Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasia Karindita
"Dalam praktek dunia bisnis, lazim digunakan kredit untuk menambah modal usaha, akan tetapi dalam hal debitur membutuhkan modal lagi, sedangkan debitur sudah tidak mempunyai benda yang dapat diberikan sebagai jaminan, maka tidak menutup kemungkinan debitur menggunakan benda milik pihak ketiga sebagai jaminan, salah satunya adalah tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Tesis ini membahas mengenai perlindungan pihak ketiga yang barangnya digunakan sebagai jaminan oleh debitur. Jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan yuridis normatif.
Hasil pembahasan atas rumusan masalah yang ada, diketahui bahwa konsekuensi hukum bagi pihak ketiga yang memberikan tanah dan bangunannya sebagai jaminan dalam perjanjian kredit secara otomatis berdasarkan ketentuan hukum perdata dan hak tanggungan, maka tanah milik Hj. Suhesmi dapat dieksekusi, karena dengan penandatanganan SKMHT yang merupakan kuasa bagi koperasi untuk membebankan hak tanggungan berarti Hj. Suhesmi dengan rela memberikan bendanya untuk menjadi jaminan utang dari koperasi. Mengenai perlindungan hukum bagi Hj. Suhesmi dapat meminta kesepakatan kepada bank untuk menjual tanahnya tersebut secara dibawah tangan, sehingga dengan penjualan tersebut diharapkan akan mendapat harga tertinggi yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Saran bagi notaris adalah agar notaris lebih dapat memahami keinginan dari para pihak, sehingga dapat menuangkannya pada akta sesuai dengan kesepakatan para pihak. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, dan notaris dapat terhidar dari sanksi bila terjadi sengketa.

In practice the world of business, credit or financing is often used to increase the business capital, but when debitor need more business capital and debitor are not having things to be used as collateral, so it is possible debitors use objects belonging to third party as guarantee, which one is the land burdened with Mortgage. The thesis discussed about protection a third party who give their land that used as collateral by a debitor. The writing of this thesis is using case study research by normative-juridical research approach.
The results of discussion over the formulation of the problem, law known that the consequences for the third party who gives ground and his building as security in credit agreement automatically under the provisions of civil law and it with a mortgage, the land belonged to Hj. Suhesmi can be executed, because with the signing of the Authorization for the Assignment of a Mortgage which is a power of Attorney for the right to charge the cooperative dependent means Hj. Suhesmi willingly gave his to be a guarantee of the debt of the cooperative. About legal protection for Hj. Suhesmi can ask for an agreement to the bank to sell their land they are under the hand, so that the market with sales were expected to be the highest esteem that can be beneficial to both parties. Advice for notary is that notary better understand desire of the parties, so that can pour in certificate in accordance with the agreement the parties.Until there is no the party being disadvantaged, and notary can be spared of the if disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Yogiana
"Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan peran perbankan sebagai sarana menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat, salah satunya dengan pemberian kredit. Kredit yang diberikan oleh bank pada umumnya diikuti dengan pemberian jaminan oleh debitur kepada bank untuk memperkecil resiko bank. Salah satu jaminan yang lazim digunakan yaitu tanah, dengan pengikatan hak tanggungan. Namun prakteknya terdapat masalah dalam pengikatan hak tanggungan sehingga menyebabkan hak tanggungan batal demi hukum, salah satunya yaitu kuasa untuk membebankan hak tanggungan diberikan oleh pemberi hak tanggungan yang tidak berwenang, sehingga kuasa yang terdapat dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan selanjutnya disebut SKMHT batal demi hukum dan tidak dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selanjutnya disebut APHT. Namun hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Pekalongan No. 55/Pdt.G/Plw/2015/PN PKL berpendapat bahwa perjanjian kredit yang merupakan dasar pengikatan hak tanggungan tersebut batal demi hukum.
