Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110522 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eveline J.M. Verstraaten
"Background: the costs of HIV/AIDS interventions in Indonesia are largely unknown. Knowing these costs is an important input for policy makers in the decision-making of setting priorities among HIV/AIDS interventions. The aim of this analysis is to determine the costs of four HIV/AIDS interventions in Bandung, Indonesia in 2015, to inform the local AIDS commission.
Methods: data on utilization and costs of the different interventions were collected in a sexual transmitted infections (STI) clinic and the KPA, the local HIV/AIDS commission, for the period of January 2015-December 2015. The costs were estimated from a societal perspective, using a micro costing approach.
Results: the total annualized costs for condom distribution, mobile voluntary counselling and testing (VCT), religious based information, communication, and education (IEC) and STI services equalled US$56,926, US$2,985, US$1,963 and US$5,865, respectively.
Conclusion: this analysis has provided cost estimates of four different HIV/AIDS interventions in Bandung, Indonesia. Additionally, it has estimated the costs of scaling up these interventions. Together, this provides important information for policy makers vis-vis the implementation of these interventions. However, an evaluation of the effectiveness of these interventions is needed to estimate the cost-effectiveness.

Latar belakang: biaya intervensi HIV/AIDS di Indonesia belum diketahui banyak. Mengetahui biaya-biaya ini merupakan masukan penting bagi pembuat kebijakan dalam membuat keputusan untuk menentukan prioritas-prioritas bagi intervesi HIV/AIDS. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan biaya-biaya dari empat intervensi HIV/AIDS di Bandung, Indonesia pada tahun 2015 agar dapat menyediakan informasi bagi komisi AIDS setempat.
Metode: data mengenai pemakaian dan biaya berbagai intervensi yang berbeda dikumpulkan di klinik sexual transmitted infections (STI) dan komisi penanggulangan AIDS (KPA) setempat selama bulan Januari 2015 hingga Desember 2015. Biaya-biaya diperkirakan dari perspektif masyarakat menggunakan pendekatan mikro biaya (micro-costing approach). Hasil: total biaya tahunan untuk distribusi kondom, voluntary counselling and testing (VCT) mobile,layanan KIE dan IMS berbasis agama masing-masing setara dengan $56.926, $2.985, $1.963 dan $5.865 dollar Amerika.
Kesimpulan: analisis ini telah menunjukkan perkiraan biaya untuk empat intervensi HIV/AIDS yang berbeda di Bandung, Indonesia. Selain itu, analisis ini telah memperkirakan biaya scaling up intervensi-intervensi tersebut. Secara keseluruhan, hal ini memberikan informasi penting bagi para pembuat kebijakan secara langsung (vis-à-vis) mengenai implementasi intervensi-intervensi tersebut. Meskipun demikian, evaluasi tentang efektivitas intervensi tersebut diperlukan untuk memperkirakan efektivitas biaya
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Q. Yunifiar
"Background: human immunodeficiency virus (HIV) infection and acquired immune deficiency syndrome (AIDS) cause serious health problems and affect the Indonesian economy. Papua province has the highest prevalence of HIV infection in the country; however, epidemiological data are limited. Therefore, in order to reveal the current situation of HIV/AIDS in Papua province, sero and molecular epidemiological studies of HIV were conducted.
Methods: serological tests were conducted on 157 healthy individuals from the general population residing in Paniai, Papua. In addition, a molecular epidemiological study was then conducted on HIV type 1 (HIV 1) genes derived from infected individuals. Peripheral blood samples from HIV 1 positive individuals and 15 additionally enrolled, previously confirmed HIV 1 positive individuals were subjected to a genotypic analysis.
Results: serological tests revealed that 2 out of 157 (1.27%) healthy individuals were HIV positive. In addition, HIV 1 subtyping revealed that subtype B and CRF01_AE were the major subtype and circulating recombinant form (CRF) of HIV 1 prevalent in the region, while subtype A1 and a recombinant form including viral gene fragments of CRF01_AE and subtype B was also detected. In addition, HIV drug resistance-associated major mutations were detected in the reverse transcriptase gene derived from infected individual on antiretroviral therapy.
