Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113522 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Megawati
"ABSTRAK
Nama : MegawatiProgram Studi : EpidemiologiJudul : Kesintasan Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Keterlambatan Pengobatandi Rumah Sakit Umum Cipto MangunkusumoPembimbing : Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc Epidemiology AbstrakKanker payudara masih mendominasi penyakit kanker pada wanita di duniatermasuk di Indonesia. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakitrujukan nasional dengan jumlah kasus terus meningkat setiap tahunnya.Sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut dan mengalamiketerlambatan pengobatan lebih dari 60 hari setelah didiagnosis. Keterlambatanpengobatan diduga berpengaruh terhadap kesintasan pasien kanker payudara.Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan keterlambatanpengobatan dengan kesintasan pasien kanker payudara di RSCM. Desain studipenelitian adalah kohort retrospektif dengan mengamati 584 pasien yangmemenuhi kriteria inklusi. Pengamatan dilakukan mulai dari 1 Januari 2011sampai Desember 2017. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan ujilogrank, dan multivariat dengan cox regresi. Hasil penelitian menunjukkan dari584 pasien yang dianalisis ditemukan besarnya risiko terjadinya kematiansebesar 1,27 kali lebih cepat pada pasien yang mengalami keterlambatanpengobatan lebih dari 60 hari dibandingkan dengan pasien yang mendapatkanpengobatan kurang dari 60 hari HR=1,27; 95 CI;0,99 ndash; 1,64 setelah dikontrolstadium klinis, status pernikahan, dan status hormon reseptor estrogen.Perbedaan kesintasan antara pasien yang terlambat lebih dari 60 hari setelahdidiagnosis adalah sebesar 7 pada tahun kelima. Berdasarkan penelitian inidapat disimpulkan bahwa keterlambatan pengobatan lebih dari 60 hari setelahdidiagnosis mempengaruhi kesintasan pasien kanker payudara sehinggapentingnya edukasi kepada pasien dan keluarga untuk tidak menundapengobatan setelah didiagnosis.Kata kunci: keterlambatan pengobatan; kesintasan; kanker payudara

ABSTRACT
Name MegawatiStudy Program EpidemiologiTitle Survival of Breast Cancer based on Delay treatment at CiptoMangunkusumo HospitalCounsellor Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc Epidemiology Breast cancer still dominates cancer in women in the world including inIndonesia. Cipto Mangunkusumo Hospital as a national referral hospitalwith the number of cases continues to increase every year. Most of the caseswere found at an advanced stage and experienced treatment delays morethan 60 days after diagnosis. Treatment delays are thought to affect thesurvival of breast cancer patients. Therefore, this study was conducted toassess the relationship of delayed treatment with survival of breast cancerpatients at RSCM. The study design was a retrospective cohort by observing584 patients who met the inclusion criteria. Observations were done from 1January 2011 to December 2017. Data were analyzed univariat, bivariatewith logrank test, and multivariate with cox regression. The results of thestudy showed that the 584 patients analyzed found that the risk of death was1.27 times faster in patients who experienced treatment delay more than 60days compared with patients who received treatment less than 60 days HR 1.27 95 CI 0,99 1.92 after controlled marital status, hormonereceptor estrogen, and clinical stage. The difference in survival betweentheir patients who were late more than 60 days after the diagnosis was 7 in the fifth year. Based on this research, it can be concluded that the delayof treatment influences survival of breast cancer patients so that theimportance of education to the patient and family to immediately performtreatment after diagnosis.Keywords Delay treatment Survival Breast Cancer"
2018
T49998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lowilius Wiyono
"Pendahuluan. Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak ke-3 di dunia dan menjadi kanker yang paling sering menyerang wanita. Terapi farmakologis kanker payudara saat ini masih sangat minim dan dibutuhkan temuan baru untuk menjadi alternatif dalam terapi kanker payudara. Tanaman temu kunci (Kaempferia pandurata) adalah tanaman endemis di Asia yang diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis, salah satunya sebagai antikanker dengan komponen bioaktif terbesarnya, yaitu pinostrobin. Hal ini mendorong peneliti untuk menguji aktivitas antikanker pinostrobin beserta sediaan nanopartikelnya terhadap sel kanker payudara.
