Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Airin Kristiani
"ABSTRAK
Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebih yang dapat mengganggu kesehatan sebagai akibat ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi. Obesitas merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi faktor risiko penyakit metabolik kronis yang dapat menyebabkan kematian. Lingkar pinggang merupakan cara yang sederhana untuk menilai distribusi lemak tubuh dalam memprediksi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh obesitas. Adiponektin merupakan hormon protein yang disekresi oleh sel adiposit yang mempunyai efek anti diabetes, anti inflamasi, anti aterogenik, dan efek kardioprotektif. Untuk mendapatkan hasil optimal diperlukan tatalaksana interdisiplin. Beberapa studi menyimpulkan bahwa elektroakupunktur dapat meningkatkan kadar adiponektin dan menurunkan lingkar pinggang pada pasien obesitas. Pada penelitian ini dilakukan uji klinis tersamar tunggal terhadap 38 pasien obesitas yang secara acak dibagi kedalam 2 kelompok yaitu Elektroakupunktur dan intervensi diet dan kelompok elektroakupunktur sham dan intervensi diet untuk mengetahui pengaruh elektroakupunktur dan intervensi diet terhadap lingkar pinggang dan kadar adiponektin. Hasil penelitian menunjukkan penurunan lingkar pinggang yang bermakna sesudah perlakuan baik pada kelompok perlakuan p=0,000 maupun kelompok kontrol p=0,002 . Terdapat perbedaan bermakna terhadap selisih lingkar pinggang awal dan akhir antara kedua kelompok p=0,002 , namun pada pengukuran adiponektin tidak menunjukkan perubahan bermakna sebelum dan setelah perlakuan baik pada kelompok perlakuan p=0,409 maupun pada kelompok kontrol 0,306. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok p=0,638. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa terapi kombinasi elektroakupunktur dan intervensi diet memiliki pengaruh terhadap lingkar pinggang namun tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar adiponektin pada pasien obesitas.

ABSTRACT<>br>
Obesity is the accumulation of excess fat that can interfere with health as a result of theimbalance of energy intake and expenditure. Obesity is a chronic disease that can be arisk factor for chronic metabolic disease that can lead to death. Waist circumference isa simple way to assess the distribution of body fat in predicting morbidity and mortalitycaused by obesity. Adiponectin is a protein hormone secreted by adipocyte cells thathave anti diabetic, anti inflammatory, anti atherogenic, and cardioprotective effects. Toobtain optimal results required interdisciplinary management. Several studies haveconcluded that electroacupuncture can increase adiponectin levels and decrease waistcircumference in obese patients. In this study a single blinded clinical trial of 38 obesepatients was randomly divided into 2 groups electroacupuncture and dietaryinterventions and electroacupuncture sham groups and dietary interventions todetermine the effectiveness of electroacupuncture and dietary intervention of waistcircumference and adiponectin levels. The results showed a significant decrease inwaist circumference after treatment in both treatment groups p 0,000 and controlgroup p 0.002 . There was a significant difference in waist circumference betweenthe two groups p 0.002 , but the measurement of adiponectin showed no significantchange before and after treatment in both treatment groups p 0.409 and in thecontrol group 0.306. There were no significant differences between the two groups p 0.638. In this study it was concluded that combination electroacupuncture anddietary intervention therapy had an effect on waist circumference in obese patients"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Himawan
"Obesitas merupakan masalah epidemik di dunia. Obesitas menyebabkan inflamasi kronik derajat rendah dan meningkatkan risiko beberapa penyakit kronis dengan komplikasi seperti aterosklerosis, dan masalah kardiovaskuler. Penanda inflamasi yang dianggap terbaik saat ini adalah high sensitivity C-Reactive Protein hsCRP . HsCRP juga merupakan prediktor terbaik untuk mengetahui risiko penyakit kardiovaskuler. Diperlukan penanganan secara interdisiplin untuk mengatasi masalah obesitas ini. Akupunktur merupakan terapi pelengkap yang paling cepat berkembang dan diakui oleh National Institutes of Health dan WHO.
