Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tracy Anabella
"Latar Belakang: Salah satu tanda klinis preeklampsia yang di hasilkan, yaitu proteinuria, dapat membahayakan perkembangan pertumbuhan janin karena peranan penting yang dimiliki oleh protein dalam perkembangan janin itu sendiri. Kehilangan protein yang terjadi pada ibu, diduga menyebabkan penurunan juga terhadap persediaan kadar protein plasenta.
Metode: Penelitian comparative cross-sectional ini dilakukan untuk membandingkan kadar protein plasenta total antara kehamilan normal dengan kehamilan preeklamsi. Subyek penelitian ini adalah sampel plasenta dari 3 kelompok kehamilan yang berbeda; kehamilan normal, preeklamsi awal < minggu ke-35 kehamilan , dan preeklamsi akhir minggu ke-35-40 kehamilan . Data dikumpulkan dengan mengukur kadar absorbansi protein plasenta total dari semua kelompok sampel, menggunakan spektrofotometer, dan kemudian di analisis menggunakan Anova.
Hasil: Kadar protein plasenta di ketiga kelompok menunjukan nilai; kehamilan normal; 0.343, preeclampsia awal; 0.357, dan preeclamsia akhir; 0.435. Persebaran data dari ketiga kelompok menunjukan hasil yang merata dengan nilai; kehamilan normal p=0.877 , preeklampsia akhir p=0.939 , dan preeklampsia awal p=0.771 . Analisis data yang menggunakan uji Anova, menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara tingkat protein total pada semua kelompok kehamilan p=0.535.
Konklusi: Dapat disimpulkan bahwa kadar protein total plasenta pada kondisi preeklampsi tidak menurun, mengindikasikan bahwa protein plasenta di jaga dengan baik oleh tubuh, walaupun dengan terjadi nya proteinuria. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Zatalini Giyani
"

Preeklampsia adalah salah satu komplikasi kehamilan yang banyak menyebabkan mortalitas serta morbiditas ibu dan janin. Preeklampsia ditandai dengan timbulnya hipertensi baru pada wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan disertai dengan proteinuria. Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui; Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa kegagalan penurunan kadar Hypoxia Inducible Factor 1 Alpha (HIF-1α) setelah 9-10 minggu kehamilan menyebabkan invasi trofoblas yang dangkal dan transformasi arteri spiralis yang tidak memadai pada awal kehamilan. Kadar HIF-1α dalam jaringan plasenta wanita dengan preeklamsia kehamilan lebih dari 36 minggu masih belum memiliki hasil yang konklusif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mengukur kadar HIF-1α dalam plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan prosedur uji ELISA dengan kit HIF-1α. Hasil kadar HIF-1α dalam jaringan plasenta preeklampsia lebih dari 36 minggu kehamilan berkisar dari 0,008-0,116 pg / mg protein dengan mean value 0,026(0,008-0,116). Pada protein plasenta yang digunakan sebagai parameter pengukuran tingkat HIF-1α, ditemukan bahwa kadarnya lebih rendah pada jaringan plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu. Perbedaan kadar protein yang signifikan terlihat dari uji statistik T-Test dengan nilai p=0,006. Dari analisis data, hasilnya menunjukkan kadar HIF-1α yang jauh lebih tinggi pada jaringan plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal (p = 0,008). Kesimpulan kemudian dibuat bahwa penelitian ini menunjukkan tingkat HIF-1α lebih tinggi secara signifikan pada plasenta preeklampsia, yang dimana temuan ini mendukung teori bahwa kadar HIF-1α yang tinggi secara berkelanjutan selama kehamilan, ikut berperan dalam proses terjadinya preeklampsia.


