Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cece Alfalah
"Latar belakang. Kadar hemoglobin pre-transfusi dan feritin serum mempengaruhi pertumbuhan anak dengan thalassemia B-mayor. Penelitian tentang thalassemia sudah dilakukan di Indonesia, namun penelitian tentang hubungan thalassemia dengan pertumbuhan fisik masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik pasien thalassemia ?-mayor.
Metode. Dilakukan bulan Agustus-Oktober 2017 pada pasien anak dengan thalassemia B-mayor yang berobat ke Thalassemia-Centre RSUD Pekanbaru. Penelitian berupa analitik observasional potong lintang, menganalisis pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum terhadap parameter perawakan pendek dan sangat pendek, gizi kurang dan buruk, usia tulang yang terlambat.
Hasil. Subjek 41 orang, rentang usia 18-204 bulan. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan 53,7 vs 46,3. 40 subjek mengalami retardasi pertumbuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kadar Hb pre-transfusi dengan Z-score TB/U r=0,507, p=0,001 dan LILA/U r=0,467, p=0,02. Hb pre-transfusi berpengaruh terhadap interpretasi duduk/umur p=0,007, IK95 -1,5 - -0,3, subischial leg length/umur p=0,002, namun tidak pada interpretasi rasio segmen atas/bawah dan usia tulang. Hasil berbeda pada kadar feritin yang tidak memiliki korelasi terhadap semua variabel.
Simpulan. Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar Hb pre-transfusi dengan parameter penelitian serta tidak terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar feritin serum dengan parameter tersebut.

Background. The level of pre transfusion hemoglobin and ferritin serum affect physical growth on patient with thalassemic mayor. Study about thalassemia is mainly reported but its relationship with physical growth is limited.
Objective. The main objective of the present study was to evaluate the relationship of pre transfusion Hb and serum ferritin level in patient with thalassemic mayor.
Material and method. In this analytical cross sectional study, the growth parameters weight, standing height, sitting height, subischial leg length, nutritional status, bone age were measured in 41 patients attending Thalassemia Centre at RSUD in Pekanbaru from August October 2017.
Results. 41 patients with mean age 18 204 months. The results are boys dominated girls in sex criteria 53,7 vs 46,3. As much as 40 subjects have growth retardation. There rsquo s correlation in pre transfusion hemoglobin with Z score height for age r 0,507, p 0,001 and subischial length r 0,467, p 0,02. This study shows relationship in pre transfusion hemoglobin with sitting height p 0,007, IK95 1,5 0,3, subischial leg length p 0,002, but not in segment length and bone age. Serum ferritin level has no correlation to one of those parameters.
Conclusion. There is a significant relationship in physical growth based on parameters mentioned above with pre transfusion Hemoglobin, but not with serum ferritin level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Savero Vasya Jendriza
"Latar Belakang: Talasemia merupakan penyakit kelainan hemoglobin (Hb) dengan prevalensi tinggi di Indonesia maupun dunia. Komplikasi pada talasemia dapat terjadi akibat kadar Hb pre-transfusi yang rendah dan penumpukan feritin serum. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik terhadap suatu penyakit dibutuhkan untuk mencapai kesehatan yang diinginkan dan mencegah komplikasi. Studi ini bertujuan untuk mencari hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap talasemia, Hb pre-transfusi dan kadar feritin serum pada pasien remaja talasemia karena mereka memiliki prevalensi tertinggi. Metode: Kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) melalui google form disebarkan untuk mendapatkan data dari pasien talasemia remaja yang memenuhi kriteria studi. Pengetahuan akan dibagi menjadi adekuat atau tidak adekuat, sikap dibagi menjadi positif atau negatif, perilaku dibagi menjadi baik atau buruk berdasarkan hasil skor kuesioner. Kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum diambil dari rekam medik pasien, dan dikelompokkan menjadi Hb dan serum ferritin yang tinggi atau rendah. Hasil Penelitian: Dari 85 subjek, terdapat 49.4% pasien dengan pengetahuan adekuat, 91.8% pasien dengan sikap positif, dan 72.9% pasien dengan perilaku baik. Pasien masih kurang memahami fasilitas skrining dan pentingnya suplementasi vitamin. Pasien perlu meningkatkan sikap positif terhadap skrining thalassemia dan perilaku baik terhadap kepatuhan obat. Terdapat hubungan yang tidak bermakna secara statisik antara pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kadar Hb pre-transfusi dan kadar ferritin (p >0.05) pada remaja dengan talasemia. Kesimpulan: Remaja talasemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki pengetahuan yang tidak adekuat, namun dengan sikap dan perilaku yang baik. Perlu adanya edukasi berkala untuk meningkatkan pengetahuan.

