Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105985 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadya Lusiana
"ABSTRAK
LATAR BELAKANGKeberhasilan kehamilan pada pasien yang menjalani stimulasi ovarium dalam program fertilisasi in vitro FIV atau teknologi reproduksi berbantu TRB lainnya sangat bergantung pada banyak faktor. Kualitas embrio dan reseptivitas endometrium merupakan dua faktor yang berperan penting dalam terjadinya implantasi dan kehamilan.1 2 Adanya patologi pada uterus dan dalam rongga uterus diperkirakan dapat mempengaruhi reseptivitas endometrium dan mengurangi angka implantasi dan kehamilan. Temuan patologi miometrium dan rongga uterus terjadi sekitar 50 pada perempuan subfertil.3 Patologi uterus tersering yang ditemukan dalam skrining adalah mioma uteri, polip, sinekia rongga rahim, dan kelainan uterus kongenital. Kelainan-kelainan ini seringkali dianggap memiliki dampak negatif pada luaran program kehamilan, tidak hanya mengurangi kejadian implantasi embrio namun juga dapat berakibat pada abortus spontan. 3 4 Alat diagnostik lini pertama untuk mendeteksi adanya abnormalitas uterus adalah transvaginal sonografi telah terbukti sebagai metode dengan reliabilitas tinggi untuk mendiagnosis abnormalitas uterus. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai akurasi penggunaan histeroskopi office sebelum dilakukan fertilisasi in vitro di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran penggunaan histeroskopi office sebelum dilakukan program fertilisasi in vitro FIV . TUJUAN :Mengetahui perbandingan akurasi histeroskopi office dan transvaginal sonograf dalam mengevaluasi rongga rahim sebelum dilakukan program fertilisasi in vitro FIV . METODE : Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 95 subjek pada Januari 2015 ndash; Juli 2017 di klinik Yasmin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo RSCM Kencana, Jakarta. Data dikumpulkan secara total sampling dan dilakukan uji akurasi. Penelitan ini sudah lolos kaji etik dan mendapat persetujuan pelaksanaan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI- RSCM HASIL:Endometritis kronik didapatkan pada subjek 17 subjek penelitian 16.3 dengan pemeriksaan histeroskopi office, dengan nilai sensitivitas 33 , spesifitas 68 , nilai prediksi positif 8.3 dan nilai prediksi negatif 92 . Sedangkan pada pemeriksaan transvaginal sonografi tidak ditemukan adanya subjek dengan endometritis kronik. Selain itu pada pemeriksaan histeroskopi office dideteksi adanya kelainan septum uteri dan sinekia uteri, masing-masing 2 orang 1.9 , sedangkan Transvaginal sonografi tidak mendeteksi adanya kelainan tersebut. Transvaginal sonografi dan histeroskopi office sama-sama memiliki spesifitas tinggi dalam mendeteksi mioma uteri submukosum, namun sensitivitas-nya tidak cukup tinggi untuk digunakan dalam menyingkirkan penyakit menggantikan baku emas. Transvaginal sonografi dan histeroskopi office memiliki nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif yang sama tinggi. Dalam mendiagnosa adanya polip endometrium, Transvaginal sonografi memiliki nilai spesifitas yang signifikan lebih tinggi dari histeroskopi office sehingga baik untuk digunakan. nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif pada transvaginal sonografi dan histeroskopi office memiliki nilai yang rendah. Nilai sensitivitas dan spesifisitas transvaginal sonografi maupun histeroskopi office sangat tinggi dalam mendeteksi hiperplasia endometrium, dengan nilai prediksi positif 100 namun nilai prediksi negatif tidak dapat diketahui. KESIMPULAN: Transvaginal sonografi baik untuk digunakan sebagai alat diagnosa mioma uteri submukosum dan polip endometrium karena nilai spesifisitasnya tinggi, namun tidak dapat digunakan untuk mendeteksi adanya endometritis kronis, septum uteri dan sinekia uteri. Endometritis kronis, septum uteri dan sinekia uteri hanya dapat dideteksi dengan histeroskopi office. Pemeriksaan histeroskopi office dapat menjadi alat diagnosa yang baik pada mioma uteri submukosum dan hiperplasia endometrium oleh karena memiliki nilai spesifitas yang tinggi. Pada kasus dengan hiperplasia endometrium, transvaginal sonografi dan histeroskopi office menunjukkan nilai sensititivitas dan spesifitas yang tinggi >80 . ABSTRACT
