penerimaan yang ditetapkan. Menjelang akhir tahun tepatnya pada bulan Oktober 2020, realisasi BPHTB di DKI Jakarta baru mencapai Rp2,77 triliun atau sekitar 45,06% dari target penerimaan BPHTB. Pemerintah meminta Bapenda DKI Jakarta untuk segera melakukan penyederhanaan proses administratif kepengurusan BPHTB. Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivist dengan metode pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam terhadap narasumber terkait. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan sistem e-BPHTB sudah sesuai dengan asas kenyamanan pembayaran dan kemudahan regulasi. Akan tetapi belum sesuai dengan aspek efisiensi biaya. Hambatan yang muncul dari penerapan sistem e-BPHTB di DKI Jakarta yaitu adanya kendala pada jaringan dan jumlah Sumber Daya Manusia yang masih terbatas.
One of Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta efforts in order to increase BPHTB revenue as well as a form of improving BPHTB Taxpayer services and compliance is to develop an electronic BPHTB system or called e-BPHTB. Although the e-BPHTB service in DKI Jakarta has started to be launched at the end of 2019, it has not been able to meet the set revenue target. Towards the end of the year, in October 2020, the realization of BPHTB in DKI Jakarta had only reached Rp.2.77 trillion or about 45.06% of the BPHTB revenue target. The government asked the DKI Jakarta Bapenda to immediately simplify the administrative process for BPHTB management. This study uses a post-positivist paradigm with a qualitative approach and type of descriptive research. Data collection techniques were carried out through literature studies and in-depth interviews with related sources The results of this study conclude that the implementation of the e-BPHTB system policy is in accordance with the principles of payment convenience and ease of regulation. However, it is not in accordance with the aspect of cost efficiency. The obstacles that arise from the implementation of the e-BPHTB system in DKI Jakarta are the network constraints and the limited number of Human Resources."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jesselyn Audrye Fun
"Skripsi ini bertujuan menganalisis implementasi kebijakan dokumentasi transfer pricing berdasarkan ketentuan terbaru di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.03/2016 dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi pihak Wajib Pajak dan pihak pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan ini ditentukan oleh dua hal yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi yang jika dilihat dari keduanya belum secara keseluruhan terpenuhi sehingga terdapat masalah-masalah yang timbul dalam pengimplementasiannya. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Wajib Pajak dan pemerintah antara lain adalah keterbatasan sumber daya, kurangnya kepastian hukum hingga tingginya biaya-biaya yang dikeluarkan.
This thesis aims to analyze the implementation of the latest transfer pricing documentation policy in Indonesia as stipulated in Regulation of the Minister of Finance No. 213/PMK.03/2016 and the problems faced by the Taxpayer and the government in implementing the policy. The research method used in this study is qualitative method with data collection technique through literature study and field study. This research indicates that the implementation of this policy is determined by two things which are content of the policy and context of implementation which if seen from both has not been fully fulfilled, resulting problems arise in the implementation. The problems faced by both Taxpayer and government includes limited human resources, the lack of legal certainty also the high cost incurred"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mikha Grinelda Ningrum
"Adanya transaksi jual dan beli membuat tiap perusahaan harus melakukan kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilainya, termasuk pula yang dilakukan PT X. Pelaporan perpajakan yang dilakukan PT X mengalami kesalahan yang sebetulnya dapat diatasi dengan Pemindahbukuan. Namun PT X tidak dapat menempuh alternatif tersebut sehingga PT X harus menanggung sanksi administrasi agar kesalahan tersebut dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat aturan terkait kesalahan setor pada Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tidak dapat dipindahbukukan dan menganalisis sanksi administrasi yang diterima PT X apakah sudah sesuai dengan mempertimbangkan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak membuat aturan mengenai kesalahan setor Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean tidak dapat dipindahbukukan karena Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean masih rentan untuk dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pajak dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah belum dapat diandalkan. Atas adanya ketentuan yang tidak memperbolehkan untuk melakukan Pemindahbukuan, maka cara yang ditempuh PT X untuk mengatasi kesalahan penyetoran pajak adalah Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, yang menimbulkan sanksi administrasi. Dengan adanya hal tersebut, sanksi administrasi yang terjadi akibat kesalahan setor pajak yang dilakukan PT X tidak memenuhi asas ease of administration.