Introduction: Thalassemia is a hemoglobin (Hb) disorder that has a high prevalence in Indonesia and the world. Complications in thalassemia can occur due to low pre-transfusion Hb and accumulation of serum ferritin. A good knowledge, attitude, and practice towards a disease are needed to achieve desired health outcomes and prevent complications. This study aims to find the relationship between knowledge, attitude, and practice towards thalassemia, pre-transfusion Hb, and serum ferritin levels in thalassemic adolescents as they have the highest prevalence. Methods: Knowledge, attitude, and practice (KAP) questionnaire through google form were distributed to adolescent thalassemic patients who met the criteria. Knowledge will be divided into adequate or inadequate; attitudes are divided into positive or negative; practice is divided into good or bad based on the questionnaire results. Level of Pre-transfusion Hb and serum ferritin were taken from the patient's medical record and grouped into high or low Hb and ferritin. Result: Out of 85 subjects, there were 49.4% patients with adequate knowledge, 91.8% patients with positive attitude, and 72.9% patients with good practice. Patients still lack understanding of screening facilities and the importance of vitamin supplementation. Patients need to increase positive attitude towards thalassemia screening and good behavior towards treatment adherence. There was a statistically insignificant relationship between knowledge, attitude, and practice on thalassemia with pre-transfusion Hb and serum ferritin (p > 0.05) in thalassemic adolescents. Conclusion: Thalassemic adolescents at Cipto Mangunkusumo Hospital have inadequate knowledge, but with good attitudes and behavior. Periodic education is needed to increase knowledge."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syafiq
"Latar belakang. Gagal jantung dan aritmia merupakan penyebab kematian tersering pada penderita thalassemia R. Gangguan fungsi jantung, khususnya disfungsi diastolik merupakan komplikasi dini pada jantung akibat muatan besi berlebih (iron overload). Kadar feritin serum sampai saat ini masih secara luas digunakan sebagai parameter muatan besi berlebih (iron overload).
Tujuan. Mengetahui perbedaan kadar feritin serum antara penderita thalassemia j3 dewasa yang mengalami dan tidak mengalami disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan mengetahui besar proporsi disfungsi diastolik pada penderita thalassemia 13 dewasa.
Metodologi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk melihat perbedaan kadar feritin serum (sebagai parameter iron overload) pada penderita thalassemia 13 dewasa yang mengalami disfungsi diastolik dibandingkan dengan yang tanpa disfungsi diastolik, serta untuk mendapatkan proporsi disfungsi diastolik pada penderita thalassemia 3 dewasa. Analisis terhadap variabel-variabel yang diteliti menggunakan uji-1 independen untuk mendapatkan perbedaan rerata kadar feritin serum antara kedua kelompok.
Hasil. Dari penelitian ini 30 orang penderita thalassemia 13 dewasa, laki-laki 13 orang, perempuan 17 orang, didapatkan rerata usia 25,9 tahun dengan rentang usia antara 18-38 tahun. Rerata Hb sebesar (7,5g%, SB I,4g%) dengan rentang kadar Hb antara 5,2 - 9,9 g%. Rerata kadar feritin serum sebesar (5590ng1m1, SB 4614,7 nglml) dengan rentang kadar, feritin antara 296,4 - 15900 nglml. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar feritin antara penderita yang mengalami disfungsi diastolik dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi diastolik. Proporsi disfungsi diastolik pada thalassemia 13 dewasa pada penelitian ini sebesar 70%.
Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar feritin antara penderita yang mengalami disfungsi diastolik dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi diastolik. Proporsi disfungsi diastolik pada thalassemia 13 dewasa pada penelitian ini sebesar 70%.

Background. Heart failure and aritmia is the major cause of death in 3 thalassemia major. Heart dysfunction, especially diastolic dysfunction in ji thalassemia seems to be an early involvement of the heart due to iron overload. Serum ferritin level as a parameter of iron overload still widely use for evaluation in 13 thalassemia.
Objectives. To know the mean difference of serum ferritin level between adult 13 thalassemia patients who have left ventricular diastolic dysfunction and who do not have Ieft ventricular diastolic dysfunction, and to obtain the proportion of diastolic dysfunction in adult 13 thalassemia patients.
Methods. This cross-sectional study was conducted to see the mean difference of Serum ferritin. IeVel'(as a parameter of iron overload) in adult P'thalassemia who have left ventricular diastolic dysfunction and who do not have left ventricular diastolic dysfunction and to know the proportion of diastolic dysfunction among adult 13 thalassemia. The independent t-test was used to analyze the variables to obtain the mean difference of serum ferritin level between the two groups.
Results. Thirty adult P thalassemia patients, 13 were male and 17 were female had been enrolled into this study. The age of the patients ranged from 18 to 38 years old, and the average-age was 25,9 years. The Hb level ranged from 5,2 to 9,9 g% and the mean was (7,5g%, SD 1,4g°/o). The serum ferritin level ranged from 296,4 to 15900 nglml, and the mean was (5590ng/ml, SD 4614,7 nglml). There was no significance mean difference serum ferritin level in patients who had diastolic dysfunction and those who do not have diastolic dysfunction. The proportion of diastolic dysfunction in adult 13 thalassemia patients in this study was 70%.
Conclusions. There was no significannce mean difference serum ferritin level in patients who had. diastolic dysfunction and those. who. did, not have diastolic dysfunction . The proportion of diastolic dysfunction in adult thalassemia 3 patients in this study was 70%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kyla Putri Nangkana
"Background: Thalassemia is a form of hemoglobin (Hb) disorder affecting the composition of Hb in the body that has a high prevalence in Indonesia and requires large funds for its treatment, categorized as one of the high burden diseases. Thalassemia patients who have anemia as the main characteristic require blood transfusion therapy. However, excess iron is one of the main side effects of this therapy coupled with the pre-transfusion Hb value that is not in accordance with the target set by the Thalassemia International Federation (TIF). This incident can cause growth problems in thalassemia patients, especially in children with thalassemia major. Therefore, this study was carried out to find a relationship between the pre-transfusion Hb levels and thalassemia major children’s anthropometry that can be observed through their anthropometric values.
Method: This study is a cross-sectional study using patient data records and direct anthropometric measurements. Finally, IBM SPSS software was used for data analysis.
Result: The results of the study did not find a significant relationship between pre-transfusion Hb values and anthropometry of pediatric thalassemia patients (p > 0.05). Thus, there are other factors that affect the patient's anthropometry.
Conclusion: Anthropometry of thalassemia major children is not only influenced by pre-transfusion Hb values, but there are also other possible influencing factors such as serum ferritin values, genetic factors, hormonal factors, and nutritional intake.

