Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fazria Nasriati
"Nama : Fazria NasriatiProgram studi : Ilmu Penyakit DalamJudul : Korelasi Antara Kadar Tumor Necrosis Factor-?, Kadar Free Fatty Acid, dan Kadar Vascular Cellular Adhesion Molecule-1 Pada Pasien Artritis Reumatoid Latar Belakang: Mortalitas Artritis Reumatoid cukup tinggi, dimana sebagian besar disebabkan oleh komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh proses disfungsi endotel. Salah satu mediator inflamasi penting yang berperan terhadap kerusakan sendi pasien AR yaitu TNF-?, juga terbukti berperan dalam proses disfungsi endotel serta berperan meningkatkan lipolisis intraselular sehingga meningkatkan kadar FFA yang bersirkulasi.Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar VCAM-1, korelasi kadar TNF-? dengan kadar FFA, serta korelasi kadar FFA dengan kadar VCAM-1.Metode: Penelitian desain cross sectional dan retrospektif terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM , tanpa gangguan metabolik, infeksi akut, gangguan kardiovaskular, maupun penyakit autoimun lain. Pengumpulan data cross sectional dilakukan pada rentang bulan Oktober hingga November 2017, sedangkan sampel retrospektif telah dikumpulkan sejak Agustus 2016. Kadar TNF-?, VCAM-1, dan FFA dinilai melalui pemeriksaan darah serum dengan metode ELISA. Analisis korelasi dilakukan dengan analisis Pearson bila sebaran data normal dan dengan analisis Spearman bila sebaran data tidak normal.Hasil Penelitian: Sebanyak 35 orang subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar 97,1 merupakan perempuan dengan rerata usia 45,29 tahun, median lama sakit 48 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktifitas penyakit sedang 65,7 . Tidak didapatkan adanya korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar VCAM-1 p = 0,677; r = 0,073 . Korelasi antara kadar FFA dengan kadar VCAM-1 memperlihatkan adanya korelasi yang bermakna dengan arah korelasi negatif dan kekuatan korelasi lemah p = 0,036; r = - 0,355 . Korelasi antara kadar TNF-? dan kadar FFA memiliki arah negatif dan kekuatan korelasi yang lemah dengan hubungan yang tidak bermakna p = 0,227; r = - 0,21 .Kesimpulan: 1 Belum terdapat korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR; 2 Belum terdapat korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar FFA pada pasien AR; 3 Terdapat korelasi negatif antara kadar FFA dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR. Kata Kunci : Tumor Necrosis Factor-?, Free Fatty Acids, Vascular Cell Adhesion Molecule-1, Artritis Reumatoid.

Name Fazria NasriatiStudy Program Internal MedicineTitle Correlation Between Tumor Necrosis Factor levels, Free Fatty Acid Levels, and soluble Vascular Cell Adhesion Molecule 1 Levels in Rheumatoid Arthritis Patients. Backgrounds The mortality of Rheumatoid arthritis RA is quite high, which is largely due to cardiovascular complications caused by endothelial dysfunction. One of the important inflammatory mediators that contribute to AR joints arthritis of TNF , also proven to play a role in endothelial dysfunction and play a role in increasing intracellular lipolysis, thus increasing circulating FFA levels.Objectives To determine the correlation between TNF levels with VCAM 1 levels, correlation of TNF levels with FFA levels, and correlation of FFA levelswith VCAM 1 levels.Methods Cross sectional and retrospective design studies of adult AR patients treated at Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM , without metabolic disturbances, acute infection, cardiovascular disorders, or other autoimmune diseases. The cross sectional data was collected from October to November 2017, while retrospective samples were collected since August 2016. TNF , VCAM 1, and FFA levels were assessed by serum blood test by ELISA method. Correlation analysis is done by Pearson analysis when the data distribution is normal and with Spearman analysis when the data distribution is not normal.Results A total of 35 subjects were enrolled in the study. Most 97.1 were