Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Made Ruastiti
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memahami makna Tari Sang Hyang Dedari yang kini sering disajikan dalam konteks pariwisata di Puri Saren Agung Ubud, Bali. Padahal Tari Sang Hyang Dedari merupakan sebuah tari upacara untuk memohon keselamatan bagi masyarakat setempat. Sebagai sebuah tari upacara, Tari Sang Hyang Dedari semestinya hanya disajikan di pura dalam konteks upacara saja. Namun kenyataannya di Puri Saren Agung Ubud berbeda. Untuk itu, penelitian yang berlokasi di Puri Saren Agung Ubud ini akan mengkaji permasalahan tentang: (1) mengapa Puri Saren Agung Ubud menyajikan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks pariwisata?; (2) bagaimana mereka menyajikan?; dan (3) bagaimana Puri Saren Agung Ubud memaknai Tari Sang Hyang Dedari tersebut?
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dalam perspektif cultural studies yang dianalisis dengan teori dekonstruksi, teori estetika postmodern, teori praktik, dan teori relasi kuasa pengetahuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Puri Saren Agung Ubud menyajikan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks pariwisata karena dilatari adanya peluang pasar yakni berkembangnya industri pariwisata di Ubud serta adanya potensi kesenian masyarakat yang memadai untuk menampilkan seni pertunjukan pariwisata (2) Puri Saren Agung Ubud menyajikan Tari Sang Hyang Dedari untuk pariwisata dalam bentuk tari kreasi baru pelegongan yang konsep penciptaannya merupakan pengembangan bentuk estetika pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari untuk upacara; (3) Puri Saren Agung Ubud memaknai pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari dalam konteks pariwisata terebut sebagai sebuah kreativitas seni, produk pariwisata bernilai ekonomi, sebagai pengikat relasi sosial masyarakat yang berimplikasi pada pelestarian seni pertunjukan tradisional di daerah tersebut pada era global."
Denpasar: Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Dyan Ratna
"ABSTRACT
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk dapat mengetahui dan memahami Tek Tok Dance sebagai seni pertunjukan pariwisata baru di Bali. Penelitian yang berlokasi di Puri Kantor, Ubud, Bali ini dilakukan karena adanya ketimpangan antara asumsi dan kenyataan di lapangan. Pada umumnya di Bali berkembang seni pertunjukan pariwisata antara lain : Cak Dance, Legong Dance, dan Barong Dance. Tetapi kenyataannya ini berbeda. Pertanyaannya: (1). Bagaimana bentuk pertunjukan Tek Tok Dance di Puri Kantor, Ubud?, (2). Mengapa Puri Kantor Ubud menciptakan Tek Tok Dance?, dan (3). Apa kontribusinya bagi Puri Kantor, masyarakat, dan industri pariwisata di Bali?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah pertunjukan Tek Tok Dance itu sendiri, para informan, buku-buku, dan jural terkait. Seluruh data yang telah dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi kepustakaan dianalisis secara kritis dalam perspektif kajian budaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1). Sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata baru, Tek Tok Dance disajikan dalam bentuk dramatari. Hal itu dapat dilihat dari cara penyajian, koreografi, struktur pertunjukan, lakon, tata rias busana, dan iringan musik pertunjukannya, (2) Puri Kantor di Ubud menciptakan Tek Tok Dance pads tahun 2013 karena adanya peluang pasar dan potensi berkesenian masyarakat setempat yang memadai, (3) Muncul dan berkembangnya Tek Tok Dance sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata baru di Bali berkontribusi positif bagi kehidupan ekonomi, sosial, budaya masyarakat setempat,para pihak terkait, dan pengayaan bagi industri
pariwisata Bali."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tari Sang Hyang Dedari dalam upacara keagamaan tidak hanya bertujuan vertikal terhadap Sang Hyang Widhi, tetapi ada tujuan horizontal, untuk merawat suatu struktur dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan lapisan-lapisan yang tersamar, sehingga dapat dipahami secara kritis apa yang dimaksud dengan perempuan Bali. Bahwa dalam diskursus multikultural, perempuan adat merayakan adat dan tradisi sebagai perawatan terhadap akar. Tetapi perlu ada penyegaran pengertian terhadap akar. Akar bukanlah yang absolut, satu dan tunggal, tetapi rhizoma, yang mencuat, menerobos hegemoni hirarki dan melahirkan kuncup-kuncup entitas baru dalam memenangkan kesetaraan atas subordinasi patriarki."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pande Nyoman Djero Pramana
Surakarta: Citra Etnika, 2004
294.5 PAN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
L.G. Saraswati Putri
"Abstrak
This research and community engagement investigates an ancient Balinese ritual known as Sang Hyang Dedari. Thedance is interrelated to an agricultural aspect of the traditional Balinese living. As the Balinese struggle tomaintain their values from the constant threat of modernization andindustrialization, this dance reveals the powerful impact of creating anawareness of socio ecological equilibrium. The effort made by the villagers ofGeriana Kauh, Karangasem, displays how local community rebuilds its environmentbased on their traditional ecological value. Analyzing Sang Hyang Dedaridance through phenomenological approach, thus, it can be discovered how theritual sustains the social relations. The bodies of the dancers are the centerof an elaborate nexus between people, nature and god. To understand how thedualism of sacred and profane bodies, this research utilizes the body theory byMaurice Merleau-Ponty. The importance of phenomenology as a theory relates tothe understanding on how the ritual works as an event in its totality.Understanding the unity between the presence of the divine, nature and human.The output of this research and community engagement is a museum built incooperation between University of Indonesia with the villagers of Geriana Kauh,Karangasem. As the performance and knowledge about Sang Hyang Dedari appearedto be scarce, this museum is a form of collaboration to retrace the history ofSang Hyang Dedari ritual, in an attempt to conserve the ancient knowledge. "
Depok: Directorate of research and community engagement Universitas Indonesia, 2017
300 AJCE 1:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Niluh Herawati
"
ABSTRAK
Seni tari Bali merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat yang sudah diwarisi sejak dahulu. Salah satu seni tari yang sangat tua umurnya adalah tan Sanghyang Dedari. Tari Sanghyang Dedari merupakan tari tradisional yang berasal pada masa pra-Hindu dan masih hidup sampai sekarang. Tari Sanghyang Dedari sebagai tarian yang dianggap sakral sudah cukup di kenal sejak dahulu dan menjadi daya tarik bagi wisatawan. Tarian ini mulai beradaptasi dengan perkembangan-_perkembangan sehingga mengalami perubahan-perubahan didalamnya.
