Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naomi Gresia Romauli
"Tesis ini membahas tentang keabsahan Ujian Pengangkatan Notaris yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1), 2, dan 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris juncto pasal 2 Permenkumham Nomor 62 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) dan akibat pengaturan Ujian Pengangkatan Notaris tersebut terhadap Calon Notaris. Metode penelitian dalam tesis ini adalah studi kepustakaan yang penelitiannya bersifat yuridis normatif. Jenis penelitian ini berupa hukum normatif atau kepustakaan dan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpul data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode analisis data kualitatif.
Hasil penelitian tesis ini yaitu bahwasannya keabsahan Ujian Pengangkatan Notaris ini seharusnya menjadi tidak sah dan patut untuk dicabut oleh pemerintah serta tidak dapat dilaksanakan karena Permenkumham tersebut dengan UUJN dan UUJN-P tidaklah selaras dan sejalan sehingga tidak terpenuhinya Harmonisasi dan Sinkronisasi dalam perundang-undangan. Padahal seharusnya antara satu perundangundangan dengan perundang-undangan lainnya sejalan dan selaras. Apalagi UndangUndang hierarkinya lebih tinggi daripada Permenkumham. Maka, Ujian Pengangkatan Notaris dapat dikesampingkan oleh asas lex superior derogat legi inferiori dalam Teori Perundang-undangan dengan Hierarki Perundang-undangan yang menyebutkan bahwa hierarki yang lebih tinggi dapat mengesampingkan yang lebih rendah. Terlebih lagi, Ujian Pengangkatan Notaris ini memberikan lebih banyak akibat negatif daripada akibat positif untuk para Calon Notaris. Untuk itu seharusnya Permenkumham ini dibatalkan keabsahannya dan dicabut saja.

This thesis discusses the validity of the Notary Appointment Examination contained in Article 1 paragraph (1), 2 and 3 of the Regulation of the Minister of Justice and Human Rights (Permenkumham) Number 25 Year 2017 on the Examination of Notary Examination juncto article 2 Permenkumham Number 62 Year 2016 on Terms and Procedures for the Appointment, Transfer, Dismissal and Renewal of Notary Period to Law of the Republic of Indonesia Number 2 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 Year 2004 regarding Notary Position (UUJN-P) and the impact of the Regulation of the Notary's Appointment Exam on Candidate Notary. Research method in this thesis is literature study whose research is juridical normative. This type of research is a normative law or literature and uses secondary data. Data collecting technique used is literature study that is normative juridical and data analysis technique is done by using qualitative data analysis method.
The result of this thesis research is that the validity of this Notary Appointment Test should be invalid and deserve to be revoked by the government and can not be implemented because the Permenkumham with UUJN and UUJN-P are not aligned and in line so that the Harmonization and Synchronization in the legislation is not fulfilled. Whereas it should be between one legislation and the rest of the legislation in line and aligned. Moreover, the hierarchy laws are higher than Permenkumham. Thus, the Examination of a Notary can be ruled out by the principle of lex superior derogat legi inferiori in Legal Theory with Legal Hierarchy which states that a higher hierarchy can override the lower one. Moreover, the Notary's Appointment Exam gives more negative impacts than positive impacts for Notary Candidates. For this reason, this Permenkumham should be abrogated and only revoked."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Indriningtyas
"Penempatan Notaris di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam rangka program izin investasi tiga jam merupakan langkah Pemerintah sebagai bagian dari Revolusi Mental dan Deregulasi yang dilakukan oleh Pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam penyederhanaan perizinan. Terdapat dua pokok yang akan dibahas pada tesis ini yaitu, apakah penempatan dan prosedur penempatan Notaris di BKPM telah sesuai dengan ketentuan Kode Etik Notaris Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Serta bagaimana perbedaan Notaris di BKPM dengan Notaris di Pasar Modal sebagai profesi penunjang kegiatan Investasi Langsung dan Investasi Tidak Langsung.
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian studi kepustakaan melalui pendekatan secara yuridis normatif, yaitu meneliti peraturan perundangundangan yang berlaku dan berkembang di masyarakat atau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa menurut penulis sesuai Kode Etik Notaris Tahun 2015, prosedur penerimaan dan penempatan Notaris di BKPM bertentangan dengan pasal 4 ayat (4), (7), (9) dan (17) Kode Etik Notaris Tahun 2015. Namun pada Undang-Undang Jabatan Notaris tidak terdapat aturan yang bertentangan secara langsung terkait prosedur penerimaan dan penempatan Notaris di BKPM. Bahwa notaris sebagai pelayan masyarakat tidak seharusnya mempunyai keberpihakan kepada suatu lembaga tertentu, sehingga apabila terjadi demikian akan ada pertentangan secara doktrin dari keberadaan lembaga notariat itu sendiri. Notaris Pasar Modal sebagai salah satu lembaga penunjang kegiatan Pasar Modal tidak dikategorikan sebagai suatu hal yang bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris Tahun 2015. Selanjutnya Perbedaan mendasar antara notaris di BKPM dengan notaris Pasar Modal penulis melihat dari 4 subjek, yaitu akta, kebebasan klien memilih notaris, jumlah notaris dan prosedur penerimaan.
