Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126678 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Fauzi
"The debtor must be insolvent merupakan asas hukum kepailitan yang menekankan kepailitan hanya dapat dijatuhkan kepada debitur insolven. Tidak diaturnya asas tersebut secara tekstual dalam UUKPKPU nomor 37 tahun 2004 mendorong hakim untuk tidak mempertimbangkannya dalam membuat suatu putusan. Hal ini memberikan peluang dipailitkannya debitur yang solven. Secara khusus, permasalahan yang dibahas adalah ketaatan hakim terhadap asas tersebut dalam membuat putusan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif legal research dan perbandingan hukum comparative law . Adapun pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif. Analisis dilakukan dengan pendekatan hukum dan pendekatan ekonomi untuk mengukur kesehatan keuangan debitur dengan Altman Z-score sebagai model insolvency test. Berdasarkan hasil analisis terhadap 4 putusan pengadilan niaga, 2 putusan kepailitan tidak mempertimbangkan adanya asas ini, yaitu dengan dipailitkannya Telkomsel yang kondisi keuangannya masih solven serta tidak dipertimbangkannya status insolvensinya Garuda. Analisis ini menunjukkan adanya inkonsistensi dalam menerapkan asas the debtor must be insolvent dalam putusan hakim niaga. Inkonsistensi penerapan terjadi karena asas tersebut tidak dijadikan sebagai syarat pengajuan proses kepailitan dan PKPU dalam undang-undang. Selain itu, asas juga masih sulit diterapkan oleh hakim karena belum diaturnya instrumen insolvency test yang dapat digunakan untuk menilai kondisi keuangan debitur. Untuk itu, asas tersebut harus diformulasikan secara tekstual dalam undang-undang sebagai sebuah syarat pengajuan permohonan agar hakim lebih terikat terhadap asas tersebut untuk dipertimbangkan dalam membuat putusan. Perubahan ketentuan dalam undang-undang ini harus dilakukan agar tercipta keadilan yang seimbang bagi kreditur dan debitur.

The debtor must be insolvent is the principle of bankruptcy law that emphasizes bankruptcy is only able to be imposed to the insolvent debtor. The non regulation of the principle textually in UUKPKPU number 37 of 2004 encourages the judge not to consider it in making decision. This provides an opportunity for solvent debtor to be bankrupted. In particular, the issue discussed is the adherence of judges to the principle in making decisions. This method of research conducted was based on legal research and comparative law approach. Data were collected through the study of documents and conducting series of interviews, which were then qualitatively analyzed. The analysis was conducted by legal approach and economic approach to measure the financial health of the debtor with Altman Z score as the insolvency test instrument. Based on the analysis of four commercial court decisions, two bankruptcy decisions do not consider the existence of this principle that is with the bankrputcy status of Telkomsel with the solvent condition and not considered of Garuda insolvency status. This analysis shows the inconsistency in applying lsquo the debtor must be insolvent principle rsquo in the decision of commercial judges. The inconsistency of implementation occurs because the principle is not used as requirement for filing bankruptcy proceedings and moratorium in the law. In addition, the principle is also still difficult to apply by the judge because the insolvency test instrument that could be used to assess the financial condition of the debtor has not been regulated. For that reason, the principle should be formulated in a textual manner as a requirement for filing an application for judges to be more attached to the principle to be considered in making a decision. The changes to the provisions of this law should be taken to create fair equity for creditors and debtors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfredo Joshua Bernando
"Penerapan hukum kepailitan di Indonesia untuk menyatakan pailitnya seseorang atau suatu perusahaan membutuhkan pembuktian sederhana, dimana hanya membutuhkan syarat mempunyi dua atau lebih kreditur dan mempunyai setidaknya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pembuktian yang sangat sederhana ini tidak menyertakan insolvency test sebagai salah satu syarat untuk mendasari pertimbangan Majelis Hakim untuk memutus pailit dalam putusan pengadilan niaga. Hal ini cenderung tidak proporsional karena merugikan pihak debitur, dimana Prinsip Keadilan adalah salah satu Prinsip atau Asas yang mendasari Hukum Kepailitan di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adanya insolvency test dapat menunjukan bahwa seseorang atau suatu perusahaan sebagai debitur dalam keadaan solven atau insolven, sehingga dapat dipertimbangkan apakah aset-aset yang dimiliki oleh debitur dapat membayar utang-utangnya atau tidak. Tidak adanya penerapan insolvency test dalam proses kepailitan menutup kemungkinan untuk melihat hal-hal tersebut sehingga debitur dapat dengan mudah untuk dipailitkan. Sehingga, insolvency test perlu untuk diterapkan dalam proses kepailitan serta diperbaharui peraturannya agar tidak menciderai prinsip keadilan yang menjadi dasar dari hukum kepailitan di Indonesia.

