Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Anastasia Kosasih
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab salah satu utama kematian di dunia. Pada tahun 2014, diperkirakan terdapat 9.6 juta kasus TB baru dan terdapat 1.5 juta kematian yang disebabkan oleh TB dari seluruh dunia. Tuberculosis destroyed lung merupakan komplikasi dari TB paru berat dan dapat menyebabkan berbagai gangguan dan difungsi pernapasan. Destroyed lung dapat mempengaruhi angka harapan hidup sehingga perlu dilakukan pembedahan. Pembedahan dapat membantu mencapai terapi yang efektif dengan membuang jaringan TB aktif.
Tujuan untuk menentukan peluang kelangsungan hidup pasien dengan tuberculosis-destroyed lung yang menjalani oprasi.
hasil studi oleh Byun CS dkk menunjukan angka mortalitas operatif sebesar 6.8%, SE 2.9%, 9% CI (3.9% TO 9.7%). Mortalitas dalam 5 tahun sebesar 11.1%, SE 3.7%, 95% CI(7.4% TO 14.8%) dan 23.8%, SE 5%, 95% CI (18.8% to 28.8%) dalam 10 tahun. Rifaat A. dkk menunjukan mortalitas post-operasi sebesar 7.1%, SE 6.8%, 95% CI (0% to 20.3%). Bai L. dkk memperllihatkan mortalitas post-operasi sebesar 5.8%, SSE 1.8%, 95% CI (4% to 7.6%).
Simpulan tindakan pembedahan pada pasien dengan Tuberculosis destroyed lung dapat dilakukan dengan angka mortalitas yang rendah (operatif dan post-operatif)."
Jakarta: Departement of Internal Medicine, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"ABSTRAK
Ventilator-associated pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial yang paling sering diteuka di intensive care unit (ICU) dan memiliki angka mortalitas yang tinggi. Hipoalbuminemia telah lama diketahui sebagai pertanda prognosis buruk pada pasien dengan penyakit kritis, namun peranannya pada pasien VAP belum jelas diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan albumin serum inisial dalam memprediksi mortalitas pasien VAP.
Metode: Kami melakukan penelitian kohort retrospektif dengan menganalisis data pasien VAP yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo selama kurun waktu tahun 2003- 2012. Pasien dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kadar albumin serum inisial: Grup-1 (kurang dari 2,7 g/dL), Grup-2 (2,7-3,5 g/dL), Grup-3 (lebih dari 3,5 g/dL). Risiko mortalitas selama perawatan dianalisis dengan Cox propotional hazard model.
Hasil: Dari 194 pasien yang diikutsertakan, sebanyak 95 (49%) pasien termasuk dalam Grup-1, 83 (42,8%) pasien termasuk dalam Grup-2 dan 16 (8,2%) pasien termasuk dalam Grup-3. Mortalitas selama perawatan terjadi terjadi pada 58,2% subjek. Rasio hazard terjadinya mortalitas untuk Grup-1 dan Grup-2 adalah 2,48 (IK 95% 1,07 sampai 5,74; p = 0,033) dan 1,42 (IK 95% 0,60 sampai 3,34; p = 0,43) apabila dibandingkan dengan Grup-3.
Simpulan: Adanya hipoalbuminemia akan meningkatkan risiko mortalitas. Kadar serum albumin inisial sebaiknya dipertimbangkan sebagai prediktor mortalitas pada pasien VAP."
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"ABSTRACT
Lung cancer is a devastating disease with a high incidence, mortality and morbidity rate, especially in developing countries. Conventional treatment with cytotoxic chemotherapy has some limitations attributed to chemoresistance and toxicity. Recent advances have shown that first generation Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI), Gefitinib and Erlotinib, and the newest available second generation Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI), Afatinib, have the potential to be an option in the management of patients with epidermal growth factor receptor/ EGFR mutation positive advanced/ metastatic non-small cell lung cancer. Afatinib works by binding to EGFR irreversibly, thus inactivating the tyrosine kinase receptor. Some studies demostrated that Afatinib first-line may result in longer progression free survival (PFS) and better disease control, and as an alternative for patients who intolerance to Gefitinib or Erlotinib. In Indonesia, the era of National Health Insurance has been implemented and National Health Insurance has covered treatment for cancer, including first generation TKIs, Gefitinib dan erlotinib, for patients with EGFR mutation positive advanced/ metastatic non-small cell lung cancer at Cipto Mangunkusumo National Hospital. Afatinib, as one of the newest available second generation TKI, may be given free of charge too as an alternative if the National Health Insurance will be covered in the future. Further research is needed to know the efficacy and adverse effects that may occur in patients from developing countries."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
610 UI-IJIM 49: 1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"ABSTRAK
The smoking habit give many bad effects, especially in health and economy aspect. In Indonesia, most people still have this habit. Quit smoking is beneficial. Clinicians have an important role in helping patients to quit their smoking habit. "
Bandung : Interna Publishing (Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam), 2016
CHEST 3:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"Kebiasaan merokok memberikan dampak yang buruk, terutama pada hal kesehatan dan ekonomi. Di Indonesia sendiri, masih banyak penduduk yang memiliki kebiasan merokok. Berhenti merokok memberikan keuntungan yang banyak. Dokter memiliki peranan penting dalam membantu pasien mengehentikan kebiasaan merokoknya."
