Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ibrahim Brata
"Indonesia merupakan negara berkembang yang kebijakan pemerintahnya berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Tentunya pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan tanpa adanya pasokan energi yang memadai. Sampai saat ini, PLTU batubara mendominasi industri ketenagalistrikan Indonesia, terlebih lagi dengan ditetapkannya Kebijakan Energi Nasional Tahun 2015 yang menetapkan batubara tetap menjadi bahan bakar produksi listrik utama di Indonesia. Di sisi lain, pembakaran batubara memiliki efek yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu, Negara memberlakukan baku mutu emisi bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang berada di bawah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2008. Namun dengan kondisi saat ini, kelayakan baku mutu emisi yang berlaku dipertanyakan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, skripsi ini menguraikan baku mutu emisi bagi PLTU yang berlaku di Indonesia, dan pembahasannya di dalam proses peradilan Tata Usaha Negara, serta mengkaji kekurangan daripada baku mutu emisi yang berlaku dengan membandingkan dengan baku mutu emisi bagi PLTU di negara lain. Hasil dari penelitian adalah baku mutu emisi bagi PLTU yang berlaku saat ini sudah tidak layak untuk diterapkan dan perlu dilakukan revisi demi melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya kesehatan akibat emisi PLTU.

Indonesia is a developing nation in which its government policies are focused mainly on economic development. The economy itself cannot develop without sufficient energy supply. Until today, coal power plants dominate the energy industry in Indonesia, which is firmly stated in the goverment rsquo s National Energy Policy in 2015. Thus, to counter the effects of coal emissions, the State imposes emission standards for coal power plans which is regulated under Minister of Environment Law No. 21, 2008. But observing the air quality condition in Indonesia, the utility of the standard is under question. With the method of normative legal research, this paper describes the current emission standards for coal power plants in Indonesia, and its discussion in administrative legal courts and analyze the weakness of the standards by comparing the standards imposed in other countries. The result of this research is that the current standards is no longer feasible and must be revised in order to protect public health."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikin Sodikin
"Sebuah proyek dikatakan sukses apabila dapat memenuhi kriteria mendasar yaitu menyelesaikan dengan tepat waktu, biaya yang dikeluarkan dalam anggaran, dan sesuai dengan persyaratan kualitas yang ditetapkan. Sayangnya, proyek-proyek EPC Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di Indonesia banyak yang mengalami keterlambatan, sehingga penyelidikan mengenai masalah ini dibutuhkan agar program pembangunan pembangkit listrik mendatang menjadi lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya keterlambatan pada proyek EPC Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di Indonesia, serta memberikan rekomendasi respon risiko untuk tindakan perbaikan atas terjadinya keterlambatan pada proyek yang sedang berjalan dan pencegahan pada proyek mendatang. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan survey kepada para pakar dan project manager dan tim yang terlibat secara langsung dalam proyek, serta validasi ke proyek yang sedang berjalan.

A project is said to succeed if it can meet the basic criteria that is completed in a timely, cost incurred in the budget, and in accordance with the specified quality requirements. Unfortunately, many EPC power plant projects in Indonesia are delayed, so the investigation on the matter needed for future power plant construction program would be better. The purpose of this study was to identify the major factors causing delays in power plant EPC projects in Indonesia, also make risk respon recommendations for correction of ongoing projects ang prevention of any delays in future projects. The method used is to do a survey to the experts, project managers and teams directly involved in the project, as well as validation to ongoing projects."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T32916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Vasya Putri
"Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP Nomor 22 Tahun 2021) sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), pengaturan terhadap pengelolaan limbah B3 dan non-B3 mengalami perubahan. Perubahan tersebut salah satunya berlaku terhadap limbah fly ash dan bottom ash (FABA) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Limbah FABA tersebut yang semula berstatus sebagai limbah B3 berubah menjadi limbah non-B3. Perubahan tersebut diyakini karena ukuran konsentrasi zat pencemar di dalam limbah FABA masih berada di bawah ambang batas yang dipersyaratkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021. Selain itu, perubahan status limbah FABA tersebut juga tak lepas dari adanya komparasi yang dilakukan terhadap negara-negara yang tidak mengkategorikan limbah FABA sebagai limbah B3. Akan tetapi, perubahan status limbah FABA tersebut juga perlu ditinjau dari sudut pandang lingkungan hidup sebab perubahan status tersebut berakibat pada perubahan pengaturan pengelolaannya, yang dalam hal ini meninggalkan beberapa catatan penting terkait dampak buruk yang dibawa oleh zat-zat pencemar yang dikandungnya, seperti logam berat. Kandungan logam berat yang berbahaya di dalam limbah FABA akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan dan lingkungan hidup jika tidak dikelola secara layak. Dengan menggunakan metode penelitian yang berjenis penelitian hukum doktrinal dan bersifat normatif, penelitian ini akan memberikan analisis tentang bagaimana perubahan pengaturan atas pengelolaan limbah FABA di Indonesia, akibat hukumnya, serta menawarkan sebuah solusi atas prospek pengembangan pengaturan pengelolaan limbah FABA di Indonesia dengan belajar dari pengaturan di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.

