Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143525 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kemara Sukma Vinaya
"ABSTRACT
Seiring dengan berkembangnya zaman, ancaman keamanan nasional pun juga mengalami perubahan. Memasuki abad ke-21, isu keamanan nontradisional menjadi sorotan salah satunya adalah keamanan siber. Saking mengancamnya, konflik di ranah siber dianggap sebagai ancaman keamanan nasional paling serius yang dihadapi negara semenjak dikembangkannya senjata nuklir pada tahun 1940an. Tidak heran jika AS, yang merasa menjadi korban serangan spionase siber ekonomi Cina, kemudian melakukan berbagai cara untuk menghentikan permasalahan ini. Setelah sekian lama menyangkal tuduhan AS, Cina dan AS akhirnya membuat kesepakatan kerja sama di bidang keamanan siber pada tahun 2015. Akan tetapi, kesepakatan ini nampak lebih menguntungkan bagi AS. Dengan menggunakan pendekatan third image, tulisan ini mengkaji kapabilitas Cina militer dan ekonomi dan posisi Cina dalam sistem internasional untuk melihat faktor dari level sistemik yang mendorong keputusan Cina tersebut. Tulisan ini mendapati dua faktor yakni 1 kepentingan keamanan Cina untuk membangun kapabilitas pertahanan militernya di bidang siber dan 2 mencegah kemungkinan tindakan AS, seperti sanksi ekonomi atau litigasi di WTO, yang dapat mengganggu upaya peningkatan kekuatan ekonomi Cina. Kesepakatan ini dimanfaatkan sebagai sarana Confidence-Building Measure CBM di bidang militer sekaligus upaya untuk mempertahankan kelangsungan Made in China 2025 yang penting bagi kapabilitas Cina secara keseluruhan.

ABSTRACT
As time goes by, the threats to national security also evolve. At the dawn of the 21st century, nontraditional security issues gradually started to be the center of attention one of them is cybersecurity. The potential fatality of its attack drives conflicts in the cyber realm as the most serious nasional security threat since the development of nuclear weapon in the 1940s. No wonder, the United States, which claimed to be the victim of numerous economic cyber espionage that can be attributed to China, then tried its hands on various possible method to stop that. After a period of denying the charges, China and US reached an agreement on cybersecurity in 2015. However, at least on the surface, the agreement seemed to be more advantegous for the United States. Using the third image approach, this writing tries to analyze Chinas capability both in military and economy mdash and Chinas position in the current international system to see what factors from the systemic level that drove China to this particular decision. There are at least two factors, which are 1 Chinas security interest to develop its military defensive capability in the cyber dimension and 2 to prevent possible US conducts, such as economic sanction and a litigation in WTO, which can disrupt Chinas effort in modernizing its economy. This agreement can be seen as Confidence Building Measure CBM platform for China with US in the military sector whilst also maintaining the sustainability of the Made in China 2025 program that is vital for Chinas overall capability that is somehow directly related to its survival in the future. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Darmawan
"Penelitian ini berusaha untuk membuktikan bagaimana perang dagang yang melibatkan Amerika Serikat dan China merupakan paradoks dalam globalisasi. Untuk sampai pada pembuktian tersebut, penelitian ini akan menunjukan bagaimana globalisasi tidak semerta-merta menjadikan dunia semakin terintegrasi, melainkan juga memunculkan disintegrasi antar negara melalui kebangkitan proteksionisme baru hingga mendorong pada kemunculan perang dagang yang melibatkan Amerika Serikat dan China sebagai fenomena yang tidak terprediksi sebelumnya. Di dalam penelitian ini, secara subtantif setiap perang dagang yang kemunculannya disebabkan oleh globalisasi dianggap sebagai paradoks dalam globalisasi. Tetapi, pemilihan pada kasus perang dagang Amerika Serikat dan China juga ditujukan untuk membuktikan bahwa perang tersebut tidak hanya dilatari pada faktor ekonomi, melainkan sebagai upaya perebutan dominasi dalam tatanan global.

