Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Fuady
"Background: Indonesia is the second-highest country for tuberculosis (TB) incidence worldwide. Hence, it urgently requires improvements and innovations beyond the strategies that are currently being implemented throughout the country. One fundamental step in monitoring its progress is by preparing a validated tool to measure total patient costs and catastrophic total costs. The World Health Organization (WHO) recommends using a version of the generic questionnaire that has been adapted to the local cultural context in order to interpret findings correctly. This study is aimed to adapt the Tool to Estimate Patient Costs questionnaire into the Indonesian context, which measures total costs and catastrophic total costs for tuberculosis-affected households.
Methods: the tool was adapted using best-practice guidelines. On the basis of a pre-test performed in a previous study (referred to as Phase 1 Study), we refined the adaptation process by comparing it with the generic tool introduced by the WHO. We also held an expert committee review and performed pre-testing by interviewing 30 TB patients. After pre-testing, the tool was provided with complete explanation sheets for finalization.
Results: seventy-two major changes were made during the adaptation process including changing the answer choices to match the Indonesian context, refining the flow of questions, deleting questions, changing some words and restoring original questions that had been changed in Phase 1 Study. Participants indicated that most questions were clear and easy to understand. To address recall difficulties by the participants, we made some adaptations to obtain data that might be missing, such as tracking data to medical records, developing a proxy of costs and guiding interviewers to ask for a specific value when participants were uncertain about the estimated market value of property they had sold.
Conclusion: the adapted Tool to Estimate Patient Costs in Bahasa Indonesia is comprehensive and ready for use in future studies on TB-related catastrophic costs and is suitable for monitoring progress to achieve the target of the End TB Strategy.

Latar belakang: Indonesia adalah negara dengan prevalensi tuberkulosis (TB) tertinggi kedua di dunia. Karena itu, sangat membutuhkan perbaikan dan inovasi atas strategi yang diterapkan di seluruh wilayah. Satu langkah mendasar dalam memantau penerapan ini adalah menyiapkan alat yang divalidasi untuk mengukur total biaya pasien dan total biaya bencana. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan menggunakan versi kuesioner generik yang telah disesuaikan dengan konteks budaya lokal untuk menafsirkan temuan dengan benar. Tujuan penelitian ini adalah mengadaptasi kuesioner “the Tool to Estimate Patient Costs” untuk menghitung biaya total dan biaya total katastrofikpada rumah tangga terdampak tuberkulosis (TB) di Indonesia.
Metode: Perangkat tersebut diadaptasi sesuai panduan terstruktur. Berdasarkan ujicoba yang dilakukan pada studi sebelumnya (dinamakan sebagai ‘Studi Fase 1’). Kami mengembangkan proses adaptasi dengan membandingkannya dengan kuesioner generik yang dikeluarkan oleh WHO serta mengevaluasinya dalam pertemuan komite pakar. Kami melakukan uji coba pada 30 pasien TB, menerima umpan balik kemudian melengkapinya dengan lembar penjelasan sebelum finalisasi kuesioner.
Hasil: tujuh puluh dua perubahan mayor dilakukan selama proses adaptasi, termasuk mengubah pilihan jawaban agar sesuai dengan konteks Indonesia, memperbaiki alur pertanyaan, menghapus pertanyaan, mengubah susunan kata dan mengembalikan pertanyaan asli yang diubah sebelumnya di Studi Fase 1. Partisipan menyatakan bahwa pertanyaan jelas dan mudah dipahami. Untuk mengatasi kesulitan partisipan mengingat data yang ditanyakan, kami melakukan beberapa perubahan untuk mendapatkan data yang mungkin tidak terisi, misalnya dengan merujuk data pada rekam medis, membuat proxy biaya, dan memandu pewawancara untuk menanyakan harga tertentu jika partisipan tidak yakin harga perkiraan pasar dari barang yang mereka jual.
Kesimpulan: ‘The Tool to Estimate Patient Costs’ yang diadaptasi dalam Bahasa Indonesia dinilai komprehensif, siap dipakai untuk studi lain tentang biaya katastrofik terkait TB dan untuk memonitor pencapaian target the End TB Strategy.