Berdasarkan latar belakang tersebut, timbul permasalahan yaitu mengenai pertimbangan dan Putusan Pengadilan Negeri Pekalongan tersebut apakah sudah sesuai hukum yang berlaku di Indonesia dan mengenai tanggung jawab notaris atas SKMHT yang dinyatakan batal demi hukum dikaitkan dengan kewajibannya membuat akta tersebut. Tujuan penulisan tesis ini adalah menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Pekalongan No. 55/Pdt.G/Plw/2015/PN PKL dan menganalisis tanggung jawab notaris terhadap SKMHT yang dinyatakan batal demi hukum dikaitkan dengan kewajibannya membuat akta tersebut. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian analisis data, dapat disimpulkan bahwa hapusnya hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian kredit, karena hak tanggungan adalah perjanjian tambahan sedangkan perjanjian kredit adalah perjanjian pokok. Notaris dalam membuat SKMHT wajib memeriksa identitas dan kewenangan bertindak pemberi hak tanggungan agar SKMHT tersebut sah dan dapat dijadikan dasar pembuatan APHT. Apabila notaris telah memeriksa identitas dan kewenangan bertindak pemberi hak tanggungan maka notaris bersangkutan tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya, namun jika notaris tidak memeriksa identitas dan kewenangan bertindak pemberi hak tanggungan maka notaris bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi perdata sebagaimana diatur dalam Kode Etik Notaris dan UUJN.

To increase economic growth and national development, it requires the role of banks as a medium of collecting and distributing funds from public, one of them with the provision of credit. Loans provided by banks are generally followed by the granting of collateral by debtors to banks to minimize bank risk. One of the commonly used collateral is land, which can be borne by mortgage. However, in practice there is a problem in the process of mortgages thus causing the mortgage is null and void, one of which is the power to assignment of a mortgage granted by the unauthorized grantor of mortgage, so that the power contained in the Authorization for the Assignment of a Mortgage is null and void and can not be the basis for making the Mortgage Deeds. However the judges in the Pekalongan District Court Decision No. 55 Pdt.G Plw 2015 PN PKL conclude that the credit agreement which is the basis for the mortgage is null and void.
Based on the background, the problem arises regarding the consideration and the decision of the Pekalongan District Court whether it is in accordance with the applicable law in Indonesia and the responsibility of the notary of Authorization for the Assignment of a Mortgage which is stated null and void related with the obligation to make its deed. The purpose of this thesis is to analyze the Decision of Pekalongan District Court No. 55 Pdt.G Plw 2015 PN PKL and analyze the responsibility of a notary to the Authorization for the Assignment of a Mortgage which is stated null and void by law relating to his her obligation to make the deed. This thesis uses normative juridical research methods.
Based on the result of data analysis research, it can be concluded that the termination of mortgage does not result in the termination of credit agreement, because the mortgage is an additional accesoir agreement while the credit agreement is the principal agreement. Notary in making the Authorization for the Assignment of a Mortgage obligates to verify the identity and authority to act of the grantor of mortgage in order to the Authorization for the Assignment of a Mortgage is valid and can be used as the basis for establishing Mortgage Deeds. If the notary has verified the identity and authority to act of the grantor of mortgage, the notary concerned can not be held to be accountable, but if the notary does not verify the identity and authority to act of the grantor of mortgage, the notary concerned might be subject to administrative and civil sanctions as stipulated in the Notary Code and Position of Notary Regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irham Virdi
"Tesis ini membahas ketentuan Perbankan maupun ketentuan KUHPerdata dalam ruang lingkup pemberian kredit. Namun prosedur pemberian kredit beserta jaminan atas tanah masih mengalami permasalahan dari segi hukum maupun perlindungan bagi pihak ketiga. Tesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketentuan Perbankan mengenai pemberian Kredit yang macet dihubungkan dengan pertimbangan hakim dan menganalisis secara mendalam urgensi amar putusan Hakim menafsirkan keberlakuan akta kuasa menjual pada pencairan agunan perjanjian kredit dihubungkan dengan ketentuan perjanjian kredit bank sehingga menemukan titik terang pada permasalahan Bank B dengan debiturnya ABS. Penelitian Tesis ini menggunakan metode penelitian eksplanatoris dan penelitian mono disiplin, sumber data pada metode yuridis-normatif sebagian besar berasal dari studi kepustakaan.
