Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124677 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Fahreza Akbar
"ABSTRAK
>
Latar Belakang: Selenium secara tidak langsung dapat berpengaruh pada kadar hemoglobin melalui fungsi proteksinya, namun tidak diketahui efeknya secara langsung pada bayi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi Kadar Selenium dengan Kadar Hemoglobin Bayi Usia 8-10 Bulan di Jakarta Pusat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan pada 75 sampel sesuai dengan kriteria penelitian. Kadar selenium dalam serum diukur dengan metode LC-MS/MS Liquid Chromatography ndash; Tandem Mass Spectrometry dan kadar hemoglobin diukur menggunakan HemoCue Hemoglobin system yang dilakukan oleh tenaga terlatih. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Pearson korelasi bermakna jika diperoleh p0,05. Kesimpulan: Dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar selenium dengan kadar hemoglobin bayi 8-10 bulan di Jakarta Pusat.

ABSTRACT
Background Selenium can indirectly influence haemoglobin levels by its protective function, but its effect is unknown on infants. Objective This study is aimed to observe the correlation between selenium levels and haemoglobin levels on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta. Method This study applies the crosssectional design which was conducted on 75 samples based on study criteria. Selenium levels were measured by LC MS MS Liquid Chromatography ndash Tandem Mass Spectrometry method and haemoglobin levels were assessed using HemoCue Hemoglobin system by trained personnel. The data was analyzed with KolmogorovSmirnov test and Spearman correlation test significant correlation if p0.05 . Discussion In conclusion, there was no significant correlation between selenium levels and haemoglobin levels on 8 to 10months old infants in Central Jakarta. p 0.53."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Gunawan
"Panjang badan merupakan salah satu parameter kualitas hidup anak. Pertumbuhan linier dipengaruhi oleh mikronutrien, salah satunya selenium. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi kadar selenium dan panjang badan bayi usia 8-10 bulan di Jakarta Pusat. Metode penelitian berupa cross sectional dengan menggunakan data sekunder penelitian yang dilakukan pada tahun 2014. Terdapat 75 data yang digunakan yang sesuai kriteria penelitian. Data dikumpulkan di lokasi Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, dan Rawasari. Kadar selenium diukur menggunakan metode LCMS/MS, sementara panjang badan diukur dengan length board. Distribusi data kadar selenium normal dan panjang badan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dilakukan uji bivariat menggunakan korelasi Pearson dengan nilai p yang dianggap bermakna < 0,05. Karakteristik subjek terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah bayi perempuan sebanyak 39 bayi 52 . Sementara, bayi terbanyak berdasarkan usia adalah usia 8 bulan sebanyak 34 bayi 45,33 . Rerata kadar selenium 63,0267 13,2665 ?g/L dan rerata panjang badan 70,5453 2,8048 cm. Uji korelasi menghasilkan nilai r 0,277 p=0,016 . Dari penelitian ini, korelasi kadar selenium dan panjang badan bersifat lemah, signifikan, dan berbanding lurus.

Body length is one of the life quality parameters. Linear growth is influenced by micronutrients, one of which is selenium. The aim of this study is to find whether there is a correlation between selenium level and body length on 8 to 10 month old infants in Central Jakarta. This study used cross sectional method using secondary data from study which was done in 2014. There are 75 data which are used in this study which fulfill research criteria. Data were collected in Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, and Rawasari. Selenium level was measured by LCMS MS method while body length was measured by length board. Selenium level and body length data distribution are normal using Kolmogorov Smirnov test. Bivariat test used Pearson correlation using p value which is considered significant is 0,05. The highest number in gender group is female babies, 39 babies 52 . While the highest number in age group is 8 month old babies, 34 babies 45,33 . The selenium level mean is 63,0267 13,2665 g L while the body length mean is 70,5453 2,8048 cm. Correlation study result is r 0,277 p 0,016 . From this study, the correlation between selenium level and body length is weak, significant, and positively proportional."
2016
S70392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Naura Assyifa
"

