Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214497 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selvi Aprianty Mardiana
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan Index Massa Tubuh IMT dan di kalangan remaja di Jakarta. Peningkatan IMT terkait dengan praktik makanan dapat membentuk persepsi rasa seseorang. Terdapat lima rasa dasar yang diakui, di mana rasa umami kontroversial dalam paradigma orang Indonesia. Sementara itu, studi terkait dengan umami di Indonesia masih terbatas. Sejauh mana sensitivitas rasa umami dapat mempengaruhi dalam konsumsi makanan dan indeks massa tubuh dianalisis dalam penelitian ini.. Terdapat 43 remaja Non-Overweight-Obese Group NOOG dan 79 remaja Overweight-Obese Group OOG yang berusia 10-16 tahun terlibat dalam studi cross-sectional kuantitatif ini. Studi ini menemukan bahwa usia secara signifikan terkait dengan BMI p

The goal of this study was to determine Body Mass Index BMI and its associations among adolescents in Jakarta. Increasing BMI is related to food practice that may shaped people taste perception. Some studies have showed that there are any interplay associations between taste and body mass. Five basic tastes are acknowledged nowadays, in which umami taste is the latest found and controversial in Indonesia. Meanwhile, study related with umami in Indonesia is still far behind. To what extend could umami taste sensitivity mediate in dietary experience and body mass index were analyzed in this study. There are 43 Non Overweight Obese Group NOOG and 79 Overweight Obese Group OOG students aged 10 16 years were involved in this quantitative cross sectional study. Body Mass Index BMI for age, Best Estimation Threshold BET test, Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires SQFFQ and developed structures questionnaires were assessed and analyzed in this study. All data presented in categorical to be used in bivariate and regression model. Result of the study was found that age significantly associated with BMI p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qaishum Masturoh
"Latar belakang: Peer problem memberikan dampak negatif pada kondisi kesehatan mental remaja. Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam mendeteksi peer problem pada remaja. Uji sensitivitas dan spesifisitas SDQ subskala peer problem dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan SDQ sebagai alat ukur skrining dalam mendeteksi peer problem pada remaja secara akurat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji sensitivitas dan spesifitas dari alat ukur skrining SDQ subskala peer problem pada remaja di Jakarta dan mengetahui cut-off optimum dalam penggunaan SDQ subskala peer problem. Uji akurasi dilakukan dengan membandingkan hasil skrining SDQ dengan hasil wawancara diagnostik sebagai gold standard. Penelitian menggunakan teknik double-blind dan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap skrining menggunakan SDQ kepada 708 remaja, kemudian tahap kedua dilakukan dengan wawancara diagnostik yang dilakukan kepada 40 remaja yang terpilih secara acak. Analisis menggunakan crosstabs dan Receiver Operating Characteristic (ROC) dilakukan untuk memperoleh skor sensitivitas dan spesifisitas. Proses penelitian menggunakan teknik double-blind. Wawancara dilakukan kepada 40 orang remaja siswa SMA di wilayah DKI Jakarta, mengacu pada hasil skrining. Hasil dianalisis dengan menggunakan crosstabs dan Receiver Operating Characteristic (ROC). Hasil menunjukkan SDQ subskala peer problem memiliki nilai sensitivitas sebesar 0.68 dan spesifisitas 0.66 berdasarkan perbandingan dengan wawancara diagnostik sebagai gold standard. Skor cut-off sebesar 4 yang digunakan pada SDQ subskala peer problem dalam penelitian ini sudah cukup optimum untuk mengidentifikasi individu dengan peer problem. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa alat skrining SDQ subskala peer problem memiliki akurasi yang cukup baik dalam deteksi awal peer problem pada remaja.