Introduction The success of pregnancy in patients undergoing ovarian stimulation in an in vitro fertilization program IVF or other assisted reproductive technology ART is highly dependent on many factors. The quality of embryo and endometrial receptivity are two factors that play an important role in the occurrence of implantation and pregnancy. 1,2 The presence of pathology in the uterus and in the uterine cavity is thought to affect endometrial receptivity and reduce the rate of implantation and pregnancy. The findings of myometrial pathology and uterine cavity occur about 50 in subfertile women. 3 The most common uterine pathology found in screening is uterine myoma, polyps, uterine synechia, and congenital uterine abnormalities. These abnormalities are often thought to have a negative impact on the outcome of the pregnancy program, not only reducing the incidence of embryonic implantation but can also result in spontaneous abortion. 3,4The first line diagnostic tool for detecting uterine abnormalities is transvaginal sonography has been shown to be a high reliability method for diagnosing uterine abnormalities. This far no research has been done on the accuracy of hysteroscopic office use prior to in vitro fertilization in Indonesia. This study aims to evaluate the role of hysteroscopic office use prior to in vitro fertilization program IVF . ObjectiveTo know the comparison of hysteroscopic accuracy of office and transvaginal sonograph in evaluating the uterine cavity prior to in vitro fertilization program FIV . Study design and methodThis research is cross sectional study with total sample 95 subjects in January 2015 July 2017 at clinic Yasmin National General Hospital dr. Cipto Mangunkusumo RSCM Kencana, Jakarta. Data were collected in total sampling and accuracy test was performed. This research has passed the ethical review and got approval of the implementation of the Medical Research Ethics Committee FKUI RSCM. Result Chronic endometritis was obtained in 17 subjects 16.3 with office hysteroscopy, with a sensitivity of 33 , 68 specificity, positive predictive value of 8.3 and a negative predictive value of 92 . While in the transvaginal sonography examination did not find any subject with chronic endometritis. In addition to the hysteroscopic examination of the office was detected the presence of septum uteri and uterine sinekia, each 2 people 1.9 , while Transvaginal sonography did not detect any such abnormalities. Transvaginal sonography and hysteroscopy office have the same high specificity in detecting submucosum uterine myomas, but their sensitivity is not high enough to be used in excluding disease replacing the gold standard. Transvaginal sonography and hysteroscopy office have positive predictive value and the same high negative predictive value. In diagnosing endometrial polyps, Transvaginal sonography has a significantly higher specificity value than hysteroscopic office so it is good to use. Positive predictive value and negative predictive value in transvaginal sonography and hysteroscopy office have low values. The sensitivity and specificity of transvaginal sonography and hysteroscopy office is very high in detecting endometrial hyperplasia, with a positive predictive value of 100 but the negative predictive value can not be known.Conclusion Transvaginal sonography is good for use as a diagnostic uterine uterine submucosum and endometrial polyps because of its high specificity, but can not be used to detect chronic endometritis, uterine septum and uterine synechia. Chronic endometritis, uterine septum and uterine sinecia can only be detected by office hysteroscopy. Hysteroscopic examination of the office can be a good diagnostic tool in submucosum uteri myoma and endometrial hyperplasia because it has a high specificity value. In cases with endometrial hyperplasia, transvaginal sonography and office hysteroscopy show high sensitivity and specificity 80 . "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mahendri Dewita Danarti
"ABSTRAK
TUJUAN: Mengetahui bahwa USG transperineal dapat memprediksi keberhasilan persalinan pervaginamLATAR BELAKANG: Penurunan kepala yang tidak maju merupakan salah satu parameter untuk memprediksi partus tak maju atau partus macet, yang pada akhirnya memerlukan persalinan dengan seksio sesaria. Ketidakakuratan penentuan penurunan kepala janin dapat menyebabkan partus macet sering ditegakkan yang akan meningkatkan angka persalinan seksio sesaria. Dibutuhkan metode baru yang dapat memprediksi keberhasilan persalinan dengan tingkat kemungkinan tinggi atau rendah untuk kesuksesan persalinan pervaginam. Penentuan penurunan kepala yang tepat pada saat fase aktif sangat dibutuhkan, dan penggunaan ultrasonografi intrapartum sebagai alat bantu diagnostik sangat dibutuhkan. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan ultrasonografi transperineal intrapartum akurat dalam menilai sudut kemajuan dan jarak kepala ndash; perineum sehingga dapat memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam.DESAIN DAN METODE: Penelitian ini merupakan uji prognostik dengan desain Kohort yang berlangsung pada bulan Maret hingga Mei 2016 di RSU Daerah Karawang. Dengan kriteria inklusi adalah perempuan hamil aterm, presentasi kepala dan janin tunggal hidup yang sedang dalam persalinan kala I aktif, dan yang menjadikan kriteria eksklusi adalah malpresentasi, disproporsi kepala-pelvik, pengakhiran kehamilan dengan seksio sesaria pada saat pemantauan dengan indikasi bukan karena persalinan macet. Subyek penelitian sebanyak 323 orang, dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transperineal, dilakukan pengukuran jarak kepala-perineum dan sudut kemajuan pada saat fase relaksasi diantara kontraksi dan dipastikan kandung kemih kosong. Sebelumnya telah dilakukan uji kesesuaian antar observer. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney, dan dicari masing ndash; masing titik potong optimal menggunakan ROC. Dari berbagai titik potong dilakukan analisis bivariat, seleksi variabel dimasukkan dalam analisis multivariat bila p < 0,25 , dan kualitas hasil dilihat dari nilai Area Under Curve AUC .HASIL: Sebanyak 306 subyek melahirkan spontan dan 13 subyek melahirkan berbantu alat. 4 subyek 1,3 melahirkan dengan seksio sesaria. Didapatkan titik potong untuk jarak kepala ndash; perineum adalah 43,5 mm, sensitivitas 91 , spesifitas 78 , sebanyak 89 lahir pervaginam dan dengan Area Under Curve untuk memprediksi persalinan pervaginam adalah 82 IK 95 , 69 - 95 p < 0.01 . Sedangkan titik potong sudut kemajuan sebesar 1070 dengan sensitifitas 80 , spesifitas 97 sebanyak 75 lahir pervaginam dan dengan Area Under Curve 96,4 IK 95 , 87- 99 p < 0.01 untuk memprediksi persalinan pervaginam.KESIMPULAN: Jarak kepala ndash; perineum dan sudut kemajuan dapat memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
ABSTRAK
Aim To evaluate the use of transperineal ultrasound in order topredict the successfulness of vaginal deliveryDesign and Methodology This is a prognostic study usingcohort design conducted in Karawang district hospital withinMarch until May 2016. Inclusion criteria include termpregnancy, singleton live head presentation, active phase oflabor. Using transperineal ultrasound, fetal head perineumdistance, and angle of progression within relaxation phasebetween contraction was being calculated. Analysis was carriedout using Mann Whitney test, and optimal cut off was foundusing ROC.Result s There are 306 subjects was delivered vaginally. Cutoff for fetal head perineum distance as a predictor of vaginaldelivery is 43,5 mm sensitivity 91 , specificity 78 , withArea under curve is 82 95 CI 69 95 , p 0,01 whileangle of progession is 1070 sensitivity 80 , specificity 97 ,with Area under curve is 96,4 95 CI 87 99 , p 0,01 .Conclusion Fetal head perineum distance and angle ofprogression can predict the successfulness of vaginal delivery."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Winarto
"Tujuan : Mencari Korelasi antara ketebalan lemak subkutis dengan menggunakan ultrasonografi dibandingkan dengan persentase lemak total tubuh dengan metoda Bioelectric Impedance Analysis (BIA) dan mencari formula untuk memperkirakan persentase lemak total tubuh dengan menggunakan ketebalan lemak subkutis menggunakan ultrasonografi. Subjek dan Metode : Kami melakukan suatu studi prospektif antara bulan Januari sampai dengan April 2003 pada sebanyak 50 orang sukarelawan dengan indeks massa tubuh normal, dilakukan pemeriksaan Bioelectric Impedance Analysis (BIA) dan Ketebalan lemak subkutis dengan menggunakan ultrasonografi. Oari BIA dilakukan pengukuran impedance (Z) pada frekuensi 50 KHz yang selanjutnya dihitung massa bebas lemak dengan formulasi dari Oeurenberg kemudian dilakukan perhitungan persentase lemak total tubuh. Sedangkan USG jaringan lemak subkutis dilakukan dengan menggunakan transducel linier 7,5 MHz, dengan mengukur ketebalan lemak dari permukaan bawah kulit sampai batas atas otot pada daerah triceps, biceps, subscapula, midaxilla, suprailiaca dan abdominal. Menggunakan SPSS versi 10.0 dicari korelasi antara kedua indikator tersebut yang selanjutnya untuk menguji hubungan antara kedua variabel tersebut dilakukan suatu uji korelasi regresi.