women with an average age of 45.29 years, median duration of 48 months, and most had moderate disease status 65.7 . No correlation was found between TNF levels and VCAM 1 levels p 0.677 r 0.073 . The correlation between FFA and VCAM 1 levels showed significant correlation with negative correlation and weak correlation p 0.036 r 0.355 . The correlations between TNF levels and FFA levels had negative direction and weak correlation strength with non significant associations p 0.227 r 0.21 .Conclusions 1 There was no correlation between TNF levels and VCAM 1 levels in AR patients 2 There was no correlation between TNF levels and FFA levels in AR patients 3 There was a negative correlation between FFA levels and VCAM 1 levels in AR patients.Keywords Tumor Necrosis Factor , Free Fatty Acids, Vascular Cell Adhesion Molecule 1, Rheumatoid Arthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yogaswara
"Latar Belakang: Komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh disfungsi endotel menjadi salah satu penyebab mortalitas yang cukup tinggi pada pasien Artritis Reumatoid AR. Faktor Reumatoid RF merupakan autoantibodi yang sering dijumpai pada AR dan diduga dapat meningkatkan respon inflamasi dan disfungsi endotel. Sindroma metabolik dapat pula meningkatkan disfungsi endotel. Belum ada studi yang menilai korelasi RF dengan disfungsi endotel pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Metode: Penelitian desain potong lintang terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo tanpa sindroma metabolik. Pengumpulan data dilakukan sejak Februari hingga Maret 2018 dari data penelitian sebelumnya yang diambil periode Februari 2016 hingga September 2017. Kadar RF dan VCAM-1 dinilai melalui pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA. Analisis korelasi antar kedua variabel dibuat dengan SPSS 20,0.
Hasil: Sebanyak 46 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar 95,7 subjek adalah perempuan dengan rerata usia 44,43 tahun, median lama sakit 36 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktivitas sedang 52,2. sebagian besar pasien memiliki RF positif 63. Korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 memiliki kekuatan korelasi yang lemah tetapi tidak bermakna secara statistik r = 0,264; p = 0,076 . Subjek dengan RF positif memiliki kadar VCAM-1 yang lebih tinggi 626,89 vs 540,96 ng/mL.
Simpulan: Belum terdapat korelasi antara RF dengan VCAM-1 pada pasien Artritis Reumatoid tanpa sindroma metabolik.

Background: Cardiovascular complications caused by endothelial dysfunction become one of the highest causes of mortality in patients with Rheumatoid Arthritis RA . Rheumatoid Factor RF is an autoantibody that is commonly found in RA and is thought to increase the inflammatory response and endothelial dysfunction. Metabolic syndrome may also increase endothelial dysfunction. There have been no studies assessing correlation between RF and endothelial dysfunction in RA patients without metabolic syndrome.
Aim: To determine the correlation between RF levels with VCAM-1 levels in RA patients without metabolic syndrome.
Method: Cross sectional design study of adult AR patients treated in Rheumatology Polyclinic of Cipto Mangunkusumo General Hospital without metabolic syndrome. Data collection was conducted from February to March 2018 from the previous research data taken from February 2016 to September 2017. The levels of RF and VCAM-1 were assessed through blood serum testing using the ELISA method. Correlation analysis between the two variables was made with SPSS 20.0 for windows version.
Results: A total of 46 subjects were included in the study. Most 95.7 subjects were women with an average age of 44.43 years, median duration of 36 months, and most had moderate activity 52.2. Most patients had a positive RF 63. The correlation between RF levels and VCAM-1 levels had a weak correlation strength but was not statistically significant r = 0.264; p = 0.076. Subjects with RF positive had higher VCAM-1 levels 626.89 vs 540.96 ng/mL.