Preeclampsia is one of the leading maternal and fetal mortality and morbidity pregnancy related complication. It is marked by new onset of hypertension on a previously normotensive pregnant woman along with proteinuria. Exact cause of preeclampsia is yet to be known; however, recent studies suggest that failure of Hypoxia Inducible Factor 1 Alpha (HIF-1α) downregulation after 9-10th weeks of gestation causes shallow trophoblast invasion and inadequate arteries remodeling earlier in pregnancy. Exact level of HIF-1α in placental tissue of women with preeclampsia more than 36 weeks pregnancy still has no conclusive result. Therefore, this study aims to observe and measure level of HIF-1α in placenta of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy in comparison with placenta of normal pregnancy. Measurement is done using assay procedure (ELISA) with HIF-1α kit. Result shows HIF-1α level in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks of pregnancy sample ranges from 0,008-0,116 pg/mg protein with mean value of 0,026(0,008-0,116). Placental protein used as measuring parameter of HIF-1α level, was found to be lower in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy, which is proven to be statistically significant using T-Test (p=0,006). From data analysis, it results shows significantly higher level of HIF-1α in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy compared to normal pregnancy placenta (p=0,008). A conclusion was then made that this study demonstrates significantly higher HIF-1α level in preeclampsia placenta. This finding support theory of sustained high level of HIF-1α in development of preeclampsia.  

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Alya Winarto
"Hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1a) adalah faktor transkripsi yang bertanggung jawab pada kondisi hipoksia seperti preeklampsia. Studi ini membandingkan konsentrasi HIF-1a pada kehamilan preeklampsia di bawah 32 minggu gestasi dan kehamilan normal. Sebagai penelitian observasional potong lintang pendahuluan, 10 sampel digunakan untuk masing-masing grup. Konsentrasi HIF-1a diukur menggunakan kit enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang insignifikan (p>0.05) antara konsentrasi HIF-1a pada kehamilan preeklampsia awal dan kehamilan normal walaupun terdapat kecenderungan untuk konsentrasi yang lebih tinggi pada kehamilan preeklampsia awal. HIF-1a kemungkinan tidak terlibat pada perkembangan preeklampsia awal. Sebaliknya, konsentrasi HIF-1a pada plasenta dipengaruhi oleh kerusakan syncytiotrophoblast akibat modifikasi arteri spiralis yang inadekuat dan berujung pada kurangnya jumlah HIF-1a.

Hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1a) is a transcription factor that is expressed by cytotrophoblast in the placenta during hypoxic condition of preeclampsia. This study compares the level of placental HIF-1a in preeclampsia pregnancies under 32 weeks old of gestation and normal pregnancies. As an observational cross-sectional preliminary study, 10 samples were used for each group. The level of placental HIF-1a was measured by using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit. Statistical analysis revealed insiginificant difference (p>0.05) of placental HIF-1a concentration between the early preeclampsia pregnancies and the normal ones although there’s a tendency of the level being higher for the former. HIF-1a might not be involved in the development of early preeclampsia. Instead, its level in the placenta is affected by the syncytiotrophoblast damage due to inadequate spiral arteries remodeling that leads to a reduced amount of HIF-1a."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Bintang
"Tujuan penelitian cross sectional comparative ini adalah diketahuinya perbandingan antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dan kehamilan normal. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi dan Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sebanyak 46 orang ibu hamil yang terdiri dari 23 orang dengan preeklampsia dan 23 orang dengan kehamilan normal yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah dan lingkar lengan atas, evaluasi asupan magnesium dengan metode FFQ semikuantitatif dan pemeriksaan kadar magnesium serum. Analisa statistik menggunakan uji t-test dan Mann Whitney. Uji karakteristik usia, usia kehamilan, paritas, pendidikan dan status gizi kedua kelompok homogen. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar magnesium serum pada preeklampsia (1,98 0,26 mg/dL) dengan kehamilan normal (1,89 0,21 mg/dL). Rerata asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah 233,6 (190,1;319,3) mg dibandingkan dengan kehamilan normal 380,1 (229,8;444,2) mg dengan p=0,024.
Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dengan kehamilan normal sementara asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal.

The aim of this cross sectional comparative study was to analyze serum level of magnesium in preeclamptic pregnancies and to compare them with those in normal pregnancies. The data was collected at RSUD Tarakan on October 2013. Out of 23 women with preeclampsia and 23 women with normal pregnancies that meet our inclusion criteria given their consents to join the study. Data collated including interviews, blood pressure and mid upper arm circumference (MUAC) measurement and intake of magnesium by semiquantitative FFQ method. Statistical analysis performed by t-test and Mann Whitney. The result of the characteristic test in two groups of study shows that both groups are homogenic. There was no different between magnesium serum level in women with preeclampsia (1.98±0.26 mg/dL) and normal pregnancy (1.89±0.21 mg/dL) While the mean daily intake of magnesium is significantly lower in preeclampsia 233.6 (190.1;319.3) mg than in normal pregnancy 380.1 (229.8;444.2) mg.