The occurrence of selling and buying transactions cause every companies to do their VAT obligations, including PT X. Tax reported by PT X which appear to be wrong can be subdued by Overbooking. However PT X couldn’t go thrpugh the said alternative, therefore PT X had to bear administrative sanctions so those mistakes can be resolved. The purpose of this research is to analyze basic considerations from Directorate General of Taxes in making regulations regarding the faulty transfer of Taxable Services from outside the custom area which cannot be overbook and analyze whether the administrative sanctions given to PT X are appropriate, with Ease of Administration principle in deliberation. This research used a qualitative approach with in-depth interview and literature study for data collection. The result of this research concludes that the primary consideration Directorate General of Taxes made regulations concerning the incorrect transfer of Taxable Services from outside the custom area is because Intangible Taxable Goods and Taxable Services from outside the custom area are susceptible to being used by Taxpayers for the purpose of avoiding tax and the Government’s control are not fully reliable. Because the regulations do not allow overbooking, alternative ways taken by PT X to resolve the incorrect transfer of tax is Restitution, which causes administrative sanctions. With that being said, administrative sanctions that occur as a result of wrong transfer of tax do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Septiadi
"Salah satu KEK yang telah beroperasi adalah KEK Singhasari yang disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Dewan Nasional KEK Nomor 2 Tahun 2022. Akan tetapi, pada awal pengembangannya masih dirasa belum optimal sehingga dalam pelaksanaannya memunculkan isu pada kemudahan administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis administrasi perpajakan atas insentif pajak jika ditinjau dari asas kemudahan administrasi Kawasan Ekonomi Khusus Singhasari. Dalam pengumpulan datanya, penelitian post positivist ini memanfaatkan studi lapangan dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asas kemudahan administrasi belum sepenuhnya dapat diterapkan yang ditunjukkan karena adanya ketidaksesuaian antara penerapan dan peraturannya dan permasalahan pada sistem pengajuan insentif pajak. Akan tetapi, asas certainty sudah diterapkan pada pemberlakuan insentif pajak di KEK Singhasari. Sedangkan baik asas ef iciency maupun simplicity, masing-masing belum dapat diterapkan sepenuhnya pada pengajuan insentif pajak di KEK Singhasari yang ditunjukkan dengan besarnya time cost yang dibutuhkan untuk menunggu keputusan pemanfaatan insentif pajak di KEK dan kendala yang dialami pada sistem OSS. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat jika masih diperlukan perbaikan pada sistem pengajuan insentif pajak dan regulasi yang mengatur tentang pemberlakuan insentif pajak.
One of the SEZs that has been operating is the Singhasari SEZ which was authorized through the Decree of the Coordinating Minister for Economic Affairs as Chairman of the National SEZ Council Number 2 of 2022. However, at the beginning of its development it was still considered not optimal so that in its implementation it raised issues on administrative ease. This study aims to analyze the tax administration of tax incentives when viewed from the principle of ease of administration of the Singhasari Special Economic Zone. In collecting data, this post-positivist research utilizes field studies and literature studies. The results of this study indicate that the principle of administrative convenience has not been fully implemented which is indicated because of the discrepancy between the application and the regulations and problems with the tax incentive submission system. However, the principle of certainty has been applied to the implementation of tax incentives in the Singhasari SEZ. Meanwhile, both the principles of efficiency and simplicity, respectively, cannot be fully applied to the application for tax incentives in the Singhasari SEZ, as indicated by the amount of time cost required to wait for a decision on the utilization of tax incentives in the SEZ and the obstacles experienced in the OSS system. Based on these results, it can be seen that improvements are still needed in the tax incentive application system and regulations governing the implementation of tax incentives."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library