Hasil. Uji TEM dan UV-Vis pada nanopartikel pinostrobin menunjukkan ukuran nanopartikel dibawah 200 nm dengan nilai yield sebesar 99,43% sehingga kualitas nanopartikel pinostrobin cukup ideal untuk digunakan sebagai obat. Uji MTT menunjukkan isolat pinostrobin dan sediaan nanopartikelnya memiliki aktivitas antikanker yang baik. Hasil uji sediaan nanopartikel menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih baik dibandingkan dengan isolatnya, sementara kedua sediaan menunjukkan aktivitas antikanker yang lebih baik pada sel MDAMB-231 dibandingkan sel MCF-7. Seluruh hasil uji memperlihatkan aktivitas antikanker yang cukup baik dengan nilai IC50 < 100 μg/mL.
Kesimpulan. Sediaan nanopartikel pinostrobin berhasil dibuat dengan ukuran dan nilai yield yang baik. Aktivitas antikanker nanopartikel pinostrobin lebih baik dibandingkan isolat pinostrobin, sementara aktivitas antikanker pada sel MDAMB-231 lebih baik dibanding MCF-7 pada kedua sediaan. Pinostrobin dan sediaan nanopartikelnya dapat digunakan sebagai obat yang potensial terhadap kanker payudaraPendahuluan. Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak ke-3 di dunia dan menjadi kanker yang paling sering menyerang wanita. Terapi farmakologis kanker payudara saat ini masih sangat minim dan dibutuhkan temuan baru untuk menjadi alternatif dalam terapi kanker payudara. Tanaman temu kunci (Kaempferia pandurata) adalah tanaman endemis di Asia yang diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis, salah satunya sebagai antikanker dengan komponen bioaktif terbesarnya, yaitu pinostrobin. Hal ini mendorong peneliti untuk menguji aktivitas antikanker pinostrobin beserta sediaan nanopartikelnya terhadap sel kanker payudara.

Introduction. Breast cancer has become a major issue across the world, being the 3rd most common cancer in the world and the most common cancer on women. Pharmacological therapies of breast cancer are still minimal, therefore, a need for new alternative drug for breast cancer is needed. Kaempferia pandurata is an endemic plant in Asia which is known for its biological activity, of which is anticancer activity with its most abundant bioactive compound, pinostrobin. This research is conducted to analyze the anticancer activity of pinostrobin and its nanoparticle to breast cancer cell.
Method. The rhizome of Kaempferia pandurata is dried and extracted using maseration with n-Hexane solvent. The extract then isolated using the recristalization method in methanol solvent to produce pinostrobin crystal. Pinostrobin is manufactured into nanoparticle using chitosan and sodium alginate polymer, which then analyzed using TEM and UV-Vis test. The pinostrobin and its nanoparticle counterpart is tested in MTT assay to show its inhibitory activity. The test is expressed with inhibition percentage and IC50 value.
Results. TEM and UV-Vis test to nanoparticle of pinostrobin showed the nanoparticle’s dimension of <200 nm with yield of 99.43%, an ideal quality as a drug delivery carrier. MTT assay showed good anticancer activity from both pinostrobin and its nanoparticle. Better activity is shown by MDAMB-231 cell line, while nanoparticle of pinostrobin showed better IC50 value. The test showed good anticancer activity with IC50 value of <100 μg/mL.
Conclusion. Nanoparticle of pinostrobin has been manufactured with decent yield and dimension. Better anticancer activity is shown in pinostrobin nanoparticle while anticancer activity of MDAMB-231 cell is superior than MCF-7 cell for both samples. Pinostrobin can be considered as potential drug for breast cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Indah Kusuma Dewi
"Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang di bagian serviks wanita. Hampir 99% kasus kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Kematian tertinggi akibat kanker pada perempuan di Indonesia berasal dari kanker payudara 22.692 (11,0%) kasus kematian dan kanker serviks 18.279 (8,8%) kasus kematian (WHO IARC 2018). Berdasarkan penelitian Dewi, 2017 kanker serviks paling banyak ditemukan pada usia dewasa, dengan status menikah, dan hidup di perkotaan. Jumlah penderita kanker di kota 6,6% lebih banyak dari yang di desa. Kasus kanker serviks sebanyak 543 di kota dan 384 di desa.Usia menarche merupakan salah satu faktor terjadinya lesi prakanker serviks. Usia menarche dini memiliki risiko 14 kali untuk mengalami kanker serviks (Reis, Beji, and Kilic 2011). Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2017 menyatakan bahwa Rentang usia pertama kali menstruasi wanita di Indonesia dari tahun ke tahun menurun dari usia 12 – 15 tahun menjadi 12 – 14 tahun. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder riset PTM tahun 2016. Jumlah sampel 9931 orang, yaitu memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis yang digunakan logistic regression.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari data riset Penyakit Tidak Menular (PTM) 2016 yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Pada penelitian ini tidak ada hubungan signifikan secara statistik antara usia menarche dengan kejadian lesi prakanker serviks dimana perempuan dengan usia menarche < 12 tahun terproteksi 1,025 kali (POR = 0,975; 95% CI 0,689 – 1,380, p-value 0,888) untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan perempuan yang mengalami usia menarche ≥ 12 tahun.