Background: Peer problem have negative impacts on adolescent’s mental health. Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) is an instrument that can be used to detect peer problems in adolescence. The sensitivity and specificity test of SDQ peer problem subscale are needed to examine SDQ’s accuracy as a screening tool for peer problem. This study aim to examine the sensitivity and specificity of SDQ peer problem subscale as a screening tool to detect peer problem in Adolescents in Jakarta. This study also aimed to explore the optimum cut-off for SDQ peer problem susbscale. The research was conducted in two stage, screening stage and diagnostic interview stage. The accuracy test was conducted by comparing the SDQ peer problem subscale results to diagnostic interview results as gold standard. The participants in this study were students from three senior high school in Jakarta. 708 adolescents participated at the first stage and 40 adolescents were randomly chosen using the double blind technique to participate in individual interview. Crosstab analysis and Receiver Operating Curve (ROC) were conducted to obtain the sensitivity, specificity and optimum score. The results show SDQ peer problem subscale has sensitivity score 0.68 and specificity 0.66. The cut-off score 4 in this study was optimum enough to detect individual with and without peer problems accurately. Based on these results, the SDQ peer problem subscale as a screening tool has a fairly good accuracy to detect peer problem in adolescent."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Badrit Tamami Thoyyibah
"Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan massa lemak tubuh yang dapat disebabkan oleh genetik dan gaya hidup, salah satunya faktor nutrisi. Salah satunya, asupan yang tidak seimbang membuat orang obes juga dapat mengalami defisiensi nutrisi, termasuk antioksidan yang berperan pada jaringan lemak dalam patofisiologi dan tatalaksana obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah asupan antioksidan harian pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari 69 remaja obes dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan rerata massa lemak tubuh remaja obes sebesar 37,8±7,02 kg. Sebanyak 14 subjek (20,29%) kekurangan asupan vitamin A sesuai AKG, 53 subjek (76,81%) kekurangan vitamin C, dan 67 subjek (97,1%) kekurangan vitamin E. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan antara massa lemak tubuh dengan asupan vitamin A (r=-0,02, p>0,05), vitamin C(r=-0,089, p>0,05), dan vitamin E (r=-0,203, p0,05), dalam penelitian ini. Dengan demikian, disimpulkan massa lemak tubuh tidak berhubungan dengan vitamin A dan vitamin C, tetapi berkorelasi negatif dengan asupan vitamin E.

Obesity is excess body fat mass caused by genetic and lifestyle, such as nutrition intake. Imbalance intake might be happen in obese person due to nutrition deficiency. Antioxidant play important role in process and management of obesity. This study aims to determine the amount of antioxidant intake in obese adolescents. This research used cross-sectional design with secondary data from 69 obese adolescents. The results showed that body fat mass of obese adolescent is 37,8±7,02 kg. There are 14 subjects (20,29%) have vitamin A deficiency according to DRI Indonesia, 53 (76,81%) subjects lack of vitamin C, and 67 subject (97,1%) have vitamin E deficiency. The results of bivariate analysis showed no association between body fat and vitamin A intake (r = 0.185, p> 0.05), vitamin C (r =-0.146, p> 0.05), and vitamin E (r =-0.163 , p> 0.05), in this study. We found body fat mass has no correlation with vitamin A and vitamin C intake, but has negative correlation with vitamin E intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sifa Aulia Wicaksari
"

Prevalensi kegemukan/obesitas meningkat setiap tahun secara global termasuk Indonesia. Salah satu fokus masalah oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah tingginya konsumsi energi dari gula yang berdampak pada pengingkatan berat badan, kerusakan gigi, dan penyakit tidak menular. Dewasa ini, sebanyak 10,9% orang dewasa di Indonesia mengonsumsi energi dari gula melebihi anjuran dari WHO. Penelitian potong lintang ini bertujuan mengetahui hubungan antara index massa tubuh (IMT) dan konsumsi minuman berpemanis pada usia dewasa muda di Universitas Indonesia, disesuaikan dengan faktor-faktor lain seperti status sosiodemografi, asupan energi total dan aktivitas fisik. Pengambilan data dilakukan secara consecutive di Universitas Indonesia, Jawa Barat, Indonesia selama bulan Maret – Juni 2019, terhadap 161 mahasiswa Universitas Indonesia yang tinggal di asrama. IMT diperoleh dari pengukuran berat dan tinggi badan, sedangkan konsumsi minuman berpemanis diperolah menggunakan catatan minuman 7 hari. Kuesioner terstruktur, 24–hours recall dan kuesioner aktivitas fisik internasional digunakan untuk menilai sosio-demografi, asupan energi dan aktivitas fisik. Analisis data menggunakan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 24,2% memiliki status gizi lebih/ obesitas dan 11,8% responden mengonsumsi gula tambahan di minuman lebih dari 50 gram per hari. Sebagian besar responden memiliki mengonsumsi energi tidak cukup dan aktivitas fisik rendah. Setelah disesuaikan dengan faktor-faktor perancu lain, IMT secara signifikan berhubungan konsumsi minuman berpemanis berdasarkan asupan gula tambahan (β=1,810; interval kepercayaan 95% 0,014 – 3,606; p=0,048, adj R2=0,028). Oleh karena itu, seluruh program edukasi perlu menambahkan materi tentang cara menurunkan konsumsi minuman berpemanis.