The application of bankruptcy law in Indonesia to declare someone or a company bankrupt requires simple proof, where it only needs the condition of having two or more creditors and at least one debt that has matured and is demandable. This very simple proof does not include the insolvency test as one of the conditions to substantiate the consideration of the Judges' Panel to decide bankruptcy in a commercial court ruling. This tends to be disproportionate as it harms the debtor, where the Principle of Justice is one of the principles underlying Bankruptcy Law in Indonesia, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. The existence of an insolvency test can show that an individual or a company as a debtor is in a solvent or insolvent condition, so it can be considered whether the assets owned by the debtor can pay off its debts or not. The lack of the application of the insolvency test in the bankruptcy process closes the possibility of examining these matters, making it easy to declare bankruptcy for debtors. Thus, the insolvency test needs to be applied in the bankruptcy process and its regulations need to be updated to avoid undermining the principle of justice that is the basis of bankruptcy law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reindel Zulfikar Ngabito
"Krisis moneter yang melanda Indonesia telah berubah menjadi krisis ekonomi yang menyebabkan banyaknya perusahaan yang gulung tikar dan tingkat pengangguran yang semakin besar. Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia.
Dengan melihat adanya indikasi penurunan pendapatan perusahan BUMN mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai kemungkinan sualu perusahaan dikatakan layak usaha dengan menggunakan model Altman Z-Score. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah meningkatnya kemungkinan suatuperusahaan BUMN dikatakan layak usaha dapat diprediksi dengan Altman Z-Score.
Dari 158 BUMN di Indonesia diambil 12 (duabelas) perusahaan BUMN yang terdiri dari 6 (enam) BUMN memiliki kriteria equity negatif dan mengalami penurunan pendapatan atau merugi dan 6 (enam) BUMN lain dengan kriteria equity positif dan mengalami penurunan pendapatan. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kuantitatif, sehingga untuk mencapai basil penelitian perlu dilakukan analisis laporan keuangan dari obyek penelitian, Analisis laporan keuangan dilakukan dengan memanfaatkan model Altman Z-Score. Setelah melakukan perhitungan Z-Score, tahap berikutnya adalah meneari nilai Z proporsi untuk Z layak usaha dan Z bangkrut.
Dari hasil analisis dengan menggunakan model Altman, dapat diketahui bahwa Z-Score untuk PT. A, PT. B, PT. C. PT. D. PT. E. PT. F dan PT. G pada tahun 2004 menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam kondisi tidak layak usaha atau bangkrut.Dari hasil analisis dengan menggunakan model Altman diperoleh bahwa untuk PT. H dan PT. I pada tahun 2004, Z-Score yang diperoleh menunjukan bahwa perusahaan berada dalam kondisi ambang. Dari hasil analisis dengan menggunakan model Altman diperoleh bahwa untuk PT. J, PT. K dan PT. L pada tahun 2004, Z-Score yang diperoleh menunjukan bahwa perusahaanperusahaan tersebut berada dalam kondisi Layak Usaha. Dari 12 (duabelas) BUMN yang menjadi obyek dalam penelitian ini. diketahui yang sering menjadi inasalah adalah X2 (terdapat 9 BUMN) dan X3 (terdapat 7 BUMN) yang merupakan casio rentabilitas/profitabilitas dengan nilai yang terlalu rendah bahkan negatif.