Conclusion: there was no significant different between serum magnesium level in women with preeclampsia dan normal pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arrafi Paramadya Santosa
"Pendahuluan: Cyclin-dependent kinase inhibitor 1a (CDKN1A), atau p21, adalah protein yang terutama diatur oleh protein p53 dan memiliki peran penting sebagai pengatur siklus sel. Fungsinya dapat ditemukan dalam proses perbaikan struktur DNA yang rusak, induksi apoptosis, dan penghentian siklus sel. Berkaitan dengan kehamilan, p21 tampaknya diekspresikan dalam sel trofoblas plasenta serta memiliki peran dalam penuaan sel. Namun, data mengenai ekspresi protein p21 pada plasenta normal dan hubungannya dengan karakteristik ibu masih kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengukur ekspresi protein p21 pada plasenta normal dan menghubungkannya dengan karakteristik ibu untuk memberikan lebih banyak data mengenai masalah ini.
Metode: Jumlah jaringan plasenta normal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 22 sampel, semuanya di bawah usia gestasi 42 minggu dan usia ibu 37 tahun. SimpleStepⓇ Human P21 Elisa Kit digunakan dalam penelitian ini dan konsentrasi protein p21 dalam bentuk homogenat plasenta diukur secara kuantitatif dengan metode ELISA. Analisis statistik dari data yang dikumpulkan diproses dalam perangkat lunak IBM SPSS Statistics versi 20.0 dengan T-test independen dan Mann-Whitney test, uji normalitas Shapiro-Wilk, dan uji korelasi Pearson dan Spearman.
Hasil: Ekspresi protein p21 rata-rata 26,28 ± 19,42 pg/mg protein pada plasenta normal. Berdasarkan usia gestasi nilai rata-rata ≥ 40 minggu adalah 22,06 ± 10,43 pg/mg protein dan < 40 minggu adalah 28,69 ± 23,10 pg/mg protein beserta hasil uji korelasi menghasilkan r = -0,015 dan p = 0,948. Berdasarkan umur ibu nilai rata-rata ≥ 30 tahun adalah 24,35 ± 23,14 pg/mg protein dan < 30 tahun adalah 27,88 ± 16,60 pg/mg protein beserta hasil uji korelasi menghasilkan r = -0,213 dan p = 0,341.
Kesimpulan: Distribusi protein p21 ditemukan lebih tinggi pada usia kehamilan < 40 minggu dibandingkan ≥ 40 minggu. Distribusi juga lebih tinggi pada usia ibu < 30 tahun dibandingkan usia ≥ 30 tahun. Jika dibandingkan dengan plasenta preeklampsia, distribusinya lebih tinggi dibandingkan sampel plasenta normal. Uji korelasi mengenai perbandingan ekspresi p21 dengan usia gestasi dan usia ibu tidak menghasilkan korelasi. Namun perbedaan distribusi dapat dilihat pada data yang dikumpulkan.

Introduction: Cyclin-dependent kinase inhibitor 1a (CDKN1A), or p21, is a protein that is mainly regulated by the p53 protein and has an essential role as a cell-cycle regulator. Its functions can be found in the processes of damaged DNA structure reparation, apoptosis induction, and cell cycle arrest. In correlation to pregnancy, p21 seems to be expressed in the trophoblastic cells of the placenta as well as have a role in cell senescence. However, the data regarding p21 protein expression in the normal placenta and its relation to maternal characteristics is lacking. Thus, this research aims to quantify the expression of p21 protein in the normal placenta and correlate it with maternal characteristics to provide more data concerning this issue.
Methods: The amount of normal placental tissues used in this study were 22 samples, all below the gestational age of 42 weeks and the maternal age of 37 years old. SimpleStepⓇ Human P21 Elisa Kit was used in this study and the protein concentration of p21 in the form of placental homogenates was quantitively measured by ELISA method. Statistical analysis of the data gathered was processed in IBM SPSS Statistics software version 20.0 by using independent T-test and Mann-Whitney test, the normality test of Shapiro-Wilk, and the correlation tests of Pearson and Spearman.