The prevalence of overweight–obesity is increasing globally every year, including Indonesia. One global concern by World Health Organization (WHO) related to overweight–obesity was high energy intake from sugar resulting on weight gain, tooth decay, and non-communicable diseases. Recently, more than 10.9% of Indonesian adults consumed energy from SSB exceeding WHO recommendation. This cross sectional study aimed to assess the association between body mass index (BMI) and SSB consumption among young adults in Universitas Indonesia, adjusted to sociodemographic status, total energy intake (TEI) and physical activity level (PAL). Data collection was conducted in Universitas Indonesia, West Java Indonesia during March–June 2019. College students living in dormitory were enrolled 161 students consecutively as respondents. Weight and height measurement was obtained for calculating the BMI, while SSB consumption was obtained by 7–days fluid record. Structured questionnaire, 24–hours recall and short international physical activity questionnaire were used for assessing sociodemographisc status, TEI and PAL. Data analysis used SPSS version 20. The result found 24.2% of respondents were overweight-obese; 11.8% of respondents consumed added sugar in SSB more than 50 g/day. More respondents had inadequate TEI and low PAL. In multivariate analysis, BMI was significantly associated with SSB consumption based on added sugar (β=1.810, 95% 0.014–3.606 of CI, p=0.048, adj R2=0.028). It is necessary to include how to reduce SSB cosumption in all education program.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vikie Nouvrisia Anandaputri
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dislipidemia pada remaja perempuan usia 13-15 tahun dengan persentase lemak tubuh. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 200 remaja perempuan usia 13-15 tahun dengan menggunakan data primer berupa kadar kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida serum dan data sekunder berupa asupan energi dan makronutrien, aktivitas fisik, persentase lemak tubuh, dan kadar kolesterol total serum dari penelitian hibah riset multidisiplin dengan judul ?Faktor Determinan Kadar Estradiol, IGF-1, dan Menarche Dini pada Remaja Putri Usia 13-15 tahun di Jakarta: Studi Epidemiologi Gizi Terkait Faktor Risiko Kanker Payudara (Bardosono, dkk). Asupan energi subjek 1587,6 (702,9-2962,8) kkal/hari, kontribusi makronutrien terhadap asupan energi total yang terbesar adalah berasal dari lemak, 92% subjek penelitian memiliki aktivitas fisik yang rendah, persentase lemak tubuh sebesar 26,5(14,7-31,5), nilai kadar profil lipid subjek dalam batas normal. Prevalensi kolesterol total dan kolesterol LDL tinggi 15,5 %, hipertrigliseridemia 17 %, dan kolesterol HDL rendah 17,5 %. 20,5% subjek memiliki kelainan 1 jenis profil lipid. Terdapat korelasi negatif antara kadar kolesterol HDL dengan persentase lemak tubuh dan persentase lemak tubuh pada subjek dengan dislipidemia kolesterol HDL lebih tinggi dibandingkan dengan subjek tanpa dislipidemia kolesterol HDL.