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi kombinasi elektroakupunktur dan intervensi diet terhadap kadar HsCRP dan body fat pada pasien obesitas. Uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 36 pasien obesitas yang dialokasikan secara acak menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kombinasi elektroakupunktur dan intervensi diet kelompok perlakuan dan kelompok kombinasi elektroakupunktur sham dan intervensi diet kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar hsCRP sebelum dan sesudah perlakuan tetapi belum terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik p= 0.476. Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap perbandingan kadar body fat sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan p=0.002.
Kesimpulan penelitian ini terapi kombinasi elektroakupunktur dan intervensi diet memiliki pengaruh terhadap kadar hsCRP dan body fat pada pasien obesitas.

Obesity is an epidemic problem in the world. Obesity causes low grade chronic inflammation and increases the risk of some chronic diseases with complications such as atherosclerosis, and cardiovascular problems. The best current inflammatory marker is the high sensitivity of C Reactive Protein hsCRP . HsCRP is also the best predictor of risk of cardiovascular disease. Interdisciplinary treatment is needed to overcome this obesity problem. Acupuncture is the most rapidly growing complementary therapy and is recognized by the National Institutes of Health and WHO.
This study aims to determine the effectiveness of electroacupuncture combination therapy and dietary intervention on HsCRP and body fat levels in obese patients. Single blinded randomized clinical trials of 36 obese patients were randomly assigned to 2 groups, electroacupuncture combined with dietary intervention group treatment group and sham electroacupuncture combined with dietary intervention group control group.
The results showed decrease of hsCRP levels before and after treatment but there was no statistically significant difference p 0.476 . There was a significant difference to the body fat content before and after treatment in the treatment group p 0.002.
The conclusions of this study combined electroacupuncture and dietary intervention therapy have an influence on levels of hsCRP and body fat in obese patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Notonegoro
"Pendahuluan: Obesitas dinyatakan sebagai suatu epidemik dan prevalensinya masih meningkat di negara ekonomi berkembang.  Kondisi obesitas dapat mempengaruhi hampir seluruh fungsi fisiologis tubuh dan menyebabkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat.  Penanganan obesitas seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal.  Terapi farmakologi banyak memiliki efek samping.  Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam terapi obesitas.  Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang merupakan modalitas yang dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek terapi elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang PDO terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas yang menjalani intervensi diet.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal.  Sebanyak 34 subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok elektroakupunktur dengan intervensi diet (EA) dan kelompok akupunktur tanam benang dengan intervensi diet (ATB). Pada kelompok EA, akupunktur dilakukan 3 kali seminggu. Sedangkan pada kelompok ATB, akupunktur dilakukan hanya 1 kali.  Berat badan dan lingkar pinggang diukur sebelum terapi, hari ke-3, 7, 14, 21, dan ke-28.  Sedangkan kadar leptin plasma diukur sebelum terapi dan hari ke-28.
Hasil: Terdapat penurunan yang bermakna pada rerata berat badan dan lingkar pinggang pada kedua kelompok sebelum dan setelah terapi (p < 0,001), serta penurunan kadar leptin plasma pada kelompok EA (p = 0,012) dan pada kelompok ATB (p = 0,001).  Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok baik terhadap selisih penurunan berat badan (p = 0,342), penurunan lingkar pinggang (p = 0,826), dan penurunan kadar leptin plasma (p = 0,784).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang PDO yang disertai intervensi diet memiliki efektivitas yang sama baiknya terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas.  Akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu dibandingkan dengan elektroakupunktur karena hanya dilakukan satu kali.

Introduction: Obesity is declared as an epidemic and its prevalence is still increasing in developing countries.  Obesity can affect almost all physiological functions of the body and create a significant threat to public health.  Treatment of obesity is often difficult and expensive.  Pharmacological therapy has many side effects.  Acupuncture as a non-pharmacological therapy has shown promising results in the treatment of obesity.  Electroacupuncture and thread embedding acupuncture are modalities that can be used.  The aim of this study was to analyze therapeutic effects of electroacupuncture  with PDO thread embedding acupuncture on weight loss, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients with dietary intervention.