After the enactment of Government Regulation Number 22 of 2021 on Implementation of Environmental Protection and Management (PP Number 22 of 2021) as the implementing regulation of Law Number 11 of 2020 on Job Creation (UU CK), regulations on hazardous waste and non-hazardous waste management experienced several changes. One of these changes applies to the management of fly ash and bottom ash (FABA) as a waste from coal combustion process in steam power plants. FABA, which originally had the status of hazardous waste, turned into non-hazardous waste. It is believed that this change is because the measure of the concentration of pollutant substances in FABA waste is still below the threshold required in PP Number 22 of 2021. In addition, the change in the status of FABA is also inseparable from the comparisons made to countries that do not categorize FABA as hazardous waste. However, the change in status of FABA also needs to be reviewed from an environmental perspective because the change in status results in a change in its management regulations, which leaves several important notes regarding the adverse effects brought by the pollutant substances it contains, such as heavy metals. The content of dangerous heavy metals in FABA waste will have a negative impact on health and the environment if it is not managed properly. By using research methods that are in the type of doctrinal legal research and normative in nature, this research will provide an analysis about the management regulation changes of FABA in Indonesia, its legal consequences, and offer a solution to the prospects for developing FABA waste management regulation in Indonesia by learning from the regulations in United States and South Africa."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adryan Adisaputra Tando
"Pengendalian polusi udara adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia, terutama untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Pada dasarnya, upaya ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu berdasarkan pada perintah-dan-kontrol atau instrumen berbasis pasar. Pendekatan pertama dikritik karena dianggap efisien dalam hal biaya dan tidak memberikan insentif bagi pencemar, sedangkan pendekatan kedua dianggap sebaliknya. Salah satu bentuk instrumen berbasis pasar adalah sistem izin polusi yang dapat diperdagangkan. Di Indonesia, hal ini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan dengan mengamanatkan Peraturan Menteri untuk mengatur hal-hal secara lebih rinci. Sayangnya, masih banyak peraturan yang berpotensi menghambat implementasi sistem perdagangan izin emisi dimulai dengan standar kualitas ambien yang tidak sesuai dengan tingkat kesehatan, penilaian lemah, dan kesalahpahaman denda administrasi.
Oleh karena itu, tesis ini mencoba memberikan solusi untuk masalah ini dengan melakukan penelitian yuridis normatif dan melakukan perbandingan dengan praktik di Amerika Serikat dalam Amandemen Undang-Undang Udara Bersih 1990 (CAAA) dengan nama Program Hujan Asam. Hasil Program Acid Rain dapat dikatakan berhasil karena mereka menciptakan kualitas udara yang lebih baik dan membutuhkan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan hal ini dan dipandu oleh Program Hujan Asam di Amerika, diharapkan sistem perdagangan izin emisi di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil terbaik.