"
Jakarta: Interna Publishing, 2018
610 UI-IJIM 50:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Novita
"Tuberkulosis termasuk dalam penyebab kematian tertinggi setelah penyakit jantung iskemik dan penyakit serebrovaskuker. Salah satu faktor keberhasilan pengobatan atau Treatment Success Rate (TSR) adalah terganggunya suplai obat yang membuat pasien menunda atau tidak meneruskan pengobatan. Puskesmas Kecamatan Cengkareng merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang terletak di wilayah Jakarta Barat yang menangani tuberkulosis. Berdasarkan Data Puskesmas Kecamatan Cengkareng, penderita tuberkulosis pada tahun 2022 terdapat 269 pasien diantaranya 164 pasien TB-SO, 47 pasien dengan komorbid, 21 pasien TBRO dan 37 pasien anak sehingga edukasi dapat dilakukan untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarat khususnya penderita tuberkulosis. Edukasi pasien dapat dilakukan melalui media cetak seperti leaflet dan brosur karena memiliki kelebihan fleksibilitas tinggi, mudah dibawa, menarik dan masyarakat mampu memahami informasi dengan mudah dan dengan adanya efek persuasif dalam penyampaian informasi melalui kalimat dan visual. Tujuan tugas khusus ini adalah untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarakat melalui edukasi dengan leaflet dan brosur dan Metode yang digunakan adalah pengumpulan data, studi literatur dan pembuatan media edukasi. Edukasi melalui leaflet dan brosur juga diharapkan dapat meningkatkan upaya Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cengkareng dimana sejalan dengan tujuan puskesmas yaitu bertujuan melaksanakan upaya kesehatan dalam peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).
Tuberculosis is among highest causes of death after ischemic heart disease and cerebrovascular disease. One of factor in the success of treatment or Treatment Success Rate (TSR) is disruption of drug supply which causes patients to delay or not continue treatment. Cengkareng Sub-district Health Center is one of the health facilities located in the West Jakarta that treats tuberculosis. Based on Cengkareng Sub-district Community Health Center data, in 2022 there will be 269 tuberculosis sufferers, including 164 TB-SO patients, 47 patients with comorbidities, 21 TB-RO patients, and 37 pediatric patients so that education can be carried out to improve community health, especially tuberculosis sufferers. Patient education can be done through printed media such as leaflets and brochures because they have many advantages of high flexibility, easy to carry, and attractive and the public can understand information easily and have a persuasive effect in conveying information through script and visuals. This special assignment aims to improve public health through education with leaflets and brochures and the methods are data collection, literature study, and created educational media. It is also hoped that education through leaflets and brochures can improve health efforts at the Cengkareng Sub-district Community Health Center, which is in line with the goals of the community health center that to carry out health efforts to improve health (promotive), prevent disease (preventive), cure disease (curative) and recover (rehabilitative)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inayah
"ABSTRAK
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan perkotaan yang sangat berkaitan dengan kepadatan penduduk yang menyebabkan angka kematian tertinggi di dunia. Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosis adalah efusi pleura dimana efusi pleura dapat menimbulkan nyeri dada yang berkelanjutan. Penelitian menyatakan bahwa teknik relaksasi napas dalam berpengaruh pada penurunan level nyeri kronik yang dialami pasien dengan tuberkulosis paru dan efusi pleura. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memaparkan analisis asuhan keperawatan relaksasi napas dalam pada pasien tuberkulosis paru dengan efusi pleura. Karya ilmiah ini menggunakan pendekatan studi kasus klinik. Intervensi keperawatan relaksasi napas dalam yang diberikan pada pasien selama 6 hari menunjukkan penurunan level nyeri. Implikasi keperawatan teknik relaksasi napas dalam pada studi ini dapat dilakukan pada pasien tuberkulosis paru dengan efusi pleura saat dirumah sebelum mendapatkan terapi obat untuk mengatasi nyeri.

ABSTRACT
Tuberculosis is the common disease in urban communities due to over population that causes high risk mortality in the world. The bacteria of tuberculosis can lead pleura effusion that cause of prolong chest pain. Research prove that deep breath relaxation technique can relieve chronic pain level in tuberculosis and pleura effusion patient. This study used clinical cases method and aim to analyze the influence of deep breath relaxation technique to patient with chronic pain. The results show that deep breath relaxation technique can reduce patients pain level. Recommendation of this study is patient with chronic pain could improve their ability to control pain with deep breath relaxation technique before medical therapy."