Objective: To find the correlation between subcutaneous fat thickness by using ultrasound compared to the percentage of total body fat by Bioelectric Impedance Analysis (BIA) method and to find formula to estimate the total body fat percentage using subcutaneous fat thickness using ultrasound. Subject and Method: We conducted a prospective study between January and April 2003 on 50 volunteers with normal body mass index, Bioelectric Impedance Analysis (BIA) and subcutaneous fat thickness examination using ultrasound. Oari BIA is measured impedance (Z) at a frequency of 50 KHz which is then calculated as a fat-free mass with the formulation of Oeurenberg then calculates the total body fat percentage. Meanwhile, ultrasonography of subcutaneous fat tissue was performed using a 7.5 MHz linear transducel, by measuring the thickness of fat from the lower surface of the skin to the upper limit of the muscles in the triceps, biceps, subscapula, midaxilla, suprailiaca and abdominal regions. Using SPSS version 10.0, a correlation between the two indicators was sought, and then to test the relationship between the two variables, a regression correlation test was carried out."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmadu
"Telah dilakukan penelitian dengan desain cross-sectional dengan teknik deskriptif dan korelatif untuk mendapatkan gambaran maturasi fistula A V dengan USG Doppler, mengkorelasikan antara kecepatan draining vein, flow darah pada draining vein, diameter internal draining vein, ketebalan dinding draining vein, diameter internal feeding artery, kecepatan feeding artery dengan flow darah pada mesin hemodialisa yang mencerminkan keadekuatan hemodialisis.

A study has been conducted with a cross-sectional design with descriptive and correlative techniques to obtain an image of the maturation of the A V fistula with Doppler ultrasound, correlating between the velocity of the draining vein, the blood flow at the draining vein, the internal diameter of the draining vein, the thickness of the drainage vein wall, the diameter of the Internal Feeding Artery, the speed of feeding the artery with blood flow on the hemodialysis machine which reflects the adequacy of hemodialysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia : Wolters Kluwer/Lippincott Williams Wilkins Health, 2012
617.550 75 KAW d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diki Arma Duha
"Pendahuluan: Dalam memberikan panduan pencitraan pada nefrolitotomi perkutan (PCNL), ultrasonografi telah menjadi alternatif panduan dalam PCNL bebas sinar-x yang akan mengurangi radiasi baik pada pasien maupun operator. Meta-analisis ini menilai literatur secara kritis dengan membandingkan keamanan dan kemanjuran PCNL bebas sinar-x dan PCNL yang dipandu fluoroskopi dengan sub-analisis dalam posisi terlentang dan tengkurap.
Metode: Pencarian literatur secara sistematis dilakukan menggunakan Wiley Library, Clinicalkey, dan Pubmed. Studi yang membandingkan fluoroskopi dan PCNL bebas sinar-x hingga Agustus 2020 disertakan. Hasil yang diukur termasuk tingkat bebas batu, waktu operasi, perdarahan, komplikasi, dan lama rawat rumah sakit. Meta-analisis dilakukan pada setiap hasil.