Results: Expression of p21 protein was an average of 26.28 ± 19.42 pg/mg protein in the normal placenta. Based on gestational age the average value of ≥ 40 weeks was 22.06 ± 10.43 pg/mg protein and < 40 weeks was 28.69 ± 23.10 pg/mg protein along with the correlation test results of r = -0.015 and p = 0.948. According to maternal age the average value of ≥ 30 years old was 24.35 ± 23.14 pg/mg protein and < 30 years old was 27.88 ± 16.60 pg/mg protein along with the correlation test results of r = -0.213 and p = 0.341.
Conclusion: The p21 protein distribution is found higher in gestational age < 40 weeks than ≥ 40 weeks. Distribution is also higher in maternal age < 30 years old than ≥ 30 years old. When compared to preeclamptic placenta, the distribution is higher compared to normal placental samples. Correlation test regarding the comparison of p21 expression with gestational and maternal age resulted in no correlation, however the difference in distribution can be seen in the gathered data.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Eka Wijaya
"Latar Belakang: Preeclampsia adalah sindrom yg ditemui pada ibu hamil dan menjadi salah satu penyebab kematian terbesar ibu dan anak. Salah satu teori menjelaskan bahwa preeclampsia terjadi karena kegagalan proses pseudovasculogenesis. Kegagalan proses ini akan menyebabkan ketidakseimbangan produksi sitokin anti inflamasi dan inflamasi. Ketidakseimbangan ini akan menghasilkan spesies oksigen reaktif (SOR). Glutation tereduksi (GSH) adalah zat yg dihasilkan oleh tubuh untuk menetralisir SOR dan mencegah stress oksidatif dengan demikian GSH dapat digunakan sebagai indikator untuk preeclampsia.
Metode: Sampel dikumpulkan dari ibu dengan kelahiran normal (diatas 37 minggu), preeclampsia awal (sebelum 35 minggu), dan preeclampsia (diatas 35 minggu sampai 40 minggu). Kadar GSH pada ekstrak jaringan plasenta diukur mengunakan spectrophotometer.

Background: Preeclampsia is a syndrome in pregnant woman which is the leading cause of maternal and perinatal illness and death. One proposed pathogenesis mechanism of preeclampsia is failure in pseudovasculogenesis process which will cause imbalance production of anti-inflammatory and inflammatory cytokines. This imbalance production will trigger the production of Reactive Oxygen Species (ROS). Reduced glutathione (GSH) is an important endogenous substance which neutralized ROS to prevent oxidative damage. GSH level can be used as an indicator for preeclampsia. Therefore we want to measure GSH level in early and late preeclampsia compared to normal pregnancy.
Methods: samples were collected from mother with normal gestation (above 37 weeks), early preeclampsia (before 35 weeks), and late preeclampsia (after 35 weeks and before 40 weeks). Afterwards, GSH level is measused from plancetal extract using spectrophotometer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alda Zerlina Amelia
"

Vitamin D memiliki peran dalam implantasi plasenta dan meningkatkan sensitivitas insulin di sel target.  Pada plasenta, VDR ditemukan di vili trofoblas, desidua, otot polos sel pembuluh darah plasenta, dan nukleus sel stroma vili plasenta. Melalui peningkatan sensitivitas insulin, vitamin D dapat memengaruhi kadar glukosa di jaringan plasenta. Insulin akan menstimulasi GLUT4 pada plasenta untuk pengambilan glukosa ke dalam sel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar vitamin D dan kadar glukosa dalam jaringan plasenta. Penelitian ini merupakan studi awal dengan desain potong lintang dengan sampel berupa 10 jaringan plasenta kehamilan normal. Setiap sampel diukur kadar vitamin D dan kadar glukosanya lalu dilakukan uji korelasi. Kadar vitamin D diukur dengan metode ELISA sedangkan kadar glukosa diukur dengan metode spektofotometri. Uji korelasi dilakukan dengan uji Pearson menggunakan SPSS versi 20. Hasil uji korelasi kadar vitamin D dan kadar glukosa menunjukkan kecenderungan korelasi positif lemah menuju sedang dengan korelasi Pearson r=0,397. Namun, hasil uji memberikan p=0,128 sehingga secara statistika tidak bermakna. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dengan besar sampel minimal, yaitu 48 sampel. 