Cervical cancer is cancer that develops in the cervix of women. Almost 99% of cervical cancer cases are caused by the Human Papilloma Virus (HPV). The highest mortality from cancer in women in Indonesia came from breast cancer, 22,692 (11.0%) cases of death and cervical cancer, 18,279 (8.8%) cases of death (WHO IARC 2018). Based on Dewi's research, in 2017, cervical cancer was mostly found in adulthood, married, and living in urban areas. The number of cancer sufferers in cities is 6.6% more than in villages. There were 543 cervical cancer cases in cities and 384 in villages. Menarche age is a factor in the occurrence of cervical precancerous lesions. Early menarche age has 14 times the risk of developing cervical cancer (Reis, Beji, and Kilic 2011). The results of the Indonesian Demographic Health Survey in 2017 stated that the age range for the first time menstruation for women in Indonesia from year to year decreased from 12-15 years old to 12-14 years old. This type of research is quantitative, with a cross sectional study design. This study used secondary data from PTM research in 2016. The number of samples was 9931 people, which met the inclusion and exclusion criteria. The analysis used logistic regression. The data used in this study is secondary data from the 2016 Non-Communicable Diseases (PTM) research data organized by the Health Research and Development Agency of the Ministry of Health. In this study, there was no statistically significant relationship between the age of menarche and the incidence of cervical precancerous lesions where women with menarche age <12 years were protected 1.025 times (POR = 0.975; 95% CI 0.689 - 1.380, p-value 0.888) to experience cervical precancerous lesions. compared to women who experienced menarche ≥ 12 years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indah Irianti
"ABSTRAK
Nama : Dewi Indah IriantiProgram Studi : Magister Ilmu Kesehatan MasyarakatPeminatan : Kesehatan ReproduksiJudul : Kesintasan Hidup Penderita Kanker Payudara BerdasarkanStadium Kanker di Rumah Sakit Cipto MangunkusumoBerdasarkan data GLOBOCAN tahun 2012, insidensi kanker yang tertinggi diIndonesia adalah kanker payudara. Saat ini masih banyak kematian yang disebabkanoleh kanker payudara. Kesintasan hidup penderita kanker payudara tergantungbeberapa faktor yang sangat penting untuk diketahui, termasuk stadium kanker.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stadium kanker, umur,pendidikan, pekerjaan, pernikahan, status jaminan kesehatan, riwayat keluarga, jenisterapi dan jarak tempat tinggal terhadap kesintasan hidup penderita kanker payudara.Rancangan penelitian menggunakan metode kohort retrospektif. Sampel padapenelitian ini adalah 135 penderita kanker payudara yang pertama kali didiagnosiskanker payudara dari bulan Januari 2007 sampai dengan Juni 2012 di RS CiptoMangunkusumo. Analisis data menggunakan program SPSS dan metode KaplanMeier serta faktor yang berhubungan dianalisis dengan Cox regression. Hasil analisisbivariabel menunjukkan bahwa stadium kanker memiliki hubungan yang signifikanterhadap kesintasan hidup kanker payudara p value=0,000 ; HR 19,227 95 CI1,395-265,101 . Sedangkan pada analisis mutivariabel hubungan stadium terhadapkesintasan hidup tidak signifikan p value=0,102 setelah dikontrol oleh variabelpendidikan, pekerjaan, jenis terapi dan interaksi stadium kanker dengan pendidikanpenderita. Kesintasan hidup penderita kanker payudara pada penderita kankerpayudara dengan stadium dini lebih tinggi 94,1 dibandingkan penderita stadiumlanjut 70,1 . Penderita dengan stadium lanjut berisiko 11 kali lebih tinggidibandingkan stadium dini HR=10,923 ; 95 CI 0,623-191,417 . Maka diperlukankesadaran dan upaya deteksi dini kanker payudara untuk lebih meningkatkankesintasan hidup penderita kanker payudara.Kata Kunci: Kanker payudara, kesintasan hidup, stadium kanker, RSCM

ABSTRACT