The purpose of this study was to determine the relationship between dyslipidemia in adolescent girls aged 13-15 years with body fat percentage. This is a crosssectional study on 200 adolescents girls aged 13-15 years using primary data of LDL cholesterol, HDL cholesterol, and serum triglyceride, and secondary data such as energy and macronutrient intake, physical activity, body fat percentage, and total cholesterol serum of major research "Determinant factors of estradiol level, IGF-1, and early menarche in female adolescents aged 13-15 years in Jakarta: Nutritional epidemiology study related to breast cancer risk factors (Bardosono, et al)." Energy intake subjects 1587.6 (702.9 to 2962.8) kcal/day, the largest macronutrient contribution to the total energy intake was derived from fat, 92% of the study had a low physical activity level, body fat percentage of 26.5 (14.7 to 31.5), lipid profile levels in the normal range. Prevalence of high total cholesterol and LDL cholesterol 15.5%, 17% hypertriglyceridemia, and low HDL cholesterol 17.5%. 20.5% of the subjects had 1 abnormal lipid profile. There was a negative correlation between HDL cholesterol levels and body fat percentage and body fat percentage in subjects with dyslipidemia HDL cholesterol was higher than subjects without dyslipidemia HDL cholesterol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ganesha Asturini
"Latar Belakang: Remaja adalah salah satu kelompok populasi yang paling terpengaruh dalam tiga beban malnutrisi di Indonesia. Berbagai penelitian telah membuktikan hubungan antara status nutrisi dengan kesehatan gigi mulut. Penelitian dalam kariologi belakangan ini banyak mengeksplorasi bakteri Veillonella terkait interaksinya dengan Streptococcus dalam pembentukan biofilm. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan status kesehatan gigi mulut, laju alir saliva dan kuantifikasi relatif bakteri Veillonella parvula dalam saliva. Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang analitik, dengan subyek 49 anak laki-laki dan 52 perempuan direkrut dari sebuah Pesantren SMP di Depok, Jawa Barat untuk dilakukan pemeriksaan gigi mulut, status antropometri berat badan, tinggi badan dan IMT serta pengambilan saliva tanpa stimulasi untuk perhitungan laju alir saliva. Kuantifikasi bakteri relatif dilakukan dengan metode RT-PCR untuk mengidentifikasi bakteri V parvula. Hasil: Terdapat korelasi positif lemah antara IMT dan kuantifikasi relatif bakteri V parvula (r= 0.2, p=0.04), namun tidak ditemukan korelasi bermakna antara IMT dan indeks plak serta IMT dan laju alir saliva tanpa stimulasi. Kesimpulan: Terdapat korelasi lemah bermakna antara IMT dan kuantifikasi relatif V parvula, sementara itu terdapat korelasi lemah dan tidak bermakna antara IMT dan indeks plak maupun IMT dan laju alir saliva. Penelitian berikutnya perlu mengeksplorasi hubungan IMT dengan berbagai parameter status kesehatan gigi mulut dengan mempertimbangkan berbagai faktor risiko perancu dan mengidentifikasi spesies-spesies Veillonella lainnya.

Background: Until recently, the triple burden of malnutrition remains a major health issue in Indonesia and adolescents are one of the most affected population. Oral cavity is the main gate of the digestive system and studies have shown the association between nutritional status and oral health. Objectives: This study aimed to analyze the correlation between body mass index and oral health status, unstimulated salivary flow rate and relative quantification of Veillonella parvula in saliva. Method: In a cross-sectional study design, 49 male and 52 female students aged 12-14 year-old were recruited from an Islamic Boarding School in Depok, West Java and clinically examined for the Greene and Vermillion’s debris index. The unstimulated salivary flow rate was determined (ml/min). Anthropometric examinations were carried out for body weight, body height and body mass index per age according to the standards from Ministry of Health Regulations. Real-time polymerase chain reaction was used to quantify the presence of Veillonella parvula. Results: There is a significant correlation between BMI and relative expression of salivary Veillonella parvula (r= 0.2, p=0.04), however no correlations were found between BMI and OH status, and BMI and unstimulated salivary flow rate. Conclusion: This study demonstrated that there is no linear relationship between BMI and salivary flow rate and/or OH status, however a weak but significant correlation was found between BMI and salivary V parvula. Further studies are needed to investigate relationships between BMI and other nutrition parameters with oral health indicators in the adolescent populations, while considering other Veillonella species."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Fathia Herianti Suhermanto
"ABSTRACT
Studies have shown that weight affects the pressure placed on the tendons and muscles of the foot and legs affecting the stride lengths stance and swing cycle. With the rising body weight gain and implied health complications, the author wants to know whether body mass index (BMI) affect human activity especially walking. Cross-sectional method using primary data collection is conducted. The source of data in this study measures healthy pre-clinical students in Faculty of Medicine, University Indonesia. Once informed consent is signed, subjects weight and height will be measured, calculating BMI. Data is analysed using SPSS version 23 to analyze the correlation between step length and BMI. From a total of 53 subjects (26 male, 27 female) age group 18-22, subjects with normal BMI accounts for the highest percentage of the group in this study (60.4%). Overweight and obese patients contribute 30.2% and 3.8% respectively, and underweight 5.7%. Using the pearson correlation formula, there was no significant correlation between BMI and step length of male (0.778; p>0.05) and female (0.098; p>0.05). Based on pearson correlation formula, male calculations resulted with 0.778; p>0.05, and female with 0.098; p>0.05; therefore, there is no significant difference between the two variables.

