Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161641 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sujudi
"ABSTRAK
Angka fertilitas di Indonesia pada saat ini sudah mulai menunjukkan penurunan walaupun pada tingkat yang masih tinggi. Ini berarti bahwa usaha untuk menurunkan angka fertilitas perlu terus dilakukan bahkan harus ditingkatkan, agar tujuan seperti yang telah digariskan dapat dicapai.
Berbagai usaha telah dilakukan baik oleh instansi pemerintah maupun instansi swasta untuk menurunkan fertilitas. Hal ini tentunya bukan merupakan tujuan akhir suatu program. Keberhasilan dalam mencapai angka fertilitas yang rendah,
diharapkan selanjutnya dapat memberikan pengaruh yang lebih luas, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa sebenarnya usaha untuk menurunkan fertilitas telah menunjukkan titik-titik terang. Pandangan diatas dilatarbelakangi oleh gambaran bahwa pengetahuan masyarakat tentang keluarga berencana sudah cukup tinggi, juga jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup sudah tidak terlalu besar.
Menurut Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1979, di Pulau Jawa terdapat 82,79 persen perempuan dalam status kawin yang berumur 15-49 tahun pernah mendengar tentang keluarga berencana (di Pulau Jawa kota= 85,75 % ;Jawa Pedesaan= 82,20%). Untuk di luar Pulau Jawa sedikit lebih rendah, yaitu kota=80,73°1, dan Pedesaan 62,89%. persen(BPS,1981). Hal ini cukup dapat dimengerti karena di luar Pulau jawa kegiatan program KB dilakukan lebih lambat."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1986
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sutji Rochani D., author
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh beberapa variabel sosial ekonomi dan demografi terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh wanita migran risen dan wanita non migran risen di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam menganalisis bersumber pada Survai Prevalensi Indonesia 1987 untuk daerah DKI Jakarta.
Dasar yang digunakan untuk menganalisis, adalah kerangka pemikiran Ronald Freedman (1975) yang mengembangkan suatu model yang disebut The sosiological analysis of fertility levels. Freedman menggunakan dasar pemikiran Davis and Blake dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Variabel independen terdiri dari variabel sosial ekonomi, antara lain adalah pendidikan isteri/responden, pendidikan suami, pekerjaan suami, status bekerja isteri, tempat tinggal isteri waktu berumur kurang dari 12 tahun, status migrasi isteri/responden dan variabel demografi lainnya adalah umur isteri, umur kawin pertama, serta lama kawin. Sedangkan yang digunakan sebagai variabel dependen adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat survai.
Hasil analisis tesis ini adalah
1. Umur dan lama kawin mempunyai hubungan positif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
2. Umur kawin pertama mempunyai hubungan negatif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
3. Pendidikan isteri, wanita migran risen yang tamat SMA atau lebih mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita migran risen yang tamat SMP atau kurang. Sedangkan wanita non migran risen dengan pendidikan yang lebih rendah yaitu tamat SMP atau lebih cenderung mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan wanita non migran risen yang berpendidikan tamat SD atau kurang.
4. Pendidikan suami dari wanita migran tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan pendidikan suami wanita non migran cenderung mempunyai hubungan negatif terhadap paritasnya.
5. Wanita migran yang tidak pernah bekerja cenderung mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita migran status kerja lainnya. Dan wanita non migran yang bekerja terus (maksud bekerja terus adalah sebelum kawin sampai saat wawancara masih bekerja) mempunyai paritas lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita non migran status kerja lainnya.
6. Pekerjaan suami terlihat tidak mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap paritas yang dimiliki wanita migran maupun wanita non migran.