Vitamin D dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar vitamin D dengan panjang badan bayi di Jakarta Pusat. Studi cross-sectional dilakukan terhadap 75 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Kadar vitamin D dalam serum diukur dengan metode CLIA (Chemiluminescence Immunoassay), dan panjang badan bayi diukur dengan teknik terstandarisasi dengan ketelitian 1mm oleh tenaga terlatih. Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Pearson (korelasi bermakna jika p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian (80%) tidak memiliki asupan vitamin D yang cukup. Nilai tengah kadar vitamin D bayi berusia 8-10 bulan di Jakarta Pusat sebesar 26,4 ng/dL, sedangkan nilai tengah panjang badan bayi 70,63 cm. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar vitamin D dengan panjang badan bayi 8-10 bulan di Jakarta Pusat (p=0,563).

 


 

Vitamin D can influence bone growth. This study aims to determine the correlation between vitamin D levels and body length on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta. Cross-sectional study was conducted on 75 infants which met the criteria. Serum vitamin D levels were measured with CLIA (Chemiluminescence Immunoassasy), while body length was measures by antropometric standardized technique by trained personnel. The data was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test and Pearson test (significant correlation if p<0,05). The result shows that the majority of subjects (80%) do not have adequate vitamin D intake. The median value of vitamin D levels on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta is 26.4 ng/dL, while the median value of body length is 70.63 cm. The result shows that there are no significant correlation between vitamin D levels and body length on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta (p=0,563).

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Purbasari
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar zat mangan dengan status perkembangan bayi. Studi cross-sectional dilakukan pada 84 bayi berusia 8-10 bulan di Jakarta Pusat tahun 2014. Metode pengukuran kadar zat mangan menggunakan LCMS/MS sedangkan status perkembangan dinilai dengan kuesioner Denver. Kemudian, dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan diperoleh distribusi kadar mangan tidak normal sehingga analisis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney nilai p signifikan.

ABSTRACT
Kadar mangan memiliki nilai tengah 1,9?g/L dan jumlah bayi suspek gangguan perkembangan sebanyak 6 orang. Dari uji Mann-Whitney diperoleh nilai p=0,439 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar zat mangan dan status perkembangan bayi.
Purpose of this study is to determine relation between manganese concentration and developmental status. Cross sectional study was done involving 84 infants aged 8 10 months old in Central Jakarta on 2014. Manganese concentration was measured by LCMS MS while developmental status was assessed by Denver questionnaire. Next, Kolmogorov Smirnov normality test was done and showed non normal data distribution hence followed by Mann Whitney test."
2016
S70387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hatfield, Dolph L., editor
"Many health benefits have been attributed to selenium that include preventing various forms of cancer (e.g., colon cancer, prostate cancer, lung cancer and liver cancer), heart disease and other cardiovascular and muscle disorders, inhibiting viral expression, delaying the progression of acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) in human immunodeficiency virus (HIV)-positive patients, slowing the aging process, and having roles in mammalian development, including male reproduction and immune function. The purpose of the book is the same as the first two volumes which is to bring an up to date status of current research in the rapidly developing selenium field centered around the health benefits attributed to this element and how this element makes its way into protein."
New York: Springer, 2012
e20401770
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurani Rahma Arafah
"ABSTRAK
Zat besi dapat mempengaruhi berat badan dan perkembangan bayi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar zat besi dengan berat badan pada bayi usia 8-10 bulan di Jakarta Pusat. Metode: Studi cross-sectional digunakan pada 75 bayi yang memenuhi kriteria penelitian. Kadar zat besi diukur menggunakan metode LC-MS/MS Liquid Chromatography ndash; Tandem Mass Spectometry , sedangkan berat badan menggunakan penilaian klinis oleh tenaga terlatih dengan timbangan badan elektronik dengan akurasi 10g. Data dianalisis normalitasnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan korelasinya dengan uji Spearman. Hasil: Hasil menunjukan tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar zat besi dan berat badan bayi 8-10 bulan di Jakarta Pusat p=0,483 . Diskusi: Disimpulkan bahwa hubungan antara kadar zat besi dengan berat badan pada bayi usia 8-10 bulan di Jakarta Pusat bernilai positif, namun secara statistik tidak bermakna.