Dengan menggunakan persamaan model Altman Z-Score diketahui beberapa BUMN berada dalam kriteria bangkrut. tetapi perusahaan-perusahaan BUMN tersebut masih terns menjalankan kegiatannva. Hal ini dapat dipahami karena dengan berbagai pertimbangan pihak pemerintah masih mengalokasikan dana untuk kelangsungan kegiatan usaha perusahaan-perusahaan tersebut.

Monetary crisis that happened in Indonesia brought many changed to our economy. Crisis causing many company became bangkrupted and a higher level of unemployment. It is happened, although our fundamental of economy in the past said to be strong and adored by the world bank. In spite of this there is some structurally weakness such as a stiff domestic trade regulation, monopoly of import that caused economy activity inefficiency and uncompetitive.
This is happened in a flash and of course it had influenced much on private companies and the state owned enterprises (SOE). As we know that the SCE's is much more being a ridiculate company rather than flatered. Because of this long crisis the SOE's company should be brave to face the changed.
Because of the SOE's indication of revenue decreased, giving the writer an idea to do a research about Implementation of Altman Z-score model to the SOE company in Indonesia. Moreover, writer doing an analysis to the result of this model and giving some recomendation to the manajer about what is going on in the company. It is true that the Altman Z-Score model can predict the bangkcrupty of the SOE's company.
From 158 SOE's company, the writer select 12 (twelve) SOE's and the criteria will be 6 (six) companies that has a negative equity and has a revenue decreased problem. The other 6 (six) SOE's are companies that had a positive equity and a revenued decrease problem. This research is plan to be a quantitative research, so the analysis of the companies financial report are being done.
From the Altman Z-Score model, it is find out that Z-Score for the company A, 13, C, D, E. F and G in the 2004 is in a bangkrupt condition. For company H and I the Z-Score result was in grey area. And for company 1, K and L the Z-Score result was in proper condition. From the analysis, the writer find also that X2 (9 SOE's) and X3 (7 SOE's) or the profitability ratio was score below and even negative.
For the SCE's in Indonesia, although the resut was bangkrupt but those SOE's still running. It can be understand because with many kind of reason the government still alocate some extra money for those companies."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Hendra Zulkarnain
"Industri penerbangan global telah menderita berbagai masalah finansial ditandai dengan kerugian kumulatif selama periode tahun 2001 sampai 2009. Sejak saat itu, sudah lebih dari 350 maskapai penerbangan telah mengajukan kebangkrutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat prediksi bangkrut dan tidak bangkrut menggunakan pendekatan model Altman Z Score, regresi logistik, dan analisis diskriminan dengan multi-year basis. Model prediksi dibuat dengan bantuan lima rasio keuangan yaitu Total Debt to Total Asset, Quick Ratio, Cash to Current Liabilities, Retained Earning to Total Asset, dan Sales to Total Asset. Uji simulasi statistik regresi logistik dan analisis diskriminan dilakukan dengan metode simultan. Model baru yang dikembangkan menggunakan titik cutoff untuk membedakan apakah suatu maskapai diklasifikasikan dalam kelompok bangkrut atau kelompok tidak bangkrut. Hasil akhir memperlihatkan model prediksi yang baru menunjukkan tingkat akurasi keseluruhan lebih tinggi dibandingkan dengan model Altman Z Score dan Kroeze Score.

