Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghina Karisma
"Latar belakang: Perawatan ortodonti interseptif dapat mengurangi prevalensi maloklusi di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 80, namun hingga saat ini faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan subjektif akan perawatan ortodonti interseptif belum diketahui.
Tujuan: Menganalisis hubungan kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif, sikap terhadap estetika gigi, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin, dan tingkat sosioekonomi dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, subjek penelitian adalah 101 murid SDI Al-Azhar 17 Bintaro berusia 8-11 tahun, yang dilakukan pemeriksaan klinis menggunakan kaca mulut dan probe, sedangkan untuk mengetahui kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif digunakan alat ukur IKPO-I, dan untuk mengetahui variabel lainnya dengan kuesioner. Hubungan antarvariabel dianalisis dengan uji koefisien kontingensi dan uji korelasi Eta.
Hasil: Menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif p-value=0,625, kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif r=0,178, sikap terhadap estetika gigi r=0,059, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut r=0,028, dan tingkat sosioekonomi r=0,068 dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif, sikap terhadap estetika gigi, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin, dan tingkat sosioekonomi dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif.

Background: Interceptive orthodontic treatment can reduce the high prevalence of malocclusion in Indonesia which is 80, however, factors influencing the perceived need for interceptive orthodontic treatment is unknown.
Objectives: To analyze the relationship between normative orthodontic treatment need, dental aesthetic self perception, oral health knowledge, gender, socioeconomic status, and perceived need for interceptive orthodontic treatment.
Methods: The design of this study is cross sectional, subjects are 101 students at Al Azhar 17 Bintaro Elementary School aged 8 11 years. Data were obtained through clinical examination using dental mirror and probe. IKPO I is used to know the normative interceptive orthodontic treatment need and questionnaire is used to know other variables. The relationship between variables are analyzed with contingency coefficient analysis and Eta correlation analysis.
Results: Showed no significant relationship between gender p value 0,625, normative orthodontic treatment need r 0,178, dental aesthetic self perception r 0,059, oral health knowledge r 0,028, socioeconomic status r 0,068, and perceived need for interceptive orthodontic treatment.
Conclusion: There are no significant relationship between normative orthodontic treatment need, dental aesthetic self perception, oral health knowledge, gender, and socioeconomic status and perceived need for interceptive orthodontic treatment need.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Yusra
"Disertasi ini merupakan hasil penelitian eksploratif kualitatif dan kuantitatif. Indikator yang dapat menilai kebutuhan perawatan ortodonti interseptif yaitu: frenulum, karies molar kedua sulung, kehilangan gigi anterior, peg shape, kehilangan dini molar pertama dan kedua sulung rahang bawah, pergerakan ke mesial molar pertama bawah, persistensi gigi anterior sulung, kehilangan dini kaninus sulung, gigitan silang anterior, gigi berjejal insisivus permanen, hubungan molar, diastema, jarak gigit, gigitan dalam, gigi supernumerary, gigitan terbuka anterior dan gigitan silang posterior. Pendidikan orang tua signifikan berpengaruh terhadap kebutuhan perawatan ortodonti interseptif. Pendapatan, pengetahuan, sikap orang tua dan umur, jenis kelamin serta tindakan anak signifikan tidak mempengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti interseptif. Indeks Kebutuhan Perawatan Ortodonti Interseptif memiliki kesesuaian dengan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) sebagai indeks pembanding.

This dissertation is the result of qualitative and quantitative study. The indicators of this index are frenulum, caries of second primary molars, missing of anterior teeth, peg shaped, premature loss of mandibular first and second primary molars, mesial drifting of mandibular first molars, prolonged retention of anterior teeth, premature loss of deciduous canines, anterior crossbite, crowding of Incisors, molar relationship, diastema, overjet, deep bite, supernumerary teeth, anterior open bite and posterior crossbite. Education was statistically significant different. No significant differences in Interceptive orthodontic Care Need Index and The IOTN were found by income, knowledge and attitude of parents, age, sex, and children behavior. Interceptive Orthodontic Care Need Index has diagnostic relations with Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), which acts as comparison index.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
D1463
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Wijayanti
"Latar belakang: Perubahan dimensi dari gigi sulung ke gigi tetap dapat menyebabkan maloklusi pada usia anak. Pada keadaan tersebut dapat dilakukan upaya interseptif untuk mencegah bertambah parahnya maloklusi. Usia 9-11 tahun merupakan usia yang tepat untuk dilakukan interseptif. Pemeriksaan dini pada populasi anak usia gigi bercampur diperlukan untuk mengetahui keadaan maloklusi.