Conclusion: these results provide important information for clearer understanding on the current situation of HIV/AIDS in Papua province in Indonesia.

Latar belakang: infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immune deficiency syndrome(AIDS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dan mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Provinsi Papua memiliki prevalensi HIV tertinggi di negeri ini. Namun data tentang epidemiologi HIV sangat terbatas. Oleh karena itu, dilakukan studi sero-epidemiologi HIV pada orang sehat yang berada di daerah Paniai, Papua.
Metode: pemeriksaan serologi dilakukan pada 157 orang sehat dari populasi umum di Paniai, Papua. Selain itu, studi epidemiologi molekuler kemuian dilakukan pada gen HIV tipe 1 (HIV-1) dari individu yang ditemukan terinfeksi. Analisis genotipe dilakukan terhadap sampel darah perifer dari individu HIV-1-positif dan 15 sampel tambahan dari individu yang sebelumnya telah dikonfirmasi positif HIV-1.
Hasil: pemeriksaan serologis menunjukkan bahwa 2 dari 157 orang sehat (1,27%) dinyatakan positif HIV. Pemeriksaan genotip pada sampel HIV-1 menunjukkan bahwa subtipe B dan circulating recombinant form (CRF) CRF01_AE merupakan subtipe terbanyak dan CRF HIV-1 yang banyak ditemukan di wilayah tersebut, sementara subtipe A1 dan rekombinan antara CRF01_AE dan subtipe B juga ditemukan pada penelitian ini. Selain itu, pada pasien HIV yang sudah mendapatkan terapi ARV juga ditemukan mutasi mayor pada daerah reverse transcriptase.
Kesimpulan: hasil penelitian ini dapat memberikan informasi penting untuk memahami situasi perkembangan HIV/AIDS saat ini di provinsi Papua di Indonesia
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Lenggang Dianasari
"Salah satu wilayah yang memiliki jumlah pengguna narkoba suntik (IDU/Injecting Drugs User) dan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) terbanyak adalah Cihampelas Kelurahan Taman Sari yang terletak di Bandung Wetan, Jawa Barat. Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan IDU di wilayah ini masih melekat ditandai dengan ketakutan komunitas dan menjauhi ODHA. Stigma dan diskriminasi ini berakar dari pengetahuan dan persepsi yang salah tentang HIV. Untuk menumbuhkan kepedulian terhadap ODHA¬IDU dilakukan serangkaian kegiatan agar komunitas ikut mendukung perubahan perilaku IDU dan menyebarkan informasi mengenai epidemi HIV. Hal ini penting dilakukan karena permasalahan HIV/AIDS bukan milik komunitas tertentu tetapi sudah menjadi permasalahan komunitas secara luas. Dengan ikut mendukung ODHA-IDU dan menyebarkan informasi mengenai epidemi HIV, secara tidak langsung ikut melakukan pencegahan penyebaran HIV di komunitas. Target intervensi yang dituju adalah ibu-ibu.
Model yang dipakai dalam intervensi sosial ini adalah Sistem Manajemen Perubahan yang terdiri dari subsistem organisasional, subsistem komunikasi, dan subsistem sasaran target perubahan. The Four-Step Method juga digunakan dalam intervensi ini. Perubahan ini mengikuti Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura. Tingkah laku manusia merupakan interaksi terus menerus dan timbal balik antara faktor personal, tingkah laku, dan lingkungan.
Program dirancang dari lobbying sampai dengan pemantauan berkala. Tulisan ini memfokuskan pada pelatihan kader pelatih. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pelaksanaan program berjalan sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Tujuan kegiatan terpenuhi, ditandai dengan tercapainya indikator keberhasilan, yaitu terjadi peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan kecanduan, dari hasil pre-post test pelatihan, terbentuknya kader, adanya pos informasi, serta kerjasama dengan medis (puskesmas)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramadita Rulianthina
"Perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan dan merupakan salah satu yang tercepat di Asia. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 31 Desember 2007 adalah 4,91 per 100.000 penduduk dan sampai dengan 31 Maret 2008 sudah meningkat menjadi sebesar 5,23 per 100.000 penduduk dengan kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Papua, DKI Jakarta, Bali, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Maluku, Papua Barat, Bangka-Belitung, Sulawesi Utara, dan Jawa Barat. Epidemi yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia ini terkonsentrasi pada beberapa sub populasi beresiko tinggi, seperti pengguna napza suntik (penasun), waria atau homoseksual dan wanita pekerja seks (WPS). Jumlah kumulatif kasus AIDS tertinggi sampai dengan 31 Maret 2008 berdasarkan laporan statistik dari Ditjen PPM & PL Depkes RI adalah pada kelompok IDU (Injecting Drug User) yaitu sebanyak 5.839 kasus.