Conclusion: We did not found correlation between RF and VCAM-1 in Rheumatoid Arthritis patients without metabolic syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Andi Raga
"Latar Belakang: Pada artritis reumatoid diketahui terjadi kehilangan massa tulang, baik secara lokal maupun sistemik. TNF-a adalah sitokin utama yang berperan pada proses resorpsi tulang, namun perannya pada formasi tulang belum diketahui. Penelitian ini akan menilai korelasi TNF-adengan proses formasi tulang yang dinilai dengan P1NP, terutama berhubungan dengan SFRP-1 yang merupakan inhibitor alami osteoblas. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai hubungan sitokin proinflamasi TNF-a, SFRP1 terhadap kedua penanda turnover tulang(CTX dan P1NP) secara sistemik pada pasien artritis reumatoid.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran aktivitas turnovertulang pada pasien AR dengan melihat korelasi antara TNF-adengan SFRP-1, CTX dan P1NP, dan korelasi SFRP1 dengan P1NP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 38 subjek perempuan premenopause dengan AR. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinik reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan TNF-a, SFRP-1, CTX, dan P1NP dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan median durasi menderita AR 5 tahun. 60,6% pasien berada dalam kondisi remisi dan aktivitas rendah. Kadar TNF-amedian 10,6 pg/mL, rerata kadar SFRP-1 9,29 ng/mL, rerata kadar CTX 2,74 ng/mL, serta kadar P1NP 34 pg/mL. Kadar SFRP-1 dan CTX dijumpai meningkat sedangkan P1NP relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar populasi normal pada penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian ini dijumpai adanya korelasi positif lemah antara TNF-a dengan P1NP (r=0,363, p=0,026), begitu juga SFRP-1 dengan P1NP (r=0,341; p=0,036), sedangkan variabel lain tidak menunjukkan korelasi yang bermakna.
Simpulan: Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif lemah antara TNF-adengan P1NP, dan korelasi positif lemah antara SFRP-1 dengan P1NP. Namun dijumpai kadar CTX yang tinggidan kadar P1NP yang rendah, menunjukkan respon resorpsi meningkat namun tidak diimbangi dengan formasi pada pasien AR perempuan premenopause.

Background: Rheumatoid arthritis is known to have a loss of bone mass, both locally and systemically. TNF-a is the main inflammatory cytokine that can directly increase bone resorption. However, its role in bone formation is still unknown. This study will assess the correlation of TNF-a with the process of bone formation evaluated with P1NP, mainly related to the SFRP-1 pathway which is a natural inhibitor of osteoblasts. However, there are currently no studies that assess the correlation of inflammatory cytokines TNF-a, SFRP-1, with bone turnover marker (CTX and P1NP) in rheumatoid arthritis patients
Objective: This study aims to examine bone turnover in RA patients by analyzing the correlation between TNF-a with SFRP-1 and CTX and P1NP, and correlation SFRP-1 with P1NP
Methods: This is a cross-sectional study in 38 subjects of premenopausal women with RA. The Subjects were collected with consecutive sampling technique in rheumatology outpatient clinic in Rumah SakitCipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum TNF-a, SFRP-1, CTX, and P1NP levels were done using ELISA technique.
Results: In this study, the median duration of RA is 5 years. 60.6% of the patients were in remission and low activity disease. The median value of TNF-a was 10.6 pg/mL, the mean value of SFRP-1 was 9.29 ng/mL, the mean value of CTX was 2.74 ng/mL, and mean value of P1NP was 34 pg/mL. SFRP-1 and CTX levels were increased while P1NP level was relatively lower compared to the normal population value in previous studies. There was a weak positive correlation between TNF-a and P1NP(r=0.363, p=0.026), also SFRP-1 and P1NP(r=0.341; p=0.036),while the other variables showed no significant correlation.