Tujuan: Mengetahui gambaran maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 9-11 tahun di SD At-Taufiq, Cempaka Putih, Jakarta.
Metode: Digital examination dan analisis profil wajah, untuk menentukan klasifikasi maloklusi dan pengisisan kuesioner Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO), untuk mengetahui kebutuhan perawatan ortodonti anak.
Hasil: 98 subjek penelitian diperoleh maloklusi kelas I sebanyak 65,3%, maloklusi kelas II sebanyak 31,6% dan maloklusi kelas III sebanyak 3,1%. Keseluruhan populasi yang diteliti terdapat 76,5% membutuhkan perawatan ortodonti dan 23,5% tidak membutuhkan perawatan ortodonti.
Kesimpulan: Subjek dengan maloklusi kelas I paling banyak ditemukan dan sebagian besar subjek membutuhkan perawatan ortodonti.

Background: Dimensional changes from primary teeth to permanent teeth cause malocclusion in children. Interceptive can use for that situation to prevent increased severity of malocclusion. Ages for screening the child population for interceptive orthodontics is 9 to 11 years old. Early examination in mixed dentition age population needed to determine the state of malocclusion.
Purpose: Describe malocclusion and orthodontic treatment need in child 9 to 11 years old in SD At-Taufiq, Cempaka Putih, Jakarta.
Method: Digital examination and analyze of facial profile to know malocclusion and filling of questionnaires orthodontic treatment needs indicator (IKPO) to determine about children orthodontic treatment need.
Result: 98 subject there are 65,3% with class I malocclusion, 31,6% with class II malocclusion, 3,1% with class III malocclusion. From child population about 76,5% need for orthodontic treatment and 23,5% no need for orthodontic treatment.
Conclusions: Subject most found with class I malocclusions and most of subject need orthodontic treatment.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Soebadi
"Latar belakang. Faktor risiko PJK dapat terjadi sejak masa kanak-kanak dan dapat dicegah. Gangguan pertumbuhan intrauterin dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya faktor risiko PJK. Penelitian sebelum11Ya menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hanya satu penelitian serupa yang pernah dilaporkan di Indonesia. Tujuan. Mengidentifik.asi faktor-faktor risiko kardiovaskular pada anak usia 9-12 tahun dan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya, dengan perhatian khusus pada berat lahir. Metode. Studi potong lintang dilakukan pada anak usia 9-12 tahun di 4 sekolah dasar di Jakarta Pusat. Berat lahir didapatkan dari catatan kelahiran yang dimiliki orangtua. Pada subjek dilakukan pemeriksaan fisis dan antropometris, pengukuran massa lemak tubuh, dan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan glukosa puasa, kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida. Pada subjek dilakukan juga analisis diet dengan metode three-day food recall dan penilaian tingkat aktivitas fisis dengan Physical Activity Questionnaire for Children (PAQ-C). Orangtua diminta mengisi kuesioner mengenai riwayat pemberian ASI dan kondisi sosioekonomi. Proporsi obesitas, hipertensi, glukosa puasa terganggu, dan dislipidemia ditentukan. Koefisien korelasi antara berat lahir dengan indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, massa lemak tubuh., glukosa puasa, kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida ditentukan dengan uji Spearman. Korelasi yang bermakna diuji dengan analisis multivariat dengan mengikutsertakan faktor kovariat durasi pembcrian ASI, durasi ASI eksklusif, asupan nutrisi, tingkat aktivitas fisis, dan penghasilan keluarga. · Hasil. Didapatkan 85 subjek, 49 (57,6%) perempuan. Median (rentang) berat lahir subjek 3000 (1500-4300) g; 6 (7,1%) subjek memiliki berat lahir <2500 g. Proporsi obesitas, hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, glukosa puasa terganggu, dan dislipidemia berturut-turut 10,6%; 2,4%; 4%; 2,4%; dan 31,8%. Terdapat korehsi lemah yang bermakna secara statistika antara berat lahir dengan z-swre IMT (p=0,265; p=O,Ol4) dan persentil massa lemak tubuh (p=0,216; p=0,047). Tidak. ditemukan korelasi yang bermakna secara statistika antara berat lahir dengan variabel-variabel lainnya. Fak.tor kovariat yang memenuhi syarat untuk analisis multivariat adalah durasi total pemberian ASI, durasi ASI eksklusif, persentase asupan protein terhadap AKG, dan penghasilan keluarga. Pada regresi linear multipel, berat lahir masih berpengaruh terhadap z-score IMT (P=O,OOl; p=0,008) dan persentil massa lemak. tubuh (p=0,017; p=0,043) pada usia 9-12 tahun. Sim.pulan. Terdapat korelasi positif lemah yang bermak.na secara statistika antara berat lahir dengan IMT dan massa lemak. tubuh. Pengaruh berat lahir terhadap IMT dan massa lemak. tubuh tetap bermak.na apabila faktor pemberian ASI, asupan nutrisi, dan penghasilan keluarga diperhitungkan. Diperlukan penelitian kohort prospektif dengan memperhitungkan usia gestasi untuk menentukan dengan lebih tepat pengaruh berat lahir rendah, khususnya perturnbuhanjanin terganggu, terhadap faktor risiko kardiovaskular.