Selama ini kajian penyakit ini lebih banyak dikaji dengan pendekatan medis, karena ada asumsi bahwa permasalahan penyakit HIV/AIDS seperti halnya penyakit-penyakit lain merupakan permasalahan medis belaka. Namun demikian dalam perkembangannya seorang penderita yang sering disebut dengan Odha beserta keluarganya tidak hanya menghadapi persoalan kesehatannya saja, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya Odha dan keluarga Odha juga menghadapi permasalahan psikososial, yakni mendapat stigma sampai dengan perlakuan yang diskriminatif baik dari lingkungan sekitar maupun dari tenaga medis sendiri, serta permasalahan ekonomi.
Penelitian ini merupakan studi lanjut dari hasil studi keluarga dan anak-anak rawan HIV dan AIDS yang dilakukan di tujuh provinsi di Indonesia tahun 2007 oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPKUI) bekerjasama dengan UNICEF, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah Odha karena penggunaan narkoba dengan jarum suntik dan keluarganya, termasuk di dalamnya adalah orangtua, suami/istri, anak saudara maupun pengasuh.
Dalam pelaksanaannya, penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa masih banyak terjadi perilaku diskriminatif pada Odha dan keluarganya, khususnya pada Odha dan keluarga Odha karena penggunaan narkoba dengan jarum suntik. Odha dan keluarga mendapat stigma dan diskriminasi bukan dari penyakitnya tetapi dari penggunaan narkoba suntiknya. Hal ini merupakan masalah psikososial bagi Odha dan keluarganya. Beberapa upaya yang dilakukan Odha terhadap masalah tersebut adalah dengan mengisolasi diri dari lingkungannya, membuka diri dengan memberitahukan penyakitnya kepada orang-orang yang dianggapnya dekat, bersikap hidup positif dan selalu berserah diri pada Tuhannya, dan membentuk jaringan sosial dengan sesama Odha dalam rangka berbagi perasaan, penderitaan, dan informasi. Sementara upaya yang dilakukan keluarga Odha antara lain dengan senantiasa memberikan perawatan dan dukungan psikologis bagi Odha. Selain itu, masalah ekonomi juga kerap terjadi di dalam keluarga. Hal ini dikarenakan sebagian besar merupakan keluarga miskin, dimana keluarga sering mengalami kesulitan dalam hal biaya pengobatan maupun biaya perawatan pencegahan.
Permasalahan yang terjadi pada Odha dan keluarga Odha ini perlu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan masyarakat, terutama dari praktisi kesehatan dan lembaga-lembaga formal maupun non-formal pelaksana program yang terkait dengan HIV/AIDS agar tidak terjadi perlakuan diskriminatif yang pada akhirnya dapat menghambat upaya pencegahan HIV/AIDS itu sendiri."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Diah Pusparini Pendet
"Salah satu aspek penting penanganan pasien HIV/AIDS, khususnya lansia adalah kualitas hidup. Hal ini karena penuaan mengganggu fungsi fisik, psikologis, dan sosial terutama masalah depresi dan stigma yang mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan depresi dan stigma terhadap kualitas hidup lansia dengan HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang, jumlah responden 67, dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengalami depresi 64.2 dan stigma 76.1 namun masih memiliki kualitas hidup baik 64.2 . Pada analisis korelasi didapatkan hubungan bermakna depresi dan stigma dengan kualitas hidup p=0.021, p=0.031, ?=0.05 . Hasil uji regresi logistik adalah stigma dan depresi mempengaruhi kualitas hidup buruk OR=7.380, OR=4.466 setelah dikontrol jenis kelamin, status pekerjaan, pendapatan, pendidikan, stadium, komorbid, lama menderita penyakit, dan living and marital status. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan screening depresi dan stigma serta upaya promotif dan preventif untuk meminimalisir stigma pada pasien lansia HIV/AIDS.