This research attempts to prove how trade war involving the United States and China is a paradox in globalization. At first, this research will point out how globalization does not necessarily make this world more integrated, instead it also creates disintegration between countries through the rise of new protectionism to encourage the emergence of trade war involving the United States and China; as an unpredictable phenomena. In this research, every trade war which is caused by globalization is substantially considered as a paradox of globalization. The choice of United States and China trade war as a case of study is also aimed to prove that the reason why it happened is not only based on economic factors, but it involved a strong effort to seize dominance in the global order."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Robby Furqon
"Saat masa Perang Dingin, Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden Harry S. Truman berusaha untuk membendung pengaruh komunisme Uni Soviet. Salah satu upaya Pemerintahan Truman saat itu adalah mengadakan hubungan politik luar negeri dengan Kuomintang dan mendamaikan pemerintahan tersebut dengan Partai Komunis Cina untuk mewujudkan unifikasi Cina. Meskipun demikian, upaya tersebut berujung pada kegagalan yang ditandai dengan dikuasainya Cina oleh PKC dan terusirnya Kuomintang ke Taiwan. Penelitian tugas akhir ini akan mengkaji kebijakan politik luar negeri yang diambil oleh Presiden Truman saat melakukan hubungan politik luar negeri dengan Pemerintah  Republik Cina selama masa jabatannya dari 1945 hingga 1953 yang dikaji melalui metode sejarah dan pendekatan politik internasional. Hasil dari penelitian adalah bahwasannya Presiden Truman berusaha untuk memperkuat kedudukan Kuomintang melalui bantuan luar negeri dan mendamaikan Kuomintang dengan PKC. Meskipun demikian, upaya tersebut tidak berhasil dan berujung pada jatuhnya Cina ke tangan komunis pada musim gugur 1949 dan terusirnya Kuomintang ke Taiwan. Selain itu, Pemerintahan Truman juga mendapat kritikan dari rakyat AS atas kegagalannya di Cina. Meskipun demikian, Pemerintahan Truman tetap melanjutkan upaya untuk melindungi Pemerintah Republik Cina dari pengaruh komunisme yang berkembang saat terjadinya Perang Korea dan intervensi Republik Rakyat Cina.

During the Cold War, the United States under the leadership of President Harry S. Truman tried to stem the influence of Soviet communism. One of the efforts of the Truman Administration at that time was to establish foreign policy relations with the Kuomintang and reconcile the government with the Chinese Communist Party to achieve Chinese unification. Even so, these efforts ended in failure which was marked by the control of China by the CCP and the expulsion of the Kuomintang to Taiwan. This final project research will examine the foreign policy policies taken by President Truman when carrying out foreign policy relations with the Government of the Republic of China during his tenure from 1945 to 1953 which are studied through historical methods and international political approaches. The result of the research is that President Truman tried to strengthen the position of the Kuomintang through foreign aid and reconcile the Kuomintang with the CCP. However, these attempts were unsuccessful and led to the fall of China to the communists in the fall of 1949 and the expulsion of the Kuomintang to Taiwan. In addition, the Truman Administration also received criticism from the US people for its failures in China. Nonetheless, the Truman Administration continued its efforts to protect the Government of the Republic of China from the influence of communism that developed during the Korean War and the intervention of the People's Republic of China."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Tarumanegara
"Amerika saat ini menghadapi berbagai tantangan dan ancaman sepanjang periode 2002-2010. Strategi keamanan Amerika Serikat pada periode ini menunjukan peningkatan intensitas defensif dan kooperatif, di tengah peningkatan kapabilitas militer China sepanjang periode 2002-2010, dimana China berpotensi melakukan aksi ofensif dan mengancam Amerika Serikat. Tesis ini akan fokus pada pertanyaan mengapa strategi Amerika Serikat mengalami peningkatan intensitas defensif terhadap terhadap China yang mengalami peningkatan kapabilitas militer di tahun 2002-2010. Tesis ini menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan teori dilema keamanan, dalam rangkaian pengujian hipotesa.
Hasil temuan dalam tesis ini mengungkapkan bahwa intensitas defensif dan kooperatif yang ditunjukan Amerika Serikat melalui strateginya disebabkan oleh peningkatan intensitas dilema keamanan. Argumen ini juga dipengaruhi perhitungan rasional terhadap keunggulan defensif yang dimiliki AS, serta intensitas ofensif-defensif China yang tidak dapat dibedakan. Sifat defensif dalam strategi keamanan Amerika Serikat memungkinkannya untuk memitigasi meningkatnya intensitas dilema keamanan, khususnya melalui peningkatan kekuatan defensif diantara tahun 2002-2010, serta melalui peningkatan kerjasama pada periode 2006-2010.