Background. Risk factors of CHD may develop since childhood and are preventable. Intrauterine growth disturbance leads to programming of metabolic and endocrine systems, causing CHD risk factors to arise. Previous studies have shown inconsistent results. Only one such study has been reported in Indonesia Objectives. To identify cardiovascular risk factors in children 9-12 years old and their influencing factors, with specific attention to bi.rth weight. Methods. A cross-sectional study was done in 9-12-year-old children from 4 elementary schools in Central Jakarta. Birth weight was obtained from birth records submitted by parents. Physical examination, anthropometric measurement, determination of body fat percentage, and venous blood sampling were done to determine fasting blood glucose, total cholesterol, HDL, LDL, and triglycerides. Dietary analysis was done by a three-day food recall. Subjects' physical activity level was assessed using the Physical Activity Questionnaire for Children (P AQ-C). Parents completed a questionnaire regarding breastfeeding history and socioeconomic conditions. The proportions of obesity, hypertension, impaired fasting glucose, and dyslipidernia were calculated. The Spearman test was done to determine the correlation between birth weight and body mass index (BMI), systolic and diastolic blood pressure, body fat percentage, fasting blood glucose, total cholesterol, HDL, LDL, and triglycerides. Significant correlations were subjected to multivariate analysis incorporating total breastfeeding duration, exclusive breastfeeding duration, nutritional intake, physical activity level, and family income. Results. We obtained 85 subjects, 49 (57,6%) of which were female. Median (range) birth weight was 3000 (1500-4300) g; 6 (7,1%) had birth weight of <2500 g. The proportion of obesity, systolic hypertension, diastolic hypertension, impaired fasting glucose, and dyslipidemia was 10,6%; 2,4%; 4%; 2,4%; and 31,8%, respectively. A weak positive correlation was obtained between birth weight and BMI z-score (p=0,265; p=0,014); and between birth weight and body fat percentile (p=0,216; p=0,047). There was no statistically significant correlation between birth .veight and other variables. Covariates fulfilling significance criteria were total breastfeeding duration, exclusive breastfeeding duration, percentage protein intake to the local RDA, and family income. On multiple linear regression analysis, birth weight was still significantly related to BMI z-score (~=0,001; p=0,008) and body fat percentile (~=0,017; p=0,043) at 9-12 years of age when the covariates were considered. Conclusions. Birth weight is weakly and positively correlated with BMI and body fat percentage. The influence of birth weight on BMI and body fat percentage remains significant when breastfeeding history, nutritional intake, and family income are considered. A prospective cohort study incorporating gestational age is needed to determine the influence of low birth weight, particularly due to intrauterine growth disturbance, on cardiovascular risk factors.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2011
T58258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azkia Nur Zahrah
"Anak di bawah 5 tahun (balita) merupakan populasi dengan risiko anemia tertinggi dibandingkan dengan populasi kelompok usia lainnya (WHO, 2023). Prevalensi anemia pada populasi balita di Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan dari 27,7% pada tahun 2007, kemudian meningkat sedikit menjadi 28,1% pada tahun 2013 dan meningkat tajam menjadi 38,5% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Pada kelompok usia balita, anak usia 6 – 23 bulan menjadi kelompok usia dengan risiko tertinggi untuk mengalami anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan data sekunder dari Riskesdas 2018. Sampel penelitian merupakan anak usia 6-23 bulan di Indonesia dengan total sampel sejumlah 331 anak. Hasil penelitian menemukan besar prevalensi anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia sebesar 58,9%. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan positif yang signifikan antara jenis kelamin (PR = 1,339; 95% CI  1,033-1,635) dan hubungan negatif yang signifikan (protektif) antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia (PR = 0,613 95% CI 0,537-1,290). Penggalakan program pemeriksaan Hb anemia pada anak usia 6-23 bulan, pemberian PMT yang kaya zat besi kepada anak usia 6-23 bulan dengan anemia, serta edukasi mengenai anemia pada anak melalui posyandu maupun puskesmas setempat diperlukan untuk mencegah dan mengendalian anemia pada anak.