One of crucial aspect for managing patient with HIV AIDS, especially for elderly people is quality of life. Due to impairment of physical, pshycosocial, and social function, notably depression and stigma which lead to decrease quality of life. The purpose of this study was to identify the relationship between depression and stigma with quality of life of elderly patient with HIV AIDS. This study used cross sectional study, total sample was 67 by purposive sampling methode. The result of this study showed that the mayority of respondents had depression 64.2 and stigma 76.1 , but most of the respondent have good quality of life 64.2 . Analysis of correlation showed significant relationship between depression and stigma with quality of life p 0.021, p p 0.031, 0.05 . Logistic regression showed that stigma and depression had influence bad quality of life OR 7.380, OR 4.466 after adjusted by gender, occupational status, income, education, marital and living status, stage, comorbid, and duration of disease. Recommendation of this study are performing depression and stigma screening, implementing health promotion and prevention to minimalize stigma and for elderly patient with HIV AIDS."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Nurdiansyah
"ABSTRAK
Penelitian ini pada dasarnya ingin memberikan gambaran mengenai eksistensi Persib Bandung di bawah kepemimpinan Ateng Wahyudi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode sejarah yang terdiri dari tahap heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Ateng Wahyudi mampu membawa Persib Bandung ke puncak kejayaan di kancah persepakbolaan nasional. Dalam masa kepemimpinannya, Ateng Wahyudi melakukan beberapa perbaikan seperti pada sektor pembinaan pemain muda sebagai upaya regenerasi, menerapkan disiplin tinggi terhadap semua unsur tim, membenahi struktur manajemen Persib Bandung, dan memberikan bonus sebagai upaya untuk memicu prestasi. Inovasi dan kebijakan Ateng Wahyudi memberikan dampak besar terhadap Persib Bandung, secara prestasi Persib Bandung mampu menjuarai Liga Perserikatan pada tahun 1986, 1990 sebagai ketua umum dan 1994 sebagai manager tim.

ABSTRACT
This study basically want to give an idea about the existence of Persib Bandung under the leadership Ateng Wahyudi. The method used in this research that the historical method comprising the steps of heuristics, criticism, interpretation and historiography. These results indicate that Ateng Wahyudi Persib Bandung was able to bring to the height of glory in the arena of national football. In his tenure, Ateng Wahyudi doing some improvements such as the sectors of coaching young players in an attempt to regenerate, strict discipline to all elements of the team, Persib Bandung reorganize the management structure, and provide bonuses in an effort to trigger achievement. Innovation and policies Ateng Wahyudi a major impact on Persib Bandung, Persib Bandung achievement able to win the United League in 1986, 1990 as chairman and 1994 as team manager."