Air pollution control is a form of protection of human rights, especially to get a good and healthy environment. Basically, these efforts are divided into two categories, namely based on order-and-control or market-based instruments. The first approach is criticized because it is considered efficient in terms of cost and does not provide incentives for pollutants, while the second approach is considered the opposite. One form of market-based instruments is a pollution permit system that can be traded. In Indonesia, this has been regulated by Government Regulation No. 46 of 2017 concerning Environmental Economic Instruments by mandating Ministerial Regulation to regulate matters in more detail. Unfortunately, there are still many regulations that have the potential to hamper the implementation of the emission permit trading system starting with ambient quality standards that are not in accordance with the soundness level, weak assessment, and misunderstanding of administrative fines.
Therefore, this thesis tries to provide a solution to this problem by conducting normative juridical research and making comparisons with practice in the United States in the Amendments to the Clean Air Act 1990 (CAAA) under the name of the Acid Rain Program. The results of the Acid Rain Program can be said to be successful because they create better air quality and require lower costs. Based on this and guided by the Acid Rain Program in America, it is hoped that the emissions permit trading system in Indonesia will run well and get the best results.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anggraeni
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola semburan emisi karbondioksida di Provinsi Banten yang terdapat dua PLTU dengan sembilan unit pembangkit, menggunakan model dispersi gaussian. Emisi karbondioksida menyebar sesuai dengan arah angin dari arah Barat Daya, Selatan, dan Utara. Pola keruangan emisi karbondioksida ditentukan oleh tipe pembangkit dan cerobong serta faktor meteorologi diantaranya arah dan kecepatan angin, serta stabilitas atmosfer. Semburan emisi karbondioksida PLTU membentuk pola semburan dengan peningkatan yang tajam dan setelah mencapai konsentrasi maksimum akan menurun secara lambat.

The purpose of this research is to know the flowing pattern carbon dioxide emission in Province of Banten which has two PLTU that operating nine units of steam power plants, using Gaussian dispersion modeling. Carbon dioxide emission spreads as the wind direction from southwest, south, and north. The spatial pattern of carbon dioxide emission is created by the power plant type and chimney also meteorological factor, such as wind speed and direction also atmosphere stability. The flow of carbon dioxide emission is created a flowing pattern with sharp increasing number of concentration and after reached the maximum concentration it would be decrease slowly."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1875
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Ichsan Yudistira
"Ketersediaan energi merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Indonesia memiliki potensi energi biomassa yang cukup besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Diversifikasi Energi berbasis biomassa merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan pemanfaatan energi biomassa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan diversifikasi energi berbasis biomassa pada PLTU di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PLTU di Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan diversifikasi energi berbasis biomassa. Namun, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ketersediaan bahan baku biomassa, teknologi diversifikasi, dan regulasi. Ketersediaan bahan baku biomassa merupakan faktor yang paling penting untuk penerapan program diversifikasi. Teknologi diversivikasi yang digunakan juga perlu diperhatikan. Teknologi diversivikasi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi emisi dari PLTU. Lebih lanjut juga dibutuhkan regulasi yang mendukung penerapan diversivikasi energi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa PLTU di Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan diversivikasi energi berbasis biomassa. Namun, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku biomassa, teknologi diversivikasi energi, dan regulasi agar diversivikasi energi berbasis biomass dapat diterapkan secara optimal di Indonesia.