ABSTRACT
Iron can affect the body weight of infants and their development. Objective This research is intended to analyze the correlation between level of iron and body weight in infant aged 8 10 months in Central Jakarta. Method A cross sectional study was conducted in 75 infants that fulfills the criteria for this research. The level of iron was measured by using LC MS MS Liquid Chromatography ndash Tandem Mass Spectrometry method, while the body weight was measured by a trained clinician with an electronic scale. The scale has an accuracy of 10 g. Afterwards the data was analyzed for normality by using Kolmogorov Smirnov test and tested for correlation through Spearman test. Result There is no significant correlation between level of iron and body weight of infants aged 8 10 months in Central Jakarta p 0.483 . Discussion In conclusion, there is a positive relationship between the level of iron and body weight in infant aged 8 10 months in Central Jakarta, however there is no significant relationship. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyad Khalifah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Zink merupakan merupakan salah satu mikronutrien esensial sehingga defisiensi zink dalam tubuh menyebabkan ukuran lingkar kepala dan perkembangan kognitif pada bayi tidak sesuai dengan seusianya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar zink dengan ukuran lingkar kepala dan perkembangan kognitif bayi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian poteng lintang terhadap 97 subjek yang memenuhi kriteria penelitian Variabel-variabel dianalisis dengan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Korelasi antara kadar zink dan ukuran lingkar kepala dilakukan dengan uji korelasi Pearson sedangkan hubungan kadar zink dan perkembangan kognitif dilakukan dengan uji T independen hubungan bermakna.

ABSTRACT
Background Zinc is one of the essential micronutrients for human body. Zinc deficiency could lead to smalerl head circumference and late of cognitive development. Objective This study is aimed to seek the relationship between serum zinc level with head circumference and cognitive development in children. Method This study used cross sectional model in 97 subjects that suitable to the criteria. Variabels are then analysed with Kolmogorov Smirnov test. Correlation between serum zinc level and head circumference is analysed with Pearson correlation formula, and relation between serum zinc level and cognitive development is analysed with T independent formula significant correlation."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Pratiwi
"Latar Belakang: Insufisiensi vitamin D mengenai hampir 50% populasi seluruh dunia. Dua penyebab paling utama defisiensi adalah kurangnya paparan sinar matahari dan asupan nutrisi vitamin D tidak adekuat. Mulai usia 6 bulan, ASI tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan makronutrien dan mikronutrien bayi termasuk juga vitamin D. Penelitian yang mendukung angka kejadian defisiensi dan insufisiensi vitamin D serta mengetahui paparan sinar matahari yang adekuat untuk mencukupi kebutuhan vitamin D harian belum banyak dilakukan di Indonesia, terutama usia 7-12 bulan.
Tujuan: Membuktikan pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar vitamin D bayi usia 7-12 bulan.
Metode: Uji acak terkontrol dilakukan terhadap 109 subjek berusia 7-12 bulan di Puskesmas wilayah Semarang pada bulan Februari sampai Mei 2019. Dibagi menjadi kelompok intervensi (54 subjek) dan kontrol (55 subjek) dengan kriteria inklusi: tidak memiliki kelainan kongenital maupun penyakit kronik dan orangtua bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi: memiliki status gizi kurang dan gizi buruk, warna kulit selain kuning langsat dan sawo matang, defisiensi vitamin D berat dengan gejala klinis dan mendapat suplementasi vitamin D. Intervensi: paparan sinar matahari selama 5 menit pada pukul 10.00-14.00 tiga kali seminggu selama 2 bulan. Dilakukan pemeriksaan kadar vitamin D awal dan akhir serta food recall.
Hasil: Didapatkan hasil angka defisiensi vitamin D sebesar 8,9%. Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk kadar vitamin D awal pada kedua kelompok dengan rerata kadar vitamin D 39,1±14,9 ng/ml pada kelompok intervensi dan 38,6±15,4 ng/ml pada kontrol. Setelah 2 bulan, terdapat perbedaan bermakna dengan p=0,005 pada kadar vitamin D kedua kelompok dengan rerata kelompok intervensi 47,9±21,9 ng/ml dan 36,6±13,7 ng/ml pada kontrol. Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk asupan vitamin D pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Paparan sinar matahari pukul 10.00-14.00 selama 5 menit pada 50% luas permukaan badan berpengaruh terhadap peningkatan kadar vitamin D bayi berusia 7-12 bulan.