2016
S67045
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Sumiati
"Teknologi pembuatan alat batu sudah dikenal sejak masa prasejarah, dari pembuatan yang sangat sederhana sampai dengan teknik pembuatan yang lebih maju. Kemampuan manusia prasejarah untuk memanfaatkan bahan batuan yang dijadikan alat membutuhkan seperangkat pengetahuan untuk mengelola bahan alam tersebut. Salah satu pengetahuan yang penting adalah mengetahui jenis batuan yang bisa digunakan sebagai alat. Salah satu bahan batuan yang bisa digunakan sebagai alat adalah bahan batuan obsidian. Batuan obsidian yang telah menjadi data arkeologi di temukan di Indonesia dengan lokasi dan jumlah yang terbatas. Maka dari itu artefak batu obsidian jarang ada yang membahasnya secara rinci Akan tetapi ada salah satu tempat penghasil artefak obsidian yang cukup kaya yaitu di daerah sekitar Dataran Tinggi Bandung. Daerah-daerah itu pernah di teliti oleh peneliti BeIanda yaitu Koenigswald (1931) dan Bandi (1951), akan tetapi sampai dengan sekarang belum ada penelitian di daerah tersebut baik untuk temuan artefak obsidian, maupun temuan arkeologis yang lainnya. Dengan alasan di atas penulis tertarik untuk mengkaji temuan di sekitar Dataran Tinggi Bandung, khususnya artefak obsidian, mengingat artefak obsidian yang telah dikumpulkan sampai sekarang telah bertambah. Di samping belum adanya tipologi dasar untuk pengelompokkan artefak obsidian itu sendiri. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana tipologi dasar artefak obsidian di Situs Dago, dengan tujuan bisa dijadikan acuan dalam penelitian artefak obsidian di Dataran Tinggi Bandung dan di Indonesia pada umumnya. Ruang lingkup data dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk satu daerah penelitian. Hal ini dilakukan karena cakupan wilayah yang sangat luas dan temuan yang sangat banyak. Daerah yang dijadikan penelitian adalah Situs Dago. Situs ini cukup untuk mewakili penelitian karena temuan di Situs Dago lebih banyak dan lebih baik daripada daerah lainnya. Secara keseluruhan jumlah temuan artefak obsidian berjumlah 2285 buah. Kesimpulan yang dihasilkan pada penelitian ini pada dasarnya merupakan pengembangan yang telah dilakukan oleh Koenigswald dan Bandi. Dari 2285 buah artefak obsidian yang di temukan ini di terbagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok bahan baku, alat, perkakas, dan limbah. Kelompok bahan baku yang di temukan berupa bongkahan yang berjumlah satu buah. Kelompok alat yang di temukan terbagi dalam beberapa tipe yaitu Serpih pakai, Serut, Lancipan, Gurdi, Mata panali, Pisau dan Limas. Pada Tipe Serut terbagi dalam sub tipe, yaitu Serut samping, Serut Cekung, Serut Ujung, Serut gerigi dan Serut berpunggung tinggi. Tipe Gurdi juga terbagi dalam sub tipe yaitu Gurdi bertipe dan Gurdi non tipe. Pada kelompok limbah_ terdiri dari batu pukul yang berjumlah 2 buah. Sedangkan pada kelompok limbah terbagi kedalam 3 tipe yaitu batu inti, serpih, dan serpihan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnita Pabeno
"Prevalensi HIV di Indonesia mengalami peningkatan, sehingga dibutuhkan upaya pencegahan penularan HIV yang berawal dari perubahan perilaku. Seseorang berperilaku baik pada dasarnya memiliki pengetahuan yang baik untuk menimbulkan self-efficacy yang baik. Apabila keduanya dimiliki oleh orang dengan HIV akan menimbulkan motivasi yang kuat dalam melakukan pencegahan penularan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan self-efficacy dengan motivasi melakukan pencegahan penularan HIV di Kabupaten Keerom. Jenis penelitian cross sectional dengan sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan rumus perhitungan besar sampel beda mean sebanyak 87 orang. Hasil penelitian terdapat hubungan pengetahuan dan self-efficacy dengan motivasi melakukan pencegahan penularan HIV di Kabupaten Keerom (p value 0,000 < 0,05).  Peningkatan nilai satuan pengetahuan, maka akan meningkatkan motivasi melakukan pencegahan penularan HIV sebesar 45,1% dan setiap peningkatan nilai satuan self-efficacy, maka akan menurunkan motivasi melakukan pencegahan penularan HIV sebesar 8,6%. Semakin tinggi pengetahuan seseorang, semakin tinggi motivasi melakukan pencegahan penularan HIV dan AIDS. Semakin tinggi self-efficacy seseorang, semakin rendah motivasi melakukan pencegahan penularan HIV karena adanya faktor kebutuhan ekonomi dari istri kepada suami dan faktor ketidakmampuan menahan diri dari perilaku melakukan aktivitas yang beresiko menularkan HIV oleh laki-laki. Peneliti merekomendasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan konseling di puskesmas, mengembangkan program penanggulangan HIV dan AIDS pada kelompok peer group, dan meningkatkan edukasi melalui media komunikasi, informasi, dan edukasi.