Conclusions: This study demonstrated weak positive correlation between TNF-a and P1NP, and weak positive correlation between SFRP-1 and P1NP. However high value of CTX and low value of P1NP showed that a high resorption response cannot be balanced with bone formation activity in patients with rheumatoid arthritis in premenopausal woman.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malikul Chair
"Artritis reumatoid (AR) dapat menyebabkan penurunan massa tulang sistemik akibat adanya peningkatan osteoklastogenesis dan penghambatan osteoblastogenesis melalui peningkatan sklerostin yang menyebabkan penghambatan jalur Wingless(Wnt)-bcatenin canonicaldan bone morphogenetic proteins(BMP). Sampai saat ini masih belum ada penelitian tentang korelasi TNF-adan sklerostin terhadap penanda turnovertulang (CTX dan P1NP) pada pasien AR perempuan premenopause.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan patogenesis hilangnya massa tulang pada pasien artritis rheumatoid perempuan premenopause dengan menilai hubungan antara kadar sitokin proinflamasi TNF-α, penghambat Wnt signalingsklerostin, dan penanda resorpsi tulang P1NP dan CTX.Studi potong lintang ini melibatkan 38 perempuan AR premenopause. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Pemeriksaan dilakukan dengan ELISA.
Penelitian ini didapatkan kadar CTX (rerata 2,74 ng/ml) yang lebih tinggi dan P1NP (median 34,04 pg/ml) yang lebih rendahdibandingkan dengan sampel sehat pada penelitian sebelumnya. Terdapat korelasi negatif (r = -0,388) antara kadar TNF-α dengan kadar sklerostin yang bermakna secara statistik (p = 0,016). Terdapat pula korelasi positif (r = 0,362) antara kadar TNF-α dengan kadar P1NP yang bermakna secara statistik (p = 0,026). didapatkan adanya peningkatan CTX dan penurunan P1NP, adanya korelasi negatif bermakna antara kadar TNF-α dan sklerostin serta adanya korelasi positif bermakna antara kadar TNF-α dan P1NP.

Rheumatoid arthritis is associated with systemic bone mass loss due tostimulation of osteoclastogenesis and inhibition of osteoblastogenesis through inhibition of Wingless(Wnt) -bcatenin canonical and bone morphogenetic proteins(BMP) pathway by sclerostin. There are currently no studies that assess the correlation of TNF-α and sclerostin with bone resorption markers CTX and P1NPin premenopause rheumatoid arthritis patients. This study aims to explainthe pathogenesis of bone mass decrease by assessing the correlation between TNF-α, sclerostin, P1NP and CTX. This cross-sectional study involves 38 premenopausal women with AR. Sampling is done consecutively. Examination is done by ELISA.
This study found higher level of serum CTX (mean 2,74ng/mL) and lower level of P1NP (median 34,04 pg/mL) than normal population in previous studies. There was a negative correlation (r = -0,388) between TNF-α levels and sclerostin levels which was significant (p = 0,016). There wasalso a positive correlation (r = 0,362) between TNF-α levels and P1NP levels which was also significant (p = 0,026). This study found an increase in CTX and decrease in P1NP. There was a significant negative correlation between TNF-α and sclerostin levels and also a significant positive correlation between TNF-α and P1NP levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Faisal
"Latar Belakang: Kehilangan massa tulang pada artritis reumatoid (AR) terjadi akibat ketidakseimbangan proses resorpsi dan formasi tulang. Tumor necrosis factor-α (TNF-a) adalah salah satu sitokin proinflamasi utama yang secara langsung dapat menyebabkan peningkatan resorpsi tulang, namun peranannya pada proses formasi tulang belum secara jelas diketahui. Aktivitas formasi tulang dapat dihambat oleh Dickkopf-1 (DKK-1) yang meningkat pada pasien AR. Penilaian turnover tulang dapat dilakukan dengan mengukur kadar C-terminal telopeptide (CTX) dan N-terminal propeptide (PINP) yang saat ini menjadi standar untuk penanda turnover tulang.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran aktivitas turnover tulang pada pasien AR dengan melihat korelasi antara TNF-α dengan DKK-1 dan CTX untuk penilaian resorpsi tulang, dan korelasi antaran TNF-α dengan DKK-1 dan P1NP untuk penilaian formasi tulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan 38 subjek artritis reumatoid perempuan premenopause. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinik reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan TNF-α, DKK-1, CTX, dan P1NP dilakukan dengan metode ELISA.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan median durasi menderita penyakit adalah 5 tahun. 60,5% pasien berada dalam kondisi remisi atau aktivitas penyakit rendah, 36,8% dalam kondisi aktivitas penyakit sedang, dan 2,6% pasien dalam kondisi aktivitas penyakit tinggi. Didapatkan median kadar TNF-a adalah 10.6 pg/mL, rerata kadar DKK-1 adalah 4027 pg/mL, rerata kadar CTX adalah 2,74 ng/mL, serta median nilai P1NP adalah 34 pg/mL. Kadar DKK-1 dan CTX dijumpai lebih tinggi sedangkan kadar P1NP lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar pasien AR pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini menemukan korelasi positif lemah antara TNF-α dengan P1NP, sedangkan variabel lain tidak menunjukkan korelasi yang signifikan.