Pembahasan tesis ini akan dibatasi menjadi dua bagian besar. Pertama, mengenai pertimbangan Hakim terhadap putusan Nomor 17/Pdt.G/2013/PN.Skw dikaitkan dengan ketentuan perjanjian kredit Bank. Kasus ini berawal pada adanya perjanjian kredit antara Bank B dengan nasabah ABS, yang kemudian mengalami kemacetan pembayaran oleh ABS macet sehingga timbul Akta Kuasa Menjual yang ditawarkan Oleh Bank B. Tindakan Bank B menjual agunan dengan Akta kuasa Menjual menjadi dasar gugatan kepada pengadilan oleh ABS kepada bank. Kedua, menganalisis kesesuaian Amar Putusan Hakim dengan ketentuan perjanjian kredit dalam menafsirkan Akta Kuasa Menjual pada putusan Nomor 17/Pdt.G/2013/PN.Skw.
Hasil penelitian ini adalah: 1 Terdapat ketidaksesuaian penerapan undang-undang dalam pertimbangan majelis hakim jika dikaitkan dengan ketentuan perbankan. Dalam hal ini majelis hakim menyatakan bahwa dengan terlanggarnya ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan maka Akta Kuasa Menjual dibatalkan, sehingga menimbulkan akbat-akibat yang timbul setelah putusan. 2 Adanya ketidak sesuaian Amar putusan majelis hakim dalam memutuskan perkara dalam kasus putusan Nomor 17/Pdt.G/2013/PN.Skw.

This thesis discusses the provisions of the Banking as well as the provisions of the Civil Code in the scope of credit granting. However, the procedure of granting credit along with the guarantee of the land is still experiencing problems in terms of law and protection for the third party. This thesis aims to identify Banking provisions concerning granting of bad credit related to judges 39 consideration and to analyze in depth the urgency of judgmen.t The judge interpreted the validity of the power of sale deed on the collateral disbursement of credit agreement connected with the provisions of the bank credit agreement so as to find a bright spot on the problems of Bank B with the debtor ABS. This thesis research uses method of explanatory research and mono disciplinary research, the source of data on juridical normative method mostly derived from literature study.
The focus of this thesis will be limited to two major sections. First, concerning Judge 39 s consideration of Decision Number 17 Pdt.G 2013 PN.Skw is attributed to the terms of the credit agreement of the Bank. This case originated in a credit agreement between Bank B and customer ABS, which then experienced a jam payment by ABS jammed so that the Deed of Sale Selling offered by Bank B. Action Bank B sells the collateral with the power of attorney Sell becomes the basis of lawsuit to the court by ABS to the bank. Second, analyze the conformity of the Decision of the Judge with the terms of the credit agreement in interpreting the Power of Attorney Selling at decision Number 17 Pdt.G 2013 PN.Skw.
The results of this study are 1 There is a mismatch of the application of the law in consideration of the panel of judges when associated with banking regulations. In this case the panel of judges declares that with the violation of the provisions of the Insurance Rights Act, the Power of Attorney of Selling is canceled, resulting in a consequence arising after the decision. 2 There is a mismatch of the existence of amar verdict judges in case of decision No. 17 Pdt.G 2013 PN.Skw."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atira Azrani
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana konsep mekanisme pengalihan piutang secara subrogasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah berdasarkan peraturannya di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada dasarnya, subrogasi diatur dalam KUHPerdata yaitu penggantian hak terhadap pihak yang berpiutang kepada pihak ketiga yang membayarkan kepada pihak yang berpiutang yang disebabkan atas suatu perjanjian maupun undang-undang.  Lebih lanjut, subrogasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk penyelamatan kredit. Dalam Putusan Nomor 442/Pdt/2020/Pt.Sby, pengalihan piutang secara subrogasi dan jaminan yang dibebankan dalam perjanjian kredit adalah tanah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah (PPJB Tanah). Maka dari itu, penulis mengkaji aspek hukum terhadap pengalihan hak atas tanah dengan PPJB sebagai jaminan dari perjanjian kredit yang telah dialihkan secara subrogasi kepada pihak ketiga.