Toddlers are the population with the highest risk of anemia compared to other age group populations (WHO, 2023). The prevalence of anemia in the under-five population in Indonesia tends to continue to increase from 27.7% in 2007, then increased slightly to 28.1% in 2013 and increased sharply to 38.5% in 2018 (Ministry of Health RI, 2018). In the toddler age group, children aged 6-23 months are the age group with the highest risk for anemia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia. This study used a cross-sectional study design with secondary data from the 2018 Riskesdas. The research sample was children aged 6-23 months in Indonesia with a total sample of 331 children. The results of the study found that the prevalence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia was 58.9%. Based on the results of bivariate analysis, there was a significant positive relationship between gender (PR = 1.339; 95% CI 1.033-1.635) and a significant negative (protective) relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia ( PR = 0.613 95% CI 0.537-1.290). Promoting programs for checking Hb anemia in children aged 6-23 months, giving PMT which is rich in iron to children aged 6-23 months with anemia, as well as education about anemia in children through posyandu and local health centers is needed to prevent and treat anemia in children."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Wijawati
"Early Childhood Caries (ECC) adalah penyakit multifaktorial yang terdiri dari faktor etiologi, faktor demografi (usia, sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu) dan faktor perilaku (konsumsi makanan kariogenik, kebiasaan menyikat gigi, indeks plak, keluhan sakit gigi, dan kontrol ke dokter gigi). Penelitian ini mengguakan desain Cross Sectional dengan Uji Chi-Square. Hasil uji tersebut menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara usia, sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu, konsumsi makanan kariogenik, indeks plak, keluhan sakit gigi, dan kontrol ke dokter gigi terhadap ECC dengan (p<0,05). Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya kebiasaan menyikat gigi yang tidak berhubungan bermakna dengan ECC (p>0,05).

Early Childhood Caries (ECC) is a multifactorial disease which factors are etiology factors, demographic factors (age, socioeconomic , mothers‟ level of education), and behavior factors (cariogenic diet, tooth brushing habit, plaque index, toothache complaints and dental visit). Cross sectional study with statiscal analysis using Chi- square showed that ages, socio-economic, mother‟s level of education, cariogenic diet, plaque index, dental visit, and toothache complaints have correlation with ECC (p<0,05). However, there are no correlation between tooth brushing habit with ECC (p>0,05)."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Irfani Aisya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan dengan kejadian underweight pada anak berusia 24-30 bulan berdasarkan faktor
resikonya, seperti: asupan gizi, riwayat penyakit infeksi, riwayat BBLR, pola asuh, dan
karakteristik keluarga di Kelurahan Jatinegara dan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Kota
Jakarta Timur pada tahun 2019. Penelitian dilakukan dengan desain studi potong lintang
dan menggunakan data sekunder yang diambil pada bulan Mei 2019 dengan jumlah
responden sebanyak 221 orang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi
square untuk data kategorik dan uji mann whitney untuk data numerik tidak terdistribusi
normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 16,7% anak berusia 24-30 bulan
mengalami underweight. Analisis bivariat dengan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kejadian underweight dengan asupan energi, asupan
protein, dan asupan vitamin A pada anak berusia 24-30 bulan di Kecamatan Cakung
Jakarta Timur pada tahun 2019.