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salam
"ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan: Tuberkulosis masih menjadi 10 besar penyebab kematian di seluruh dunia. Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus TB paru terbesar ketiga setelah India dan China. Prevalensi TB paru di Indonesia pada Tahun 2018 sebesar 193/100.000 penduduk dengan jumlah kasus mencapai 845.000 dan 24.000 diantaranya merupakan kasus kebal obat. Salah satu penyebab TB resisten obat adalah tidak teratur minum obat. Kepatuhan minum obat sangat mempengaruhi kesembuhan pasien TB paru. Salah satu penyebab terjadinya kasus putus obat adalah pengawas menelan obat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukan bahwa 30,8% penderita TB paru tidak rutin/patuh minum obat sementara penderita TB paru yang tidak memiliki PMO mencapai 33,8%. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan PMO dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita TB paru sensitif obat di Indonesia Tahun 2018.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan kasus kontrol, populasi sumber merupakan penderita TB paru hasil riskesdas 2018, populasi studi berjumlah 933 orang diambil dari populasi eligible yang memenuhi kriteria inklusi: berumur >15 tahun, didiagnosis TB <6 bulan dan mengetahui fasyankes, kriteria
eksklusi:data tidak lengkap.
Hasil: Analisis bivariat menunjukan hubungan yang bermakana antara PMO dengan ketidakpatuhan minum obat POR=1,79 (95% CI:1,31-2,35) p=0,000, analisis multivariat menunjukan POR=1,43 (95% CI:1,03-1,99) p=0,0183.
Kesimpulan: Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan PMO dengan kepatuhan minum obat pada penderit TB paru.

ABSTRACT
Background and Purpose: Tuberculosis is still the top 10 causes of death worldwide. Indonesia became the country with the third largest number of pulmonary TB cases after India and China. The prevalence of pulmonary TB in Indonesia in 2018 is 193 / 100,000 population with the number of cases reaching 845,000 and 24,000 of them are cases of
drug resistance. One cause of drug resistant TB is not taking medication regularly. Adherence to take medication greatly affects the recovery of pulmonary TB patients. One of the causes of drug withdrawal cases is the supervisor of swallowing drugs. The results
of the Basic Health Research (Riskesdas) in 2018 showed that 30.8% of pulmonary TB sufferers did not routinely / adhere to medication while pulmonary TB sufferers who did not have PMO reached 33.8%. The purpose of this study was to determine the relationship of PMO with adherence to taking Anti Tuberculosis Medication (OAT) in patients with
drug-sensitive pulmonary TB in Indonesia in 2018.
Methods: This study used a cross sectional design with a case control approach, the source population was a pulmonary TB patient who was the result of the 2018 riskesdas, the study population numbered 933 people drawn from eligible populations who met the inclusion criteria: aged> 15 years, diagnosed with TB <6 months and knowing fasyankes,
criteria exclusion: incomplete data.
Results: Bivariate analysis showed a meaningful relationship between PMO and noncompliance taking POR medication = 1.79 (95% CI: 1.31-2.35) p = 0.000, multivariate analysis showed POR = 1.43 (95% CI: 1.03 -1.99) p = 0.0183.
Conclusion: There is a significant relationship between the presence of PMO with medication adherence in pulmonary TB sufferers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yuke Prastyo
"Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronik dengan prevalensi tinggi di dunia, khususnya Indonesia. Tuberkulosis merupakan penyakit global akibat jumlah kasus dan jumlah kematian yang tinggi. Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan diagnosis dan pengobatan dini, namun hal tersebut masih menjadi kendala di Indonesia karena masih banyak terjadi keterlambatan diagnosis akibat keterlambatan oleh pasien maupun keterlambatan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Keterlambatan diagnosis tuberkulosis berpotensi memperburuk keadaan ekonomi pasien. Meski program penanggulangan tuberkulosis ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional, dalam upaya penegakkan diagnosis tuberkulosis seringkali banyak biaya biaya pre-diagnosis yang dikeluarkan oleh pasien diluar jaminan JKN tersebut, mulai biaya langsung dan biaya tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara waktu keterlambatan diagnosis dan besaran biaya pre-diagnosis tuberkulosis di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang cross sectional dengan sampel populasi sebesar 100 pasien tuberkulosis. Pasien kemudian diwawancarai menggunakan kuisioner tentang pembiayaan selama mengalami tuberkulosis. Pada hasil uji statistik didapatkan bahwa waktu keterlambatan diagnosis total dan waktu keterlambatan pasien memiliki korelasi bermakna dengan besaran biaya pre-diagnosis p= 0,006; r= 0,274 dan p= 0,011; r= 0,254 . Akan tetapi tidak didapatkan korelasi bermakna antara waktu keterlambatan fasilitas kesehatan dengan besaran biaya pre-diagnosis p= 258; r= 0,114 . Dapat disimpulkan jika keterlambatan diagnosis berkorelasi dan cenderung meningkatkan besaran biaya pre-diagnosis tuberkulosis di Jakarta Timur.