Hasil: Dari 283 artikel yang teridentifikasi dari skrining, tujuh artikel dimasukkan ke dalam analisis kuantitatif dan kualitatif. Tingkat bebas batu (p=0,50), waktu operasi (p=0,83), perdarahan (p=0,41), komplikasi (p=0,20), dan lama rawat inap (p=0,27) pada kedua kelompok secara statistik tidak berbeda. Dalam sub-analisis, ditemukan bahwa komplikasi dan perdarahan signifikan secara statistik pada kelompok rawan, p=0,05 dengan OR 0,17 (95%CI 0,03-1,00) dan p=0,02 dengan OR 0,52 (95%CI 0,30-0,92) masing-masing.
Kesimpulan: Bukti yang mendukung pendekatan pencitraan yang lebih baik masih terbatas saat ini. Namun, sebagai pendekatan alternatif untuk PCNL dengan ultrasonografi bebas x-ray, hal ini menawarkan keamanan yang lebih baik pada posisi tengkurap dan keamanan yang sebanding pada kelompok terlentang. Efikasi antara kedua kelompok ditemukan sebanding baik dalam sub-analisis terlentang dan tengkurap.

Introduction: There are imaging guidances used for percutaneous nephrolithotomy (PCNL), Ultrasonography has been an alternative for guidance in x-ray free PCNL that would reduce radiation both in patients and operators. This meta-analysis critically appraises the literature comparing the safety and efficacy of x-ray free and fluoroscopy-guided PCNL with sub-analysis in supine and prone position.
Method: A systematic literature search using Wiley Library, Clinicalkey, and Pubmed. Studies comparing fluoroscopy and x-ray free PCNL up to August, 2020 were included. The outcome measured included the stone-free rate, operative time, bleeding, complication, and hospital length. Meta-analysis was conducted for each of the outcomes.
Result: Of 283 articles identified from screening, seven were included in quantitative and qualitative analysis. The stone-free rate (p=0.50), operative time (p=0.83), bleeding (p=0.41), complication (p=0.20), and hospital length of stay (p=0.27) in both groups statistically indifferent. In sub-analysis, we found that complication and bleeding statistically significant in prone group, p=0.05 with OR 0.17 (95%CI 0.03-1.00) and p=0.02 with OR 0.52 (95%CI 0.30-0.92) respectively.
Conclusion: Evidence supporting a better imaging approach remains limited at present. However, as an alternative approach for x-ray free ultrasound-guided PCNL, it offers better safety in prone positio and comparable safety in supine group. The efficacy between both groups found comparable both in supine and prone sub-analysis.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfitri Dewi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akurasi parameter pola gambaran ultrasonografi dan kadar CA 125 untuk membedakan endometrioma dengan kistadenoma musinosum yang merupakan penelitian uji diagnostik dengan desain penelitian cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil data retrospektif dari Januari 2015 hingga Desember 2017. Pasien poliklinik rawat jalan ginekologi dengan kecurigaan memiliki neoplasma ovarium kistik direkrut. Sebagai Gold standar adalah temuan histologi dari massa adneksa yang dioperasi. Pola gambaran ultrasonografi dan kadar CA 125 akan disusun menjadi model untuk mendiagnosis endometrioma, kistadenoma musinosum, tumor jinak lain, dan tumor ganas/ borderline. Analisis statistik dari prediksi model untuk mebedakan endometrioma dengan kistadenoma musinosum dihitung berdasarkan cross tabulation sehingga didapatkan nilai akurasi, sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif. Penelitian ini melibatkan 200 pasien, sebanyak 83 kasus (41,5%) adalah endometrioma, 50 kasus (25%) adalah kistadenoma musinosum, 35 kasus (17,5%) adalah tumor jinak lain, 32 kasus (16%) adalah tumor ganas/ borderline. Karakteristik endometrioma adalah median CA 125 158,25 IU/mL, dinding tipis (72,29%), unilokuler (78,31%), bilateral ( 56,60%), ekogenisitas ground glass (66,27%), adanya perlengketan (68,7%), tanpa komponen padat (80,7%), sementara itu karakteristik kistadenona musinosum adalah median CA 125 52,85 IU/mL, dinding tipis (58 %), multilokuler (76%), unilateral (98%), ekogenisitas campuran (52%), tanpa perlengketan (84%), dan tanpa komponen padat (66%). Akurasi dari model regresi multinomial untuk membedakan endometrioma dengan kistadenoma musinosum yaitu 86%, dengan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif masing-masing 87%, 84%, 92%, dan 77%. Model ini akurat  secara statistik (p <0,05). Sebagai kesimpulan didapatkan parameter pola gambaran ultrasonografi dikombinasikan dengan kadar CA 125 memiliki kemampuan yang baik untuk membedakan endometrioma dengan kistadenoma musinosum.