Latar Belakang: Talasemia sebagai salah satu bentuk kelainan Hemoglobin (Hb) mempengearuhi komposisi dari Hb di dalam tubuh memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia dan memerlukan dana yang tidak sedikit untuk pengobatannya, membuat talasemia dikategorikan sebagai salah satu “high burden diseases”. Pasien talasemia yang memiliki anemia sebagai karakteristik utama memerlukan terapi transfusi darah. Namun, zat besi yang berlebih merupakan salah satu efek samping utama dalam terapi tersebut. Ditambah lagi dengan nilai Hb pre-transfusi yang tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan oleh Thalassemia International Federation (TIF). Kejadian ini bisa menyebabkan adanya masalah pertumbuhan pada pasien talasemia khususnya pada pasien anak. Maka dari itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mencari hubungan antara nilai Hb pra-transfusi pasien talasemia mayor anak dengan pertumbuhan mereka yang dapat dilihat melalui nilai antropometri.
Metode: Penelitian ini adalah studi cross-sectional yang menggunakan catatan data pasien dan pengukuran antropometri secara langsung. Terakhir, software IBM SPSS digunakan untuk analisis data.
Hasil: Hasil dari penelitian tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara nilai Hb pra-transfusi dengan antropometri pasien talasemia mayor anak (p>0.05). Dengan demikian, maka ada faktor lain yang memengaruhi antropometri pasien.
Kesimpulan: Antropometri pasien talasemia mayor anak tidak hanya dipengaruhi oleh nilai Hb pra-transfusi, namun juga ada kemungkinan faktor lain yang berpengaruh seperti nilai feritin serum, faktor genetik, faktor hormonal, dan juga faktor asupan nutrisi dari pasien.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Radhiyanisa Pratisto
"Introduction: Thalassemia is a single genetic disorder that occurs due to an imbalance in the globin chain of the hemoglobin (Hb). It is one of the health problems throughout the world, including in Indonesia. Thalassemia causes ineffective erythropoiesis and will lead to anemia and other complications. To treat anemia, patients need regular transfusion therapy, but it causes iron overload which is characterized by increased serum ferritin levels, so that there is a stigma that frequent transfusions will cause high serum ferritin levels. Therefore, this study aims to determine whether there is any association between Hb before transfusion and ferritin levels.
Method: This research is done by analytical research with a retrospective and the data analysis was done using IBM SPSS software.
Results: There were no significant association between Hb before transfusion and serum ferritin levels (p=0.694).
Conclusion: Pre-transfusion is not the only factor that plays a role in increasing serum ferritin in patients with thalassemia major. Other factors such as availability and adherence to iron chelation therapy and inflammatory conditions also play essential roles in increasing serum ferritin levels. Moreover, there is no significant difference in serum ferritin levels between the pretransfusion Hb group ≥9 g/dL and <9g/dL.

Latar Belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik tunggal yang terjadi akibat ketidakseimbangan rantai globin dari hemoglobin (Hb). Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Thalassemia menyebabkan eritropoiesis tidak efektif dan akan menyebabkan anemia dan komplikasi lainnya. Untuk mengatasi anemia, pasien memerlukan terapi transfusi secara teratur, namun menyebabkan iron overload yang ditandai dengan peningkatan kadar feritin serum, sehingga terdapat stigma bahwa transfusi yang sering akan menyebabkan kadar feritin serum yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Hb sebelum transfusi dengan kadar feritin.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian analitik dengan retrospektif dan analisis data dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS.
Hasil: Tidak ada hubungan bermakna antara Hb sebelum transfusi dengan kadar feritin serum (p=0,694).
Kesimpulan: Pra-transfusi bukan satu-satunya faktor yang berperan dalam peningkatan feritin serum pada pasien thalassemia mayor. Faktor lain seperti ketersediaan dan kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dan kondisi inflamasi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kadar feritin serum. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar feritin serum antara kelompok Hb pretransfusi 9 g/dL dan <9g/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luszy Arijanty
"Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dan kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia berat akan memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Wahidiyat mendapatkan 22,7% penderita thalassemia tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita thalassemia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalassemia adalah faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang panting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan gizi. Bila kadar hemoglobin dipertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dL, disertai pencegahan hemokromatosis, maka gangguan pertumbuhan tidak terjadi.
