Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakhere, Sandeep
"Normal variations in the paranasal sinus region are well documented in literature. We present five cases of a little known normal variant, which can have serious implications for the patient as well as the operating surgeon. An ectopic infra orbital nerve canal coursing through the maxillary sinus has rarely been described in imaging literature. This may sometimes be mistaken for a simple septum in the maxillary sinus and may cause serious complications during Functional Endoscopic sinus surgery (FESS) surgeries. We describe the imaging findings and present a brief review of the previous publications on the same subject.

Variasi normal di daerah sinus paranasal terdokumentasi dengan baik pada literatur. Kami menyajikan lima kasus varian normal yang diketahui, yang dapat memiliki implikasi serius bagi pasien dan juga ahli bedah operasi. Kanal saraf infra orbital ektopik pada sinus maksila jarang dijelaskan dalam literatur pencitraan. Terkadang hal ini dianggap septum sederhana di sinus maksila yang dapat mengalami komplikasi serius selama operasi functional endoscopic sinus surgery (FESS). Kami menggambarkan temuan pencitraan dan menyajikan ulasan singkat dari publikasi sebelumnya mengenai topik yang sama."
Jakarta: Interna Publishing, 2018
610 UI-IJIM 50:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Meningiomas accounts for 10-15% of all intraeranicd tumours, but meningiomas originating in the paranasal sinuses are rare. These tumors are thought to arise from embryonal arachnoid nests which were pinched off and left behind during embryonic development. We present Three cases, JO and 50 years old female and 7 years old male with paranasal sinus meningioma. Meningioma in this location needs special approach for surgical excision. We perform surgical excision in both cases and in one cases we join operation with otolaryngologist. All three cases have good outcome after surgery. We will discuss about the pathophysiology and surgical approach for meningioma in this location."
610 MEDI 3:7 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Pramana Putra Lolo Allo
"Latar Belakang: Rinosinusitis kronis diasosiasikan dengan abnormalitas variasi anatomi pada kompleks ostiomeatal, salah satunya variasi proseus unsinatus. Pola perlekatan superior diketahui memiliki korelasi signifikan dengan sinusitis frontalis, namun belum terdapat laporan mengenai korelasi dengan kejadian sinusitis maksilaris. Tujuan: Menilai hubungan antara tipe perlekatan superior prosesus unsinatus dengan ada tidaknya konkha bullosa terhadap kejadian sinusitis kronis maksila. Metode: Sebanyak 262 pasien memenuhi kriteria penelitian studi kasus-kontrol yang telah dilakukan pemeriksaan HRCT scan kepala leher selama tahun 2020 hingga 2023. Analisis bivariat dilakukan pada faktor risiko kelompok usia dan faktor risiko gabungan tipe perlekatan superior dengan adanya konkha bullosa, disajikan dalam nilai Odds Ratio (OR) dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%. Hasil: Kelompok usia 31-60 tahun pada kedua kelompok mempunyai nilai OR sebesar 2,11 (1,16-3,81 IK 95%; p <0,05) dan kelompok usia 61-82 tahun pada kedua kelompok mempunyai nilai OR 2,82 (1,20-6,61 IK 95%; p <0,05) dibandingkan kelompok usia 18-30 tahun. Perlekatan superior prosesus unsinatus tipe II dengan konkha bullosa mempunyai nilai OR 2,58 (1,28-5,20 IK 95%; p <0,05) dan tanpa konkha bullosa mempunyai nilai OR 2,53 (1,66-3,87 IK 95%; p <0,05). Kesimpulan: Terdapat peningkatan risiko terjadinya sinusitis kronis maksila pada perlekatan superior tipe II dibandingkan dengan perlekatan tipe I.

Background: Chronic rhinosinusitis is associated with anatomical variations in the ostiomeatal complex, including uncinate process variations. The superior attachment pattern is known to have a significant correlation with frontal sinusitis, but there have been no reports on its correlation with the occurrence of maxillary sinusitis. Objective: To evaluate the relationship between the superior attachment of the uncinate process and the presence or absence of concha bullosa in the occurrence of chronic maxillary sinusitis. Method: A total of 262 patients met the criteria for a case-control research study, undergoing head and neck HRCT scans from 2020 to 2023. Bivariate analysis was conducted on age group risk factors and the combined risk factors of superior attachment type with the presence of concha bullosa, presented as Odds Ratio (OR) with a 95% Confidence Interval (CI). Results: In both study groups, the OR of 31-60 year-old group was 2,11 (95% CI 1,16-3,81; p <0,05), and the OR of 61-82 year-old group was 2,82 (95% CI 1,20-6,61; p <0,05) compared to the 18-30 year-old group. Superior attachment of uncinate process type II with concha bullosa had an OR of 2,58 (95% CI 1,28-5,20; p <0,05), and without concha bullosa, the OR was 2,53 (95% CI 1,66-3,87; p <0,05). Conclusion: There is an increased risk of chronic maxillary sinusitis in superior attachment type II compared to attachment type I.