This study aims to determine the description and factors associated with the incidence of underweight in children aged 24-30 months based on risk factors, such as: nutritional intake, history of infectious diseases, history of low birth weight, feeding practices, and family characteristics in Jatinegara and Pulogebang Villages, Cakung Subdistrict, East Jakarta in 2019. The research was conducted with a cross-sectional design and used secondary data taken in May 2019 with a total of 221 respondents. Data analysis was performed using the chi square test for categorical data and the Mann Whitney test for non-normally distributed numerical data. The results showed that as many as 16.7% of
children aged 24-30 months were underweight. Bivariate analysis showed that there was
a significant relationship between the incidence of underweight and energy intake, protein intake, and vitamin A intake in children aged 24-30 months in Cakung District, East Jakarta in 2019.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
"Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian.
Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014.
Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan.
Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9.
Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini.

Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment.
Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014.
Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need.
Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9.
Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Novi
"Anemia merupakan salah satu masalah utama di Indonesia Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi terutama pada anak usia dibawah 5 tahun Pada umumnya prevalensi anemia lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki laki Anemia memberikan dampak pada proses tumbuh kembang anak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan faktor faktor yang berhubungan pada anak usia 3 9 tahun Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional Penelitian dilakukan di Pesantren Tapak Sunan Condet pada tanggal 19 januari 2011 Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 3 9 tahun Pemilihan sampel dilakukan dengan total sampling dengan total sampel yang didapat yaitu 51 anak Data yang digunakan adalah data primer yaitu usia jenis kelamin dan kadar hemoglobin Variabel terikat yaitu anemia dan variabel bebas yaitu usia dan jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada anak usia 3 9 tahun sebesar 25 5 dengan rincian pada anak usia 3 6 tahun sebesar 25 dan pada anak usia 7 9 tahun sebesar 28 6 sementara prevaleni anemia pada anak perempuan sebesar 39 1 dan anak laki laki sebesar 14 3 Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan anemia Fisher p 1 000 tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan anemia Chi square p 0 043 Prevalensi anemia pada penelitian ini masih tinggi Oleh karena itu untuk mengurangi prevalensi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan gizi terhadap anak dengan memberikan zat gizi mikro seperti vitamin A vitamin B9 vitamin B12 dan zat besi

Anemia is a serious public health problem in Indonesia It is commonly affecting 1 to 4 years old children Generally prevalence of anemia is higher in girls than boys Anemia is negatively impacts children growth and develpoment This study aims to determine the prevalence of anemia and its associated factors This study used cross sectional survey The sample included 51 children aged 3 to 9 years old in Tapak Sunan Condet 2011 The data that used are age sex and hemoglobin concentration Dependent variable is anemia and independent variable are age and gender Result revealed that 25 5 of 3 to 9 years old chidren were anemia Anemia prevalence was lower in 3 6 years old children 25 than 7 9 years old children 28 6 The prevalence of anemia is higher in girls 39 1 than boys 13 9 Age of the children was not significantly associated with anemia Fisher p 1 000 Meanwhile sex of the children was significantly associated with anemia Chi square p 0 043 The control of anemia should be considered as serious health problem in Indonesia Micronutrient intake of children such as vitamin A vitamin B9 vitamin B12 and iron should be increased to overcome this problem"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R A Myrna Alia
"ABSTRAK