Alabat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besf. Kadar besi yang berlebihan di dalam tubuh akan diubah menjadi feritin Gangguan berbagai fungsi organ dapat teijadi bila kadar feritin plasma lebih clan 2000 ng/m2 . Kadar feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pads saat akan berikatan dengan transferor (binding sife), setelah diabsorpsi pads mukosa jejunum dan ileum s,g
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Berapa rerata kadar seng plasma pada pasien thalassemia mayor ?
- Berapa besar korelasi antara kadar seng plasma dengan kadar feritin plasma?
- Apakah terdapat korelasi antara kadar seng dengan status gizi pasien thalassemia mayor ?
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui rerata kadar seng plasma, serta korelasinya dengan kadar feritin plasma, dan status gizi pasien thalassemia mayor di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Perjan RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ichsan Wiguna
"Transfusi darah berulang pada subjek thalassemia mayor berpotensi menyebabkan transmisi virus hepatitis B dan / atau C. Infeksi dapat menyebabkan perubahan kadar feritin serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi varian virus hepatitis dan hubungannya dengan kadar feritin serum. Penelitian potong-lintang dilakukan dengan membandingkan kadar feritin serum antar kelompok subjek terinfeksi varian virus hepatitis pada subjek thalassemia mayor di RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta antara tahun 2006-2015. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi infeksi hepatitis keseluruhan sebesar 10,06 subjek dan didapatkan nilai p < 0,050 dari uji komparasi antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis. Pevalensi infeksi hepatitis keseluruhan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain dan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis.

Regular blood transfusion in major thalassemia subjects potentially mediates infection of hepatitis B and or C virus. Infection can change serum ferritin level. This research intends to know the prevalence of hepatitis virus variant infection and its association with serum ferritin level. This research used cross sectional method to compare serum ferritin level within each hepatitis virus variant infection subject's groups on major thalassemia subjects in RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta within 2006 2015. Results showed that prevalence of hepatitis in total was 10.06 subjects and p value from comparison test of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis is p 0,050. Prevalence of hepatitis in total was lower than prevalence value in the other studies and there were significant association of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Septiyanti
"Latar belakang dan tujuan: Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik yang diturunkan, merupakan penyakit genetik yang paling sering di dunia. Transfusi secara berkala pada pasien thalassemia dapat menyebabkan deposit besi pada berbagai organ seperti hipofisis. Deposit besi pada hipofisis dapat menyebabkan hipogonadotropik hipogonadisme. Biopsi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menilai deposit besi pada organ, namun hal ini tidak dapat dilakukan pada hipofisis. Pemeriksaan MRI mulai digunakan unutuk mengukur kadar besi pada berbagai organ salah satunya hipofisis.
Metode: Uji korelasi dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui nilai korelasi nilai MRI T2 dan T2 relaksometri serta SIR T2 hipofisis dengan kadar FSH dan LH pada pasien thalassemia mayor. Pemeriksaan dilakukan 28 subjek penelitian dalam kurun waktu Desember 2016 hingga Maret 2016.
Hasil: Terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dengan kadar FSH dan LH, serta terdapat pula korelasi antara nilai SIR T2 hipofisis dengan kadar LH. Tidak terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 potongan koronal-sagital dengan kadar FSH dan LH, serta tidak terdapat pula korelasi antara SIR T2 hipofisis dengan kadar FSH.
Kesimpulan: Nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dan SIR T2 hipofisis dapat digunakan sebagai acuan deposit besi pada hipofisis serta dapat memonitor terapi kelasi pada pasien thalassemia - mayor.

Background and abjective Thalassemia is a hereditary hemolytic anemia disorder, it is one of the most common genetic disease in the world. Periodic transfusion for thalassemia patients may lead to iron deposit in various organs such as pituitary gland. Iron deposit in pituitary gland may induce hypogonadotropic hypogonadism. Biopsy and histopathology assessment is the gold standard examination to assess organ iron deposit, however this method is inapplicable for pituitary gland. MRI examination has been started to be used for measurement of iron level in various organ, such as pituitary gland.