This paper analyzes how the concept of the mechanism for transferring receivables by subrogation in a credit agreement with the collateral of a binding agreement for the sale and purchase of land rights based on its regulations in Indonesia. This paper is prepared by using doctrinal research method. Basically, subrogation is regulated in the Civil Code, which is the replacement of the rights of the indebted party to the third party who pays the indebted party caused by an agreement or law.  Furthermore, subrogation can be utilized as a way to rescue credit. In Decision Number 442/Pdt/2020/Pt.Sby, the transfer of receivables by subrogation and the collateral charged in the credit agreement is land with a Land Sale and Purchase Agreement (PPJB Tanah). Therefore, the author examines the legal aspects of the transfer of land rights with PPJB as collateral for credit agreements that have been transferred subrogated to third parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saniya Fatharani Indraswari
"Bank dalam melakukan kegiatan usahanya menyediakan berbagai jasa salah satunya yaitu kredit, terdapat berbagai jenis kredit yang disediakan oleh bank. Dalam perjanjian kredit tersebut disepakati dengan perjanjian antara kedua belah pihak, dimana perjanjian kredit tersebut terdiri dari Nasabah dan bank. Hubungan antara Nasabah dan Bank memiliki kesenjangan ekonomi, oleh karena itu penyalahgunaan keadaan atau misbruik van omstandigheden tersebut dapat dijadikan sebagai dasar penyalahgunaan keadaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian yang kemudian dapat membatalkan suatu perjanjian. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dimana data-datanya diperoleh melalui studi dokumen peraturan perundang-undangan, literatur, serta bahan pustaka atau bahan sekunder. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penyalahgunaan keadaan muncul karena belum terdapat aturan terkait penyalahgunaan keadaan, oleh karena itu hakim dalam menerapkan penyalahgunaan keadaan terdapat putusan yang beragam dan pada kasus membuktikan bahwa tergugat tidak melakukan penyalahgunaan keadaan dan tidak terdapat unsur perbuatan melawan hukum dalam tindakannya.

Banks in carrying out their business activities provide various services, one of which is credit, there are various types of credit provided by banks. In the credit agreement, it is agreed with the agreement between the two parties, where the credit agreement consists of the customer and the bank. The relationship between the Customer and the Bank has an economic gap, therefore the misuse of circumstances or van omstandigheden can be used as a basis of abuse of circumstances in an agreement can then cancel an agreement. The research was carried out using the juridical-normative research method where the data was obtained through was carried out using the juridical-literature, and library materials or secondary materials. The conclusion from the results of this study is that the abuse of circumstances arises because there are no rules regarding the abuse of circumstances, therefore the judge in applying the abuse of circumstances has various decisions and in the case proves that the defendant did not abuse the circumstances and there was no element of unlawful acts in his actions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milanda Afratya
"ABSTRAK
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank dengan nasabah bank. Perjanjian kredit ini biasanya terkait dengan jaminan sebagai agunan, umumnya atas tanah dengan lembaga Hak Tanggungan, yang diikat dengan suatu perjanjian penjaminan. Sifat perjanjian penjaminan dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir dengan akibat-akibat hukum seperti halnya perjanjian accessoir lainnya. Putusan Mahkamah Agung Nomor 754K/PDT/2011 mengabulkan pembatalan Hak Tanggungan beserta perjanjian kreditnya, dimana gugatan diajukan pihak ketiga dengan alasan pembebanan Hak Tanggungan dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang atas tanah objek Hak Tanggungan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena kebatalan perjanjian penjaminan Hak Tanggungan tidak serta merta menyebabkan batalnya perjanjian kredit yang menjadi perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit terjadi antara dua perseroan terbatas yang masing-masing merupakan subjek hukum , meskipun jaminan kredit diajukan oleh pihak ketiga. Karena itu, perjanjian kredit ini mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yaitu pihak debitur dan pihak kreditur. Permohonan pembatalan perjanjian kredit tidak dapat diajukan oleh pihak ketiga.

ABSTRACT
Credit agreement is a loan agreement between the to the bank customers. The agreement is usually associated with a guarantee as collateral, generally over land rights with Mortgage institution, bound with a collateral agreement. The nature of the collateral agreement is constructed as an agreement that is accessoir, with legal consequences as well as other accessoir agreements. Supreme Court Decision No. 754K PDT 2011 granted cancellation of both the credit agreement and its Mortgage, where the lawsuit was filed by a third party by reason of the imposition of Mortgage encumbrance was performed by unauthorized person of the land rights. Based on this research, it was found that this can not be justified, because Mortgage agreement nullification does not necessarily lead to the cancellation of the credit agreement as the principal agreement. The credit agreement was done between two public limited companies each of which is subject to the law , although credit guarantees were submitted by a third party. Therefore, this agreement binds the parties who made it, the debtor and the creditor. Cancellation request of a credit agreement can not be filed by a third party."