Energy availability is a crucial factor in achieving national energy resilience. Indonesia holds substantial potential in biomass energy, yet it hasn't been optimally utilized. Biomass-based energy diversification is an alternative to enhance the use of biomass energy. This research aims to analyze the readiness for biomass-based energy diversification in Steam Power Plants (PLTU) in Indonesia. The study employs a qualitative descriptive method. The research findings indicate that PLTU in Indonesia has the potential to implement biomass-based energy diversification. However, several factors need attention: the availability of biomass raw materials, diversification technology, and regulations. The availability of biomass raw materials stands as the most critical factor for implementing the diversification program. The utilized diversification technology also requires attention. Appropriate technology can improve efficiency and reduce emissions from PLTU. Furthermore, supportive regulations are needed for the implementation of energy diversification. Based on the research, it can be concluded that PLTU in Indonesia holds the potential for implementing biomass-based energy diversification. However, efforts are required to improve the availability of biomass raw materials, diversification technology, and regulations for optimal implementation of biomass-based energy diversification in Indonesia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemerintah telah menargetkan untuk meningkatkan akses listrik hingga 90% bagi seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2020. Untuk mencapai target tersebut maka dikembangkanlah program percepatan 2x10.000 MW, yang lebih didominasi oleh PLTU batubara. Karena batubara mutu tinggi harganya semakin mahal dan ketersediaannya di pasar domestik juga terus berkurang sehingga tidak mudah untuk mendapatkannya, maka industri kelistrikan perlu mengurangi ketergantungannya pada batubara mutu tinggi, dan mencari bahan bakar alternatif yang jauh lebih murah seperti lignite. Akan tetapi membakar lignite pada boiler konvensional secara ekonomi tidak feasible karena memerlukan boiler dengan ukuran yang lebih besar. PLTU yang ada saat ini juga umumnya dirancang untuk batubara sub-bit/bitumonous, karena itu menggantinya dengan lignite akan menurunkan efisiensinya. Untuk mengatasi hal ini, BPPT bekerjasama dengan Tsukishima Kikai Co. Ltd/Sojitz Corp, Jepang melakukan penelitian terhadap teknologi pengering batubara, yang memanfaatkan uap tekanan rendah dari PLTU untuk mengeringkan lignite. Pengeringan tidak langsung dari Steam Tube Dryer (STD) menghasilkan jumlah gas buang yang minimal. Di samping itu, gerakan STD yang dinamis seperti kiln menghasilkan "high drying performance". Investigasi awal pemanfaatan STD di PLTU mengindikasikan adanya penurunan konsumsi batubara dan emis CO2. Tulisan ini membahas hasil investigasi awal tersebut dibandingkan bila lignite diumpankan langsung ke PLTU."
JITE 1:13 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Asyraf Munif Junaidy Nasser
"Kebijakan Indonesia mengenai penyediaan listrik dengan target berkapasitas 35.000 MW bertujuan untuk menjawab kekurangan listrik di beberapa daerah dan meningkatkan perekonomian Indonesia. PLTU-B terbesar di ASEAN dibangun di Kabupaten Batang dan didominasi oleh perusahaan pendanaan Jepang. Akan tetapi, pembangunan tersebut menimbulkan berbagai permasalahan dan meninggalkan dampak ekologis, kesehatan serta sosial. Greenpeace sebagai Environmental Non-Government Organization, melakukan penolakan bersama dengan masyarakat Kabupaten Batang dan beberapa NGO lokal maupun internasional. Berbagai upaya dilakukan oleh Greenpeace, namun tidak berhasil untuk menghentikan pembangunan PLTU-B. Muncul pertanyaan, mengapa Greenpeace belum berhasil mendorong Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pembangunan PLTU-B di Batang. Dalam menjawab pertanyaan, penelitian ini merujuk pada konsep Transnational Advocacy Network dan Boomerang Pattern oleh Keck dan Sikkink 1998 . Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menemukan bahwa dalam menjalankan information politics, Greenpeace tidak memanfaatkan media secara maksimal. Dalam leverage politics, pemilihan aktor yang dianggap lebih powerful menjadi tidak efektif dan tidak tepat karena berbagai faktor. Accountability politics tidak dapat dijalankan secara maksimal karena benturan kepentingan dalam perumusan suatu kebijakan. Dengan demikian, penelitian ini berargumen bahwa Greenpeace telah gagal dalam menghentikan pembangunan PLTU-B di Batang namun berhasil mempengaruhi kebijakan nasional terkait pengadaan listrik 35.000 MW.

Indonesia 39 s policy on electricity supply with a target capacity of 35,000 Megawatt aims to address the shortage of electricity in some areas and improve the Indonesian economy. The largest coal plant in ASEAN is built in Batang and dominated by Japanese funding companies. However, this development pose many problems and leave ecological, health and social impacts. Greenpeace as an Environmental Non Government Organization, rejoin the communities of Batang and several local and international NGO rsquo s. Various efforts were made by Greenpeace, but they are not success to stop the construction of the coal plant. The question arises, why Greenpeace has not succeeded in pushing the Indonesian Government to stop the construction of coal plant in Batang. This study refers to the concept of Transnational Advocacy Network and Boomerang Pattern by Keck and Sikkink 1998 . This study will use qualitative research method with case study approach. This study found that in running information politics, Greenpeace does not utilize the media maximally. In leverage politics, the powerful actor become ineffective and inappropriate because of various factors. Accountability politics can not be executed maximally due to a conflict of interest in the formulation of a policy. Thus, this study concluded that Greenpeace has failed to stop the coal plant in Batang but succeeded in influencing the national policy regarding the supply of 35,000 Megawatt of electricity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
TA2144
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>