The global airline industry has suffered from financial problems marked by cumulative losses over the period from 2001 to 2009. Since then, more than 350 airlines have filed for bankruptcy. The purpose of this study is to make a prediction of bankrupt and non-bankrupt using an approach to Altman Z Score models, logistic regression, and discriminant analysis with the multi-year model. The prediction model created with the help of five financial ratios: Total Debt to Total Assets, Quick Ratio, Cash to Current Liabilities, Retained Earnings to Total Assets and Sales to Total Assets. Simulation of statistic test on logistic regression and discriminant analysis performed by the simultaneous method. The new model was developed using a cut-off point to distinguish whether an airline classified in the group of bankrupt or non-bankrupt. The final results show that the new prediction model shows an overall higher degree of accuracy than Altman Z Score and Kroeze Score model."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citha Paulina Rosari
"Metode Altman's Z-Score Emerging Market Score ini umumnya digunakan untuk mengindentifikasi apakah perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau tidak, apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak dengan mengukur kinerja dari perusahaan tersebut. Dari 159 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, diambil sekitnr 150 pernsahaan yang ambil bagian dalam perhitungan Altman's Z-Score Emerging Market Score yang disetiap tahunnya diiakukan perhitungan dan penyusunan ulang portfolio. Dari hasil analisis dengan menggunakan regresi, ditemukan bahwa Altman's Z-Score Emerging Market Score bepengaruh negatif terhadap nilai return portfolio, yang tidak berpengaruh signifikan terhadap nominal return dan berpengaruh signifikan terhadap abnormal return.

Altman's Z-Soore Emerging Market Score method use for Indentified company bankruptcy or financial distres and also to identified company health that will reflect company prospectus in the future. From 159 manufacture company listed on Bursa Efek Indonesia, only left 150 perusabaan that taking part on Altman's Z-Score Emerging Market Score calculation. Altman's Z-Score Emerging Market Score calculated every year, so it cause re-arrange of portfolio based on rating from larger Altman's Z-Score Emerging Market Score value to Iower value, Result from single regression found that Altman's Z-Score Emerging Market Score in contrast to portfolio return, and significant to nominal return and not significant to abnormal return.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T 27176
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhy Pramudita
"

Segmen usaha kecil dan menengah saat ini terus berkembang di Indonesia. Berkontribusi lebih dari seperlima Produk Domestik Bruto Indonesia menjadikan segmen ini sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. Perbankan dalam negeri dan asing melihat segmen usaha kecil menengah ini sebagai segmen yang menjanjikan sehingga membuat mayoritas Bank di Indonesia ikut bersaing dalam penyaluran kredit pada segmen ini. Namun, ditengah prospek yang menjanjikan, segmen ini juga memiliki tantangan tersendiri dimana rasio non-performing loan secara Nasional pada segmen ini melebihi rasio  non-performing loan seluruh kredit yang disalurkan. Penelitian ini bertujuan untuk meniliti reliabilitas metode Altman Z-Score serta Ohlson O-Score sebagai alat prediksi kebangkrutan pada perusahaan segmen Small Medium Enterprise di Indonesia serta reliabilitas laporan keuangan perusahaan di segmen Small Medium Enterprise dalam mencerminkan kondisi riil perusahaan sebagai data masukan untuk analisa prediksi kebangkrutan perusahaan. Data penelitian menggunakan data laporan keuangan dari perusahaan yang menjadi debitur segmen Small Medium Enterprise di Bank Mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil perhitungan Z-Score mampu memprediksi kebangkrutan dengan akurasi  51,8%, 37,4%, 36,3%, dan 11,4% untuk satu, dua, tiga dan empat tahun sebelum kebangkrutan sedangkan Ohlosn O-Score memberikan hasil akurasi yang lebih baik yaitu 73,6%, 43,2%, dan 58,5% untuk satu, dua dan tiga tahun sebelum kebangkrutan. Berdasarkan hasil tersebut dan wawancara kepada pihak internal Bank dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan untuk perusahaan segmen Small Medium Enterprise secara umum belum cukup reliable untuk mencerminkan kondisi perusahaan secara riil.