Vitamin D has a role in placental implantation and increases insulin sensitivity in target cells. In the placenta, VDR is found in trophoblast villi, decidua, smooth muscle cells of the placental vessels, and nuclei of placental villous stromal cells. Through increased insulin sensitivity, vitamin D can affect glucose levels in placental tissue. Insulin stimulates GLUT4 on the placenta for glucose intake. This study aimed to determine the relationship of vitamin D levels and glucose levels in placental tissue. This study was a preliminary study with a cross-sectional design with a sample of 10 normal pregnancy placental tissues. Vitamin D levels were measured by the ELISA method while glucose levels were measured by spectrophotometric methods. Then performed a correlation test. Correlation test was carried out by Pearson test using SPSS version 20. The results of the correlation test of vitamin D levels and glucose levels showed a weak-to-moderate positive correlation with Pearson correlation r=0.397. However, the test results give p=0.128 that means statistically it’s not significant. The results of this study can be used as a reference for further research with a minimum sample size, which is 48 samples. 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novan Satya Pamungkas
"Latar Belakang: Kejadian preeklamsia dilaporkan berkisar 5-15% dari seluruh
kehamilan dan terkait erat dengan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.
Preeklamsia merupakan penyakit dengan berbagai teori (disease of theory) yang
menggambarkan ketidakpastian patofisiologi dan penyebabnya. Salah satu teori
patogenesis preeklamsia adalah peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif
merupakan ketidakseimbangan jumlah oksidan dan antioksidan dalam tubuh.
Peningkatan radikal bebas pada preeklamsia diduga menyebabkan penurunan
antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD) karena banyak antioksidan
tersebut yang terpakai untuk menanggulangi radikal bebas. Mengingat pentingnya
peranan SOD pada patogenesis preeklamsia, maka pemberian suplementasi SOD
diduga dapat memberi manfaat pada preeklamsia maupun kehamilan normal.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SOD
pada kehamilan normal dan preeklamsia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui kenaikan kadar SOD pasca pemberian suplementasi SOD pada
kehamilan normal dan preeklamsia.
Metode Penelitian: Penelitian uji klinis ini dilakukan di RSCM, RSAB Harapan
Kita, RSIA Bunda, dan RSIA Brawijaya pada bulan September hingga Desember
2019. Subjek penelitian berasal dari Ibu hamil normotensi dan Ibu hamil preeklamsia
yang akan dilakukan tindakan operasi sesar berencana dalam waktu 2 minggu. Pada
subjek di kelompok uji, akan diberikan suplementasi Glisodin 2 x 250 U selama 14
hari. Dilakukan pengukuran kadar SOD serum pra- dan pasca- suplementasi Glisodin,
SOD plasenta, dan kadar Cu, Mn dan Zn serum. Data selanjutnya diolah dengan
menggunakan uji statistik dengan paket SPSS versi 15. Analisis data berupa analisis
univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil Penelitian: Didapatkan 91 subjek penelitian yang terdiri dari 42 Ibu hamil
normotensi dan 49 Ibu hamil dengan preeklamsia. Dari 25 subjek penelitian yang
diberikan suplementasi Glisodin, 15 orang berasal dari kelompok Ibu hamil
normotensi dan 10 orang berasal dari kelompok Ibu hamil preeklamsia. Kadar Zn pada kelompok preeklamsia didapatkan lebih rendah bermakna dibandingkan pada
kelompok normotensi (45 (25,00-110,00) ug/dL vs 52,00 (36,00-88,00) ug/dL, p
0,025). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pra- dan pasca
suplementasi pada kelompok normotensi dan preeklamsia. Tidak terdapat
peningkatan bermakna kadar SOD pasca suplementasi , baik pada kelompok
normotensi maupun preeklamsia (+1,08 ± 2,45, p 0,069 dan +0,12 ± 2,04, p 0,721).