Keywords: superior attachment of uncinate process, concha bullosa, chronic maxillary sinusitis"

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risca Rini Aryanti
"Latar Belakang: COVID-19 di Indonesia menyebabkan kematian hingga lebih dari 150.000 orang. Salah satu populasi yang mengalami dampak dengan risiko kematian yang tinggi adalah populasi penyakit kardiovaskular. Severitas COVID-19 sering dikaitkan dengan rendahnya rasio PaO2/FiO2 dan tingginya kadar D-dimer. COVID-19 varian Omicron diketahui memiliki angka penyebaran yang lebih tinggi dengan severitas infeksi yang lebih rendah dibandingkan varian sebelumnya. Namun dampak jangka panjang pada pasien COVID-19 varian Omicron, khususnya pada populasi pasien dengan penyakit kardiovaskular masih menjadi pertanyaan. Penelitian ini ingin mengetahui dampak pasca COVID-19 varian Omicron dengan melihat kadar ST2 terlarut dan adanya gangguan paru yang dinilai dengan pemeriksaan spirometri.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Rasio PaO2/FiO2 dan Kadar D-dimer pada saat admisi terhadap kadar ST2 terlarut dan gambaran spirometri pada pasien pasca COVID-19 varian Omicron dengan penyakit kardiovaskular. Metode: Penelitian berupa studi potong lintang terhadap pasien COVID-19 varian Omicron dengan riwayat komorbid penyakit kardiovaskular yang dirawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Diagnosis COVID-19 varian Omicron dilakukan dengan menggunakan metode WGS/SGTF. Pasien dengan kriteria inklusi menjalani pemeriksaan spirometri dan pengukuran kadar ST2 terlarut pada 6 bulan pasca perawatan.
Hasil dan Pembahasan: Penelitian ini menunjukkan rasio PaO2/FiO2 dengan median 454 dan kadar D-dimer 790ng/mL. Mayoritas pasien menunjukkan gambaran gangguan resktriktif. Kadar ST2 terlarut pasca perawatan memiliki median 2716,8pg/mL. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara rasio PaO2/FiO2 dan kadar D-Dimer terhadap kadar ST2 terlarut maupun gambaran spirometri pada 6 bulan pasca COVID-19. Hal ini dapat dikaitkan dengan severitas COVID-19 yang lebih rendah sehingga tidak terdapat hubungan bermakna terhadap parameter admisi serta hubungan pengukuran 6 bulan pasca COVID-19 dengan kemungkinan adanya perbaikan fibrosis.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara rasio PaO2/FiO2 dan kadar D- Dimer terhadap kadar ST2 terlarut ataupun gambaran spirometri pada 6 bulan pasca COVID-19 varian Omicron.

Introduction: COVID-19 in Indonesia has caused more than 150,000 deaths. One of the affected populations with a high risk of death is the cardiovascular disease population. The severity of COVID-19 is associated with a low of PaO2/FiO2 ratio and the increased levels of D-dimer. Omicron variant is known to have higher transmission with less severe infection than the previous variant. However, research related to long term effect post COVID-19 with Omicron variant in cardiovascular population is not yet known.
Aim: This study was conducted to determine the relationship of PaO2/FiO2 ratio and D- dimer levels at admission to sST2 levels and spirometry profile in post COVID-19 variant Omicron patient with cardiovascular disease.
Method: Research in the form of a cross-sectional study was conducted on Omicron variant COVID-19 patients with a history of comorbid cardiovascular disease who were treated at the Harapan Kita Heart and Blood Vessel Hospital (RSJPDHK). The diagnosis of COVID-19 is carried out using the WGS/SGTF method. Patients undergo spirometry examination and measurement of sST2 levels at 6 month after hospitalization.
Results and Discussion: This study shows a PaO2/FiO2 ratio with a median of 454 with D-dimer levels 790 ng/mL. The majority of patients have a restrictive patterns. The median sST2 value in Omicron variant COVID-19 patients at 2716.8 pg/mL. There was no significant relationship between the ratio of PaO2/FiO2 and D-Dimer levels to sST2 levels and spirometry profile at 6 months after COVID-19 infection. This can be associated with lower COVID-19 severity so that there is no significant association with inflammatory parameters such as PaO2/FiO2 ratio and D-dimer levels, as well as the relationship between measurements 6 months post COVID-19 and the possibility of fibrosis improvement.
Conclusion: There was no significant relationship between the ratio of PaO2/FiO2 and D-Dimer levels to sST2 levels and spirometry abnormality at 6 months post COVID-19 variant Omicron.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Agung Wicaksana
"Penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik menyebabkan terjadinya hipoksia kronik yang akan memicu peningkatan eritropoietin dan meningkatkan kadar hemoglobin (Hb). Diagnosis defisiensi besi pada PJB sianotik menjadi sulit karena parameter standar seperti Hb dan indeks eritrosit tidak dapat digunakan. Parameter pemeriksaan lain seperti feritin dan saturasi transferin sering tidak akuirat karena dipengaruhi berbagai faktor seperti inflamasi akut. American Academy of Pediatrics merekomendasikan pemeriksan reticulocyte hemoglobin equivalent (Ret-He) sebagai alat diagnosis defisiensi besi yang tidak dipengaruhi inflamasi akut. Serial kasus ini bertujuan untuk menilai gambaran Ret-He dalam menilai defisiensi besi pada pasien PJB sianotik. Sebanyak 11 subjek berusia 6 bulan - 5 tahun dengan PJB sianotik mengikuti penelitian ini dan dilakukan pemeriksaan antropometri, saturasi oksigen, Hb, indeks eritrosit, serum besi, total iron binding complex (TIBC), feritin, dan Ret-He. Terdapat 7 subjek dengan diagnosis tetralogi Fallot dan 4 subjek dengan double-outlet right ventricle (DORV). Sebanyak 10 subjek mengalami malnutrisi dan gangguan penyimpanan besi, namun status gizi tidak berbanding lurus dengan status besi. Nilai Ret-He yang rendah ditemui pada 9 dari 10 subjek yang mengalami gangguan penyimpanan besi meskipun tidak ditemukan nilai yang linear. Berdasarkan temuan di atas, diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium dalam mendiagnosis defisiensi besi pada PJB sianotik.