Berdasarkan analisa tersebut di atas, maka penulis menyarankan maka pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengkaji ulang terhadap proses perizinan investasi tiga jam. Serta dibutuhkan pelatihan dan sosialisasi antara pemerintah dan notaris yang berhubungan dengan kegiatan perizinan penanaman modal. Sehingga sebagai pelayan masyarakat, notaris dapat menunjukkan keakuratan, kecerdasan dan kecepatan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Notary placement in Indonesia Investment Coordinating Board (BKPM) regarding of the investment license of three-hour program is a step from the Government as part of the Mental Revolution and deregulation undertaken by the Government of President Joko Widodo for the sake of license simplification. There are two points that will be discussed in this thesis, namely, whether the placement and procedure of Notary placement in the Investment Coordinating Board has been in accordance with the provisions of Notary Code of Conduct Year 2015 and Law Number 2 Year 2014 of Amendment of Law Number 30 Year 2004 regarding Notary Incumbency Along with Notary differences in the Investment Coordinating Board with Notary in the Capital Market as supporting professional activity for Direct Investment and Indirect Investment?
This study conducted through literary study research through normative juridical approach, which examined the legislation in force and developed in the community or its application in everyday life. According to corresponding author of the Notary Code of Conduct Year 2015, the admission procedure and placement of a notary in the Investment Coordinating Board contrary to Article 4 (4), (7), (9) and (17) Notary Code of Conduct Year 2015, however according to the Notary Law there are no rules to the contrary are directly related to admission and placement procedures of Notary in the Investment Coordinating Board. As a public servant, the Notary should not have bias to a particular institution, therefore the event will have no contradiction in the doctrine of the presence of notary institution itself. As one of the institutions supporting capital market activities, Notary Capital Markets are not categorized as something contrary to Notary Law and Notary Code of Conduct Year 2015. Further fundamental difference between the notary in the Investment Coordinating Board Capital Markets viewed by the author through four subjects, namely deed, freedom of the client to choose the notary, the number of notaries, and admission procedures.
Based on the above analysis, the authors suggest the government should consider reviewing the licensing process of three-hour investment, as well as the necessary training and socialization between the government and the notary licensing activities related to capital investment. Thus, as public servants, notaries can demonstrate the accuracy, intelligence and speed in performing the public service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gergorius Satria Martriatmoko
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai Analisa kegunaan sidik jari pada akta autentik menurut Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Pada Undang-undang tersebut Notaris diwajibkan meminta pembubuhan sidik jari para penghadap yang selanjutnya dilekatkan pada Minuta akta. Kewajiban tersebut merupakan hal yang baru terhadap Notaris, yakni jika dilihat dari pengaturan kewajiban Notaris sejak mulai berdiri di Indonesia, Keberlakukan sidik jari pada minuta akta banyak menimbulkan kebingungan kepada Notaris, ini dilihat bahwa tidak terjadi keseragaman dalam prakteknya sehari-hari. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan wawancara dengan informan serta dilakukan analisa dengan metode kualitatif. Setelah dilakukan penelitian dengan wawancara terhadap informan dapat disimpulkan diperlukannya suatu ketentuan khusus yang mengatur penerapan sidik jari pada minuta akta dan perlu adanya sosialiasi kepada seluruh Notaris di Indonesia dengan bekerjasama dengan instansi yang berwenang yang memahami mengenai sidik jari serta perlu meningkatkan pengawasan terhadap Notaris agar dapat menjalankan tugas dan fungsi Notaris secara benar dan mengabdi kepada Masyarakat dan Negara. Kata Kunci : Akta Autentik, Sidik Jari, Undang-Undang Jabatan Notaris.