Nowadays, small and medium enterprises continue to grow in Indonesia, contributing more than one fifth of Indonesia's Gross Domestic Product, making this segment very potential to continue to be developed. Domestic and foreign banks see this small and medium business segment as a promising segment, making the majority of banks in Indonesia compete in lending to this segment. However, amid a promising prospect, this segment also has its own challenges, where the national’s ratio of non-performing loans in this segment exceeds the ratio of non-performing loans of all loans disbursed. This study aims to assess the reliability of the Altman Z-Score and Ohlson O-Score methods as bankruptcy predictors in Small Medium Enterprise segment in Indonesia and the reliability of the company's financial statements in the Small Medium Enterprise segment in reflecting the company's real conditions as input data to analyze the possibility of the company going bankrupt. This research uses financial report data from companies that are debtors in the Small Medium Enterprise segment at Bank Mandiri. The results showed that the Z-Score calculation was able to predict bankruptcy with an accuracy of 51.8%, 37.4%, 36.3%, and 11.4% for one, two, three and four years before bankruptcy while Ohlson O-Score giving better accuracy results of 73.6%, 43.2%, and 58.5% for one, two and three years before bankruptcy. Based on these results and interviews with internal parties of the Bank it can be concluded that financial statements for Small Medium Enterprise segment companies in general have not been reliable enough to reflect the company's condition in real.

"
2019
T54630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Hiphanna
"Sejumlah studi menunjukkan peningkatan jumlah perusahaan yang masuk dalam kategori zombie firm dalam satu dekade terakhir terutama pada masa pandemi COVID-19. Perusahaan-perusahaan zombi memenuhi ciri-ciri perusahaan yang memenuhi kriteria kebangkrutan. Hal ini mengindikasikan bahwa para investor perlu memperhitungkan kondisi ini sebelum melakukan strategi investasinya. Begitu pula, para manajemen perusahaan perlu untuk waspada akan kemungkinan perusahaan yang dipimpinnya masuk dalam kategori zombi sebelum mengambil langkah-langkah jenis pendanaan untuk pengembangan bisnisnya. Saat ini ada beberapa model identifikasi kebangkrutan yang lazim digunakan seperti Altman Z-score dan Merton Naïve Model. Kedua model tersebut memiliki keterbatasan dalam penggunaannya terutama adanya asumsi-asumsi dan kondisi yang melekat pada setiap model. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model zombie firm untuk kasus di Indonesia. Pertanyaan penelitian utama yang diajukan adalah apakah model zombie firm dapat menjadi alternatif untuk mengukur risiko kebangkrutan suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang tersedia terhadap perusahaan-perusahaan non-finansial yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2020. Penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis dinamika risiko kebangkrutan berdasarkan model zombie firm serta untuk mengetahui kemungkinan sebuah perusahaan apakah akan keluar dari status zombi-nya di tahun-tahun mendatang. Hasil penelitian menunjukkan adanya konsistensi antara hasil perhitungan indikasi perusahaan yang memiliki risiko kebangkrutan zombie firm dengan model kebangkrutan Altman Z-score atau Merton Naïve Model. Hasil penelitian juga menggambarkan dinamika tren hubungan antara variabel zombie firm model terhadap kenaikan atau penurunan jumlah perusahaan yang terindikasi sebagai zombi. Pada akhir bagian pembahasan, dengan menggunakan Wilcoxon Sum Rank Test, hasil penelitian menunjukkan kecenderungan perusahaan keluar dari status zombi untuk tahun-tahun tertentu.