Simpulan: Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif lemah antara TNF-α dengan P1NP. Dijumpai kadar TNF-a yang rendah, DKK-1 yang tinggi, dan CTX yang tinggi dengan kadar P1NP yang rendah yang menunjukkan respon perbaikan tulang pada pasien AR tidak dapat mengimbangi tingginya aktivitas resorpsi tulang.

Background: Bone mass loss in rheumatoid arthritis (RA) is due to the imbalance of bone resorption and formation process.Tumor necrosis factor-α (TNF-a) is one of the main proinflammatory cytokines that can directly increase bone resorption, but its effect on bone formation is still uncertain. Bone formation could be inhibited by Dickkopf-1 (DKK-1) that is increased in RA patients. Bone turnover could be determined by assessing the level of C-terminal telopeptide (CTX) and N-terminal propeptide (PINP), both are standard measurement for bone turnover markers.
Objective: This study aims to examine bone turnover in RA patients by analysing correlation between TNF-α with DKK-1 and CTX for assesment of bone resorption, and correlation between TNF-α with DKK-1 and P1NP for assesment of bone formation.
Methods: This is a cross-sectional study with 38 subjects of RA premenopausal women. The subjects were collected with consecutive sampling technique in rheumatology outpatient clinic in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum TNF-α, DKK-1, CTX, and P1NP levels were done using ELISA technique.
Results: The median duration of RA in this study is 5 years. 60,5% of the patients were in remission or low activity disease, 36,8% were in moderate activity disease, and 2,6% were in high activity disease. The median value of TNF-a was 10.6 pg/mL, mean value of DKK-1 was 4027 pg/mL, mean value of CTX was 2,74 ng/mL, and mean value of P1NP was 34 pg/mL. DKK-1 and CTX levels were increased while P1NP level was lower compared to the RA patients in previous studies. This study found weak positive correlation between TNF-α and P1NP, while the other variables showed no significant correlation.
Conclusions: This study demonstrated weak positive correlation between TNF-α and P1NP. We found low level of TNF-α, high level of DKK-1, and high level of CTX with low level of P1NP that indicate that the bone repair response could not keep up to the high bone resorption activity in RA patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harny Edward
"LATAR BELAKANG: Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang turut berperan dalam peningkatan angka morbiditas dan mortalitas stroke, gagal jantung dan gagal ginjal. Morbiditas dan mortalitas hipertensi meningkat dengan makin banyaknya faktor risiko yang dimiliki, makin tinggi tekanan darah dan makin lama seseorang menderita hipertensi. Sampai saat ini mekanisme pasti terjadinya hipertensi belum jelas. Belakangan ini disfungsi endotel juga dikaitkan dengan hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kadar sVCAM-1 dan MAU, membuktikan adanya hubungan antara kadar sVCAM-1 dan MAU, menganalisis pengaruh usia, gender, obesitas, terkendali tidaknya hipertensi, lama sakit dan kadar kolesterol terhadap kadar sVCAM-1 dan MAU pada penderita hipertensi primer.