Cyanotic congenital heart disease (CHD) would cause chronic hypoxia and trigger erythropoietin which led to increase hemoglobin (Hb) levels. Diagnosis of iron deficiency in cyanotic CHD is difficult because standard parameters such as Hb and erythrocyte index cannot be used. Another parameters like ferritin and transferrin saturation are confounded by various factor such as acute inflammation. The America Academy of Pediatrics recommends reticulocyte hemoglobin equivalent (Ret-He) as a diagnostic tool for iron deficiency which not influenced by acute inflammation. This case series aims to assess the role of Ret-He in diagnosing iron deficiency in cyanotic CHD. A total 11 subjects aged 6 months - 5 years with cyanotic CHD included in this study and were examined to anthropometric, oxygen saturation, Hb, erythrocyte index, serum iron, total iron binding complex (TIBC), ferritin, and Ret-He. There were 7 subjects diagnosed with tetralogy of Fallot’s and 4 subjects with double outlet right ventricle (DORV). Malnutrition found and iron storage disorder was found in 10 subject, but nutritional status was not directly proportional to iron status. A low Ret-He value was found in 9 out of 10 iron-deficient subjects, although no linearity between them. Based on the above findings, several laboratory tests are needed in diagnosing iron deficiency in cyanotic CHD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Procop, Gary W.
"Pathology of Infectious Diseases, by Gary W. Procop, MD, A Volume in the Foundations in Diagnostic Pathology Series, packs all of today's most essential information on infectious disease pathology into a compact, high-yield format! Well-organized and segmented by type of infectious organism, the book's pragmatic approach complemented by abundant full-color, high-quality photomicrographs and clinical photos, and at-a-glance tables makes it easy to access the information you need to quickly and accurately detect and identify pathogenic organisms. Chapters on immunohistochemical and molecular te."
London : Elsevier Health Sciences, 2014
616.904 75 PRO p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dhany Nugraha Ramdhany
"Sistem urinari hewan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu sistem urinari bagian atas dan sistem urinari bagian bawah. Ginjal yang merupakan bagian dari sistem urinari memiliki 2 fungsi penting, yaitu filtrasi dan reabsorpsi. Dalam mendiagnosis penyakit yang diderita hewan pada sistem urinarinya terdapat beberapa kendala. Pada penelitian ini, dikembangkan model untuk mendiagnosis gangguan sistem urinari pada anjing dan kucing dengan menggunakan algoritma VFI 5 berdasarkan gejala klinis (terdapat 37 feature) dan pemeriksaan laboratorium (39 feature). Percobaan dilakukan baik pada feature gejala klinis dan juga pada feature pemeriksaan laboratorium. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa akurasi rata-rata sebesar 77,38% untuk percobaan dengan feature gejala klinis, dan 86,31% untuk percobaan dengan feature pemeriksaan laboratorium. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa dalam mendiagnosis penyakit dalam sistem urinari, pemeriksaan laboratorium masih sangat dibutuhkan dalam menentukan hasil diagnosis suatu penyakit."
[Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, IPB. Departemen Ilmu Komputer], 2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Scully, Crispian
London: Martin Dunitz, 1999
R 617.522 SCU h
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nugroho
"Universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi harus bisa menjamin keselamatan semua pihak yang berkepentingan di wilayah universitas untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, baik dalam kegiatan akademik seperti keselamatan laboratorium dan kegiatan lain seperti kegiatan konstruksi dalam area universitas. Penelitian ini dilakukan untuk menilai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Universitas Indonesia, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang penerapan OHSMS dan ISO 45001: 2018 sebagai standar internasional tentang SMK3. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan analisis arsip dengan validasi oleh para ahli dan praktisi melalui kuesioner berdasarkan standar dan peraturan SMK3 tersebut. Universitas Indonesia telah menerapkan SMK3 yang terdiri dari: (1) Kebijakan K3, (2) Perencanaan K3 (3) Pelaksanaan rencana K3, (4) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan (5) Peningkatan berkelanjutan. Selain itu, Universitas Indonesia telah membentuk unit khusus yang bertugas dalam mengelola program K3 & prosedur K3, termasuk pencegahan dan mitigasi kecelakaan kerja dan penyakit di kawasan Universitas Indonesia.