ABSTRACT
This study was aimed to assess the accuracy a set of parameter which are based on ultrasonography features and CA 125 level to discriminate endometrioma and mucinous cystadenoma. This was [i-[1] a diagnostic test research with cross-sectional study design conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital with retrospective data from January 2015 through December 2017. Gynecological outpatients clinics with suspicion of having ovarian cyst neoplasms based on patient history, clinical examination and ultrasonography were recruited. The gold standard is the histological findings of discarded adnexal masses. We conducted models based on multinomial regression analysis using gray-scale ultrasound characteristics and CA 125 level variables to diagnose endometrioma, mucinous cystadenoma, other benign tumor, malignant/ borderline tumor. Statistical analysis were calculated using cross-tabulation, to get accuracy, sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value to differentiate endometrioma and mucinous cystadenoma. This study involved 200 patients, as many as 83 cases (41.5%) were endometriomas, 50 cases (25%) were mucinous cystadenoma, 35 cases (17,5%) were other benign tumor, and 32 cases were (16%) malignant/ borderline tumor. The characteristic endometrioma patients were median CA 125 level 158,25 IU/mL, thin wall (72,29%), unilocular cysts (78,31%), bilateral ( 56,60%), ground glass echogenicity (66,27%), adhesion (68,7%), without solid component (80,7%), while the ovarian mucinous cystadenomas were median CA 125 52,85 IU/mL, thin wall (58 %), multilocular (76%), unilateral (98%), variable echogenicity (52%), without adhesion (84%), and without solid component (66%). The multinomial logistic models can discriminate endometrioma and mucinous cystadenoma with accuracy 86%, and sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value of 87%, 84%,  92%, and 77%, respectively. The models were significantly accurate (p<0,05). Inconclusion, a multinomial logistic model derived from ultrasonography features and CA 125 level can accurately to discriminate endometriomas and mucinous cystadenoma [i-[1]"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Mahardhika
"Tujuan: Meningkatkan peranan ultrasonografi sebagai alternatif Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA) dalam menilai persentase lemak tubuh total secara akurat. Metode: Dari April hingga September 2020, terdapat 28 pasien dewasa (14 laki-laki, 14 perempuan) yang menjalankan pemeriksaan DXA untuk menilai persentase lemak tubuh total (%LT total) dan pemeriksaan ultrasonografi untuk mengukur tebal lemak subkutis (TLS) pada beberapa lokasi tubuh. Dilakukan uji korelasi antara TLS pada beberapa lokasi tubuh menggunakan ultrasonografi serta data antropometri (IMT, lingkar pinggang, lingkar paha tengah) dengan %LT total berdasarkan DXA pada kedua jenis kelamin. Selanjutnya, variabel yang memiliki korelasi kuat dipilih untuk dimasukkan dalam analisis regresi multipel untuk mendapatkan formula regresi untuk memprediksi %LT total pada masing-masing jenis kelamin. Hasil: Formula prediksi terbaik untuk menentukan %LT total pada laki-laki adalah %LT total = 13,7 + 5,5(TLS triceps) + 10,0(TLS paha depan); R2 0,91, sedangkan pada perempuan adalah %LT total = - 1,73 + 1,07(IMT) + 10,30(TLS paha depan); R2 0,88. Kesimpulan: Pemeriksaan TLS menggunakan ultrasonografi dikombinasikan dengan pengukuran antropometri dapat direkomendasikan untuk memperkirakan %LT total secara akurat dengan formula yang berbeda pada kelompok laki-laki dan kelompok perempuan.