Daerah Gianyar adalah salah satu daerah yang cukup banyak mendapat perhatian serta kunjungan wisatawan. Gianyar merupakan daerah seni yang kaya akan tari-tarian dan di dukung oleh masyarakat setempat. Sehingga seni tari memiliki kaitan erat dalam kehidupan masyarakat yang telah diikat oleh nilai-nilai sosial dan kepercayaan yang telah ada.
Dalam perkembangannya tari Sanghyang Dedari mengalami perubahan_-perubahan dalam fungsi, busana, rias muka, dan iringan hingga munculnya seka sebagai organisasi tari Sanghyang Dedari. Semula tari Sanghyang Dedari berfungsi sebagai pelaksana upacara (tari wali) untuk mengusir wabah penyakit yang melanda desa. Sejak meningkatnya wisatawan yang datang, fungsi tari tidak hanya sebagai tari upacara tetapi telah bergeser menjadi tari untuk hiburan wisatawan (tari balih-_balihan). Perubahan juga diikuti dalam busana, tata rias, dan iringan tan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Perkembangan tari Sanghyang Dedari sebagai penunjang panwisata telah membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat. Peningkatan pertunjukan tan Sanghyang Dedari untuk wisatawan akan menambah pendapatan ekonomi bagi seniman dan daerah. Tari Sanghyang Dedari sebagai bagian dari kebudayaan Bali yang bersifat dinamis tidak terlepas dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebagai tari upacara tari Sanghyang Dedari mempunyai kaitan dalam upacara-upacara keagamaan seperti, upacara Dewa Yadya dan Bhuta Yadya.. Tari Sanghyang Dedari merupakan seni tari tradisional yang memiliki nilai-nilai luhur yang tinggi, sehingga seni tari ini menjadi salah satu potensi budaya dalam mengembangkan dan meningkatkan kepariwisataan di Gianyar pada khususnya dan Bali umumnya.
"
1998
S12728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Soedarsono
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
790.259 8 SOE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Soedarsono
Jakarta: Departemen P & K, 1998
306 SOE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aris Munandar
"Puri-puri di Bali yang masih berdiri hingga sekarang tinggal beberapa saja. Puri-puri itu ada yang masih terawat dengan baik dan ada juga yang sebagiannya telah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Puri secara umum dapat disebut sebagai tempat kedianan kaum ksatrya atau golongan yang memegang pemerintahan, atau juga rumah bangsawan yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: 36,Bangunan-bangunan puri di Bali umumnya berasal dari periode ketika Bali diperintah oleh banyak kerajaan kecil pada sekitar abad 17--19 M. Di antara para raja di kerajaan-kerajaan tersebut, penguasa Dewa Agung Klungkunglah --yang karena berbagai sebabl--dianggap sebagai pemimpin para raja Bali (Covarrubias 1972: 28, Geertz 1980: 14--15, Swellengrebel 1984: 22, Gde Agung 1989: 634). Kerajaan-kerajaan di Bali tidak selalu hidup berdampingan dengan keadaan damai, tetapi juga seringkali timbul peperangan antara sesamanya sebagaimana yang terungkap dalam uraian sumber_sumber sejarah lokal. Akibatnya banyak kerajaan yang silih berganti tumbuh berkembang dan akhirnya runtuh akibat kalah dalam peperangan, demikian pula yang terjadi pada puri-puri sebagai tempat tinggal raja dan keluarga raja banyak pula yang dirusak oleh tentara pihak yang menang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
D1570
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aris Munandar
"Puri-puri di Bali yang masih berdiri hingga sekarang tinggal beberapa saja. Puri-puri itu ada yang masih terawat dengan baik dan ada juga yang sebagiannya telah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Puri secara umum dapat disebut sebagai tempat kedianan kaum ksatrya atau golongan yang memegang pemerintahan, atau juga rumah bangsawan yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: 36,Bangunan-bangunan puri di Bali umumnya berasal dari periode ketika Bali diperintah oleh banyak kerajaan kecil pada sekitar abad 17--19 M. Di antara para raja di kerajaan-kerajaan tersebut, penguasa Dewa Agung Klungkunglah --yang karena berbagai sebabl--dianggap sebagai pemimpin para raja Bali (Covarrubias 1972: 28, Geertz 1980: 14--15, Swellengrebel 1984: 22, Gde Agung 1989: 634). Kerajaan-kerajaan di Bali tidak selalu hidup berdampingan dengan keadaan damai, tetapi juga seringkali timbul peperangan antara sesamanya sebagaimana yang terungkap dalam uraian sumber_sumber sejarah lokal. Akibatnya banyak kerajaan yang silih berganti tumbuh berkembang dan akhirnya runtuh akibat kalah dalam peperangan, demikian pula yang terjadi pada puri-puri sebagai tempat tinggal raja dan keluarga raja banyak pula yang dirusak oleh tentara pihak yang menang."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
D498
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>