2017
T46891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan
"ABSTRAK
Pemberian kredit atau masalah perkreditan merupakan masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari hari. Pemberian kredit pada dasarnya dapat diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu memalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang kreditur di satu pihak dan penerima pinjaman debitur di lain pihak. Mengenai sah atau tidaknya suatu perjanjian yang diadakan oleh para pihak harus diketahui terlebih dahulu apakah perjanjian tersebut sudah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan. Jika salah satu pihak dalam perjanjian tidak melakukan apa yang dijanjikannya maka pihak tersebut melakukan wanprestasi, wanprestasi ini dapat terjadi karena adanya unsur kesengajaan atau karena kealpaan dari tidak terpenuhinya prestasi tersebut Pada kedudukan yang bersifat umum, maka secara otomatis para pihak berkewajiban untuk menjamin prestasi-prestasi yang dijanjikan, hal ini berlaku tanpa melalui perjanjian khusus sehingga terhadap pemegang jaminan diberikan hak yang sama untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil tersebut. Salah satu permasalahan hukum yang sering terjadi dalam perjanjian seperti halnya keterlambatan pelunasan pembayaran kewajiban oleh debitur kepada kreditur dimana dalam penerapan eksekusi terhadap jaminan seringkali tidak sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian mengenai kewajiban pembayaran jatuh tempo dimana tanpa memperhatikan ketentuan jatuh tempo tersebut kreditur telah melakukan eksekusi secara sepihak. Mengenai hal tersebut kreditur yang melakukan eksekusi jaminan telah nyata melakukan perbuatan melawan hukum. Karena klausul dalam perjanjian kredit yang disepakati telah jelas tidak seimbang sehingga menguntungkan salah satu pihak tanpa melihat klausul yang ada dalam perjanjian..Kata Kuci :Perjanjian Kredit, Klausul Baku, Fidusia, Perlindungan Konsumen,

ABSTRACT
The extension of credit or credit problem is a problem that is often encountered in daily life. Lending basically be given to anyone who has the ability to do so memalui debts agreement between the creditor creditors on the one hand and the borrower debtor on the other. Regarding the validity of an agreement held by the parties should be known in advance whether such agreements already fulfill the conditions laid down by the statutory provisions. If one of the parties to the agreement does not do what he promised then that party in default, default can occur because of the element of intent or negligence of non fulfillment of these achievements At the position of a general nature, then automatically the parties are obliged to ensure achievements promised, this applies without special agreement so that the holder of the guarantee was given the same rights to take repayment of its receivables from these results. One of the legal issues that often occur in the agreement as well as delay in payment of obligations by the debtor to the creditor where the implementation of the execution of guarantees are often inconsistent with what is in the agreement regarding payment obligations maturing where regardless of the provisions of the maturity of the creditors have exercised unilaterally. Regarding the execution creditor has a real guarantee of doing an unlawful act. Because of a clause in the loan agreement that was agreed was clearly disproportionate and thus benefit one party without seeing a clause contained in the agreement. Keywords Credit Agreement, Clause Baku, Fiduciary, Consumer Protection "
2017
T47291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Syarifah Kastella, auhtor
"Tesis ini membahas tentang perlindungan Notaris terhadap gugatan pembatalan Surat Keterangan Hak Mewaris SKHM oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan dengan adanya SKHM tersebut. Gugatan pembatalan tersebut dilakukan akibat adanya putusan hakim yang memutus bahwa dokumen-dokumen yang mendasari pembuatan SKHM tersebut palsu. Notaris dalam melaksanakan jabatannya tidak memiliki kewajiban untuk meneliti kebenaran materiil, sehingga dalam kasus ini Notaris harus dilindungi. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara dilakukan pembatalan SKHM serta akta turunannya, bagaimana akibat pembatalan SKHM dan akta turunannya tersebut terhadap para pihak, serta bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris akibat pembatalan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis.