Objective: To improve the use of ultrasonography as an alternative way to Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA) in assesing total body fat percentage (%BF) accurately. Methods: From April to September 2020, there were 28 adult patients (14 male, 14 female) underwent DXA examination to assess %BF and ultrasonography examination to measure subcutaneous fat thickness (SFT) at multiple sites. Correlation test was conducted between SFT sites using ultrasonography and anthropometric data (BMI, waist circumference, mid-thigh circumference) with %BF based on DXA in both genders. Furthermore, variables that had strong correlation were selected to be included in the multiple regression analysis in order to obtain a regression formula to predict the %BF for each gender. Results: The best predictive formula to determine %BF for male is %BF = 13,7 + 5,5(SFT triceps) + 10,0(SFT quads); R2 0,91, while for female is %BF =  - 1,73 + 1,07(BMI) + 10,30(SFT quads); R2 0,88. Conclusions: SFT examination using ultrasonography that is combined with anthropometric measurements can be recommended to estimate %BF accurately with different formulas in the male and female group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairun Niswati
"ABSTRAK
Tujuan Mengetahui perbandingan sensitivitas antara pemeriksaan USG dan radiografi spot dalam menilai lesi proses aktif di tulang iga berdasarkan hasil pemeriksaan skintigrafi planar tulang pada pasien dengan keganasan. Metode Penelitian analitik potong lintang ini dilakukan terhadap 13 pasien keganasan dengan proses aktif pada iga yang ditemukan pada pemeriksaan skintigrafi planar tulang. Pemeriksaan radiografi spot dan ultrasonografi dilakukan terhadap 54 lesi yang ditemukan Pada tiap pemeriksaan, dinilai proses yang mendasari terjadinya proses aktif. Sensitivitas radiografi spot dan USG dibandingkan. Hasil Pada radiografi spot didapatkan 5 (9,3%) lesi akibat fraktur pada 1 (1,9%) lesid an 4 (7,4%) lesi. Ultrasonografi menggambarkan 19 (35,2%) lesi akibat fraktur pada 2 (3,7%) lesi dan metastasis 17 (31,5%). Ultrasonografi terbukti memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibanding radiografi spot dalam menilai proses yang mendasari proses aktif pada iga (McNemar p=0,001) Kesimpulan Ultrasonografi terhadap iga merupakan modalitas yang baik untuk menilai proses yang mendasari proses aktif pada iga yang ditemukan pada skintigrafi planar tulang pada pasien keganasan.

ABSTRACT
Objective Our aim was to compare the sensitivity between spot radiography and ultrasonography in evaluating active process on ribs in patients with malignancy. Methodes In this analytic cross sectional study, thirteen subjects with malignancy with active process on ribs seen on bone scintigraphy were selected. Spot radiography and high-resolution sonography were performed on 54 active process. In each examination, active process were reviewed for underlying process. The sensitivity of spot radiography and ultrasound were compared. Results Spot radiography revealed 5 (9.3%) to be fracture in 1 (1.9%) lesion and metastasis in 4 (7.4%) lesions. Ultrasound revealed 19 (35.2%) lesions to be fracture in 2 (3.7%) and metastasis in 17 (31.5%). Ultrasound was proven to have higher sensitivity compared to spot radiography in evaluating the underlying process of active process on ribs seen in bone scintigraphy (McNemar=0.001). Conclusion High-resolution sonography of the ribs is a useful modality in evaluating ribs active process seen in bone scintigraphy in patients with malignancy."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Merinda