ABSTRACT
Penelitian telah menunjukkan bahwa berat badan mempengaruhi tekanan ditempatkan pada tendon dan otot-otot kaki dan kaki mempengaruhi siklus sikap dan ayunan panjang langkah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuhi apakah apakah indeks massa tubuh (IMT) mempengaruhi aktivitas manusia terutama berjalan. Metode potong-melintang menggunakan pengumpulan data primer dilakukan. Sumber data dalam penelitian ini mengukur siswa pre-klinik yang sehat di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Setelah informed consent ditandatangani, berat badan dan tinggi badan subyek akan diukur untuk menghitung IMT. Data di mengolah dengan menggunakan SPSS versi 23 untuk menganalisis hubungan antara panjang langkah dan BMI. Dari total 53 subyek (26 laki-laki , 27 perempuan) di kelompok usia 18-22, subyek dengan IMT yang normal berkontribusi presentase tertinggi dari kelompok dalam penelitian ini (60,4%). Pasien kelebihan berat badan dan obesitas berkontribusi 30,2% dan 3,8%, dan berat badan di bawal normal 5,7%. Dari hasil rumus korelasi pearson, tidak ada korelasi yang signifikan antara BMI dan panjang langkah dari laki-laki (0,778; p>0,05) dan perempuan (0.098;p > 0,05). Berdasarkan rumus korelasi pearson, perhitungan laki-laki menghasilkan dengan 0,778 ; p > 0,05 , dan perempuan dengan 0.098 ; p > 0,05; Oleh karena itu, tidak ada perbedaan signifikan antara kedua variabel."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itsna Arifatuz Zulfiyah
"Hipertensi pada remaja didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih dari P95 sesuai jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Peningkatan prevalensi hipertensi pada remaja secara global diduga disebabkan karena peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Remaja dengan obesitas berisiko sepuluh kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan remaja dengan berat badan normal. Penelitian ini bertujuan untuk menyelediki korelasi antara tekanan darah dengan obesitas, yang direpresentasikan oleh indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan massa lemak tubuh, pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Subjek penelitian terdiri dari 66 remaja berusia 14-17 tahun dengan indeks massa tubuh lebih dari P95 berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tiga puluh dua (48,5%) dari 66 remaja obesitas pada penelitian ini mengalami hipertensi, dengan hipertensi sistolik sebanyak 25,8% dan hipertensi diastolik sebanyak 31,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik tidak berkorelasi dengan indeks massa tubuh, namun berkorelasi positif dengan lingkar pinggang (r = 0,218, p <0,05) dan berkorelasi negatif dengan massa lemak tubuh (r = -286, p <0,05). Tekanan darah diastolik tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, namun berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh (r = 0,223, p <0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa remaja obesitas di Jakarta memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi dan tekanan darah sistolik berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, sementara tekanan darah diastolik berkorelasi dengan indeks massa tubuh.