Method: This study uses cross sectional method. MRI T2 and T2 relaxometry value as well as SIR T2 of pituitary gland was correlated with FSH and LH level in patients with major thalassemia. This study involves 28 subjects and conducted from December 2016 to March 2017.
Result: There is a correlation between relaxometry values of T2 pituitary gland on coronal slice with the level of FSH dan LH. There is also a correlation between pituitary SIR T2 value with the level of LH. There are no correlation between relaxometry values of T2 on coronal sagittal slices with the level of FSH and LH, furthermore there are no correlation between pituitary SIR T2 with FSH level.
Conclusion: Relaxometry value of pituitary T2 on coronal slice and pituitary SIR T2 value may be use as reference for iron deposit on pituitary gland as well as to monitor chelating therapy in major thalassemia patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Fitri Swity
"ABSTRAK
Latar belakang. Kelasi besi diduga berperan terhadap penurunan fungsi ginjal pada pasien thalassemia mayor. Data fungsi ginjal pasien thalassemia mayor yang menggunakan kelasi besi oral di Jakarta masih terbatas. Tujuan. Mengetahui penurunan fungsi ginjal pasien thalassemia mayor yang mendapat kelasi besi oral dan faktor yang memengaruhinya. Metode penelitian. Penelitian dilakukan bulan Maret ndash; Juli 2017 pada pasien thalassemia mayor yang mendapat kelasi besi oral tunggal selama minimal 1 tahun. Fungsi ginjal dinilai dengan laju filtrasi glomerulus berdasarkan formula Schwartz revisi Fungsi tubulus ginjal dinilai dengan peningkatan rasio kalsium kreatinin urin hiperkalsiuria . Hasil penelitian. Total subjek sebanyak 54 orang 28 deferipron, 26 deferasiroks . Proporsi LFG menurun pada kelompok deferipron lebih tinggi dibandingkan deferasiroks 53,6 vs 46,2 . Hiperkalsiuria lebih banyak ditemukan pada kelompok deferasiroks dibandingkan deferipron 12,9 vs 3,6 . Penurunan LFG bermakna pada kelompok deferipron tetapi tidak bermakna pada kelompok deferasiroks. Tidak terdapat perbedaan bermakna LFG dan rasio kalsium kreatinin urin antara kelompok deferipron vs deferasiroks p=0,427; p=0,109 . Usia, hemoglobin, rerata hemoglobin, feritin, dosis kelasi besi dan saturasi transferin hanya memengaruhi fungsi tubular ginjal. Simpulan. Terdapat penurunan fungsi ginjal pada pasien thalassemia mayor yang mendapatkan kelasi besi oral. Fungsi ginjal pada thalassemia perlu dinilai berkala meski penurunannya tidak bermakna secara klinis.Kata kunci: Thalassemia, fungsi ginjal, kelasi besi oralABSTRACT
Background. Iron chelator can cause renal dysfunction in thalassemia major patients. Data of renal function in thalassemia major patients who receive oral iron chelator are limited. Objective. To determine kidney dysfunction in thalassemia major patients receiving oral iron chelator and its correlating factors. Methods. The study was conducted in March ndash July 2017 on thalassemia major patients treated with single oral iron chelator for at least 1 year. Renal function determined by glomerular filtration rate measured with revised Schwartz formula. Tubular function determined by increased urine calcium creatinine ratio hypercalciuria . Results. Total subjects were 54 28 deferiprone, 26 deferasirox . Proportion of decreased GFR in deferipron group was higher than deferasirox 53,6 vs 46,2 . Hypercalciuria was higher in deferasirox group than deferiprone 12,9 vs 3.6 . Declining of GFR was significant in deferiprone group but not significant in deferasirox group. There was no significant difference of GFR and urinary creatinine calcium ratio in deferiprone vs deferasirox group p 0.427 p 0.109 . Age, hemoglobin level, mean hemoglobin, ferritin, iron chelator dose and transferrin saturation only affecting kidney tubular function. Conclusions. Renal dysfunction was found in thalassemia major patients receiving oral