Some studies show increment in terms of numbers of companies that entered the status of zombie firm in last decade, especially during COVID Period. Zombie firms fit all the criteria for a company that has a high risk of bankruptcy. This indicates that investors need to consider a company’s zombie status before doing their investment strategy in such a company. Company management also needs to be aware of their company to not fall to this status before doing a funding strategy type to expand their business. Currently, there are several models that can be used as default risk identification, such as Altman Z-score and Merton Naïve Model. However, both models have its own limitations and assumptions that are attached to each model. This research aims to analyze zombie firms’ model for Indonesia case. Main research question is whether zombie firm model can be used as alternative for identification of a company default risk. This research uses secondary data that is available for all non-financial sector companies, traded on Indonesian Stock Exchange since 2011 – 2020. In this research, we also analyze the dynamic of default risk based on zombie firms and the probability of whether a company can recover from its zombie status in future years. Result show that there are consistencies between zombie firm models against its comparing model: Altman Z-score or Merton Naïve Model. The results also show trend dynamic between zombie firm variables regarding increase or decrease numbers of identified zombies. At the end of discussion, by using Wilcoxon Sum Rank Test, results show some tendencies that companies recover in certain years."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Andreas Marlon Hasudungan
"Laporan magang ini bertujuan untuk melakukan evaluasi atas prosedur evaluasi restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh PT Bank A, selaku klien KAP ABC, terhadap debitur-debiturnya apakah telah sesuai dengan teori yang berlaku. PT Bank A merupakan Bank BUMN yang memiliki banyak debitur yang memiliki kendala terhadap skema kreditnya akibat dampak dari Pandemi COVID-19. Sehubungan dengan kondisi tersebut, PT Bank A telah melakukan restrukturisasi kredit atas beberapa debiturnya yang mengalami masalah. PT Bank A selanjutnya meminta KAP ABC untuk mereview prosedur evaluasi restrukturisasi kredit yang dilakukannya. Dalam menilai restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh PT Bank A, KAP ABC menggunakan suatu metode, yaitu Altman Z-Score, untuk menentukan apakah restrukturisasi yang telah dilakukan oleh PT Bank A sudah optimal atau belum. Laporan magang ini akan mengevaluasi dasar penilaian restrukturisasi kredit yang telah digunakan oleh KAP ABC, yaitu metode Altman Z-Score, dalam menentukan apakah restrukturisasi yang telah dilakukan oleh PT Bank A sudah optimal. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh penulis, penulis menyimpulkan bahwa prosedur yang dilakukan oleh KAP ABC telah sesuai dengan metode Altman Z Score yang berlaku. Selain untuk menjabarkan prosedur tersebut, laporan magang ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang refleksi diri penulis sebagai peserta magang.

This internship report aims to evaluate the credit restructuring evaluation procedure carried out by PT Bank A, as a client of KAP ABC, to its debtors whether it is already in accordance with the existing theory. PT Bank A is a State-Owned Bank which debtors are experiencing problems with their credit schemes due to the impact of the COVID-19 Pandemic. Within these conditions, PT Bank A had restructured the loans of its debtors who are experiencing problems. PT Bank A asked KAP ABC to review the credit restructuring procedure that had been implemented. In assessing the credit restructuring implemented by PT Bank A, KAP ABC uses a method, namely the Altman Z-Score, to determine if the credit restructuring implemented by PT Bank A had been optimal. This internship report will evaluate the basis for assessing credit restructuring that was used by KAP ABC, namely Altman Z-Score, in determining if the restructuring implemented by PT Bank A had been optimal. Based on the evaluation that had been done by the author, the author concluded that the procedures carried out by KAP ABC are already in accordance with the existing Altman Z Score method. Other than describing the procedure, this internship report also aims to describe and explain the self-reflection of the student as an intern."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Senia Arini Putri
"Bank umum syariah mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1992, namun sampai dengan saat ini market share perbankan syariah di Indonesia belum mencapai 5%, meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim. Dalam rangka memperkuat ketahanan dan daya saing perbankan, Bank Indonesia dilanjutkan dalam Peraturan OJK (POJK) mengatur kegiatan usaha dan perluasan jaringan kantor bank berdasarkan modal inti. Bank Indonesia membagi perbankan menjadi 4 (empat) kategori buku bank, dimana setiap kategori bank memiliki cakupan produk dan aktivitas yang berbeda. Berdasarkan kategori tersebut, semakin tinggi buku bank, semakin besar modal inti yang dimiliki dan semakin luas cakupan produk dan aktivitas yang dilakukan. Hingga tahun 2014, bank umum syariah di Indonesia yang berjumlah 12 bank masih berada pada kategori buku 1 dan buku 2. Dengan demikian, perlu dikaji dan dianalisa lebih mendalam mengenai ketahanan bank umum syariah yang terdapat dikategori buku 1 dan buku 2 dengan menggunakan model Altman Z score dan analisa industri perbankan syariah. Hasil dari penelitian ini adalah bank umum syariah buku 1 tidak lebih rentan dari bank umum syariah buku 2 dikarenakan memiliki nilai Z score yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi modal inti belum tentu dapat menambah ketahanan bank. Hal yang mempengaruhi ketahanan bank adalah kualitas penyaluran pembiayaan dan efisiensi atas kegiatan usaha bank umum syariah. Dengan demikian, semakin besar size bank, diperlukan monitoring yang semakin ketat.