Beberapa dekade terakhir terjadi peningkatan prevalens penyakit alergi di berbagaibelahan dunia. Data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik untuk anakusia 6-7 tahun di Indonesia adalah 2,8 , 3,6 dan 3,7 didapat dari penelitianInternational Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC fase III di Bandungtahun 2002 sehingga dibutuhkan data prevalens terbaru. Penelitian ini ditujukan untukmendapatkan data prevalens asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik pada anak 6-7 tahun di kota Palembang sebagai bagian dari data nasional di Indonesia serta faktorfaktorlingkungan yang berhubungan. Studi deskriptif dengan desain potong lintangtelah dilakukan pada anak sekolah dasar SD kelas 1 usia 6-7 tahun yang tersebar di 96SD di Palembang dengan menggunakan instrumen kuesioner inti dan lingkunganISAAC. Sebanyak 4007 subjek memiliki data kuesioner inti yang lengkap dimasukkandalam perhitungan prevalens penyakit alergi, sedangkan 2045 subjek dengankelengkapan data kuesioner inti dan lingkungan dilakukan analisis untuk melihatadanya hubungan faktor lingkungan dan prevalens penyakit alergi. Prevalens asma,rinokonjungtivitis dan dermatitis atopik secara berturut-turut adalah 4,2 ,4,5 dan4,4 . Analisis multivariat menunjukkan bahwa dengan faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma adalah penggunaan parasetamol 12 bulan terakhir palingtidak sebulan sekali [p=0,007; RO=5,10 IK95 1,56-16,73 ] dan frekuensi menontonTV 3-5 jam [p=0,014; RO=3,09 IK95 1,26-7,60 ]. Faktor lingkungan yangberhubungan dengan asma berat adalah frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,004; RO=3,25 IK95 1,45-7,26 ] dan ibu merokok tahun pertamakehidupan anak [p=0,027; RO=4,00 IK95 1,17-13,72 ]. Prevalens rinokonjungtivitisberhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertama kehidupan [p=0,003;RO=1,94 IK95 1,25-3,03 ], pajanan hewan ternak pada tahun pertama kehidupan[p=0,009; RO=2,08 IK95 1,20-349 ], frekuensi truk dan bus melintas hampirsepanjang hari [p=0,013; RO=1,94 IK95 1,15-3,27 ] dan penggunaan parasetamol 12bulan terakhir paling tidak sebulan sekali [p=0,008; RO=4,99 IK95 1,52-16,41 ].Dermatitis atopik berhubungan dengan pajanan antibiotik pada tahun pertamakehidupan [p=0,013; RO=1,71 IK95 1,12-2,62 ] dan frekuensi makan sayur ge;3 kaliseminggu [p=0,004; RO=0,47 IK95 0,28-0,79 ]. Prevalens penyakit alergi pada anakusia 6-7 tahun di Palembang ternyata tidak begitu berbeda dengan data prevalensISAAC fase III di Bandung. Faktor-faktor lingkungan yang secara bermaknaberhubungan dengan penyakit alergi perlu diteliti lebih lanjut untuk diteliti pengaruhnyaterhadap kejadian penyakit alergi.ABSTRACT
In recent decade, prevalence of allergic disease is increasing worldwide. The Indonesianprevalence of asthma, allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in 6 7 years oldgroup were 2,8 , 3,6 , and 3,7 respectively. These data were derived from phasethree International Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC conducted 15years ago 2002 in Bandung. Studies to determine latest prevalence of allergic diseasesin Indonesia are in order. Our study aimed to determine the prevalence of asthma,allergic rhinoconjunctivitis and atopic dermatitis in Palembang as a part of our nationaldata and their association with environmental factors. This cross sectional study usingISAAC core and environmental questionnaire was conducted in 96 primary school inPalembang. The eligible subjects were 6 7 years old first grader. Four thousand andseven subjects with complete core questionnaire data were included in prevalencecalculation whereas 2045 subjects with complete core and environmental questionnairedata were included in bivariate and multivariate analysis. Prevalence of asthma, allergicrhinoconjunctivitis and atopic dermatitis were 4,2 , 4,5 and 4,4 respectively. Thecurrent use of paracetamol at least once a month p 0,007 OR 5,10 95 CI 1,56 16,73 and duration of TV viewing 3 5 hours a day p 0,014 OR 3,09 95 CI1,26 7,60 were associated with increased risk of asthma. High frequency of truck traffic p 0,004 OR 3,25 95 CI 1,45 7,26 and maternal smoking in the child rsquo s first yearof life p 0,027 OR 4,00 95 CI 1,17 13,72 were associated with increased risk ofsevere asthma. Factors associated with increased risk of allergic rhinoconjunctivitiswere early antibiotic exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI1,20 349 , early farmanimal exposure p 0,009 OR 2,08 95 CI 1,20 349 , high frequency of trucktraffic p 0,013 OR 1,94 95 CI 1,15 3,27 , and current use of paracetamol at leastonce a month p 0,008 OR 4,99 95 CI 1,52 16,41 . Early antibiotic exposure p 0,013 OR 1,71 95 CI1,12 2,62 was associated with increased risk of atopicdermatitis whereas frequent consumption of vegetable ge 3 times a week was inverselyassociated with atopic dermatitis p 0,004 OR 0,47 95 CI 0,28 0,79 . Prevalenceof allergic disease in children 6 7 years old group in Palembang are similar to previousprevalence data from ISAAC phase III. Further study to determine the associationbetween these environmental factors and prevalence of allergic disease is required."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>