Satu-satunya perbedaan bermakna yang ditemukan adalah kadar SOD plasenta
dimana didapatkan kadar SOD plasenta lebih rendah pada kelompok preklamsia
dibandingkan normotensi (26,04 (10,49-91,16) U/mL vs 37,62 (13,58-105,40) U/mL,
p<0,001).
Kesimpulan: Kadar SOD plasenta pada kehamilan hipertensi atau preeklamsia lebih
rendah dibandingkan dengan normotensi. Tidak ada peningkatan bermakna kadar
SOD pasca-suplementasi dengan Glisodin pada kehamilan normotensi dan hipertensi
atau preeklamsia.

Background: Preeclampsia incidence varies between 5-15% from all pregnancy and
related to maternal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia is a disease of
theory which describe uncertainty in its pathogenesis and pathophysiology. One of
the preeclampsia pathogenesis theory is the increasing oxidative stress level.
Oxidative stress is a condition caused by imbalance between oxidant and anti-oxidant
inside the body. Increased free radicals level in preeclampsia causing further
decreased in endogenous antioxidant level such as superoxide dismutase (SOD)
because antioxidant were used to neutralize free radicals. Given the important role of
SOD in the pathogenesis of preeclampsia, supplementation of SOD is thought to be
beneficial, both in the normal pregnancy and preeclampsia.
Objective: The aim of this study is to determine differences in SOD levels in normal
pregnancy and preeclampsia. This study is also aims to determine the increase in
SOD levels after SOD supplementation in normal pregnancy and preeclampsia.
Methods: This clinical trial study was conducted at RSCM, RSAB Harapan Kita,
RSIA Bunda, and RSIA Brawijaya in September to December 2019. The research
subjects came from normotensive pregnant women and preeclampsia pregnant
women who will undergo planned cesarean operations within 2 weeks. Subjects in
the test group will be given Glisodin 2 x 250 U supplementation for 14 days. Serum
SOD pre-and post-supplementation with Glisodin, placental SOD, and serum Cu, Mn
and Zn levels were measured. Data were then processed using statistical tests with
SPSS package version 15. Data analysis was in the form of univariate, bivariate and
multivariate analyzes.
Results: There were 91 research subjects consisting of 42 normotensive pregnant
women and 49 pregnant women with preeclampsia. Of the 25 study subjects who
were given Glisodin supplementation, 15 were from the group of normotensive
pregnant women and 10 were from the group of preeclampsia. The level of Zn in the
preeclampsia group was significantly lower than in the normotensive group (45
(25.00-110.00) ug/dL vs 52.00 (36.00-88.00) ug/dL, p 0.025). There were no
significant differences in pre- and post-supplementation SOD levels in the normotensive and preeclampsia groups. There was no significant increase in SOD
levels after supplementation, both in the normotensive and preeclampsia groups
(+1.08 ± 2.45, p 0.069 and + 0.12 ± 2.04, p 0.721). The only significant difference
found was placental SOD levels in which placenta SOD levels were lower in the
preeclampsia group than normotensive (26.04 (10.49-91.16) U / mL vs 37.62 (13.58-
105.40 ) U / mL, p <0.001).
Conclusions: Placental SOD levels in pregnancy with hypertension or preeclampsia
are lower than normotensive. There was no significant increase in post-Glisodin
supplementation SOD levels in normotensive and hypertensive or preeclampsia
pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessy Hardjo
"Untuk mencapai kehamilan sehat dibutuhkan interaksi dalam kandungan yang baik antara ibu hamil dengan janin. Apabila terjadi gangguan, maka masalah pada kehamilan yang bersifat fatal seperti preeklamsia dapat terjadi. Banyak studi telah menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara rusaknya proses aktivasi invasi trofoblas dan masalah pada maternal vascular endothelium. Peranan penting sebuah faktor transkripsi bernama Hif-1⍺ penting untuk regulasi oksigen khususnya dalam kondisi hipoksia, dan dipercaya juga berperan penting pada terjadinya preeklamsia di kehamilan. Pada studi ini, 20 sampel jaringan plasenta terdiri dari 10 sampel dari kehamilan preeklamsi dan 10 sampel dari kehamilan normal dianalisis menggunakan ELISA untuk melihat peranan protein HIF-1⍺ dan diinterpretasikan untuk menunjukkan hipoksia pada kehamilan preeklamsi. Hasil dalam studi ini menemukan bahwa tidak ada hasil yang signifikan ketika dianalisa secara statistic (p>0,05), namun ada kecenderungan bahwa kadar HIF-1⍺ lebih tinggi dibanding kadar HIF-1⍺ yang ditemukan dalam plasenta kehamilan normal.