Hypertension in adolescents is elevation of systolic and/or diastolic blood pressure in the P95 or greater based on gender, age, and stature. The increased global prevalence of hypertension among adolescents is thought to be the result of the increasing prevalence of childhood obesity. Obese adolescents have tendencies to have hypertension ten times greater that the normoweights. This research is conducted to determine the correlation between blood pressure and obesity, which is presented as body mass index, waist circumference, and body mass fat, in obese adolescents. Using cross-sectional study, from secondary data collection, we found 66 adolescents age 14-17 years old in which body mass index are in the P95 or greater based on gender and age. Thirty-two (48,5%) adolescents have hypertension, where 25,8% adolescents have systolic hypertension and 31,8% adolescents have diastolic hypertension. Bivariate analysis shows that systolic blood pressure does not correlate with body mass index but positively correlates with waist circumference (r = 0,233, p <0,05) and negatively correlates with body mass fat (r = -286, p ≤0,01). Diastolic blood pressure does not correlate with waist circumference and body mass fat but positively correlates with body mass index (r = 0,223, p <0,05). It can be concluded that the prevalence of hypertension in obese adolecsents in Jakarta is high and systolic blood pressure has a weak correlation with waist circumference and body mass fat while diastolic blood pressure has a weak correlation with body mass index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Arlyando Hezron
"Latar Belakang. Densitas tulang yang rendah pada usia lanjut antara lain dipengaruhi oleh gangguan produksi dan metabolisme vitamin D, konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang kurang, indeks massa tubuh (IMT) yang rendah, merokok yang berlebihan dan asupan kaisium yang rendah. Asupan kalsium, indeks massa tubuh dan kapasitas fisik diketahui berpengaruh pada densitas massa tulang.Korelasi antara asupan kaisium, IMT dan kapasitas fisik dengan densitas massa tulang masih kontroversi dan di Indonesia masih belum banyak diteliti khususnya di Panti Werda.
Tujuan. Mengetahui korelasi asupan kalsium, IMT, kapasitas fisik dengan densitas massa tulang lumbal dan femur wanita usia lanjut serta gambaran densitas massa tulang lumbal dan femur, jumlah asupan kalsium, gambaran IMT,dan kapasitas fisik wanita usia lanjut di Panti Werda.
Metodalogi. Studi potong lintang dilakukan pada wanita usia lanjut (?60 tahun) di Panti Werda. Subyek penelitian didapat dengan metode cluster random sampling dan yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusinya adalah berusia 60 tahun atau lebih, jenis keiamin perempuan, masih dapat mandiri (ADL Barthel >16), dan bersedia ikut daiam penelitian. Dilakukan uji korelasi Pearson dengan aiternatif uji korelasi Spearman jika sebaran data tidak normal untuk mengetahui korelasi antara asupan kalsium, IMT dan kapasitas fisik dengan densitas massa tulang lumbal dan femur.
Hasil. Selama periode Maret-Mei 2005 dilakukan penelitian terhadap 51 wanita usia lanjut di 2 Panti Werda Jakarta dan Bekasi. Median usia 70,5 (7,5) tahun, median asupan kalsium 283 gram/hari, IMT 22,28 (4,2) kg/m2 dan kapasitas fisik sebesar 4,8(1,6) Metz. Sedangkan rerata densitas tulang lumbal 0,842(0,I64) gramlcm2 dan densitas tulang femur 0,652(0,097) grarnlcm2. Didapatkan korelasi bermakna antara IMT dengan densitas massa tulang lumbal dan femur (r = 0,677 ; p = 0,000 dan r = 0, 508 ; p = 0,000), dan tidak didapatkan korelasi antara asupan kalsium dengan densitas massa tulang lumbal dan femur (r = 0,146 ; p = 0,308 dan r = 0,096 ; p = 0,501) dan kapasitas fisik dengan densitas massa tulang lumbal dan femur (r=0,016; p=0,913 dan r=0,143 dan nilai p=0,318).
Kesimpulan. Didapatkan korelasi antara IMT dengan densitas massa tulang lumbal dan femur sedangkan korelasi antara asupan kalsium dan kapasitas fisik dengan densitas tulang lumbal dan femur wanita usia lanjut di Panti Werda belum dapat dibuktikan. Prevalensi densitas tulang lumbal dan femur wanita usia lanjut di panti werda Jakarta dan Bekasi berkurang sebesar 100% dan 99,8%., asupan kalsiumnya rendah, indeks massa tubuh normal dan kapasitas fisik tingkat menengah.