7. Tempat tinggal waktu kecil dari wanita migran cenderung tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan wanita non migran yang waktu kecil tinggal di kota besar mempunyai paritas lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita non migran yang waktu kecil tidak tinggal di kota besar.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rajawali, 1981
304.63 Sek
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Siswanti E
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor sosial budaya dan fertilitas, dimana didalam faktor tersebut terdapat aspek sentralitas kekerabatan. Dalam sentralitas kekerabatan ini dapat dilihat dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat di Indonesia pada umumnya terdapat perbedaan yang menyolok antara kota dan pedesaan, sehingga sering dikatakan bahwa masyarakat kota sebagai masyarakat yang bercorak patembayan dan masyarakat pedesaan bercorak paguyuban. Dua corak masyarakat yang berbeda ini tentunya akan mempunyai dampak yang berbeda pula dalam perilaku fertilitas. Akan tetapi perilaku fertilitas tidak sepenuhnya tergantung pada sifat kekerabatan, faktor individu seperti umur, pendidikan, umur kawin pertama dan pemakaian alat juga mempengaruhi fertilitas. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih Propinsi Sawa Timur sebagai daerah penelitian. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun berjumlah 1581 responden. Untuk menggali informasi lebih mendalam, dilakukan wawancara dengan responden yang telah menikah dan juga para orang tua serta para pimpinan tidak formal dalam masyarakat.
Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini adalah analisa yang diajukan oleh Davis dan Blake yang dikembangkan oleh Freedman. Teori ini cenderung berpangkal pada tingkat fertilitas yang terjadi pada suatu saat, kemudian diteliti faktor-faktor yang melatar belakangi kehidupan individu dan masyarakat. Model tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang kuat antara lingkungan dan struktur sosial dan ekonomi. Struktur sosial ekonomi saling berpengaruh melalui norma mengenai besarnya keluarga dan norma mengenai peubah antara yang pada gilirannya mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara. Sebaliknya fertilitas mempengaruhi struktur sosial ekonomi dan tingkat mortalitas melalui peubah - peubah tersebut. Dari model ini juga dapat dilihat bagaimana norma-norma social dan organisasi bekerja mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara.
Analisa data dilakukan dengan cara analisa deskriptip yaitu menyajikan data dalam bentuk tabulasi silang untuk membahas masing-masing hubungan dari model yang dibuat. Sedangkan untuk melihat peubah bebas dalam satu model secara bersama-sama mempunyai hubungan dengan peubah tak bebas dilakukan dengan analisa regresi ganda. Langkah-langkah dalam analisa ini dibagi menjadi tiga model. Model pertama membahas hubungan antara peubah antara dengan jumlah anak yang dilahirkan, model ke-dua hubungan antara peubah sosial budaya dengan jumlah anak yang dilahirkan, sedangkan model ke-tiga, hubungan antara peubah antara dan peubah sosial budaya secara bersama-sama terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Model pertama, Umur kawin pertama menunjukkan hubungan yang negatif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Semakin muda usia pada waktu kawin maka jumlah anak yang dilahirkan ada kecendurangan lebih banyak. Sedangkan wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak pernah pakai alat kontrasepsi. Interaksi umur dan pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan positif baik di kota maupun pedesaan. Ini berarti wanita yang tinggal di kota dan pedesaan memakai alat kontrasepsi hanya untuk tujuan "stopping". Sedangkan wanita yang, berumur muda masih dalam masa pembentukan keluarga, sehingga masih enggan untuk memakai alat kontrasepsi. Interaksi umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi untuk daerah kota menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya wanita yang kawin pada umur muda mempunyai kecenderungan tidak menggunakan alat kontrasepsi, mengingat masa awal suatu perkawinan bertujuan untuk pembentukan keluarga. Wanita yang tinggal di kota meskipun sudah relatif modern ternyata belum banyak memakai alat kontrasepsi. Berarti perilaku masyarakat kota masih mempunyai nilai-nilai yang berlaku pada umumnya, yaitu bertujuan untuk mempunyai anak lebih dahulu sampai mempunyai anak berikutnya.
Model ke-dua, wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah di pedesaan mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah. Wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah diduga dipengaruhi saran-saran dari orang tua yang dapat mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan. Masyarakat pedesaan yang mempunyai corak paguyuban dan struktur masyarakat yang bersifat mekanis mempunyai nilai-nilai tradisionil yang masih layak untuk ditaati, antara lain masih adanya pengaruh dari orang tua terutama aturan-aturan terhadap jumlah anak yang dilahirkan dan di satu sisi masih ada pengaruh dari orang tua dikarenakan masih percaya adanya mitos yaitu masih percaya adanya pemeo-pemeo seperti sendang kapit pancuran. Di kota tidak ada perbedaan antara wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah dengan yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Suatu hal yang wajar kalau kita simak bagaimana ciri kota di Indonesia yang bercorak patembayan dengan struktur masyarakat yang bersifat organis, kota mempunyai lingkungan budaya yang sering dipandang banyak menerima medernisasi menyebabkan ikatan sosial masyarakat yang ada terutama dalam keluarga inti semakin "longgar", sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh lingkungan masyarakat lebih dominan daripada lingkungan keluarga terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Sedangkan wanita yang tidak tamat SD mempunyai anak lebih banyak dari yang tidak pernah sekolah baik di kota maupun di pedesaan.