ABSTRACT
This thesis discusses a more comprehensive approach of the use of finger print on an authentic deeds issued by a Notary as is stipulated in the Law No 2 Year 2014 regarding the Law of Notary. In the Law, Notary is obliged to request finger print from clients that will be placed on the deeds. This obligation is newly introduced in the 2014 Law compared to that of previous Law which was not regulated. The placement of finger print on the deeds raises confusion among Notary. This could be seen in the ambiguity of interpretation of the Law by Notary proven by the result in this Thesis. The research method used in this thesis is a juridical normative and interview with informans furthermore analyzed using the qualitative method. From numerous interviews, could be concluded that there should be another Law which regulates specify stipulations regarding the use of finger prints on the deeds and there should be socialization to all notary in Indonesia from institutions that have specialization/skills regarding the use of finger print, furthermore increase supervision to all Notary in Indonesia hence they could do their job as stated in the Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Elisia Widjaya
"Tesis ini membahas mengenai urgensi kewajiban untuk melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta notaris berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris guna lebih menjamin kepastian identitas. Saat ini belum terdapat pengaturan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya, sehingga penelitian ini menguraikan formalitas perlekatan sidik jari yang benar, baik yang diambil secara manual (basah) maupun elektronik, berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik, serta ilmu daktiloskopi. Sebagai konsekuensinya notaris juga bertambah lagi amanatnya untuk melindungi sidik jari yang diambilnya yang merupakan data pribadi penghadap.

This thesis discusses the urgency of notary's obligation based on Law Number 2 Year 2014 to attach fingerprint(s) of person who appears before the notary to the notarial deeds and acts in order to ensure his or her identity and legal capacity. Currently there has been no further regulation regarding its implementation. This thesis explains how to attach manual and electronic fingerprints according to Law Number 2 Year 2014, Law Number 11 Year 2008, and dactyloscopy. Consequently, notary will also bear the obligation to protect the fingerprints as the personal data.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa
"Metode penelitan yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Dalam hal notaris berwenang dalam membuat akta pertanahan sebagaimana pasal 15 ayat 2 huruf F Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut, yaitu akta pertanahan juga merupakan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah seharusnya tidaklah menjadi masalah, karena selain yang disebutkan dalam pasal 15 ayat 2 huruf F tersebut bahwa notaris berwenang membuat akta pertanahan, dalam prakteknya sekarang ini, Jabatan notaris sekarang ini merangkap jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jadi, notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah sama-sama berwenang dalam membuat akta pertanahan. Pasal 15 ayat 2 F tersebut belumlah dapat dilaksanakan sepenuhnya tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah secara bersama-sama memilki kewenangan yang sama dalam membuat akta terkait di bidang pertanahan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Akta-akta yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah akta otentik yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Jadi, akta pertanahan tersebut dapat dibuat oleh pejabat lain termasuk notaris itu sendiri.

Research methods used in this paper is a normative juridical research. in the case of the notary in charge of a deed of land as well as Article 15 paragraph 2 letter F Law Notary, namely the deed of the land is also an authority Deed Official Land should not be a problem, because other than those mentioned in article 15 paragraph 2 letter F such that notaries authorized to make the land deed, in practice today, Position notary present concurrent positions Land Deed Officer. Thus, the notary and the Land Deed Official equally competent in making the land deed. Article 15, paragraph 2 F are not yet fully implemented without involving the Land Deed Officer. Notary and Land Deed Officer jointly have the same authority to make the relevant deed in the land sector in accordance with their respective capacities. Acts of Notary and Land Deed Official is authentic act which has binding legal force. Thus, the land deed can be made by other officials including the notary itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doly Affandi
"Keberadaan Notaris di Indonesia terus berkembang mengikuti perkembangan penduduk dan dunia usaha. Salah satu faktor pendukung berkembangnya dunia usaha adalah adanya perbankan yang sehat, dunia perbankan memiliki peranan sabagai pendukung dunia usaha, salah satu bentuk peranannya adalah memberikan fasilitas pinjaman terhadap pelaku usaha. Di dalam memberikan fasilitas pinjaman tersebut maka perbankan membutuhkan jaminan yang diberikan oleh debitur, untuk meyakinkan bank bahwa debiturnya mempunyai kemampuan untuk melunasinya. Dalam hubungan kerjasama antara Bank dan debiturnya itu diperlukan peranan Notaris untuk membuat akta-akta otentik dan pengurusan selanjutnya berkaitan dengan akta yang dibuatnya tersebut, selama Notaris yang mengurus akta-akta otentik tersebut hidup maka pengurusannya akan terus dikerjakan oleh Notaris tesebut, permasalahan muncul apabila Notaris tersebut meninggal dunia dimana terdapat akta yang belum terselesaikan dan juga terdapat pengurusan yang belum terselesaikan, atas kejadian tersebut sampai sejauh mana kewajiban ahli waris dari Notaris yang meninggal tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis Normatif, yaitu untuk menggambarkan atau memberikan data mengenai tanggung jawab ahli waris dari Notaris yang meninggal dunia terhadap pengurusan dan akta yang belum terselesaikan. Terhadap akta yang belum terselesaikan maka akta tersebut diselesaikan oleh Pejabat Sementara Notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah, sedangkan terhadap pengurusan lanjutan atas akta tersebut menjadi tanggung jawab dari Notaris.