Methods: This study design was a single blind randomized clinical trial. A total of 34 subjects were divided into 2 groups: electroacupuncture with dietary intervention group (EA) and thread embedding acupuncture with dietary intervention group (TEA).  In EA group, acupuncture was performed 3 times a week.  While in TEA group, acupuncture was performed only once.  Body weight and waist circumference were measured before treatment, on the 3rd, 7th, 14th, 21st, and 28th days. Meanwhile, plasma leptin levels were measured before treatment and on the 28th day.
Results: There was a significant decrease in body weight and waist circumference in both groups before and after treatment (p < 0.001), and also a significant decrease in plasma leptin level in EA group (p = 0,012) and TEA group (p = 0,001).  There was no significant difference between the two groups in term of weight loss (p = 0.342), waist circumference (p = 0.826), and plasma leptin levels (p = 0,784).
Conclusion: Electroacupuncture and PDO thread embedding acupuncture with dietary intervention have the same effectiveness in reducing body weight, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients.  However, thread embedding acupuncture has better time efficiency than electroacupuncture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Juanieta
"Obesitas adalah suatu kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Tingkat prevalensi di Indonesia sebesar 44%, sehingga menyebabkan persoalan yang sangat serius karena berkaitan dengan peningkatan prevalensi penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian di bidang kedokteran menyatakan bahwa Leptin memiliki peran yang sangat penting pada keadaan obesitas. Akupunktur diharapkan menjadi salah satu terapi yang dapat digunakan karena memiliki respon terapi yang baik, efisien dan relatif aman. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar Leptin pasien obesitas. Penelitian ini menggunakan metode uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 38 pasien obesitas dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur, yang masing-masing terdiri dari 19 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar Leptin plasma pada kelompok akupunkur manual 6029,6 ± 2276,3 (p =0,016) dan selisih rerata kadar Leptin pada kelompok elektroakupunktur 8079,6 ± 1763,7 (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa kedua modalitas mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar leptin pasien obesitas (p>0,05).

Obesity is a condition of abnormal or excess accumulation of fat in adipose tissue. The prevalence rate itself in Indonesia has been gained 44%, resulting in a very complex issue, relating to the prevalence of chronic diseases such as diabetes mellitus, hypertension, cardiovascular disease and many other diseases. Several studies in the field of acupuncture, concludes that Leptin has a very important role in obesity. Acupuncture therapy is expected to be one that can be applied since it has a better response to therapy, efficient and without side effects. This study aims to compare whether the modalities of manual acupuncture and electro-acupuncture have the same effect for Leptin levels on obese patients. This study uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 38 obese patients and were divided into 2 groups, namely the manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 19 people. The results showed that the difference in mean plasma Leptin levels in the group of manual acupuncture is 6029,6±2276,3 (p=0,016) and the difference in mean levels of Leptin in the electro-acupuncture group is 8079,6±1763,7 (p=0,000). It can be conclude that both modalities have the same effect on leptin levels of obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Surya Supriyana
"Gagal jantung adalah sindrom progresif yang menyebabkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien. Insidensi dan prevalensi gagal jantung terus meningkat. Saat ini, banyak bukti menunjukkan bahwa gagal jantung kronis dikarakteristikkan oleh aktivitas kompensasi neurohormonal yang berlebihan, termasuk overaktivitas simpatis yang kemudian menjadi landasan terapi. Diperlukan penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet, serta intervensi farmakologi. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa akupunktur memiliki efek terapeutik dan modulatoris pada kondisi yang menjadi faktor risiko gagal jantung. Salah satu modalitas akupunktur adalah elektroakupunktur yang dapat menurunkan aktivitas simpatis dan menghambat respon reflek simpatoeksistoris kardiovaskuler. Penelitian ini merupakan uji klinis double blind randomized controlled trial (RCT), yang melibatkan 42 orang pasien gagal jantung dengan kriteria NYHA II-III, EF <40% terbagi dalam kelompok medikamentosa dan elektroakupunktur, medikamentosa dan elektroakupunktur sham, dan medikamentosa tanpa elektroakupunktur. Terapi dilakukan sebanyak 16 sesi selama 8 minggu. Pengukuran dilakukan pada awal terapi, pertengahan terapi, dan akhir terapi. Hasil menunjukkan pemberian elektroakupunktur pada terapi utama medikamentosa pada pasien gagal jantung mampu meningkatkan fraksi ejeksi, mean arterial pressure, dan menurunkan LVEDP lebih cepat, mempertahankan stabilitas dari heart rate variability, serta meningkatkan kualitas hidup yang diukur menggunakan uji jalan 6 menit secara signifikan.