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
616 UI-IJCHEST 3:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Septiyanti
"Data mengenai luluh paru LP sangat terbatas mencakup karakteristik demografi, status hipertensi pulmoner HP , fungsi paru, kapasitas latihan, akivitas fisis dan kejadian rawat inap berulang. Penelitian ini memiliki desain potong lintang dengan 54 subjek. Echokardiografi dilakukan untuk menyingkirkan terdapatnya kelainan jantung dan menentukan status HP. Subjek kemudian akan menjalani serangkaian prosedur antara lain wawancara, pemeriksaan fisis, uji jalan 6 menit 6MWT , uji fungsi paru dan pemeriksaan darah. Hipertensi pulmoner ditemukan pada 63 subjek dengan mPAP 29,13 13,07 sedangkan 55,9 diantaranya mengalami PH yang berat. Rawat inap berulang terjadi pada 44,4 , sesak napas mMRC >1 , aktivitas fisis, rawat inap berulang, luas lesi, CRP dan tekanan oksigen arteri memiliki hubungan bermakna terhadap status HP. Kadar CRP dan 6MWT merupakan variabel yang paling berhubungan dengan kejadian rawat inap berulang pada LP-HP yang dianalisis dengan analisis multivariat. Echokardiografi sebaiknya dilakukan pada pasien LP. Pasien LP-HP mengalami sesak yang lebih berat, rawat inap berulang, lesi yang lebih luas, kadar CRP lebih tinggi, aktivitas fisis, uji fungsi paru, PaO2 dan indeks massa tubuh yang lebih rendah. Hasil spirometri dan kadar CRPmerupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian rawat inap berulang pada pasien LP-HP melalui analisis multivariat.

We investigated and provided datas about demographyc and clinical characteristics. We also found out the influencing factors of re hospitalization in destroyed lung with pulmonary hypertension patients. This is a cross sectional study involving 54 DL subjects. Echocardiography was performed to rule out cardiac abnormality and to establish their PH status. Subjects performed several procedures such as interview, physical examination, 6 minutes walking test 6MWT , lung function test, and blood tests to obtain all the neede data. Pulmonary hypertension was found in 63 of subjects with mPAP was 29,13 13,07 while 55,9 of DL PH subjects had severe PH. Re hospitalization occured in 44,44 subjects. We analyzed using chi square for categorical data and student t test and found a significant association of PH status in DL subjects with breathlessness by mMRC scale 1, physical activity, re hospitalization, body mass index, FVC, FEV1, FEV1 FVC, spirometry result, extend of lesion, CRP and arterial oxygen pressure. Level of CRP, VEP1 dan 6MWT had the strongest association for DL having PH and rehospitalization by multivariate analysis. Echocardiography should be performed among DL patients. Patients DL who got PH have more breathlessness, re hospitalization and extend of lesion, higher CRP level, lower physical activity, worse lung function test, lower PaO2 and lower BMI. Spirometri result, and CRP level had the strongest association for DL having PH and rehospitalization by multivariate analysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alessa Fahira
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:4 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
"Tujuan: mengetahui kesintasan jangka pendek dalam 28 hari pada pasien acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Metode: studi retrospektif dilakukan di rumah sakit pusat rujukan tersier di Jakarta, Indonesia. Pada
studi ini, digunakan data rekam medis yang diambil selama 10 bulan, yaitu Oktober 2015 hingga Agustus 2016.
Keluaran primer studi ini adalah kesintasan jangka pendek selama 28 hari terhitung sejak pasien didiagnosis
sebagai ARDS. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan Kaplan-Meier dan analisis multivariat
Cox regresi. Hasil: studi ini mendapatkan 101 pasien ARDS dalam periode 10 bulan. Kesintasan keseluruhan
selama 28 hari adalah 47.5% dan nilai median adalah 10 hari (95% CI 2.47 ? 17.52). Kesintasan pada pasien
ARDS cenderung menurun signifikan pada minggu pertama setelah didiagnosis ARDS. Hal itu menunjukkan
mortalitas tertinggi terjadi pada minggu pertama. Skor APACHE II >20 menunjukkan HR 2.45 (95% CI 1.40-
4.28) dan derajat ARDS moderat-berat menunjukkan HR 2.27 (95% CI 1.25-4.12). Kesimpulan: kesintasan
jangka pendek di negara berkembang seperti Indonesia masih rendah dan manajemen yang optimal pada awal
dari minggu pertama pada pasien ARDS akan memperbaiki tingkat kesintasan.