BAHAN DAN METOPE: Penelitian ini menggunakan 65 subyek non diabetik dengan kadar hs-CRP < 5 mgIL dan protein win < 3+. Dilakukan pemeriksaan kadar sVCAM-1, K-LDL, albumin dan kreatinin urin terhadap subyek dengan protein win negatif atau trace, sedangkan subyek dengan protein urin 1+ atau 2+ hanya dilakukan pemeriksaan kadar sVCAM-1 dan K LDL. Penetapan kadar sVCAM-1 berdasarkan prinsip quantitative sandwich enzyme immunoassay, penetapan kadar K-LDL berdasarkan prinsip enzimatik homogen, penetapan kadar albumin urin berdasarkan prinsip imunoturbidimetri, penetapan kreatinin urin berdasarkan metode kinetik Jaffe dan MAU dinyatakan dengan rasio albumin 1 kreatinin urin.
HASIL: Hasil penelitian menunjukkan proporsi kadar sVCAM-1 tinggi sebesar 81,5 % dan MAU 27,7 %. Kadar sVCAM-1 tinggi dan MAU lebih banyak dijumpai pada subyek tua, lelaki, hipertensi tak terkendali, lama sakit > 10 tahun dan obese. Dari hasil analisis multivariat derigail regresi rr ultipel, Adak didapatkan korelasi -yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dengangender dan lama sakit namun didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dengan usia, MAP dan K-LDL. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui suatu persamaan yaitu kadar sVCAM-1 = 175 + 9,7 x usia (tahun) + 5,9 x MAP (mmHg) -- 2,9 x kadar K-LDL (rngldL) dengan nilai R2 adjusted sebesar 23,1 %. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara MAU dengan usia, gender, MAP. 1MT, lama sakit dan K-LDL.Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dan rasio A 1 K.
KESIMPULAN: Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan proporsi kadar sVCAM-1 tinggi 81,5 % dan MAU 27,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi primer telah terjadi disfungsi endotel. Dari analisis multivariat menunjukkan kadar sVCAM-1 berkorelasi dengan usia, MAP dan K-LDL, sedangkan MAU tidak berkorelasi dengan variabel tersebut. Kadar sVCAM-1 tidak berkorelasi dengan MAU.

Hypertension is a health problem which contributes in the increase morbidity and mortality of stroke, heart failure, and renal failure. The morbidity and mortality of hypertension were influenced by various risk factors, the height of blood pressure and the lenght of illness. The mechanism of hypertension up to now remains unclear. Recently, endothelial dysfunction has been associated with hypertension. The aims of this study were to obtain the level of sVCAM-1 and microalbuminuria (MAU) in primary hypertension, to analyse the relationship between sVCAM-1 level and MAU, to analyse the influences of age, gender, obesity, control of hypertension, length of illness, and the level of LDL cholesterol on sVCAM-1 level and MAU.
Sixty five non diabetic subjects with hs-CRP level < 5 mg/L and protein urine < 3 + were enrolled in this cross sectional study. The level of sVCAM-1 were performed on all subjects by ELISA using reagents from R&D system, while MAU was determined by calculated the albumin : creatinine ratio in the urine. The level of LDL cholesterol was performed by homogenous enzymatic assay.
The results indicated that the proportion of increase of sVCAM-1 level was 81.5% and MAU was 27.7% in primary hypertension. Increase of sVCAM-1 level and MAU were found more frequently in older subjects, male, uncontrolled hypertension, length of illness more than 10 years, and obese subject. The results of multivariate analysis with multiple regression showed that sVCAM-1 level significantly correlated with age, mean arterial pressure (MAP), and LDL cholesterol level, but did not correlate with gender, and length of illness. The relationship could be formulated as: sVCAM-1 level = 175 + 9.7 x age (years) + 5.9 x MAP ( mm Hg) -- 2.9 x LDL cholesterol level (mgldL) with R2 adjusted 23.1%. There were no correlation between MAU with age, gender, MAP, obesity, ienght of illness, and LDL cholesterol level. The level of sVCAM-1 did not correlate with albumin:creatinine urine ratio (MAU).