Heart failure is a progressive syndrome that causes poor quality of life for patients. The incidence and prevalence of heart failure continues to increase. At present, much evidence shows that chronic heart failure is characterized by excessive neurohormonal compensatory activity, including sympathetic overactivity which later became the basis of therapy. Holistic and comprehensive management is needed including lifestyle modification, diet, and pharmacological interventions. Some clinical studies show that acupuncture has a therapeutic and modulator effect on conditions that are risk factors for heart failure. This study is a double blind clinical trial randomized controlled trial (RCT), involving 42 people with heart failure patients with NYHA II-III criteria, EF <40% divided into medical and electroacupuncture, medical and electroacupuncture sham, and medical without electroacupuncture groups. Therapy was done 16 sessions for 8 weeks. Measurements of the variables were carried out at the beginning of therapy, mid-therapy, and end of therapy. The results of showed that electroacupuncture in the top of guidlines medical therapy in heart failure patients were able to increase ejection fraction, mean arterial pressure, and to decrease LVEDP faster, maintain stability of heart rate variability, and improve quality of life measured using the 6 minute road test significantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Mutiara Tjan
"Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Diperkirakan lebih dari 500 juta orang dewasa di seluruh dunia mengalami obesitas dan 1,5 miliar mengalami masalah kelebihan berat badan. Pada obesitas terdapat peningkatan jaringan adiposa dimana jaringan adiposa dapat mensintesis dan mensekresi sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6). Akupunktur telah lama dikenal sebagai salah satu terapi tambahan dalam menangani obesitas. Akupunktur dapat menurunkan respon inflamasi pada jaringan adiposa dengan menurunkan infiltrasi makrofag ke dalam jaringan adiposa pada obesitas sehingga jumlah makrofag yang merupakan sumber produksi adipokin pro-inflamasi menjadi lebih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet terhadap perubahan kadar IL-6 dan indeks massa tubuh pada pasien obesitas. Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 36 pasien obesitas yang dialokasikan ke dalam kelompok akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet atau kelompok akupunktur tanam benang sham dan intervensi diet. Akupunktur tanam benang dilakukan 2 kali pada titik CV12 Zhongwan, ST25 Tianshu, CV6 Qihai, dan SP6 Sanyinjiao setiap 2 minggu. Kadar IL-6 dalam plasma darah dan indeks massa tubuh digunakan untuk mengukur keluaran penelitian. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna rerata kadar IL-6 awal dengan akhir dalam kelompok akupunktur tanam benang catgut (p = 0.01; 95% IK: 0.03 sampai 0.23) dan rerata selisih IMT lebih rendah 0.33 pada kelompok akupunktur tanam benang catgut dibandingkan dengan kelompok akupunktur tanam benang sham (p = 0.02; 95% IK: 0.05 sampai 0.61). Kesimpulan penelitian adalah terapi kombinasi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet lebih efektif dalam menurunkan kadar IL-6 dan indeks massa tubuh pada pasien obesitas.