Model ke-tiga, Umur ibu tetap menunjukkan hubungan yang positif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Pada umumnya semakin tinggi umur seseorang wanita maka semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan, karena peubah umur dengan jumlah anak yang dilahirkan mempunyai korelasi yang tinggi. Demikian halnya dengan umur kawin pertama yang pada model ke-tiga ini tetap menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan.
Apabila hanya memperhatikan peubah antara saja (model pertama) pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Setelah peubah sosial budaya diperhatikan (model ke﷓ dua) ternyata menunjukkan hubungan positif. Perubahan ini dikarenakan ada hubungan yang kuat dengan peubah pendidikan. Apabila dibandingkan menurut tempat tinggal, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita yang memakai alat kontrasepsi di pedesaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Karena pada umumnya tingkat sosial ekonomi orang kota lebih tinggi dibandingkan pedesaan, diharapkan keikut sertaan wanita yang memakai KB lebih tinggi di kota. Keikut sertaan masyarakat kota dalam KB bukan karena kurang kesadaran atau tidak mampu membiayai, kemungkinan disebabkan segi pelayanan yang dirasakan tidak sesuai dengan masyarakat kota. Karena pada umumnya orang kota ingin mendapatkan pelayanan yang lebih pribadi atau ?a personalized servive" . Sedangkan di pedesaan lebih banyak dikarenakan struktur masyarakatnya yang "kolektif" sehingga datang berduyun-duyun ke Puskesmas adalah sesuatu yang wajar.
Tidak ada perbedaan antara wanita yang berpendidikan dengan yang tidak pernah sekolah terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Dari hasil korelasi Pearson ternyata ada hubungan yang cukup kuat dengan peubah umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Abdul Madjid. S
"ABSTRAK
Keberhasilan program kependudukan di Indonesia memberikan kontribusi sangat berarti kepada keberhasilan pembangunan pada umumnya. Hasil upaya tersebut menyatu dalam ujud nyata yang telah dirasakan masyarakat, terbukti dengan adanya pengakuan dan penghargaan yang datang dari berbagai kalangan, bahkan dari luar negeri.
Salah satu bukti keberhasilan itu antara lain angka fertilitas telah menurun dari 5.5 pada periode 1967-1970 menjadi 3.3 pada periode 1584-1987. Dan diramalkan bahwa pada tahun 2000 wanita Indonesia usia 15-49 akan menunjukkan fertilitas sebesar 2.7, Suyono (1989).
Pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat tidak hanya cukup bangga dengan keberhasilan yang telah dicapai, melainkan sadar bahwa masih banyak hal yang perlu terus diupayakan agar dengan itu dapat mempertahankan dan sekaligus meraih keberhasilan yang lebih baik lagi.
Upaya-upaya tersebut antara lain melakukan berbagai studi, seperti dalam bidang kependudukan dan bidang-bidang lainnya yang lebih rinci dan berkesinambungan.
Guna mencapai sasaran secara konsisten sebagaimana diharapkan, maka penguasaan aspek-aspek kependudukan seperti faktor-faktor yang menentukan fertilitas, perlu dikaji ulang dengan kontinyu dan simultan; melalui berbagai studi multidisipliner. Hal ini perlu, karena hasil-hasil studi yang telah ada akan senantiasa dirasakan masih belum memadai baik jumlah maupun ragamnya. Kurangnya hasil penelitian ini tidak saja dirasakan di kota-kota besar, di tingkat daerah sekalipun akan terjadi hal serupa sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai bidang.