Tuberculosis is a chronic infectious disease with high prevalence in the world, especially Indonesia. This disease can be prevented by early diagnosis and prompt treatment but there still remain problems in Indonesia because there are many delayed diagnosis which are caused by delays of patients or healthcare system. Delay in tuberculosis diagnosis potentially worsen the patient rsquo s economic situation. Although tuberculosis management programs were covered by the national health insurance, patients need to spend a lot of money for the diagnosis costs pre diagnosis cost which are not covered by JKN, consist of the direct and indirect costs. The aim of this study is to examine the correlation between delay time in diagnosis and pre diagnosis costs of tuberculosis in East Jakarta. This study uses cross sectional design which takes 100 tuberculosis patients as sample population from East Jakarta. Patients were interviewed using a questionnaire about finance during acquiring tuberculosis. The statistically result shows a significant correlation between delay time in diagnosis total diagnosis delay and patient delay and pre diagnosis cost p 0.006 and r 0.274 p 0,011 and r 0,254 . But, There is not signifikan correlation between healthcare system delay and pre diagnosis cost p 0,285 r 0,114 . It can be concluded that the delayed diagnosis relates and tends to increase the pre diagnosis costs of tuberculosis in Jakarta Timur."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Fitriati Basjuni
"Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dalam bentuk kegiatan pokok yang salah satu diantaranya adalah perawatan kesehatan masyarakat dengan program prioritasnya penemuan penderita barn BTA (+).
Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di propinsi Sumatera Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 1999 sebanyak 1.210.000 jiwa, memiliki 40 puskesmas, semua puskesmas telah mengikuti program P2TB dan memiliki pelaksana program tuberkulosis. Namun demikian bila dilihat dari hasil cakupan penemuan penderita baru BTA (+) masih sangat rendah bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di propinsi Sumatera Selatan, sedangkan cakupan penemuan penderita baru BTA (+) merupakan pengukuran terbaik untuk penilaian kinerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang kinerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pelaksana program tuberculosis puskesmas. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan studi "Cross Sectional". Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelaksana program tuberkulosis puskesmas yang ada di kabupaten Musi Banyuasin. Sampling dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena seluruh populasi dimanfaatkan untuk analisis (total populasi).
Pengumpulan data dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabel independen dan untuk variabel dependen berupa data primer dari laporan bulanan puskesmas. Yang termasuk variabel dependen adalah kinerja pelaksana program tuberkulosis puskesmas, dan yang termasuk variabel independen adalah pendidikan, pelatihan, lama kerja, pengetahuan yang tergabung dalam faktor internal individu. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal individu adalah variabel beban kerja, supervisi, kepemimpinan, imbalan, sarana, dan mitra kerja. Pengolahan data dengan menggunakan program Epi Info V.6.0 dan SPSS for Window V.9.0.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja pelaksana program tuberkulosis yang baik sebesar 37.5%. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kinerja pelaksana program tuberkulosis adalah lama kerja, pengetahuan, beban kerja dan supervisi. Dan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi adalah variabel beban kerja setelah dikontrol oleh variabel lama kerja serta sarana. Perlu bagi Dinas Kesehatan kabupaten Musi Banyuasin untuk memperhatikan peningkatan kinerja pelaksana program tuberkulosisis. dengan pengangkatan,relokasi tenaga kesehatan serta mengoptimalkan sarana yang ada.

Community health center (Puskesmas) is an organizational unit withinDistrict to develop community health, to establish community participation on health activities; and provide basic health services including public health nursing to the people.
Musi Banyuasin District is one of districts within South Sumatera with total population of I210.000 in 1999. There are 40 puskesmas that provide tuberculosis program. All puskesmas have special staff dealing was tuberculosis program However, the performance of the tuberculosis program, any puskesmas measured by the number of new cases of tuberculosis BTA (+) per month, very low in compared the performance of Districts in South Sumatera.
This study aims to examine factors related to the performance of tuberculosis program. Using survey research design. Population of this study is all tuberculosis program staff at Musi Banyuasin District, which also the sample of the study (total population).