iron chelator. Kidney function in thalassemia major patients should be monitored periodically eventhough the decline was not significant. Keywords Thalassemia, renal function, oral iron chelator"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Perlita Kamilia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keluhan subjektif mata kering dan gangguan komponen air mata (lipid, akuos, mucin) pada pasien thalassemia mayor dengan riwayat transfusi darah jangka panjang, serta menganalisis hubungan antara kadar feritin serum, durasi, dan frekuensi transfusi darah dengan masing-masing parameter penilaian komponen lapisan air mata. Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross sectional) pada pasien thalassemia mayor yang sudah berusia dan mengalami transfusi darah selama minimal 10 tahun. Penilaian mata kering terdiri dari pengisian kuesioner OSDI untuk menilai keluhan subjektif, pemeriksaan biomikroskopi lampu celah dan nilai tear break up time (TBUT) untuk menilai tingkat keparahan mata kering, pemeriksaan Schirmer basal, Ferning, dan sitologi impressi konjungtiva untuk menghitung jumlah sel goblet. Data perhitungan tingkat keparahan mata kering, nilai uji Schirmer basal, TBUT, dan jumlah sel goblet dianalisis dan dicari hubungannya dengan kadar feritin serum, durasi dan frekuensi transfusi. Pada 77 subyek, mata kering terjadi sebanyak 14.3%, penurunan nilai TBUT (39%), nilai Schirmer basal (37.7%), nilai Ferning (24.7%), dan jumlah sel goblet (45.5%). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat keparahan mata kering, nilai TBUT, nilai Schirmer basal, nilai Ferning, dan jumlah sel goblet dengan kadar feritin serum, durasi, dan frekuensi transfusi. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keparahan mata kering dan usia (p = 0.014), serta nilai TBUT (p = 0.012) dan Schirmer (p = 0.014) dengan jenis kelamin. Penelitian ini memperlihatkan 14.3% subyek thalassemia mayor mengalami mata kering berdasarkan kriteria DEWS 2007. Kejadian mata kering pada thalassemia mayor tidak dipengaruhi oleh faktor transfusi dan kadar feritin serum, melainkan dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.

This study is aimed to understand subjective complaints for dry eyes and disruption of component of tear fluid (lipid, aqueous, mucin) in patients with major thalassemia with a history of long-term blood transfusions and to analyse the correlation between serum ferritin level, duration and frequency of blood transfusion. This study is a cross-sectional study. The subject of this study is patients with major thalassemia age minimum of 10 years old and have had blood transfusion for at least 10 years. OSDI questionnaire, slit-lamp biomicroscopy examination, tear break up time (TBUT), and basal Schirmer test was used to assess dry eyes severity. Ferning and conjunctiva impression cytology examination was used to assess mucin quality and count the amount of goblet cells. The correlation analysis between the result of these assessments and serum ferritin level and duration and frequency of blood transfusion was done. In 77 subjects, the prevalence of dry eyes is 14.3%. There is a decrease in TBUT (39%), basal Schirmer (37.7%), Ferning (24.7%), and goblet cells (45.5%). There is no significant correlation between dry eyes severity and TBUT, basal Schirmer, Ferning, and the amount of goblet cells with serum ferritin level, duration, and frequency of blood transfusion. There is a significant correlation between dry eyes severity and patient s age (p = 0.014); TBUT (p = 0.012), as well as, Schirmer (p = 0.014) with sex. This study showed that 14.3% of patients with major thalassemia suffer from dry eyes with severity level grade 2 according to DEWS 2007. The incidence of dry eyes is not influenced by transfusion and serum ferritin level but is influenced by age and sex."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>