Berkenaan dengan kurangnya hasil-hasil penelitian tersebut seperti hasil analisis fertilitas di propinsi Sumatera Selatan, dirasakan menambah adanya kendala, khususnya yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan baik sektoral maupun global. Hal ini memperkuat niat penulis untuk melakukan studi ini.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Subagiarta
"Masalah kependudukan merupakan masalah yang utama dihadapi negara-negara yang sedang berkembang. Untuk Indonesia salah satu masalah kependudukan dewasa ini adalah bagaimana menurunkan tingkat fertilitas ketingkat yang lebih rendah, hal ini diperlukan karena fertilitas merupakan salah satu komponen kependudukan yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Dengan turunnya angka kelahiran maka pada gilirannya tingkat kesejahteraan penduduk dapat ditingkatkan.
Masalah tingginya tingkat kelahiran di Indonesia, pemerintah telah mengambil kebijaksanaan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yaitu "Anti Natalis yaitu suatu kebijaksanaan yang berusaha untuk menekan kelahiran serendah mungkin. Sejak Repelita pertama usaha usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk sudah mulai dilaksanakan melalui program keluarga berencana. Pada dasarnya keluarga berencana adalah suatu usaha atau ikhtiar manusia, yang disengaja untuk mengatur kelahiran, secara tidak melawan hukum agama, undang-undang negara dan moral Pancasila demi mencapai kesejahtraan masyarakat, bangsa dan negara pada umumnya. Adapun tujuan keluarga berencana adalah mengatur kelahiran dan untuk menciptakan norma keluarga kecil bahagia sejahtra (NKKBS). Berhasilnya program keluarga berencana ini akan mengurangi pertumbuhan penduduk sehingga penduduk tidak lagi sebagai beban pembangunan tetapi sebagai modal pembangunan.
Program KB semakin dirasakan peranannya dalam pembangunan, terutama didalam menangani masalah kependudukan ini terlihat dalam kondisi kependudukan di Indonesia. Hasil sensus 1990 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun 1,98%. Hal ini berarti laju pertumbuhan penduduk yang menurun kalau dilihat dari angka rata-rata pertumbuhan penduduk sebelumnya yaitu 2,1% antara tahun 1961 dan tahun 1971 ; 2,3% antara tahun 1971 dan tahun 1980; dan 2,1% antara tahun 1980 dan tahun 1985. Walaupun demikian secara absolut jumlahnya meningkat yaitu sebesar 163 juta pada tahun 1985 (BPS,1986), dan 179.194.223 pada tahun 1990 (BPS,1990). Lebih lanjut jumlah ini tersebar secara tidak merata antar pulau di Indonesia dimana Jawa dan Madura yang merupakan 6,9% dari seluruh daerah Indonesia mempunyai 61,9% penduduk pada tahun 1980. Dan persentase ini menurun dari 68,7% di tahun 1930 menjadi 65,6% di tahun 1961 dan 63,8% di tahun 1971.
Angka fertilitas total telah menurun dari 5,625 antara tahun 1967 dan tahun 1970 menjadi 5.200 antara tahun 1971 dan tahun 1975, dan 4,680 antara tahun 1976 dan tahun 1979, dan 4,055 antara tahun 1980 dan tahun 1985. Di Jawa sendiri, tempat dilaksanakannya program keluarga berencana paling awal, angka fertilitas telah turun dari 5,260 antara tahun 1967 dan 1970 menjadi 4.880 antara tahun 1970 dan 1976; dan 4,245 antara tahun 1976 dan tahun 1979.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini terjadi juga di Propinsi Bali, yaitu berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1971 jumlah penduduk propinsi Bali adalah sebesar 2.120.091 jiwa dengan angka pertumbuhan 2,3% setiap tahunnya (BPS, 1973)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T6803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatik Mariyanti
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan mengidentifikasi faktor?faktor yang
berpengaruh dominan terhadap fertilitas yang terjadi antara
september 1986 s/d September 1987 dan untuk melihat tahap
Transisi Fertilitas di Propinsi Jawa Tengah. Studi ini
menggunakan data Survey Prevalensi Indonesia 1987 (SP187).