United States facing numerous challenges and threat during the period 2002-2010. United States security strategy in this period showed an increase in the intensity of defensive and uncooperative, in mid of the increasing of Chinese military capabilities over the period 2002-2010, which China could potentially take offensive action and threaten the United States. This thesis focused on the question of why the strategy of the United States experienced an increase in defensive intensity against China, which its military capabilities have increased in the years 2002-2010. This thesis uses quantitative methods and security dilemma theory, in a series of hypothesis testing.
The findings in this thesis reveal that the intensity of defensive and cooperative, caused by the increasing of the security dilemma intensity. This argument is also influenced by rational calculations of United States defensive advantage and China offensive-defensive that can not be distinguished. Defensive nature of the security strategy of the United States allowed it to mitigate the increasing intensity of security dilemmas, particularly through increasing the defensive strength between the years 2002-2010, as well as through increased cooperation in the period 2006-2010.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30502
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyid Arifin
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan Amerika Serikat dalam pelarangan produk Huawei. Huawei yang memiliki pasar kecil di Amerika Serikat dan merupakan satu dari sekian banyak perusahaan telekomunikasi di dunia. Pemerintah Amerika Serikat melarang penggunaan Huawei dengan alasan keamanan nasional. Studi ini menggunakan kerangka pemikiran stakeholder Actions motif (SAM) yang dikembangkan oleh Jan-Frederik Kremer dan Benedikt Muller untuk menganalisis faktor-faktor yang mendorong pelarangan Huawei di Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis tesis ini memberikan penjelasan faktor-faktor pelarangan Huawei di Amerika Serikat. Ada 3 faktor penting dalam kerangka berfikir SAM dalam pelarangan Huawei di Amerika Serikat. Pertama pada stakeholder, kebangkitan Tiongkok dalam teknologi serta teknonasionalisme dan hubungan Tiongkok-Huawei, Kedua actions yang berisi serangan siber Tiongkok kepada Amerika Serikat dan Ancaman yang dihadirkan Huawei terhadap Amerika Serikat, dan yang terakhir pandangan Amerika Serikat terhadap motif dari serangan siber yang terjadi yang pada akhirnya memiliki implikasi terhadap pemerintah AS. Analisis penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor tersebut yang mendorong pemerintah AS mengambil kebijakan pelarangan Huawei di Amerika Serikat.