Obesity is a condition with abnormal fat accumulation or excessive adipose tissue so it can disturb our health. It is estimated that over 500 million adults worldwide are obese and 1.5 billion are having problems with overweight. In obese there is an increased adipose tissue which can synthesize and secrete pro-inflammatory cytokines such as interleukine-6 (IL-6). Acupuncture has long been known as an adjunctive therapy for obesity. Acupuncture can reduce inflammatory responses in adipose tissue by reducing macrophage infiltration into adipose tissue in obesity so that the number of macrophages, which are the source of production of pro-inflammatory adipokines become fewer. A double blind randomized controlled trial involved 36 obesity patients randomly allocated into catgut embedding acupuncture group with diet intervention or sham embedding acupuncture group with diet intervention. Catgut embedding therapy was given two times at CV12 Zhongwan, ST25 Tianshu, CV6 Qihai, and SP6 Sanyinjiao every two weeks. Interleukine-6 level in blood plasma and body mass index (BMI) is used to measure research output. There was a statistically significant difference within catgut embedding group with levels of IL-6 (p = 0.01; 95% CI: 0.03 to 0.23) and lower mean BMI difference of 12.33 in catgut embedding group compared with sham embedding group (p = 0.02; 95% CI: 0.05 to 0.61). The result suggest that acupoint-catgut embedding therapy combined with diet intervention is more effective in reducing IL-6 levels and BMI in obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Lufty Setiawardhani
"Akupunktur sebagai suatu modalitas terapi semakin banyak digunakan dalam mengobati penyakit. Namun hingga saat ini mekanisme kerja akupunktur tetap belum jelas. Beberapa peneliti berpendapat akupunktur bekerja dengan merangsang penglepasan β-endorfin. Sementara peneliti lain berpendapat sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dapat meningkatkan kadar β-endorfin plasma sebagai dasar dari mekanisme kerja akupunktur. Tiga puluh enam sukarelawan sehat terbagi atas dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi n=18 dan kelompok kontrol n=18 . Pada kelompok intervensi dilakukan elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dengan frekuensi rendah selama 30 menit. Sementara pada kelompok kontrol dilakukan elektroakupunktur sham pada titik bukan titik akupunktur selama 30 menit. Pemeriksaan β-endorfin plasma dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat perbedaan bermakna dalam peningkatan kadar β-endorfin plasma pada kelompok intervensi dibanding pada kelompok kontrol 9 50 vs 1 5,6 ; p=0,009 . Terdapat pula perbedaan bermakna kadar β-endorfin plasma antara kedua kelompok sesudah dilakukan intervensi 35,1 3,4 vs 10,3 1,8; p=0,003 . Elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu mempunyai efek meningkatkan kadar β-endorfin plasma pada subyek sehat.

Acupuncture as a therapy modality is becoming popular for treating disease. Nevertheless, acupuncture mechanism of action remains unclear until now. Some studies suggest that acupuncture works by stimulating endorphin release. Other studies have opposite. The purpose of this study is to determine whether Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point could increase plasma endorphin level as a basic of acupuncture mechanism of action. Thirty six healthy subjects were involved and divided randomly into 2 groups which are intervention n 18 and control groups n 18 . In intervention group, electroacupuncture was applied at LI 4 Hegu Point with low frequency for 30 minutes. Meanwhile, in control group, sham electroacupuncture was applied at non acupoint for 30 minutes. Plasma endorphin was examined before and after intervention using ELISA method. There is significant difference between intervention and control groups in increasing plasma endorphin level 9 50 vs 1 5,6 p 0,009 . There is also significant difference in plasma endorphin level after intervention between two groups 35.1 3.4 vs 10.3 1.8 p 0.003 . Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point has effect to increase plasma endorphin level in healthy subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Mutiara Tjan
"Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Diperkirakan lebih dari 500 juta orang dewasa di seluruh dunia mengalami obesitas dan 1,5 miliar mengalami masalah kelebihan berat badan. Pada obesitas terdapat peningkatan jaringan adiposa dimana jaringan adiposa dapat mensintesis dan mensekresi sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6). Akupunktur telah lama dikenal sebagai salah satu terapi tambahan dalam menangani obesitas. Akupunktur dapat menurunkan respon inflamasi pada jaringan adiposa dengan menurunkan infiltrasi makrofag ke dalam jaringan adiposa pada obesitas sehingga jumlah makrofag yang merupakan sumber produksi adipokin pro-inflamasi menjadi lebih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet terhadap perubahan kadar IL-6 dan indeks massa tubuh pada pasien obesitas. Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 36 pasien obesitas yang dialokasikan ke dalam kelompok akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet atau kelompok akupunktur tanam benang sham dan intervensi diet. Akupunktur tanam benang dilakukan 2 kali pada titik CV12 Zhongwan, ST25 Tianshu, CV6 Qihai, dan SP6 Sanyinjiao setiap 2 minggu. Kadar IL-6 dalam plasma darah dan indeks massa tubuh digunakan untuk mengukur keluaran penelitian. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna rerata kadar IL-6 awal dengan akhir dalam kelompok akupunktur tanam benang catgut (p = 0.01; 95% IK: 0.03 sampai 0.23) dan rerata selisih IMT lebih rendah 0.33 pada kelompok akupunktur tanam benang catgut dibandingkan dengan kelompok akupunktur tanam benang sham (p = 0.02; 95% IK: 0.05 sampai 0.61). Kesimpulan penelitian adalah terapi kombinasi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet lebih efektif dalam menurunkan kadar IL-6 dan indeks massa tubuh pada pasien obesitas.