Kerangka pikiran yang dikembangkan disini berdasarkan pada
apa yang dikemukakan Bongaarts (1978) ada 8 variabel antara
sebagai proximate yang menyebabkan perbedaan fertilitas antar
penduduk, adapun variabel. tersebut adalah: proporsi kawin,
kontrasepsi, aborsi yang disengaja, frekuensi kumpul, menyusui,
sterilisasi, kematian janin, lama masa subur.
Dalam studi ini kerangka pemikiran Bongaarts tersebut
dìsederhanakan sesuai dengan data tersedia Lembaga Demografi UI.
Dengan keterbatasan tersebut, variabel yang diperhatikan sebagai
variabel proximate adalah: kontrasepsi, lamanya masa subur,
lamanya masa kumpul dan lamanya masa menyusui. Disamping itu
variabel sosial ekonomi yang diperhatikan adalah pendidikan
responden, pendidikan suami responden, pekerjaan suami dan agama
responden. Dalas penganalisaan nantinya semua variabel yang
diperhatikan dikontrol dengan usia responden.
Studi ini juga menentukan variabel-variabel sosial-ekonomi
mempengaruhi variabel proximate. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui melalui variabel proximate yang semua variabel sosial?
ekonomi tersebut mempengaruhi fertilitas.
Hubungan antar variabel tersebut dianaliais dengan
menggunakan peralatan statistik regresi logistik berganda.
Analisis data ini meliputi 679 observasi. Data ini diproses
dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS
Program) di Laboratorius Computer Lembaga Demografi Universitas
Indonesia.
Penemuan dari studi ini diantaranya: kontrasepsi merupakan
variabel yang paling dominan menentukan apakah responden akan
melahirkan disamping masa kumpul dan masa menyusui.
Penemuan lain adalah variabei sosial?ekonomi khususnya
pendidikan berpengaruh positif terhadap kontrasepsi, dan
berpengaruh negatif terhadap masa menyusuì sehingga berakibat
meningkatkan natural fertiliti, sedang pada masa subur dan masa
kumpul tidak berpengaruh.
Mengenai Trasisi Fertilitas Easterlin di studi ini ditemukan
bahwa Jawa Tengah sudah berapa pada pertengahan tahun ketiga dan
periode transisi ferilitas, karena pemakaian alat kontrasepsi
sudah memasyarakat tetapi natural fertiliti masih meningkat.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kaleb Edward Wanane
"Karya tulisan ini membicarakan keseimbangan dari pertambahan penduduk yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk. Kekuatan-kekuatan yang menambah jumlah penduduk lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah anak (bayi) yang lahir hidup atau pertambahan tingkat fertilitas dan kekuatan-kekuatan yang berupaya mengurangi jumlah penduduk melalui upaya penurunan tingkat fertilitas (kelahiran bayi yang nyata) oleh pemerintah lewat pelayanan program keluarga berencana (KB) dan pelayanan kesehatan.
Dalam konteks upaya pengurangan jumlah penduduk itu dilaporkan tingkat fertilitas sudah turun, tetapi dalam kenyataan penduduk bertambah terus secara alami karena tingkat kelahiran yang masih tinggi. Hal ini mengartikan upaya penurunan fertilitas yang dilakukan itu lebih banyak gagal ketimbang berhasil.
Kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas, umumnya lebih banyak didominasi oleh model-model sosiologi dan ekonomi. Masing-masing model itu di satu sisi berjalan sendiri-sendiri, bahkan terdapat perbedaan yang mendasar dalam model-model tersebut. Di lain sisi juga terdapat upaya penggabungan dari model-model tersebut sehingga terwujud sebagai pendekatan antarbidang. Seperti, misalnya, yang ditunjukan Terence Hull (1976), atau Singarimbun, dkk (1976) yang memfokuskan unit analisis-nya pada preferensi yang memperhitungkan variabel sosial dan ekonomi sebagaimana diduga akan mempengaruhi proses pembuatan keputusan keluarga (individu) sebagai sebuah model pendekatan untuk kajian fertilitas. Dalam model-model pendekatan itu, penekanan sasaran analisisnya terletak pada selera keluarga sebagai individu dalam hal pengambilan keputusan, disamping memperhitungkan variabel harga (price) dan pendapatan (income).