This thesis discusses the US policy in banning Huawei products. Huawei has a small market in the United States and is one of the many telecommunication companies globally. The United States government prohibits the use of Huawei for reasons of national security. This study uses the stakeholder actions motives (SAM) framework developed by Jan-Frederik Kremer and Benedikt Muller to analyze the factors driving Huawei's ban in the United States. This research uses the causal-process tracing (CPT) method by collecting data through a literature study. This thesis analysis explains the factors prohibiting Huawei in the United States. There are 3 important factors in SAM framework in banning Huawei in the United States. First is on stakeholders, China's rise in technology as well as technonationalism and China-Huawei relations, second is actions containing Chinese cyberattacks to the United States and threats that Huawei presents to the United States, and the last is the United States' view of the motives of cyberattacks that occurred which in turn has implications for the US government. The analysis of this research shows that these factors have prompted the US government to adopt a policy to ban Huawei in the United States."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habibatul Hidayati
"ABSTRAK
Ketidakpastian ekonomi global membawa dampak bagi ketidakstabilan ekonomi di berbagai negara. Krisis keuangan global pada tahun 2008, menyebabkan guncangan pada sistem keuangan dan memberikan dampak pada perekonomian suatu negara, baik pada sektor keuangan dan non-keuangan. Tesis ini membahas pengaruh risiko sistemik pada sektor keuangan dan non-keuangan di negara Indonesia, Cina dan Amerika, dengan metode pengamatan dari Januari 2007 s.d Desember 2017. Metode yang digunakan untuk mengukur risiko sistemik ini adalah metode pengukuran SRISK (Brownlees & Engle, 2017), dimana variabel yang digunakan adalah harga (price), market value, dan book value of debt.
Dari hasil pengukuran ditemukan bahwa risiko sistemik tidak hanya berasal dari sektor keuangan, namun juga dipicu oleh sektor non-keuangan di ketiga negara. Pada tahun 2008, risiko sistemik negara Indonesia tidak dipicu oleh sektor keuangan, namun didominasi oleh sektor non-keuangan. Sedangkan negara Cina dan US masih di dominasi oleh sektor keuangan. Hal ini, kemungkinan besar risiko sistemik di Indonesia berasal dari risiko sistemik dari sektor keuangan dan non-keuangan negara lain (US dan Cina)

ABSTRACT
Global economic uncertainty has impacted economic stability in various countries. The global financial crisis in 2008 caused a shock to the financial system and had impacted both financial and non-financial sectors. This thesis discusses the effect of systemic risk in the financial and non-financial sectors in Indonesia, China and US, with the observation data from January 2007 - December 2017. The method used to measure systemic risk is the SRISK (Brownlees & Engle, 2017), where the variables used are price, market value, and book value of debt.
The results found that systemic risk not only came from the financial sector, but also the non-financial sector in sample countries. In 2008, the systemic risk of the Indonesian state was mainly caused by the non-financial sector, instead of the financial sector. Systemic risk in Indonesia is also highly contigent upon the stability of other countries (US dan China) where the financial sector mainly account for systemic risks"
2019
T53067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Minchah
"Tesis ini menganalisis kompetisi teknologi kecerdasan buatan antara Amerika Serikat dan Tiongkok dan implikasi yang dihasilkan bagi keamanan nasional Amerika Serikat. Kajian terdahulu mengenai kompetisi teknologi kecerdasan buatan sudah banyak dilakukan dan dapat dibedakan dalam tiga paradigma: realisme, liberalisme, dan konstruktivisme. Dalam pandangan penulis, paradigma liberalis dan konstruktivisme belum menjelaskan secara keseluruhan dalam menganalisis kompetisi teknologi kecerdasan buatan dan implikasinya bagi keamanan nasional. Paradigma realisme dianggap lebih dapat menjelaskan analisis kompetisi teknologi kecerdasan buatan dengan bagaimana sebaran teknologi kecerdasan buatan serta kebijakan yang dipilih negara dalam melindungi keamanan nasionalnya seperti semakin meningkatkan kemampuan militernya dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan hingga melakukan pembatasan pasar suatu perusahaan. Dengan menggunakan kerangka analisis ofensif-defensif dan metode causal-process tracing, tesis ini menunjukkan bahwa implikasi keamanan Amerika Serikat yang terjadi merupakan hasil dari reaksi dari peningkatan teknologi kecerdasan buatan Tiongkok. Analisis tesis ini menunjukkan kekuatan suatu negara yang ditentukan oleh militer dan perekonomiannya. Apabila negara tidak memiliki militer dengan persenjataan yang baik, keamanan negara bahkan perekonomian dapat terancam, begitupun sebaliknya, tanpa perekonomian yang kuat, negara tidak akan mampu melakukan pemutakhiran senjata dan militernya.