Obesity is a condition with abnormal fat accumulation or excessive adipose tissue so it can disturb our health. It is estimated that over 500 million adults worldwide are obese and 1.5 billion are having problems with overweight. In obese there is an increased adipose tissue which can synthesize and secrete pro-inflammatory cytokines such as interleukine-6 (IL-6). Acupuncture has long been known as an adjunctive therapy for obesity. Acupuncture can reduce inflammatory responses in adipose tissue by reducing macrophage infiltration into adipose tissue in obesity so that the number of macrophages, which are the source of production of proinflammatory adipokines become fewer. A double blind randomized controlled trial involved 36 obesity patients randomly allocated into catgut embedding acupuncture group with diet intervention or sham embedding acupuncture group with diet intervention. Catgut embedding therapy was given two times at CV12 Zhongwan, ST25 Tianshu, CV6 Qihai, and SP6 Sanyinjiao every two weeks. Interleukine-6 level in blood plasma and body mass index (BMI) is used to measure research output. There was a statistically significant difference within catgut embedding group with levels of IL-6 (p = 0.01; 95% CI: 0.03 to 0.23) and lower mean BMI difference of 12.33 in catgut embedding group compared with sham embedding group (p = 0.02; 95% CI: 0.05 to 0.61). The result suggest that acupoint-catgut embedding therapy combined with diet intervention is more effective in reducing IL-6 levels and BMI in obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vika Ardianto Laksono
"Latar Belakang: Obesitas merupakan beban berat terhadap kesehatan di seluruh dunia. Salah satu cara menangani obesitas adalah dengan latihan fisik. Namun untuk beberapa populasi khusus seperti osteoartritis, keefektifan latihan fisik perlu dipertanyakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terapi latihan fisik selama enam minggu efektif dalam menurunkan lingkar pinggang pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut.
Subyek: Subyek dari penilitian ini adalah pasien wanita dengan osteoartritis lutut dan obesitas yang mengunjungi Klinik Obesitas di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo. Studi ini menggunakan data sekunder yang diambil dari status pasien lewat rekam medis. Sebanyak 35 pasien digunakan dalam studi ini.
Metode: Studi ini merupakan studi deskriptif dengan satu kelompok dan membandingkan karakteristik sebelum dan sesudah intervensi. Data yang diambil dari rekam medis berupa lingkar pinggang, umur, metode pembayaran, berat badan, tinggi badan dan indeks masa tubuh. Data yang diambil merupakan data sebelum dan sesudah terapi latihan.
Hasil dan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukan penrurunan signifikan di lingkar pinggang setelah enam minggu terapi p<0.05 (p=0.001) biarpun tidak ada korelasi positif antara lingkar pinggang awal dan penurunan lingkar pinggang p<0.05 (p=0.54). Penelitian ini membuktikan terapi latihan enam minggu efektif dalam menurunkan lingkar pinggang.

Background: Obesity had become a major burden all over the world. One approach of managing obesity is done by physical exercise. However, for certain population such as osteoarthritis, physical exercise efficaciousness is questionable. This study is devised to examine how effective a therapeutic exercise which is held for six weeks in reducing the waist circumference of obese patient with knee osteoarthritis.
Subjects: All of the subjects are female patients who visited Obesity Clinic in Cipto Mangun Kusumo Hospital and diagnosed with knee osteoarthritis along with obesity. This study uses secondary data obtained from the patients’ status from the medical record. Total of 35 subjects are included in this study.
Methods: This is a descriptive study which has one group with pre-test and post-test design. Subject’s baseline characteristics including waist circumference, age, body weight, body height and payment method are collected along with the data after the program had been completed.