Hasil yang didapat penulis adalah cara pembatalan SKHM dengan mengajukan ke pengadilan oleh orang yang merasa dirugikan, dimana hakim memutus SKHM ldquo;tidak mempunyai kekuatan rdquo;. Akibat ldquo;tidak mempunyai kekuatan rdquo; berarti bahwa keadaan berlaku surut dan kembali ke keadaan semula atau ex tunc. Perlindungan Notaris dalam membuat SKHM dilakukan secara preventif dan represif, secara preventif yaitu dengan membuat Akta Pernyataan yang dihadiri 2 dua orang saksi dan mencantumkan tentang tanggung jawab penghadap jika menyampaikan keterangan palsu, sementara itu perlindungan secara represif yaitu dengan menganut asas praduga sah, hak ingkar serta wajib ingkar.

This thesis discusses regarding the Notary protection against cancellation lawsuit of Inheritance Right Letter Surat Keterangan Hak Mewaris SKHM by third party who feels aggrieved by the issuance of SKHM. Cancellation lawsuit was made due to a judge 39 s decision to decide that the documents underlying the SKHM are counterfeit. Notary in carrying out his her position has no obligation to examine material truth, so in this case the Notary must be protected. The main problem in this research are how to do the cancellation of SKHM and its derivative deed, the consequences of the cancellation of SKHM and its derivative deeds to the parties, and legal protection to Notary due to the cancellation. This research is an analytical descriptive research.
The results obtained by the author are the way of cancellation of SKHM by appealing to the court by the person who feels aggrieved, in which the judge decides SKHM has no legal force . The effect of has no legal force means that the state is retroactive and returns to its original state or ex tunc. Notary 39 s protection in making SKHM is done preventively and repressively, preventively by making a Deed of Statement attended by 2 two witnesses and mentioning responsibility to confront if giving a false information, while repressive protection done by adopting the principle of legitimate prejudice, right of disclaim and obligatory disclaim."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Hasanudin
"ABSTRAK
Hak Pengelolaan sebagai hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Dalam (HPL)  dapat dipahami adanya hak menguasai negara sebagaimana dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Substansi HPL meliputi kewenangan publik dan privat untuk: merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugas/usahanya, menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga. Dalam hubungan dengan pihak ketiga untuk pemanfaatan HPL, ada ketidaksesuaian antara norma tertulis dengan pelaksanaannya. Dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 2425 K/PDT/2015, terdapat perbuatan hukum pemanfaatan HPL antara pihak ketiga, PT. Hargas Industries Indonesia (HII), dengan pemegang HPL, PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN), yakni dalam hal perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang HPL dengan pihak ketiga agar HPL tersebut dapat dimanfaatkan, dengan konsekuensi dari adanya hubungan hukum  bagi pihak ketiga dalam usahanya. Penilitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif dengan studi terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 2425 K/PDT/2015. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa PT. KBN menyerahkan sebagian kewenangan atas HPL kepada PT. HII untuk dimanfaatkan dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) dengan membuat perjanjian pemanfaatan tanah. Namun dalam penyelesaian sengketa berdasarkan putusan Mahkamah Agung ini, perjanjian pemanfaatan tanah yang telah dibuat antara dua pihak tersebut tidak dapat memberikan jaminan kepastian hukum keberlangsungan HGB yang terbit di atasnya.


Right of Land Management (HPL) as the controlling rights of the state whose authority is partially delegated to the holder. In the HPL it can be understood that there is a right of the state to control which contains public authority as in Article 2 Paragraph (2) of the Agrarian Law (UUPA). The substance of the HPL reflects the contents of the authority both in public and private which includes the authority to plan the designation and use of the land, use the land for the purpose of the carrying out the duties, and give the parts of the land to third parties.  In order to carry out the construction of HPL used by third party, there was not in accordance with between law procedure and its aplication. In study of the Supreme Court Verdict Number 2425 K/Pdt/2015, there was a legal act between third party, PT. Hargas Industries Indonesia (HII) and HPL holder, PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN), namely in the case of legal actions that can be carried out by HPL holders with third party so that the HPL can be used, with the consequence of a legal relationship for third party in their business. This research was conducted using normative legal research methods, In this study it was found that PT. KBN gave part of its authority over HPL to PT. HII to be utilized in the form of Building Use Rights (HGB) by making land use agreements. However, in settling the dispute based on the ruling of this Supreme Court, the land use agreement that has been made between the two parties can not provide the guarantee of legal certainty of the HGB that is issued on it

"
2019
T52391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Atmoko
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S24244
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>