"Latar belakang: Kombinasi Handheld Ultrasonography (HHUS) dan Color Doppler Ultrasonography (CDUS) memberikan informasi morfologis dan vaskularisasi lesi, sehingga mampu meningkatkan nilai diagnostik. Modalitas pencitraan baru Automated Breast Ultrasound (ABUS) memiliki keunggulan yaitu akuisisi gambar otomatis, tidak bergantung operator serta waktu penggunaannya lebih singkat dan dilakukan dalam satu kali pemeriksaan. Saat ini ABUS belum banyak digunakan di Rumah Sakit seluruh Indonesia dan penelitian mengenai ABUS masih terbatas. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai ABUS terhadap metode lain yang lebih obyektif. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menilai kesesuaian antara kombinasi HHUS dan CDUS dengan ABUS terhadap hasil patologi anatomi (PA) lesi payudara. Metode: Dilakukan pemeriksaan kombinasi HHUS dan CDUS menggunakan transduser linear 7-12 MHz ultrasonografi GE tipe Logic S8, kemudian dilakukan pemeriksaan ABUS menggunakan transduser konkaf linear 6-12 MHz ABUS GE tipe Invenia. Seluruh pemeriksaan dilakukan sendiri oleh peneliti di Departemen Radiologi RSCM, kemudian dikonfirmasi oleh dokter spesialis radiologi konsultan payudara yakni pembimbing penelitian sebelum pendataan hasil penelitian. Seluruh sampel penelitian telah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Kesesuaian hasil pemeriksaan kombinasi HHUS dan CDUS dengan ABUS dianalisis menggunakan uji Mc Nemar. Hasil: Pada penelitian ini, diperoleh 25 sampel lesi payudara dari 22 subyek (rentang usia 35-62 tahun; rerata ± SD usia 46,8 ± 8,3 tahun). Kesesuaian hasil pemeriksaan kombinasi HHUS dan CDUS dengan ABUS didapatkan kesesuaian kuat antara kedua modalitas untuk membedakan lesi jinak, indeterminate, dan ganas dengan nilai Kappa Cohen R 0,870 (p 0,001). Hasil kesesuaian kombinasi HHUS dan CDUS terhadap PA lesi payudara memiliki nilai p 0,082 dan Kappa Cohen R 0,421 (p 0,001) sedangkan hasil kesesuaian ABUS terhadap PA lesi payudara memiliki nilai p 0,189 dan Kappa Cohen R 0,356 (p 0,01). Simpulan: kombinasi HHUS dan CDUS memiliki kesesuaian sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan ABUS terhadap hasil pemeriksaan PA dalam menilai lesi payudara jinak, indeterminate dan ganas. Kombinasi pemeriksaan HHUS dan CDUS terhadap pemeriksaan PA memiliki kesesuaian sedang (moderate agreement). Sedangkan pemeriksaan ABUS terhadap pemeriksaan PA memiliki kesesuaian lemah (fair agreement) dalam menilai lesi payudara. Kombinasi pemeriksaan HHUS dan CDUS terhadap ABUS dan HHUS terhadap ABUS memiliki kesesuaian kuat (almost perfect agreement) dalam menilai lesi payudara.

Background: Combinations of Handheld Ultrasonography (HHUS) and Color Doppler Ultrasonography (CDUS) provide morphological information and vascularity of lesions, so as to increase diagnostic values. The new imaging modalities of Automated Breast Ultrasound (ABUS) have the advantage of automatic image acquisition, no operator dependence and the examination time is shorter. At present ABUS is not widely used in hospitals throughout Indonesia and research on ABUS is still limited. So it is necessary to do research on ABUS on other methods that are more objective. Objective: This study aimed to assess the suitability between the combination of HHUS and CDUS with ABUS on the results of Pathological Anatomy (PA) of breast lesions. Methods: A combination of HHUS and CDUS was examined using linear transducer 7-12 MHz GE ultrasonography Logic type S8, then ABUS was examined using a 6-12 MHz linear concave transducer GE Invenia ABUS type. All examinations were carried out by the researchers in the Radiology Department of the RSCM, then confirmed by the radiology specialist breast consultant before the data collection. All research samples have been examined for anatomical pathology. The suitability of the HHUS and CDUS combination results with ABUS was analyzed using the Mc Nemar test. Results: In this study, 25 samples of breast lesions were obtained from 22 subjects (age range 35-62 years; mean ± SD age 46.8 ± 8.3 years). The suitability of the results of the combination of HHUS and CDUS with ABUS found a strong match between the two modalities to distinguish benign, indeterminate, and malignant lesions with Kappa values 0.870 (p 0.001). The results of the suitability of the combination of HHUS and CDUS on PA breast lesions have Kappa values 0.421 (p 0.001) whereas the results of ABUS conformity to PA breast lesions have Kappa values 0.356 (p 0.01). Conclusion: The combination of HHUS and CDUS examination against PA examination has moderate agreement while the ABUS examination of PA examination has fair agreement in breast assessment. The combination of examining HHUS and CDUS against ABUS and HHUS against ABUS has a almost perfect agreement in assessing breast lesions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>