Healthy pregnancy requires successful appropriate interaction established between mother and the fetus. When this fails to occur, problems in pregnancy such as a life- threatening disorder called preeclampsia may occur. Many studies have shown high correlation between the development of preeclampsia with faulty trophoblast invasion and spiral artery remodelling at early weeks of gestation, that consequently led to placental ischemia. Hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1⍺), an essential transcription factor for oxygen regulation induced in hypoxic environment, is believed to be important in the course of this disease. However, the exact mechanism of the pathogenesis of preeclampsia is still elusive. In this study, 20 tissue samples composed of 10 preeclamptic placenta and 10 normal pregnancy placenta were examined using ELISA Kit, with the aim to assess the HIF-1⍺ protein level and determine whether it could be used to demonstrate presence of persistent hypoxia in preeclampsia. The results demonstrated that there is no statistically significant difference between the HIF-1⍺ level in preeclamptic and normal placenta (p>0.05), but there is an evident tendency of the level in preeclampsia placenta to be elevated."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Humaira
"Pre-eklampsia adalah sekumpulan sindrom klinis khusus kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang akan berhenti setelah kelahiran sang bayi. Faktor seperti genetik, imunologis, perilaku dan lingkungan terlibat dalam proses patologis pre-eklampsia. Di Indonesia sendiri, hipertensi adalah penyebab utama kedua dari kematian ibu. Berkurangnya konsentrasi Nitric Oxide NO diduga berperan dalam patogenesis pre-eklampsia karena Nitric Oxide NO berfungsi sebagai vasorelaksan dan antikoagulan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah konsentrasi Nitric Oxide sebagai penanda stres oksidatif untuk plasenta dengan pra-eklampsia pada usia 26-40 minggu menurun atau tidak. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional pada tahun 2016 dengan sampel jaringan plasenta manusia yang telah disetujui sebelumnya. Absorbansi diukur menggunakan reaksi Griess dan dianalisa dengan uji Mann-Whitney pada software SPSS. Uji Mann-Whitney membuktikan bahwa konsentrasi Nitric Oxide NO pada jaringan plasenta dengan pra-eklampsia akhir n = 12 lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi Nitric Oxide NO yang didapat dari jaringan plasenta kehamilan normal. Uji Mann-Whitney telah mengkonfirmasi hubungan antara konsentrasi Nitric Oxide NO dengan patogenesis preeklampsia. Oleh karena itu, Nitric Oxide NO dapat dianggap sebagai penanda stres oksidatif pada preeklampsia karena berperan penting dalam patogenesis preeklampsia.

Pre eclampsia PE is a clinical syndrome specific to pregnancy which are distinguished by hypertension and proteinuria that remits after delivery. Many factors such as genetic, environmental, behavioral and immunological factors are involved in the development of PE. In Indonesia itself, hypertension is the second leading cause of of maternal deaths. It is implied that reduced concentration of Nitric Oxide NO will induce the pathogenesis of PE as it can not function as vasorelaxant and anticoagulant factors well. The study aims to identify whether the concentration of Nitric Oxide as an oxidative stress marker for pre eclamptic placenta age 26 40 weeks decrease or not. The cross sectional study was held on 2016 with human placental tissue which have been consented before as the samples. The absorbance was measured using the Griess reaction and analyzed through SPSS Software using the Mann Whitney test. The result showed that the concentration of Nitric Oxide NO in late pre eclamptic placental tissues n 12 were lower compared to the concentration of Nitric Oxide NO taken from placental tissue of normal pregnancy. The Mann Whitney test has confirmed the relation of Nitric Oxide NO concentration to the pathogenesis of pre eclampsia. Therefore, Nitric Oxide NO can be considered as an oxidative stress marker to pre eclampsia as it plays a pivotal role in the pathogenesis of PE."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>