Aim: to identify the 28-day short-term survival rate in patients with acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Methods: this is a retrospective cohort study conducted at a tertiary referral hospital in Jakarta, Indonesia.
We conducted the study for 10 months and data was extracted from medical records between October 2015 and
August 2016. The primary end point of the study was 28-day short-term survival rate using the initial date of ARDS
diagnosis as the index time. Overall survival rate was analyzed using Kaplan-Meier test and multivariate Cox
regression analysis. Results: there were 101 ARDS subjects during 10 months of study. The overall rate of 28-day
survival was 47.5% and the median time of survival was 10 days (95% CI 2.47?17.52). The survival rate in ARDS
patients was reduced significantly at the first week after the diagnosis of ARDS was made, which indicated that the
highest mortality occured in the first week. Subjects with APACHE II score of >20 had a hazard ratio (HR) of 2.45
(95% CI 1.40-4.28) and those with moderate-severe of ARDS had HR of 2.27 (95% CI 1.25-4.12). Conclusion: the
short-term survival rate of ARDS in developing countries including Indonesia is still low and early management
with optimal treatment provided within the first week may improve the survival rate."
University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2016
610 IJIM 48:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Fitrina Dewi
"Background:
Cardiac rehabilitation in patients with Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) is an effective way in reducing mortality in patients with coronary heart disease (CHD). The presence of impaired cardiac autonomic function is increase the risk of arrhythmias and sudden death. Exercise training as one component of cardiac rehabilitation can improve autonomic function that can be measured indirectly with Heart Rate Recovery (HRR). The aim of this study is to assess the effect of the frequency of physical exercise on improved of HRR.
Metod:
The data used for this analysis include 100 patients who underwent second phase of cardiac rehabilitation after CABG at Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta between July and October 2013. Patients were categorized into group I (exercise 3 times a week) : 40 people and group II (5 times a week exercise) : 60 people. Heart rate recovery was measured with a 6 minute walk test (6MWT). Measurements were performed 2 times, in the early phase and the evaluation phase after 12 times. Increased HRR from both groups were analyzed by linear regression analysis.
Result :
In our study, age, gender, diabetes mellitus, psychological, smoking, coronary artery bypass surgery and the duration of aortic cross clamp did not affect the increase of HRR. Five times a week exercise training gives significant increase of HRR compare to 3 times a week exercise training after analyzed multivariate linear regression ( RR 2.9, 95% KI 1.53 to 4.40, p <0.001 ).
Conclusion:
Frequency of physical exercise 5 times a week give a better response to the increase in HRR than exercise 3 times a week.

Latar Belakang:
Rehabilitasi jantung pada pasien Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) merupakan tindakan efektif dalam menurunkan mortalitas pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Adanya gangguan fungsi otonom jantung dikatakan meningkatkan risiko aritmia dan kematian mendadak. Latihan fisik sebagai salah satu komponen rehabilitasi jantung dapat meningkatkan fungsi otonom yang dapat diukur secara tidak langsung dengan Heart Rate Recovery (HRR). Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh frekuensi latihan fisik terhadap peningkatan HRR.
Metode:
Sebanyak 100 pasien pasca BPAK yang melakukan rehabilitasi jantung fase II dipilih secara konsekutif sejak 1 Juli ? 15 Oktober 2013 di Pusat Jantung nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien dikelompokkan menjadi kelompok I (3 kali latihan seminggu) sebanyak 40 orang dan kelompok II (5 kali latihan seminggu) sebanyak 60 orang. Heart rate recovery satu menit diukur dengan uji jalan 6 menit/6 minute walk test (6MWT). Pengukuran dilakukan 2 kali, pada fase awal dan fase evaluasi setelah 12 kali. Peningkatan HRR dari kedua kelompok dianalisa dengan analisa regresi linier.
Hasil:
Pada studi kami, usia, gender, diabetes melitus, psikologis, merokok, bedah pintas arteri koroner dan lamanya aortic cross clamp setelah dianalisa tidak mempengaruhi peningkatan HRR secara bermakna. Frekuensi latihan 5 kali seminggu memberikan peningkatan HRR yang bermakna secara statistik dibandingkan 3 kali seminggu setelah dianalisa dengan regresi linier multivariate (RR 2,9; 95 % IK 1,53-4,40, p<0,001)
Kesimpulan: Frekuensi latihan fisik 5 kali seminggu memberikan respon yang lebih baik terhadap peningkatan HRR dibandingkan latihan 5 kali seminggu."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrina Vanyadhita
Jakarta: Department of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-IJCHEST 3:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>