Nama Dewi Indah IriantiProgram Magister of Public HealthMajor Reproductive HealthTitle Breast cancer survival based on cancer stage at RumahSakit Cipto MangunkusumoBased on GLOBOCAN data of 2012, the highest incidence of cancer in Indonesiais breast cancer. Currently there are still many deaths caused by breast cancer. Thesurvival of breast cancer survivors depends on several factors that are veryimportant to know, including the stage of cancer. This study aims to determine theeffect of stage of cancer, age, education, occupation, marriage, health insurancestatus, family history, type of therapy and distance of residence to survival ofbreast cancer survivors. The study design used a retrospective cohort method.Samples in this study were 135 breast cancer patients who were first diagnosedwith breast cancer from January 2007 to June 2012 at RS Cipto Mangunkusumo.Data analysis using SPSS program and Kaplan Meier method and related factorswere analyzed with Cox regression. The results of bivariable analysis showed thatthe stage of cancer had a significant relationship to survival of breast cancer pvalue 0,000 HR 19,227 95 CI 1,395 265,101 . While in the analysis ofmutivariabel the relationship of stage to life survival is not significant p value 0,102 after controlled by education variable, work, therapy type and interactionof cancer stage with education of patient. The survival of breast cancer survivorsin early stage of breast cancer was higher 94.1 than those in advanced stage 70.1 . Patients with advanced stage 11 times higher risk than the early stage HR 10,923 95 CI 0.623 191,417 . So needed awareness and efforts to earlydetection of breast cancer to further improve survival of breast cancer patients.Keywords Breast cancer, life survival, cancer stage, RSCM"
2017
T48535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Oktaviani
"Latar belakang: Salah satu modalitas terapi yang digunakan untuk meningkatkan angka kesintasan hidup pasien kanker payudara adalah dengan pemberian kemoterapi neoadjuvan. Pada umumnya kemoterapi neoajuvan kanker payudara stadium lanjut lokal di RSCM menggunakan regimen doxorubicin based. Namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan kesintasan hidup lima tahun pasien kanker payudara lanjut lokal yang mendapatkan kemoterapi neoadjuvan doxorubicin based dengan non-doxorubicin based di RSCM.
Tujuan: Mengetahui angka kesintasan hidup lima tahun penderita kanker payudara stadium lanjut lokal yang diberikan kemoterapi neoadjuvan doxorubicin based dan non-doxorubicin based di RSCM tahun 2011 ndash; 2016.
Metode: Sebanyak 236 pasien kanker payudara stadium lanjut lokal yang mendapatkan kemoterapi neoadjuvan di RSCM tahun 2011-2016 menjadi sampel dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan metode Kapplan Meier, uji Log Rank dan Cox Regreession.
Hasil penelitian: Angka kesintasan hidup lima tahun pasien kanker payudara stadium lanjut lokal yang diberi kemoterapi neoadjuvan doxorubicin based sebesar 37 dan non-doxorubicin based sebesar 48,9 . Pasien kanker payudara stadium lanjut lokal yang mendapatkan kemoterapi neoadjuvan doxorubicin based memiliki probabilitas 1,38 kali lebih cepat terjadinya kematian 95 CI 0,946 ndash; 2,026 setelah dikontrol dengan variabel invasi pembuluh limfatik, respon klinis, stadium, radiasi, jenis histopatologi, grade, dan status menopause. Invasi pembuluh limfatik merupakan variabel dengan hazard ratio terbesar yaitu 4,74 95 CI 3,213 ndash; 7,284.
Kesimpulan: Kemoterapi neoadjuvan non-doxorubicin based menunjukkan kesintasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan kemoterapi neoadjuvan doxorubicin based.

Background: One of the therapeutic modalities used to increase survival rates of breast cancer patients with neoadjuvan chemotherapy. In general, neoajuvan chemotherapy for locally advanced breast cancer at RSCM used a doxorubicin based regimen. But there has been no further study on the survival comparison of five years of locally advanced breast cancer patients who are neoadjuvan chemotherapy doxorubicin based or non doxorubicin based at RSCM.
Objectives: This study is conducted for determine 5 years survival rate of locally advanced breast cancer who were given neoadjuvan chemotherapy doxorubicin based and non doxorubicin based at RSCM in 2011 2016.