Backgrounds
Low bone density in elderly may be caused by decreased production and metabolic dysfunction of vitamin D metabolism, alcohol consumption, decreased physical activity, low BMI, excessive smoking, and low calcium intake. Calcium intake, BMI and physical capacity had already been known to have influence on BMD. The correlation between calcium intake, BMI and physical capacity with BMD is still controversial and there is not much data in Indonesia regarding of it especially in elderly population.
Objective
To investigate the correlation between calcium intakes, body mass index and physical capacity with lumbar and femoral bone mass density of elderly women in nursing homes.
Methods
A cross sectional study was conducted in elderly women in nursing homes. Subjects were obtained by cluster random sampling method and fulfilled inclusion criteria Inclusion criteria were age more than 60 years old, female, and Barthel index >16. We have done Pearson correlation test with Spearman test as alternative if data distribution was not normal.
Result
A cross sectional study was conducted on 51 elderly women in 2 nursing homes in Bekasi between March and May 2005. Median age was 70.5 years, median calcium intake 283 gram/day, BMI 22.28 ± 42 kg/m2 and physical capacity 4.8 ± 1,6 metz. Mean of lumbar BMD was 0.842 ± 0.164 gram/cm2 and mean femoral BMD was 0.652 ± 0.097 gram/cm2. We found significant correlation between BMI and lumbar and femoral BMD (r).677;p).000 and r =508; p=0.000) and there was no correlation between calcium intake and lumbar and femoral BMD (rO.146;p-0.000 and r=0.096;p=0.50 l ). There were no correlation found between physical capacity and lumbar and femoral BMD (r).016;p 0.913 and r-0.143 and p O.318).
Conclusion
This study showed correlation between BMI and lumbar and femoral BMD. We found no correlation between calcium intake and physical capacity with femoral and lumbar BMD in elderly women in nursing homes in Jakarta and Bekasi. Prevalensi of lumbar BMD and femoral BMD of elderly women in nursing homes in Jakarta was decreased (100% and 99,8%).Calcium intake was low, BMI was normal and physical capacity was moderate level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkya Wida Pradini
"Kebugaran kardiorespiratori rendah berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular dan hipertensi. Kebugaran kardiorespiratori pekerja masih rendah. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), Persen Lemak Tubuh (PLT), asupan gizi, aktivitas fisik, status merokok, dan kualitas tidur melalui Tes bangku 3 menit YMCA. Penelitian dilakukan pada karyawan PT Pos Indonesia Regional IV Jakarta pada April 2016. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan sampel 124 orang.
Hasil penelitian menunjukkan 44,4% karyawan tergolong tidak bugar. Uji chi square dan uji T-independent digunakan dalam analisis penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa IMT, PLT, asupan gizi energi, karbohidrat, dan zat besi/Fe memiliki perbedaan bermakna dengan kebugaran kardiorespiratori. Berdasarkan hasil tersebut, karyawan disarankan untuk memantau IMT dan PLT secara berkala, meningkatkan aktivitas fisik, dan pola makan gizi seimbang.

Low cardiorespiratory fitness is associated with the risk of cardiovascular disease and hypertension. Cardiorespiratory fitness in workers is still low. This research aims to determine the difference in cardiorespiratory fitness status based on the Body Mass Index (BMI), body fat percentage, dietary intake, physical activity, smoking status, and quality of sleep. Cardiorespiratory fitness is measured by YMCA 3 minutes Step Test. The research was conducted on the employees of PT Pos Indonesia Regional IV Jakarta in April 2016. Study design that used in this research is cross sectional in 124 employees.
The results showed 44.4% of employees are classified as unfit. Chi-square and T-independent test are used in analysis. The analysis showed that BMI, body fat percentage, dietary intake of energy, carbohydrates, and iron give significant differences to cardiorespiratory fitness. Based on these results, employees are advised to monitor BMI and body fat regularly, increasing physical activity, and nutrition balanced diet.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>