Kebudayaan asal dan sistem kekerabatan sebagai variabel babas yang mengikat keluarga itu tidak diperhitungkan secara sungguh-sungguh, dan atau kalau juga diperhitungkan, hanya diperlakukan sebagai kembangan saja dari model-model kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat Barat [Eropa-Amerika].
Karya tulisan ini bertujuan untuk mau memperlihatkan penting inkorporasi analisis kebudayaan (asal), sistem kekerabatan, dan peranan laki-laki dalam fertilitas patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh (utuh) dalam model-model teoritikal fertilitas yang selama ini dilakukan. Perhitungannya, harus dimasukkan sebagai bagian yang integral dari model kajian-kajian dan kebijaksanaan pembangunan keluarga berencana untuk penurunan tingkat fertilitas.
Siatem kekerabatan yang mengikat dan mengatur keluarga itu sebagai suatu model pengetahuan saling berhubungan kait-mengkait dan mempengaruhi model-model pengetahuan lainnya yang terdapat dalam kebudayaannya. Seperti, model-model pengetahuan normatif dan ideal yang ditekankan dalam kebudayaan (asal) dan diterapkan melalui kekerabatan sebagai pedoman (petunjuk) tentang apakah peranan laki-laki, dan atau perempuan dalam fertilitas.
Di dalam kasus keluarga orang Meybrat di daerah Kepala Burung-Irian Jaya yang dideskripsikan ditemukan ditemukan sejumlah premis-premis budaya yang memperlihatkan betapa besarnya peranan laki-laki dalam fertilitas sebagaimana dipengaruhi oleh kebudayaan dan sistem kekerabatan yang mewarnainya. Premis-premis budaya itu,antara lain:
pertama, kebudayaan asal orang Meybrat amat menekankan pentingnya berkembang-biak, memperbanyak keturunan, dan meningkatkan kualitas keturunan untuk meningkatkan martabat nenek moyang. Penekanan itu dioperasionalkan melalui sistem kekerabatan yang menekankan keharusan memperoleh keturunan melalui berbagai petunjuk yang ada dalam kebudayaannya. Petunjuk-petunjuk itu mencakup persetubuhan, perkawinan dan pembayaran harta maskawin, peranan laki-laki dan peranan perempuan, pria atau wanita yang cocok dijadikan pasangan hidup untuk kebahagiaan secara biologis, sosial dan kebudayaan;
kedua, kehamilan dan kelahiran anak (hasil reproduksi) yang nyata dari seorang wanita (isteri) yang disebut fertilitas dalam pengertian demografi itu, dalam konteks kebudayaan orang Meybrat ditanggapi sebagai "regenerasi kosmos" yang terjadi dengan memadukan "tenaga pria (semen atau kejantanan laki-laki)" dan "kesuburan wanita" . Mereka mengatakan bahwa hubungan seksuil (persetubuhan) wanita dengan seorang pria memang merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kehamilan dan kelahiran anak, tetapi animasi dari potensi si calon ku-mes(anak bayi) yang dibentuk oleh sintesa dari tenaga pria (semen) dan kesuburan wanita (cairan) merupakan suatu yang jauh lebih luas bersifat "spirituil", dan bukan bersifat "fisik yang nyata". Bandingkan upacara-upacara lingkaran hidup (life cycle), seperti upacara neche-mamas (kematian) yang dilakukan, serentak bersamaan dengan itu juga diselenggarakan serangkaian upacara-upacara kontak perkawinan, peminangan gadis, pembayaran harta maskawin, pemberian kain timur dari laki-laki yang serentak pula dibalas dengan pemberian makanan dari wanita, serta upacara pemberian ru-re yang akan segera dibalas pula dengan upacara transaksi tukar-menukar ka i n t imur antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Perwujudan upacara-upacara kematian yang berlawanan dengan upacara upacara-upacara perkawinan itu merupakan upaya-upaya di dalam rangka orang harus masuk ke dunia bawah guna memperoleh kehidupan atau kelahiran baru (anak, ekonomi, dsb). Di dalam upaya memasuki dunia-bawah (persetubuhan), serentak masuk bersamaan ke dalam kontak perpaduan semen (sperma) dan cairan (kesuburan) itu roh leluhur kepada kehidupan baru atau kelahiran kembali. Dunia-bawah yang ditanggapi sebagai sumber asal kehidupan manusia itu dipandang sama dengan dunia kewanitaan (kesuburan) yang disebut dengan konsep ko (vagina = wanita = ibu-asal) sumber segala kehidupan (anak, ekonomi, sosial, politik, keagamaan).