Results and Conclusion: Result shows significant changes in waist circumference after the six weeks therapeutic exercise p<0.05 (p=0.001) however there is no positive correlation between initial waist circumference with the total loss of waist circumference p<0.05 (p=0.54). This study shows that six weeks therapeutic exercise is effective in reducing the waist circumference of the patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaufi Zahrah
"Prevalensi obesitas di Indonesia menunjukkan peningkatan yang bermakna dari tahun ke tahun, termasuk di dalamnya prevalensi obesitas sentral yang dapat diukur melalui lingkar pinggang. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi total, asupan lemak, dan lingkar pinggang dengan kadar HbA1c pada obesitas. Penelitian dilakukan di kantor Balai Kota DKI Jakarta dari akhir bulan November sampai Desember 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling, didapatkan 47 subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik subyek yang diambil adalah usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh (IMT). Variabel data yang diteliti adalah asupan energi total, asupan lemak, lingkar pinggang, dan kadar HbA1c.
Hasil penelitian didapatkan subyek terbanyak berusia antara 36-50 tahun (93,6%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 subyek (57,4%), dan sebanyak 35 subyek (74,5%) termasuk kategori obes I, karena sebagian besar subyek berada pada rentang usia 36 sampai 50 tahun, maka selanjutnya analisis data dan pembahasan dilakukan pada 44 subyek dengan rentang usia tersebut. Asupan energi total 32 subyek (72,7%) dibawah AKG (˂ 70% AKG). Median (min-maks) asupan energi total adalah sebesar 1225,8(766,0-4680) kkal. Sebagian besar subyek penelitian mengonsumsi lemak lebih dari persentase KET yang dianjurkan yaitu sebanyak 42 orang subyek (95,5%). Seluruh subyek laki-laki dan sebagian besar subyek perempuan (84%) memiliki LP lebih. Rerata kadar HbA1c pada subyek laki-laki adalah 6,3±0,2% dan perempuan 6,3±0,3%, dan hampir sebagian besar (68,2%) memiliki kadar HbA1c berisiko tinggi. Terdapat korelasi negatif tidak bermakna antara asupan energi total dengan kadar HbA1c pada subyek laki-laki (r=-0,15, p=0,536) dan korelasi positif tidak bermakna pada subyek perempuan (r=0,28, p=0,898). Korelasi negatif tidak bermakna dijumpai antara asupan lemak dengan kadar HbA1c pada seluruh subyek (r=-0,06, p=0,687). Korelasi positif tidak bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c terdapat pada seluruh subyek (r=0,18, p=0,236).

The prevalence of obesity in Indonesia is increasing and also the prevalence of central obesity which can be measured by waist circumference. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between total energy intake, fat intake, and waist circumference with HbA1c levels in obes subject. Data collection was conducted during November to December 2013 in the institution of Balaikota DKI Jakarta. The subjects was obtained by consecutive sampling, and 47 subjects who meet study criteria were enrolled in this study. The data collection were characteristics of the subjects including age, gender and body mass index (BMI), as well as total energy intake, fat intake, waist circumference, and HbA1c levels.
The results showed the highest age between 36-50 years (93.6%), majority of the subjects were female (57.4%), and catagorized as obese I (74.5%). Because most of the subjects were in the range of age 36 to 50 years, the data analysis and discussion conducted on 44 subjects. Most of the subject had total energy intake under RDI requirements, i.e., 13 people (68.4 %) of male and 19 subjects (76%) of female subjects. Most of the subjects (42 subjects, 95.5%) had fat intake over recommended percentage of total energy requirement. All of the male and most of female subjects (84%) have waist circumference greater than the normal criteria. Mean of HbA1c levels were 6.3±0.2%, for male subjects and almost the same levels for female subjects, while 68.2% of the subjects were categorized as high risk. The were no significant negative correlation between total energy intake and HbA1c levels in male subjects (r =-0.15, p=0,536) and no significant in female subjects (r=0.28, p=0.898). There were no significant negative correlation between fat intake and HbA1c levels in all subjects (r=-0.06, p=0.687), while non significant positive correlation between waist circumference and HbA1c levels were found in all subjects (r=0.18, p=0.236).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>