Prevalence of HIV in Indonesia has increased, so that efforts to prevent HIV transmission are needed starting from behavioral changes. A person who behaves well basically has good knowledge to generate good self-efficacy. If both are owned by people with HIV, it will cause a strong motivation in preventing transmission. This study aims to analyze the relationship between knowledge and self-efficacy with the motivation to prevent HIV transmission in Keerom Regency. This type of research is cross sectional with samples taken with purposive sampling technique with a calculation formula for the sample size of different mean as many as 87 people. The results of the study showed a correlation between knowledge and self-efficacy with the motivation to prevent HIV transmission in Keerom Regency (p value 0,000 <0,05). Increasing the value of the unit of knowledge, it will increase the motivation to prevent HIV transmission by 45.1% and each increase in the value of the self-efficacy unit, it will decrease the motivation to prevent HIV transmission by 8.6%. The higher a persons knowledge, the higher the motivation to prevent HIV and AIDS transmission. The higher a persons self-efficacy, the lower the motivation to prevent HIV transmission because of the economic needs of the wife to the husband and the inability to refrain from doing activities that are at risk of transmitting HIV by men. The researcher recommends to improve the quality of counseling services in health centers, develop HIV and AIDS prevention programs in peer group groups, and improve education through the media of communication, information and education."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T52913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung : Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI)
050 PNG 6 (1994) (1)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrawati Mutmainah
"Waria merupakan salah satu kelompok berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV. Di Indonesia, tren HIV pada waria meningkat, dari 5.8% pada tahun 2009 menjadi 8.2% pada tahun 2013. Mernurut Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013, Kota Makassar memiliki prevalensi HIV pada waria tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya dalam survei tersebut, yakni 10.8%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status HIV pada waria di Kota Makassar pada tahun 2013. Penelitian ini mernggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Hasil penelitian mendapatkan status HIV (+) sebesar 11.1%, diketahui sebanyak 62.2% respoden berusia <30 tahun, 99.2% belum menikah, 70.4% memiliki pendidikan tinggi, 85.6% bukan bekerja sebagai pekerja seks, 72.8% memiliki pengetahuan buruk mengenai HIV, 52.7% mulai berhubungan seks pada usia dini, 58.4% konsisten menggunakan kondom, 87.4% telah bekerja sebagai pekerja seks selama ≥2 tahun, 56.8% memiliki status IMS negatif, 56.8% mengkonsumsi alkohol, 81.5% tidak mengkonsumsi napza, 77% tidak pernah mengunjungi klinik IMS, 80.3% mudah mengakses pelayanan kesehatan, 92.6% mudah memperoleh kondom. Status IMS merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan status HIV (p=0.005, PR=3.1). Maka dari itu, pelayanan kesehatan perlu didekatkan kepada kelompok waria demi meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh waria.

Transgender is at high risk for HIV infection. In Indonesia, the trend of HIV prevalence has increased from 5.8% in 2009 to 8.2% in 2013. According to the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013, Makassar has the highest prevalence of HIV on transgender population (10.8%) among the cities on the survey. The objective of this study is to observe associated risk factors of HIV status among transgender in Makassar in 2013. This is a cross sectional study using the data from STBP 2013. The result indicates that proportion of HIV positive is 11.1%, most respondents (62.2%) are <30 years old, 99.2% are single, 70.4% are high educated, 85.6% aren?t sex workers, 72.8% having bad knowledge about HIV, 52.7% having an earlier sexual debut, 58.4% consistently using condom in every sexual intercourse, 87.4% had worked as sex worker more than 2 years, 56.8% not having STIs, 56.8% consuming alkohol, 81.5% aren?t drug users, 77% had not came to STI clinic before, 80.3% have easy access to health care, and 92.6% have easy access to condoms. Having STIs is significantly associated to HIV positive. Transgender with STI is 3.12 times more likely to have HIV positive than transgender with no STI (p<0.05). The results suggest that health care need to be brought closer to transgenders in order to improve utilization of health care by transgenders, so they can get immediate treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>