Jadi orang Meybrat melihat kejadian itu dalam suatu bantuk berpikir dialektika, yang mengacu kepada ajaran Hegel, yang mengatakan bahwa "segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan dua hal (unsur) dan menimbulkan hal-hal (unsure-unsur) yang lain. Metaforiknya, manusia sebagai superorganik dari budaya yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi keseluruhan jaringan kehidupan. Maksudnya, sebagian dari unsur-unsur budaya berasal dari hasil hubungan antarmanusia dengan lingkungan, dan sebagian lainnya berasal dari proses adaptasi budaya terhadap lingkungan;
ketiga, hubungan kekerabatan yang terwujud di dalam sistem kekerabatan orang Meybrat, yang disebut tafoch ditanggapi sebagai "api" atau "jantung" dari struktur sosialnya. Orang-orang yang menarik diri dari kahidupan kekerabatan yang penting itu, dipandang sebagai penghianat dan tidak bermoral terhadap kesetiaan kerabat. Sikap pengunduran diri seseorang dari hubungan kekerabatan itu merupakan kejahatan besar. Orang-orang (keluarga) bersikap demikian biasanya diharapkan harus segera dibarengi dengan kematian daripada hidup lama di dunia". Kekerabatan diketahui sangat penting sebagai perangkat adaptasi, guna memperoleh sumber-sumber ekonomi, sosial dan politik, kesehatan dan pendidikan di dalam masyarakat umum. Prinsip orientasi keluarga conjugal yang betul-betul mandiri seperti pada masyarakat Barat tidak terdapat di dalam masyarakat sosial orang Meybrat
keempat, sistem kekerabatan sebagai pembawa amanah dari kebudayaan asal menekankan keharusan untuk meneruskan keturunan, dan keharusan itu harus dimainkan oleh seorang laki-laki dalam struktur kekerabatan orang Meybrat yang berdasarkan prinsip patrilineal. Orientasi nilai orang laki-laki dalam kebudayaan asal orang Meybrat dipandang sebagai "makluk tertinggi (Yefoon) dan "tokoh sakti"(taqu) yang memberi benang penghubung (yang hidup) antara janin dan tembuni. Tanpa animasi itu si calon bayi yang dibentuk oleh sintesa dari semen (sperma) dan cairan (kesuburan) tidak akan terjadi sesuatu hubungan antara janin dan tembuni. Lak i - laki merupakan kepanjangan tangan keluarga yang dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang membawa amanah kebudayaan asal untuk memainkan peranan sebagai pejantan yang sangat dibutuhkan oleh seorang wanita untuk mengembangkan kesuburannya menjadi kongkrit dan mendapat status di masyarakat luar. Meskipun wanita merupakan tokoh yang dominan dalam kebudayaan dan kekerabatan orang Meybrat, tetapi dia tetap dapat mengakui bahwa dia sangat membutuhkan seorang seorang laki-laki sebagai animator (pemain lawan) guna mengubah kekuatan-asal (potensi)nya yang abstrak itu menjadi kesuburan yang kongkrit, yaitu hamil dan melahirkan anak-anak bagi kelangsungan keturunan.
kelima, peranan pendidikan modern belum mampu merubah nilai- nilai budaya yang menjadi orientasi keluarga orang Meybrat, khususnya peranan laki-laki dalam fertilitas bagi kelangsungan keturunan. Hal ini terungkap dalam sikap terhadap program KB dan peranan laki-laki di bab VI. Dalam konteks ini, peranan laki-laki dalam pendekatan kajian penurunan fertilitas sangat besar ketimbang wanita yang dijadikan sebagai obyek kajian fertilitas dalam kebijaksanaan program keluarga berencana (KB)."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Ananta
Jakarta: Kerjasama Kantor KLH dengan Lembaga demografi FEUI, 1986
304.63 ARI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>