Based on high proportion of increased sVCAM-1 and MAU, it is concluded that endothelial dysfunction occur in primary hypertension. The level of sVCAM-1 significantly correlates with age, MAP, and LDL cholesterol level, while MAU does not correlate with these variables. There is no correlation between sVCAM-1 level and MAU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yogaswara
"Pendahuluan:
Komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh disfungsi endotel menjadi salah satu penyebab mortalitas yang cukup tinggi pada pasien Artritis Reumatoid (AR). Faktor Reumatoid (RF) merupakan autoantibodi yang sering dijumpai pada AR dan diduga dapat meningkatkan respon inflamasi dan disfungsi endotel. Sindroma metabolik dapat pula meningkatkan disfungsi endotel. Belum ada studi yang menilai korelasi RF dan disfungsi endotel pada pasien AR tanpa sindroma metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Metode:
Penelitian desain potong lintang terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo tanpa sindroma metabolik. Pengumpulan data dilakukan sejak Februari hingga Maret 2018 dari data penelitian sebelumnya yang diambil periode Februari 2016 hingga September 2017. Kadar RF dan VCAM-1 dinilai melalui pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA. Korelasi antarkedua variabel dibuat dengan analisis korelasi Spearman menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil:
Sebanyak 46 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar (95,7%) subjek adalah perempuan dengan rerata usia 44,43 tahun, median lama sakit 36 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktivitas sedang (52,2%). sebagian besar pasien memiliki RF positif (63%). Korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 memiliki kekuatan korelasi yang lemah tetapi tidak bermakna secara statistik (r=0,264; p=0,076). Subjek dengan RF positif memiliki kadar VCAM-1 yang lebih tinggi (626,89 vs. 540,96 ng/mL).
Simpulan:
Belum didapatkan korelasi antara RF dengan VCAM-1 pada pasien Artritis Reumatoid tanpa sindroma metabolik."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Yudith Priskila
"Perubahan pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan low grade inflammation dan berkontribusi terhadap resistensi insulin. Namun, penelitian tentang efek peradangan yang disebabkan oleh diet masih tidak konsisten. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara potensi kadar inflamasi pada makanan yang diukur dengan Dietary Inflammatory Score (DII) dan kadar serum TNF-alfa. Tesis ini merupakan studi potong lintang pebandingan yang dilakukan pada 210 orang dewasa usia 18-55 tahun kelompok status gizi normal (normoweight) dan obesitas. Rerata dari skor DII pada kelompok normoweight (n=76) adalah -0,20±2,20 sedangkan pada kelompok obes (n=134) adalah 0,05±1,99 (p=0,407) dari nilai maksimal skor DII 6,35 dan nilai skor DII minimal adalah -,55. Analisa pada 72 subsample menunjukkan bahwa skor DII tidak berhubungan dengan serum TNF-α setelah penyesuaian untuk kovariat (ß = 0,001, p = 0,895). Namun, jika skor DII diklasifikasikan ke dalam kelompok status gizi normal dan kelompok obesitas, skor DII pada normoweight (n=34) berhubungan signifikan dengan serum TNF-α setelah penyesuaian kovariat (ß = 0,013, p = 0,036), tetapi tidak pada kelompok obesitas. Kesimpulannya, Skor DII secara keseluruhan tidak berhubungan dengan kadar TNF-α serum tetapi hubungan positif terlihat pada kelompok dengan status gizi normal menunjukkan adanya potensi inflamasi dari diet yang terukur dengan skor DII dan berhubungan peningkatan inflamasi jaringan adiposa lebih terlihat pada kelompok status gizi normal. Program promotif dan preventif perlu ditingkatkan dengan sedini mungkin untuk meningkatkan kualitas diet dan kesehatan individu dan masyarakat.