Methods: A total of 236 patients with locally advanced stage breast cancer who received neoadjuvan chemotherapy at RSCM in 2011 2016 were sampled in the study. Data analysis was perfomed by Kapplan Meier method, Log Rank and Cox Regreession analysis.
Results: 5 years survival rate of locally advanced breast cancer patients given neoadjuvan doxorubicin based chemotherapy is 37 and non doxorubicin based is 48.9. Locally advanced breast cancer patients receiving neoadjuvan doxorubicin based chemotherapy had a 1.38 times faster probability of death 95 CI 0.946 2.026 after controlled by invasive variation of lymphatic vein, clinical response, stage, radiation, histopathology, grade, And menopausal status. Invasion of lymphatic vessels is the variable with the largest hazard ratio of 4.74 95 CI 3,213 7,284.
Conclusions Neoadjuvan chemotherapy non doxorubicin based showed a higher survival than doxorubicin based for locally advanced breast cancer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Pradipta
"Tesis ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh merokok pada kesintasan penderita kanker serviks stadium lanjut di Rumah Sakit Umum Ciptomangunkusumo. Penelitian ini bersifat kohort retrospektif. Hasil penelitian didapatkan tingkat merokok oleh pasien dan atau suami pasien tidak signifikan secara statistik sebagai faktor prognosis terhadap pasien kanker serviks stadium lanjut di RSCM. Kesintasan 5 tahun pasien kanker serviks stadium lanjut dalam studi kami adalah 22 bulan (4-58 bulan) dengan persentase kesintasan 22,6%. Dengan analisis multivariat didapatkan bahwa hanya ukuran tumor dan stadium kanker bermakna secara statistik terhadap kesintasan.

This thesis aims to determine the effect of smoking on the survival rate of advanced stage cervical cancer patients in the Ciptomangunkusumo General Hospital. This study is a retrospective cohort. The results showed that smoking levels by the patient or the patient's husband was not statistically significant as a prognostic factor for patients with advanced cervical cancer in RSCM. 5-year survival of patients with advanced cervical cancer in our study was 22 months (4-58 months) with a percentage of 22.6% survival rate. By multivariate analysis. it was only tumor size and stage of the cancer that statistically significant to the survival rate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Richo Rudiyanto
"Latar Belakang: Mortalitas pasien UPI lebih tinggi dari pasien rawat lainnya. Instrumen prediktor mortalitas pada pasien UPI dapat membantu untuk melakukan stratifikasi risiko dan pengambilan keputusan klinis dalam tatalaksana pasien. Skor LODS merupakan salah satu instrumen yang terbukti memiliki keunggulan dibandingkan intrumen prediktor yang saat ini digunakan di UPI RSCM. Meskipun demikian, komponen skor LODS membutuhkan pemeriksaan yang tidak murah sehingga sulit diaplikasikan terutama pada pasien tanpa jaminan kesehatan. Bersihan laktat merupakan alternatif yang lebih murah dan ditemukan memiliki kemampuan prediktor mortalitas yang baik pada penelitian sebelumnya.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kemampuan prediktor bersihan laktat dengan skor LODS terhadap mortalitas pasien dalam 30 hari pasien yang dirawat di UPI RSCM.
Metode: Penelitian ini adalah studi kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien UPI RSCM yang dirawat pada rentang Agustus 2015 – April 2018. Data yang di ambil berupa karakteristik, skor LODS hari pertama, laktat inisial, laktat 6-24 jam serta terjadi atau tidaknya mortalitas dalam 30 hari. Hubungan antara skor LODS dengan mortalitas dianalisis dengan regresi logistik sederhana, sementara hubungan antara bersihan laktat dan mortalitas dinilai dengan uji chi square. Kemampuan diskriminasi keduanya dinilai dengan analisis kurva ROC sementara kemampuan kalibrasi dinilai dengan uji goodness of fit Hosmer-Lemeshow. Kemampuan diagnostik dinilai dengan menghitung sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, LR positif, serta LR negatif. Kemampuan diskriminasi, kalibrasi, serta diagnostik diantara skor LODS dan bersihan laktat kemudian dibandingkan.