Data were collected using structured interview and from monthly report of the tuberculosis performance. Independent variables are level of education, training experience, work experience measured by length of work, and knowledge about tuberculosis. These are called internal factors. While external factors are work load, leadership index, incentives supervision, resources and facilities, and partnership. Data were analyzed using Epi Info version 6.0 and SPSS version 9.0.
This study depicted that high performance of tuberculosis program is occurred only at 37.5% of puskesmas.The significant factors related to the performance are work experience, knowledge, supervision and work load, The dominant variables are resources, facilities, experience and work load. It is recommended that it is necessary to Musi Banyuasin Health District to improve their staff performance by recruiting, relocating known resources, and enhancing resources and facilities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T1015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Lia Kusumawati
"ABSTRAK
Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia, adalah karena lemahnya diagnosis untuk deteksi dini kasus infeksi disamping kegagalan terapi kasus tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis secara global. Dengan ditemukannya teknik molekuler "spoligotyping" (spacer olygonucleotide typing) yang dilakukan berdasarkan analisis keragaman jumlah dan letak daerah diantara lokus direct repeat (DR) DNA M, tuberculosis dan hibridisasi menggunakan pelacak spacer oligonucleotide yang terletak diantara daerah DR ini akan dapat memperlihatkan perbedaan antar galur. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan deleksi cepat sekaligus dapat membedakan galur M. tuberculosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan kultur kuman.
Sebanyak 30 sampel yang terdiri dari 29 sampel klinik bakteri Al tuberculosis yang dikumpulkan dari 28 penderita tuberkulosis dan I sampel kuman standard Al BGC dilakukan pemeriksaan mikroskopik BTA, kultur pada media Lowenstein Jensen, uji bioldmia, uji resistensi serta ekstraksi DNA. DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi dengan menggunakan oligonukleotida DRa dan DRb 5'biotinylated sebagai primer untuk amplifikasi lokus direct repeat (DR) DNA M tuberculosis. DNA hasil amplifikasi dihibridisasi dengan pelacak (probe) yang terdiri dari I set oligonukleotida (43 jenis spacer oligonucleotides). Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan dengan alat deteksi substrat kemiluminesen ECL (Amersham) dan dipaparkan pada film sinar-X ( Hyperfilm ECL; Amersham).
Dari hasil penelitian terlihat bahwa ekstraksi DNA M. tuberculosis dengan menggunakan metode Boom maupun Fenol-Kloroform dapat menghasilkan DNA dengan tingkat kemurnian atau nilai rasio absorbansi (a. 2601280) berkisar 1,4-1,9. Keberhasilan isolasi DNA ini telah dibuktikan dengan adanya pita DNA dalam gel agarosa dari hasil amplifikasi PCR dengan ukuran 541 bp, yang sesuai dengan fragmen DNA Al tuberculosis yang disintesis dengan menggunakan primer Pt8 dan Pt9. Hibridisasi telah dilakukan untuk menentukan galur pada 9 dari 30 sampel yang berhasil dikumpulkan dan di dapatkan 8 pola pita hibridisasi unik yang menunjukkan adanya 8 galur yang berbeda. Pada 2 sampel sputum yang dikumpulkan dalam 2 waktu pengambilan yang berbeda dari seorang penderita tuberculosis, memberikan pola pita hibridisasi yang sama. 4 galur MDR-TB (Multi Drug Resistance - Tuberculosis) dalam sampel penelitian ini mempunyai pola kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan 3 galur lainnya yang sensitif terhadap semua jenis Obat Anti Tuberculosis. Dari ke 9 sampel yang diidentifikasi dengan teknik spoligotyping, dapat menunjukkan perbedaan antar galur dan diperoleh 8 pola pita hibridisasi DNA Al. tuberculosis yang dapat digunakan sebagai penanda epidemiologi untuk bakteri penyebab penyakit tuberkulosis di Indonesia.