This thesis analyzes the artificial intelligence technology competition between the United States and China and the implication for the national security of the United States. Previous studies on competition in artificial intelligence technology have been carried out and can be divided into three paradigms: realism, liberalism, and constructivism. In the author's view, the liberalist and constructivism paradigms have not fully explained in analyzing the competition for artificial intelligence technology and its implications for national security. The realism paradigm is considered to be more able to explain the analysis of artificial intelligence technology competition with how the spread of artificial intelligence technology and the policies chosen by the state in protecting its national security such as increasing its military capabilities with the help of artificial intelligence technology to limiting the market of a company. By using an offensive-defensive analysis framework and a causal-process tracing method, this thesis shows that the United States' security implications that occured are the result of a reaction to the increase in China's artificial intelligence technology. The analysis of this thesis shows that the strength of a country is determined by its military and economy. If the state does not have a military with good weapons, the security of the state and even the economy can be threatened, and vice versa, without a strong economy, the state will not be able to upgrade its weapons and military."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Damayanti
"

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana terjadinya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. Amerika Serikat lebih terbuka untuk berdiplomasi dengan Iran, tetapi masih mempertahankan pendekatan koersifnya. Guna memahami perubahan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep perubahan kebijakan luar negeri oleh Jakob Gustavsson. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh perubahan kebijakan luar negeri yang merupakan konsekuensi dari empat hal. Pertama, pelemahan power militer Amerika Serikat dan perubahan fokus wilayah Amerika Serikat ke Asia. Kedua, polarisasi politik domestik dan penguatan perekonomian Amerika Serikat. Ketiga, keinginan Obama untuk membatasi penggunaan militer di luar negeri dan menyelesaikan isu nuklir Iran melalui diplomasi. Keempat, dinamika pengambilan keputusan di Gedung Putih. Maka dari itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa keempat faktor ini berkontribusi terhadap tujuh perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap program nuklir Iran pada periode pemerintahan Obama. 


This research aims to answer how United States foreign policy towards Irans Nuclear Program change during the Obamas administration. United States is more open to diplomacy with Iran yet still maintain its coercive postures. In order to understand this problem, this research uses the concept of foreign policy change by Jakob Gustavsson. The methodology used on this research is a qualitative approach with descriptive analysis. This research shows there are seven foreign policy changes that are the results of four factors. First, United States declining military power and the shift of United States regional focus to Asia. Second, the polarized domestic politic situation and United States strengthening economic power. Third, Obamas personal preference in limiting the use of United States military power abroad and solve the Iran nuclear issue through diplomacy. Fourth, the decision-making process at the White House. Therefore, this research concludes that these four factors contribute to the seven changes of United States foreign policy towards Irans nuclear program. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Dian Adelina
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya
dinamika kebijakan luar negeri AS terhadap kelompok Uighur (periode 2002-
2011). Penelitian ini akan dianalisis dengan konsep kepentingan nasional. Dengan
konsep tersebut, penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan luar negeri AS
terhadap kelompok Uighur terkait dengan kepentingan-kepentingan AS yaitu
kepentingan ekonomi dan strategis. Kepentingan ekonomi tersebut adalah minyak
dan gas di wilayah Xinjiang, dan perdagangan dengan China. Sedangkan
kepentingan strategis tersebut adalah alasan keamanan dan hegemoni AS.

Abstract
The aim of this thesis is to explain the factors that cause the inconsistency of U.S.
foreign policy toward Uyghur terrorist groups (period 2002-2011). According to
the concept and theory, the thesis has proved that the inconsistency of U.S.
foreign policy toward Uyghur terrorist groups related to the U.S. national interests
which are the economic and strategic interest. The economic interests are oil and
gas in the Xinjiang region, and trade with China. While the strategic interests are
for the U.S. security and hegemonic reasons."
2012
T30464
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>