Hasil: Dari 388 subjek yang dianalisis, didapatkan bersihan laktat memiliki diskriminasi lemah (AUC 0,597), kalibrasi lemah (Uji Hosmer-Lemeshow p<0,001), sensitivitas 65% (IK95% 48,3% - 79,3%), spesifisitas 54,3% (IK95% 48,9% - 59,6%), PPV 14,1% (IK95% 11,2% - 17,4%), NPV 93,1% (IK95% 89,7% - 95,4%), LR positif 1,420 (IK95% 1,10 – 1,84), dan LR negatif 0,640 (IK95% 0,42 – 0,99), dalam memprediksi mortalitas pasien dalam 30 hari di UPI RSCM. Sementara Skor LODS memiliki diskriminasi baik (AUC 0,79), kalibrasi baik (Uji Hosmer-Lemeshow p=0,818), sensitivitas 77,5% (IK95% 64,6% - 90,4%), spesifisitas 63,8% (IK95% 58,8% - 68,8%), PPV 19,7% (IK95% 13,4% - 25,9%), NPV 96,1% (IK95% 93,6% - 98,6%), LR positif 2,140 (IK95% 1,72 – 2,66), dan LR negatif 0,353 (IK95% 0,20 – 0,63), dalam memprediksi mortalitas pasien dalam 30 hari di UPI RSCM.
Kesimpulan: Performa bersihan laktat dari segi kemampuan diskriminasi, kalibrasi, atau diagnostik tidak lebih baik dari skor LODS dalam memprediksi mortalitas pasien dalam 30 hari di UPI RSCM.

Backgrounds: The mortality rate of ICU patients is higher than other inpatients. The mortality predicting tools of ICU patients can help a physician stratify the risk and make the clinical decision in patient management. The LODS score is one of the tools that has been proven better than predictor instruments currently used at RSCM ICU. However, the component of the LODS score requires an expensive examination, so it is difficult to apply, especially to patients without health insurance. Lactate clearance is a cheaper alternative and was found to have a good predictive ability of mortality in previous studies.
Objective: This study aimed to compare the predictor ability of LODS scores with lactate clearance on 30-days-patient-mortality treated at RSCM ICU.
Method: This was a cohort retrospective study using the medical records of RSCM ICU patients who were treated between August 2015 – April 2018. The data were demographic characteristics, first-day LODS score, initial lactate, lactate in 6-24 hours, and 30-days-patient-mortality. The relationship between LODS scores and mortality was analyzed with simple logistic regression, while the chi-square test assessed the relationship between lactate clearance and mortality. Discrimination ability was assessed by ROC curve analysis, while the Hosmer-Lemeshow goodness of fit test assessed calibration ability. Diagnostic ability was assessed by calculating sensitivity, specificity, PPV, NPV, positive LR, and negative LR. Discrimination, calibration, and diagnostic capabilities between LODS scores and lactate clearance were then compared between groups.
Results: From 388 subjects analyzed, lactate clearance was found to have weak discrimination (AUC 0.597), weak calibration (Hosmer-Lemeshow test p<0.001), sensitivity 65% ​​(CI 95% 48.3% – 79.3%), specificity 54 ,3% (95% CI 48.9% – 59.6%), PPV 14.1% (95% CI 11.2% – 17.4%), NPV 93.1% (95% CI 89.7% – 95 0.4%), positive LR 1.420 (95% CI 1.10 – 1.84), and negative LR 0.640 (95% CI 0.42 – 0.99), in predicting patient mortality within 30 days at RSCM ICU. Meanwhile, the LODS score had good discrimination (AUC 0.79), good calibration (Hosmer-Lemeshow test p=0.818), sensitivity 77.5% (95% CI 64.6% – 90.4%), specificity 63.8% (95% CI 58.8% – 68.8%), PPV 19.7% (95% CI 13.4% – 25.9%), NPV 96.1% (95% CI 93.6% – 98.6%), positive LR 2.140 (95% CI 1.72 – 2.66), and negative LR 0.353 (95% CI 0.20 – 0.63), in predicting patient mortality within 30 days at RSCM ICU.