The university is an institution of higher education and research that must be able to guarantee the safety of all interested parties in the university area to prevent accidents and occupational diseases, both in academic activities such as laboratory safety and other activities such as construction activities within the university area. This research was conducted to assess the implementation of Occupational Safety and Health Management System (OHSMS) at Universitas Indonesia, referring to Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 50 of 2012 regarding the application of OHSMS and ISO 45001:2018 as international standards on OHSMS. The methodology used in this research uses interview and archive analysis with validation by experts and practitioner through a questionnaire based on those OHSMS standard and regulation. Universitas Indonesia has implemented OHSMS which consists of: (1) Policy; (2) Planning; (3) Operation; (4) Measurement and Evaluation; and (5) Improvement. Furthermore, Universitas Indonesia has formed a specific unit tasked with developing and organizing OHS programs & OHS procedures, including prevention and mitigation of work accident and diseases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Rahmaningrum
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stimulasi ovarium terkendali (SOT) merupakan langkah krusialdalam prosedur fertilisasi in vitro (FIV). SOT dilakukan dengan memberikan hormon gonadotropin eksogen. Pemberian hormon eksogen ini akan menyebabkan kondisi suprafisiologis hormon steroid. Perubahan kadar hormon-hormon steroid ini mempengaruhi reseptivitas endometrium, sehingga berpengaruh pada peristiwa implantasi. Biomarker mucin-1 dapat digunakan sebagai indikator terhadap perubahan yang terjadi dalam jaringan endometrium.
Tujuan: Mengetahuipengaruh prosedurSOT dengan berbagai dosis r-FSH yang berbeda pada ekspresi mucin-1 pada berbagai kompartemen jaringan endometrium dari hewan primata Macaca nemestrina.
Metode: Studi ini menggunakan jaringan uterus Macaca nemestrinayang tersimpan dalam blok paraffin. Subjek terdiri dari 15 kera betina berusiareproduktifdan memiliki riwayat melahirkan. Subjek terbagi dalam empat kelompok; kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang mendapatkan administrasi r-FSH dengan dosis yangberbeda (30, 50, dan 70 IU) sesuai dengan protokol SOT. Immunohistokimia dilakukan pada jaringan endometrium dan ekspresi mucin-1 dihitung menggunakan pluginRGB Measuredari perangkat lunak imageJ dan secara manual. Hasil kemudian dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu-arah, uji post-hocTukey HSD, dan uji korelasi bivariat Pearson
Hasil dan Pembahasan: Tedapat perbedaan ekspresi mucin-1 yang bermakna pada kompartemen kelenjar endometrium antara kelompok intervensi dengan uji ANOVA satu arah (F (3,10) = 7,474, p = 0,007). Namun, hasil yang tidak bermakna ditunjukkan dalam luminal (F (3,8) = 1,129, p = 0,394) dan stromal (F (3,11) = 1,129, p = 0,357) endometrium. Hasil yang signifikan dari kelenjar endometrium dapat dijelaskan dengan kondisi suprafisiologis hormon steroid. Sedangkan hasil yang tidak signifikan dapat dijelaskan oleh ekspresi mucin-1 yang terbatasdi bagian stromal, perbedaan 7 hari antara administrasi SOT dan pengambilan jaringan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sedikitnya jumlah subjek, karena spesies subjek Macaca nemestrina, terbatas untuk pemanfaatan penelitian di negara kami.
Kesimpulan: Perbedaan dosis r-FSH memiliki pengaruh ekspresi mucin-1 pada jaringan endometrium secara signifikan pada bagian glandular namun tidak pada bagian stromal dan luminal.

ABSTRACT
Different r-FSH dosages affects mucin-1 expression on endometrial tissues significantly in glandular parts but not in luminal and stromal parts."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>