Background: Vitamin D insufficiency found in almost 50% of world population. Two main causes of deficiency were less sun exposure and inadequate vitamin D intake. Since 6 months, breastmilk couldnt fulfilled infant s nutrient need including vitamin D. Study supported vitamin D deficiency and insufficiency prevalence and also information about adequate sun exposure needed to maintain daily vitamin D had not been done much in Indonesia, especially aged 7-12 months.
Objective: To prove effect of sun exposure on vitamin D levels of infants aged 7-12 months
Method: Randomised controlled trial was done to 109 subjects aged 7-12 months in Primary Health care around Semarang city on February until May 2019. Divided to intervention group (54 subjects) and control (55 subjects) with inclusion criteria: no congenital or chronic disease, parents agreed to join the study. Exclusion criteria: moderate or severe malnutrition, skin tone other than yellow or brown, severe vitamin D deficiency with clinical manifestation and received vitamin D supplementation. Intervention : sun exposure for 5 minutes from 10.00-14.00 three times a week for 2 months. Vitamin D level measurement and food recall were done before and after.
Results: It is shown that prevalence of deficiency was 8.9%. No significant difference on pre vitamin D levels for intervention group (mean 39.1±14.9 ng/ml) and control (mean 38.6±15.4 ng/ml). After 2 months, there was significant difference between intervention group (mean 47.9±21.9 ng/ml) and control (mean 36.6±13.7 ng/ml) with p=0.005. There was no significant difference for vitamin D intake between two groups.
Conclusion: Sun exposure of 50% body surface area at 10.00-14.00 for 5 minutes has an effect to increase vitamin D level of infants aged 7-12 months."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusi Deviana Nawawi
"Usia lanjut berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin D, sedangkan vitamin D memiliki efek protektif terhadap massa otot. Penurunan massa otot dan fungsinya disebut dengan sarkopenia. Prevalensi sarkopenia sangat tinggi pada usia lanjut yang tinggal di panti wreda, kondisi ini disebabkan gaya hidup sedentari pada penghuni panti wreda. Deteksi dini sarkopenia dapat dilakukan dengan mengukur fungsi otot, salah satunya adalah mengukur performa fisik dengan tes short physical performance battery (SPPB). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk melihat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di lima panti wreda yang terdaftar di Kota Tangerang Selatan. Pengambilan subjek dilakukan dengan cara proportional random sampling, didapatkan 100 usila yang memenuhi kriteria penelitian. Pemeriksaan kadar vitamin D menggunakan kadar kalsidiol serum dengan metode chemiluminescence immunoassay (CLIA). Pemeriksaan massa otot menggunakan bioelectric impedance analysis Tanita SC-330. Analisis korelasi menggunakan uji nonparametrik. Didapatkan nilai tengah usia subjek adalah 74,89 tahun dan 72% subjek adalah perempuan. Terdapat  85% subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang dan  94% subjek memiliki skor pajanan sinar matahari yang rendah, serta seluruh subjek masih memiliki massa otot yang normal. Nilai tengah kadar vitamin D serum  adalah 15,50(4-32) ng/mL, dengan 72% subjek mengalami defisiensi vitamin D. Nilai tengah performa fisik adalah 9(3-12) dan sebanyak 47% subjek mengalami performa fisik yang buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin D serum dengan performa fisik pada usia lanjut di panti wreda (r=0,130; p=0,196).