Teknik spoligotyping dapat menjadi alternatif disamping isolasi M. tuberculosis untuk mendeteksi adanya bakteri M. tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk memantau penyebaran kuman penyakit tuberkulosis yang sangat penting untuk dikembangkan lebih lanjut."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tan, Thiam Hok
"ABSTRAK
Menundjukkan adanja kuman-kuman tuberkulosis pada seseorang jang tersangka menderita penjakit tuberkulosis adalah sangat penting untuk para dokter. Tidak hanja untuk menundjang diagnosis klinik, akan tetapi djuga untuk menentukan basil pcngobatan jang telah ditjapai. Atjapkali para dokter mendjumpai penderita-penderita jang belum pasti menderita tuberkulosis. Dalam hal-hal sematjatn itu perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik. Tjara-tjara jang lazim dipakai jalah pembiakan dan pertjobaan binatang disamping pemeriksaan mikroskopik untuk menetapkan adanja Mycobacterium tuberculosis. Djika kita mempeladjari kepustakaan tentang tjara-tjara penjelidikan tersebut, maka kita dapat kesan betapa banjaknja waktu jang diperlukan untuk pemeriksaan-pemeriksaan itu dan bahwa tidak ada persamaan dalam tjara bekerdja dipelbagai laboratorium.
Oleh karcna itu, Prof. K.A. Jensen (1954), ketua ?Committee of Laboratory Methods of the International Union against Tuberculosis", telah mengusulkan agar tjara pemeriksaan laboratorium mengenai Mycobacterium tuberculosis, dapat dilakukan dengan tjara jang sama untuk semua laboratorium, hingga dengan demikian hasil-hasilnja dapat diperbandingkan satu sama lain.
Tudjuan tesis ini, jang didasarkan pada penjelidikan sendiri, jalah menjelidiki faktor-faktor jang dapat mcmpengaruhi pemeriksaan bakteriologik tentang Mycobacterium tuberculosis didalam dahak, agar dengan demikian dapat menghasilkan suatu dasar tjara bekerdja jang kelak dapat dipakai di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1957
D394
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ryan Fadillah
"Latar belakang: Tuberkulosis (TB) dapat menimbulkan komplikasi yang disebabkan oleh infeksi Aspergillus spp, yaitu Aspergillosis Paru Kronik (APK) pada kavitasi di paru. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) otomatis dan Uji Imunokromatografi (ICT) adalah dua dari metode-metode yang menunjang diagnosis klinis APK. Kedua metode tersebut mendeteksi antibodi Aspergillus spp. Keduanya memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing, namun belum ada studi yang membandingkan hasil dari performa diagnosis APK kedua uji tersebut pada pasien akhir pengobatan TB.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Pemeriksaan ELISA otomatis subjek memiliki ambang > 11,5 sebagai hasil positif. Pemeriksaan ICT subjek memiliki hasil positif jika terlihat garis pada masing-masing kolom T dan C, sedangkan hasil positif hanya terlihat satu garis pada kolom C.
Hasil: Jumlah subjek keseluruhan adalah 62 subjek dan diperoleh 20 (32,3%) subjek terdiagnosis APK. Hasil positif pemeriksaan ELISA otomatis adalah 27 (43,5%) subjek, sedangkan pemeriksaan ICT adalah 2 (3,2%) subjek. Sensitivitas dan spesifisitas ELISA otomatis masing-masing adalah 75% dan 71,43%, sedangkan ICT adalah 10% dan 100%.
Simpulan: ELISA otomatis memiliki performa diagnosis yang lebih baik dibandingkan ICT untuk diagnosis APK, namun ELISA otomatis masih belum tersedia secara adekuat di wilayah Indonesia sehingga penggunaan ICT tetap digunakan sebagai pemeriksaan APK.

Introduction: Tuberculosis (TB) can cause complications caused by Aspergillus spp infection, namely Chronic Pulmonary Aspergillosis (CPA) in cavitation of the lungs. Automated Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Immunochromatography Test (ICT) are two of the methods that support the clinical diagnosis of CPA. Both methods detect Aspergillus spp. antibodies. Both have their advantages and disadvantages, but there is no study that compares the results of the diagnostic performance of the CPA of the two tests in patients at the end of TB treatment.
Methods: This research was analytic descriptive with a cross-sectional design. Automated ELISA examination of subjects had a threshold > 11.5 as a positive result. ICT examination of subjects had positive results if there was a line in each T and C columns, while positive results only showed one line in C column.
Results: The total number of subjects were 62 subjects and 20 (32.3%) subjects diagnosed with CPA. Subjects showed positive results of automated ELISA examination were 27 (43.5%) subjects, while ICT examinations were 2 (3.2%) subjects. The sensitivity and specificity of the automated ELISA were 75% and 71.43%, respectively, while the ICT was 10% and 100%.
Conclusion: Automated ELISA has better diagnostic performance than ICT for CPA diagnosis, but automated ELISA was not adequately available in the Indonesian region so ICT was still used as CPA examination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>