Conclusion: Lactate clearance performance in terms of discriminatory ability, calibration, or diagnostic performance was not better than the LODS score in predicting patient mortality within 30 days at RSCM ICU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melliza Xaviera Putri Yulian
"

Latar belakang: Masa remaja adalah bentuk peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang diiringi oleh munculnya fase pubertas. Pada perempuan, fase ini ditandai oleh karakteristik seks primer berupa proses menstruasi dan berkembangnya karakteristik seks sekunder seperti payudara dan rambut pubis yang muncul di usia 11-13 tahun. Dalam beberapa kasus ditemukan keterlambatan onset pada karakteristik seks tersebut, hal ini disebut dengan amenore primer. Kelainan ini dapat dikaitkan dengan adanya abnormalitas pada kromosom seks. Keterlibatan kromosom Y menjadi suatu indikator yang penting. Diagnosis yang tepat dengan melakukan penapisan etiologi diharapkan dapat menunjukkan tata laksana yang sesuai. Tujuan: Mengetahui hubungan antara karakteristik seks sekunder dengan jenis kromosom seks pasien amenore primer di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Sebuah studi potong lintang yang dilakukan pada 65 subjek amenore primer yang dipilih secara non-randomized consecutive sampling di RSCM serta telah memenuhi kriteria inklusi dan menapis kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Data yang dianalisis berasal dari informasi pada rekam medis pasien amenore primer periode Januari 2018-2020. Hasil: Sebagian besar subjek memiliki karakteristik seks sekunder yang tidak berkembang, pada payudara (52,3%) maupun rambut pubis (58,5%). Dari analisis kromosom, didapatkan 84,6% sampel tanpa kromosom seks Y dan 15,4% sampel dengan kromosom seks Y. Nilai p yang didapat tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara karakteristik seks sekunder mencakup pertumbuhan payudara (p=0,174) dan rambut pubis (p=0,729) terhadap jenis kromosom seks pasien amenore primer di RSCM. Simpulan: Tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p>0,05) antara karakteristik seks sekunder dengan jenis kromosom seks pasien amenore primer di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. 


Background: Adolescence is a form of transition from childhood to adulthood accompanied by the emergence of the puberty phase. In women, this phase is characterized by primary sex characteristics in the form of the menstrual process and the development of secondary sex characteristics such as breasts and pubic hair that appear at the age of 11-13 years. In some cases, there is a delay in onset of these sex characteristics, called primary amenorrhea. This disorder can be associated with an abnormality on the sex chromosomes. The involvement of the Y chromosome is an important indicator. Correct diagnosis by performing etiological screening is expected to show appropriate treatment. Aim: To determine the correlation between secondary sex characteristics and sex chromosome type of primary amenorrhea patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Methods: A cross sectional study conducted on 65 primary amenorrhea subjects selected by non-randomized consecutive sampling in RSCM who has met the inclusion criteria and filtered by the exclusion criteria. The data analyzed came from information in the medical records of primary amenorrhea patients. Results:Most of the subjects have undeveloped secondary sex characteristics, both breast (52.3%) and pubic hair (58.5%). From chromosome analysis, this study discovered 84.6% samples without Y-chromosome related and 15.4% samples with Y-chromosome related. The p value obtained did not show a statistically significant correlation between secondary sex characteristics including breast growth (p = 0.174) and pubic hair (p =0.729) on the sex chromosome type of primary amenorrhea patients at RSCM. Conclusions: There is no significant correlation (p>0.05) between secondary sex characteristics and the sex chromosome type of primary amenorrhea patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nengah Susanti
"Di Indonesia kebanyakan pasien kanker serviks datang pada stadium lanjut (62%) yang merupakan 66% dari penyebab kematian ginekologik. Pemeriksaan Pap Smear merupakan salah satu cara untuk mendeteksi secara dini kanker serviks sehingga penanganan kanker serviks dapat dilakukan sebelum menyebar ke luar rahim.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan faktor-faktor yang menyebabkan mereka terlambat memeriksakan diri di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian ini memadukan metoda kuantitatif dan kualitatif. Data primer diambil dengan menggunakan kuesioner, wawancara mendalam dan membaca catatan dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berhubungan seeara statistik dengan keterlambatan pasien kanker serviks memeriksakan diri adalah pengetahuan, sikap, ketersediaan pelayanan Pap Smear dan dorongan suami. Biaya dan dorongan petugas kesehatan tidak berhubungan secara statistik tetapi penting khususnya penghasilan untuk membayar biaya pemeriksaan. Ketersediaan pelayanan Pap smear merupakan variabel yang dominan mempengaruhi variabel dependen.
Berdasarkan wawancara mendalam dapat disimpulkan bahwa memang tidak tersedianya pelayanan Pap Smear disamping kurangnya pengetahuan yang menjadi penyebab informan terlambat memeriksakan diri dengan alasan tidak ada satupun petugas kesehatan atau orang lain yang menyampaikan informasi mengenai Pap Smear dan kanker serviks.
Mempertimbangkan hasil penelitian maka disarankan kepada semua pihak yang terkait untuk meningkatkan upaya penanganan kanker serviks melalui KIE secara terkoordinir lintas sektoral kepada masyarakat umumnya, terutama kepada wanita masa reproduksi dan lansia agar memperhatikan pelayanan deteksi dini (Pap Smear).