Elderly individuals have a risk of vitamin D deficiency, whereas vitamin D has a protective effect on muscle mass. Decrease in muscle mass and function is called sarcopenia. The prevalence of sarcopenia is very high in the elderly who live in nursing homes, this condition is due to the sedentary lifestyle. Early detection of sarcopenia can be done by measuring physical performance with short physical performance battery (SPPB) test. This cross-sectional study aimed to explore the correlation between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in five nursing homes registered in South Tangerang. A hundred subjects who fulfilled study criteria gathered using proportional random sampling method. Examination of vitamin D levels using calcidiol serum with the chemiluminescence immunoassay (CLIA) method. Muscle mass was measured using bioelectric impedance analysis Tanita type SC-330. Nonparametric correlation was used for correlation analysis. Median age of subjects was 74.89 years old and 72% were female. Eighty-five percent of subjects had low vitamin D intake, 94% of subjects had low sun exposure score, and all subjects had normal muscle mass. Mean level of vitamin D serum was 15.50 (4-32) ng/mL, with 72% of subjects had vitamin D deficiency. Mean score of physical performance was 9(3-12) and 47% of subjects had low physical performance. This study showed that there was no correlation found between vitamin D serum levels with physical performance among elderly individuals in nursing homes (r=0.130; p=0.196)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalisang, Arnetta Naomi Louise
"Kelompok umur yang rentan terhadap kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita. Karena status gizi yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan saat bayi dan balita, maka sangat penting untuk mengetahui status gizi dimulai sejak bayi. Status gizi menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Pusat dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Juga diketahuinya sebaran ibu bayi.
Penelitian menggunakan studi crosssectional dan dilakukan pada 92 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Pusat. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05).
Dari hasil penelitian didapatkan status gizi non-wasted sebesar 94,6%, sedang sebesar 5,4%. Persentase hasil yang didapatkan masing-masing ialah jenis kelamin bayi laki-laki 46,7%, dan perempuan 53,3%, pemberian ASI eksklusif sebesar 33,7%, ibu bekerja 18,5%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 10,9% dan 70,7% tingkat pendidikan ibu rendah 33,7%, sedang 50,0%, dan tinggi 16,3%, tingkat penghasilan keluarga sedang 27,2% dan tinggi 72.8. Semua variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi.

Age Group that is most vulnerable to malnutrition condition is infant and chidlren under five years. A Good nutritional status is necessary for growth and development in infant and children under five years, so it is important to know the nutritional status since early childhood. Nutritional status of someone shows how big the individual physiological needs have been met. Nutritional status is influenced by various factors.
This study is intended for the purpose of knowing the nutritional status of infants aged 1.5 to 8 months in Central Jakarta and the relationship with the infant's sex, maternal last education, working mother, family income, maternal age at birth, morbidity of diarrhea and Upper Respiratory Tract infection (URTI), and breast milk.
This research is conducted using crosssectional study with 92 respondents who have a baby aged 1.5 to 8 months in Central Jakarta. Data obtained includes the nutritional status of the baby, the infant's sex, maternal?s education, working mother, maternal age at birth, maternal education level, family income, morbidity of diarrhea and Upper Respiratory Tract infection (URTI), and breast milk will be related to the nutritional status of infants tested with the Chi-Square test (p <0.05).
Results obtained from research are non-wasted nutritiona status of 94.6% and high of 5.4%. The percentage of each result accomplished by baby?s sex: boy is 46.7% and girl is 53.3%, the provision of exclusive breastfeeding is 33.7%, 18.5% from working mother, diarrhea and URTI in infants during the last two weeks respectively is 10.9% and70.7%, lower maternal education level is 33.7%, moderate 50.0%, 16.3% and higher, moderate level of family income is 27.2% and 72.8 high. All these variables have no meaningful relationship with the nutritional status of infants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09041fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>