Islamic banks started to operate in Indonesia in 1992, but until now their market share still can not reach 5%, despite the fact that Indonesia is a country with a Moslim majority population. In order to strengthen the resilience and competitiveness of the banking industry, Bank Indonesia and then continued by OJK in its Regulations (POJK), regulates banking business activities and expansion of branch network based on bank's core capital (namely BUKU). Bank Indonesia (and now OJK) divided banks into four buku (1 into 4), The higher the buku, the greater the core capital and broader ranges of products and activities undertaken. Until 2014, Islamic banks in Indonesia amounting to 12 banks were still in the category of BUKU 1 and 2. As such, it needs to have intensive study and analysis on the resilience of Islamic banks categorized in BUKU 1 and 2 by using a model of Altman Z Score Score and industrial analysis of the islamic banking industry. This study finds that BUKU 1 is not more susceptible than BUKU 2 because of its higher score of Z value. This shows that the higher core capital may not necessarily increases the resilience of banks. Things that affect the resilience of banks are the efficient of quality of finance portfolio and the business activities of Islamic banks. Thus, the larger the size of banks may require more stringent monitoring."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Padmonanda
"Obligasi merupakan suatu bentuk investasi yang sangat menarik selain saham. Para pemegang obligasi secara periodik akan menerima sejumlah pendapatan tetap (Fixed Coupon Bond) atau sejumlah pendapatan yang telah ditetapkan sebelumnya (Floating atau Variable) atau keuntungan yang didapat melalui Capital Gain. Namun, obligasi memiliki resiko yang lebih dibandingkan saham karena bentuknya yang merupakan surat hutang. Dimana dalam bentuk surat hutang, jika telah sampai jatuh tempo maka emiten harus melunasi sesuai dengan nilai nominalnya dan emiten juga harus membayar bunga secara berkala. Resiko yang melekat dalam obligasi ada yang berupa Systematic Risk yaitu resiko yang dapat diminimalisasi, dan resiko Unsystematic Risk yaitu resiko yang tidak dapat diminimalisasi seperti resiko pasar. Karena sifatnya yang merupakan surat hutang, maka obligasi memiliki suatu acuan untuk menilai kualitas kredit. Jika kualitas kredit semakin baik, maka emiten dalam memenuhi kewajibannya akan semakin baik, yakni kewajiban mambayar bunga, pelunasan kembali pada saat jatuh tempo dan ketaatannya pada Covenant. Untuk penilaian kualitas obligasi tersebut, BAPEPAM telah menunjuk PT.Pefindo yang diberi wewenang dalam penetapan rating atau kualitas obligasi. Saat ini Pefindo telah menguasai lebih dari 90% peratingan obligasi, atau boleh dikatakan Pefindo memonopoli peratingan obligasi. Oleh karena itu, setiap rating yang dikeluarkan oleh Pefindo, sebagai investor mau tidak mau hams mempercayai setiap keuputusan yang diambil oleh Pefindo sedangkan kita tidak tahu bagaimana atau metodologi apa yang dipakai oleh Pefindo sehingga mengeluarkan keputusan rating terhadap suatu obligasi. Namun Pefindo juga dapat melakukan suatu kesalahan rating, jika memang pada suatu saat Pefindo melakukan suatu kesalahan analisa dan Pefindo memonopoli rating obligasi di Indonesia, maka investor tidak dapat mencari Second Opinion. Oleh karena itu, penulis mencoba membuat suatu validasi rating sederhana berdasarkan Altmann Z-score, dimana dalam validasi tersebut dapat dihasilkan suatu validasi sederhana. Validasi yang dibuat ,paling tidak secara sederhana dapat memberikan suatu Second Opinion terhadap rating suatu obligasi dan pada akhirnya investor mampu menghasilkan suatu keputusan yang baik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S19410
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>