An Analysis on the Delay of Cervix Cancer Patient in Examining Their selves in The National Hospital of Dr. Cipto Mangunkusumo, JakartaIn Indonesia most of the cervix cancer patients come to see doctors after advanced stadium (62 %) which 66 % ended with gynecological death. The smear test is a method to detect the cervix cancer earlier before spreading outside the uterus.
The purpose of this research is to identify factors related to the delay of the health examination in The National Hospital of Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. This research combines quantitative and qualitative methods by using questionnaire, in-depth interview and examine medical records to supplement the primary data.
The research result indicates variables related statistically with the cancer patient delay are; knowledge, attitudes, the availability of the Pap smears service, and the husband's support. Financial problem and encouragement from the health providers are not related statistically but it is important especially the income. The availability of Pap smear service plays as a dominant variable in affecting the dependent variable.
Based on depth interview it is concluded that the unavailability of Pap smear services despite the lack of knowledge has caused the informant did not use the early detection service (Pap smear) with reason there was no health provider or other people gave information about the Pap smear and cervix cancer.
Considering the research result, it is suggested that all related parties improve the handling of the cervix cancer through Communication, Information and Education (KIE), which is coordinated through cross sector way to the public, especially KIE should be focused on women during their reproductive term and the elder women so that they will pay more attention to early detection service (Pap smear).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
King Hans Kurnia
"Latar belakang. Penelitian ini bertujuan menilai gambaran struktur dan fungsi retina serta menilai hubungan antara durasi terapi kelasi besi dan kadar feritin serum dengan abnormalitas struktur retina pada penyandang thalasemia-β mayor yang memperoleh terapi kelasi besi di RSCM. Metode. Penelitian potong lintang ini dilakukan pada penyandang thalasemia-β mayor berusia di atas 10 tahun yang memperoleh terapi kelasi besi dan menjalani kontrol di Pusat Thalasemia RSCM. Subjek dilakukan pemeriksaan oftalmologis, foto fundus, dan fundus autofluorescence. Selanjutnya dilakukan pengambilan subsampel dari subjek awal berdasarkan hasil fundus autofluorescence dan dilakukan pemeriksaan elektroretinografi multifokal dan elektrookulografi. Hasil. Abnormalitas struktur retina didapatkan pada 46,2% subjek sedangkan abnormalitas pemeriksaan fundus autofluorescence didapatkan pada 41,9% subjek. Sebagian besar subjek memiliki tajam penglihatan dan sensitivitas kontras yang normal. Nilai tengah seluruh parameter elektroretinografi multifokal dan rasio amplitudo light peak terhadap dark trough elektrookulografi kedua kelompok subjek berada dalam rentang normal. Didapatkan penurunan sensitivitas kontras yang signifikan pada subjek dengan abnormalitas struktur retina dan makula, namun tidak untuk tajam penglihatan. Kadar feritin serum yang lebih tinggi berhubungan dengan abnormalitas struktur retina. Kesimpulan. Rerata kadar feritin serum dalam periode satu tahun dengan titik potong ≥6.000 ng/ml dapat digunakan sebagai panduan untuk memulai pemeriksaan struktur dan fungsi retina.

Introduction. This study aims to evaluate retinal structure and function and association between iron chelation treatment duration and serum ferritin level with retinal structure abnormality in β-thalassemia major patients treated with iron-chelating agent in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods. This cross-sectional study was performed on β-thalassemia major patients aged more than 10 years old in Thalassemia Center, Cipto Mangunkusumo Hospital, who received iron-chelating agent for at least one year. Patients underwent ophthalmologic examination, fundus photography, and fundus autofluorescence imaging. Afterwards subsample was chosen based on fundus autofluorescence imaging result, and underwent multifocal electroretinography and electrooculography examination. Results. Retinal structure abnormality was found in 46.2% patients and fundus autofluorescence abnormality in 41.9% patients. The majority of patients had normal visual acuity and contrast sensitivity. Each multifocal electroretinography parameters and light peak to dark trough amplitude ratio in electrooculography had normal median values. Significant contrast sensitivity reduction was found on patients with retinal and macular structure abnormality, but not for visual acuity. Significant association between higher ferritin serum level and retinal structure abnormality was found. Conclusion. Mean ferritin serum level within one year with cutoff point of ≥6.000 ng/ml can be used as a guide to start retinal structure and function evaluation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>