Accumulating evidence identifies dietary intake may triggers chronic low-grade inflammation as potential mechanisms contributing to insulin resistance. However, studies regarding dietary inflammatory were inconsistent. The study aimed to observe the relationship between the inflammatory potential in foods as measured by the Dietary Inflammatory Score (DII) and TNF-alpha serum levels among the normal body mass index (normoweight) and obese adults. A cross-sectional comparative study was conducted involving adults aged 18-55 years. The mean DII score in the normoweight group (n=76) was -0.20 ± 2.20, while in the obese group (n=134) was 0.05 ± 1.99 (p = 0.407). Our of maximum DII score was 6,35 and minimum DII score was -7,55. Analysis of 72 subsample showed that the overall DII score was not associated with serum TNF-α after adjustment for covariates (ß = 0.001, p = 0.895). However, if the DII score was classified into the normoweight and the obese group, the DII score in the normoweight group (n=34) was significantly associated with serum TNF-α after covariate adjustment (ß = 0.013, p = 0.036), but not in the obese group. In conclusion, overall DII score was not associated with serum TNF-α level. However, the positive association suggesting the inflammatory nature of diet in regulating adipose tissue inflammation was observed and more suitable in normal nutritional state. Promotive dan preventive program should be encouraged as earliest possible to improve individual and community diet quality and health status.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Botefilia
"Tujuan: Menilai hubungan kadar VCAM-1, jumlah lekosit dan hitung jenis lekosit pada penderita preeklampsia
Metode: Rancangan penelitian adalah potong lintang dan data disajikan dalam bentuk deskriptif analitik. Penelitian dilakukan terhadap 32 orang penderita yang digolongkan sebagai preeklampsia dan dari 32 orang tersebut, 3 orang masuk kriteria preeklampsia ringan dan 29 orang masuk kriteria preeklampsia berat. Kelompok preeklampsia yang datang tidak dalam keadaan inpartu atau ketuban pecah maupun tidak ada tanda-tanda infeksi secara klinis sesuai kriteria inklusi. Kelompok kontrol pada penelitian ini berjumlah 34 orang wanita hamil normal, dengan usia kehamilan > 20 minggu baik elompok preeklampsia maupun kelompok kontrol. Penelitian berlangsung mulai bulan Juli 2004 sampai September 2004 di IGD dan PolikIinik Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo FKUI
Hasil: Rerata jumlah lekosit pada kelompok preeklampsia didapatkan 15.6191pL f 5.3571pL, sedangkan pada kelompok kontrol rerata 9.873/mL ± 3.494/mL. Dddapatkan perbedaan yang bermakna antara jumlah lekosit pada kelompok kontrol dan preeklampsia (p<0,001). terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar VCAM-1 antara kelompok kontrol dibandingkan kelompok preeklampsia (p<0,001) dengan rerata kadar VCAM-l kelompok preeklampsia 961,2 ng/ml dan pada kelompok kontrol 573,8 ng/ml. Kadar VCAM-1 pada preeklampsia dengan komplikasi 1137,9 ± 297,2 nglml juga meningkat secara bermakna jika dibandingkan tanpa komplikasi 805,3 ± 320,6 ng/ml (p=0,001), Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar VCAM-1 dan jumlah lekosit (p<0,001) dengan x0,528 menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Pada penelitian ini didapatkan nilai titik potong lekosit 14.400/mL dengan sensitivitas 73,3% dan spesifisitas 70,6% dan didapatkan nilai titik potong kadar VCAM-1 sebesar 805,25 ng/ml dengan sensitivitas 93,3% dan spesifisitas 82,4%.Terdapat perbedaan yang bermakna pada hitung jenis basofil (p<0,05), eosinofil (p<0,001), neutrofil (p<0,05) dan monosit (p<0,001) antara kelompok preeklampsia dan kelompok kontrol. Hanya pada hitung jenis limfosit tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan preeklampsia dengan p>0,05.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar VCAM- 1 dan jumlah lekosit antara kelompok kontrol dibandingkan kelompok preeklampsia Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar VCAM-1 dan jumlah lekosit dengan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Peningkatan jumlah lekosit dapat dipertimbangkan sebagai parameter perburukan preeklampsia, namun masih perlu dicari nilai prognostik titik potong jumlah lekosit sebagai prediktor perburukan preeklampsia dengan penelitian lebih lanjut.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>