The Existence of Notary in Indonesia is developing following the development of population and business world. One of factors supporting the development of business world is healthy banking business , banking world has a role as business world supporter , where one of its role is to give credit facility to the business person. In giving the credit facility the bank need a guarantee given by the debtor, to convince the bank that the debtor could afford to settle the debt. In relation of working together between the Bank and its debtor , the role of a Notary is needed to make authentic documents and the following works related to the documents made by the notary, as long as the Notary is alive the works will be done by the Notary. Problem arises if the Notary is dead where some documents have not been done yet and also some works have not been done yet, upon the incident to what extense the obligation of the heir of the dead Notary shoul be done. The researche method used in this paper is Normatic yuridical bibliographic study , which is to give picture or give data concerning the responsibility of the heir of the the dead Notary on unfinished work and documents. On unsolved documents, then will be done by Temporary Notary Official determined by Regional Supervisor Assembly , whereas on further works on the documents become the responsibility of the Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Prastiwi Hapsari
"Notaris merupakan salah satu profesi yang sedang berkambang pesat dalam era globalisasi yang turut andil dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Banyaknya kesempatan dan pekerjaan yang dapat dikerjakan Notaris mengakibatkan dalam pelaksanaan jabatannya sering terjadi pelanggaran. Tesis ini membahas tentang Notaris yang merangkap jabatan sebagai Ketua Koperasi dimana Akta yang dihasilkan dalam Koperasi tersebut Notaris itu sendiri yang membuatnya sehingga terjadi benturan kepentingan serta melanggar Pasal 16 ayat 1 Undang Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014. Larangan mengenai rangkap jabatan sudah dijelaskan pada Pasal 17 Undang Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 namun batasan profesi yang dipaparkan Pasal 17 tersebut tidak lengkap penjelasan mengenai apakah profesi Ketua Koperasi diperbolehkan atau tidak. Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris juga terkesan lemah ditambah dengan peraturan yang tidak tegas membuat Notaris mudah melakukan pelanggaran terutama dalam hal rangkap jabatan. Oleh karena itu seharusnya produk peraturan yang nantinya mengatur Undang-Undang Jabatan Notaris selanjutnya harus lebih jelas, lebih tegas dalam penindakannya sehingga tidak terjadi kebingungan dan ketidak tegasan aturan. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian yang bersifat yuridis normatif yang berasal dari data sekunder yaitu berupa studi dokumen yang kemudian di kaitkan dengan permasalahan yang diambil oleh penulis.

Notary is one of profession that rapidly growing in globalism now day. Notary participate in Indonesian economic development. Many opportunities and jobs make Notary take a wrong way to take them duty. This Thesis examines about double occupation of Notary that concurrent position to Koperasi's Principal means he made him Notary Deed for him self, that contravene article 16 clause 1 of The Occupation of Notary Law Number 2 Year 2014. Double Occupation's prohibition has been described in article 17 of The Occupation of Notary Law Number 2 Year 2014, but article 17 wasn't describe about profession were not allowed therefore article 17 is wasn't complete. Irresolution of Notary's Supervision Council made Notary Law weakened, because there is no punishment that made notaries afraid of. Therefore the next Occupation of Notary Law future Occupation of Notary Law must be clear and bold so that wasn't make a double assumption and confusion. This research method used yuridis normative method, derived from secondary data in the form of studies document that conected with problems taken by the author."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayuda Agusvianto
"Magang merupakan salah satu syarat bagi calon Notaris magang untuk dapat diangkat menjadi seorang Notaris, dan dengan magang maka dapat mengetahui seluk beluk dunia Notaris serta mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh saat menempuh perkuliahan di Magister Kenotariatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi dari pasal 16A ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, bagaimana sanksi yang diterima oleh calon Notaris magang apabila tidak melaksanakan ketentuan pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan bagaimana peran Notaris serta bentuk perlindungan yang diberikan Notaris kepada calon Notaris magang saat melaksanakan magang.
Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa calon Notaris saat melaksanakan magang haruslah diajarkan atau dibina untuk berpegang teguh kepada Kode Etik Notaris, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Sumpah Jabatan Notaris, selain itu sampai sekarang belum diatur mengenai sanksi terhadap calon Notaris Magang apabila tidak melaksanakan kewajiban menurut Undang-Undang Jabatan Notaris, dan dalam proses magang peran Notaris sangat penting untuk mengajarkan calon Notaris magang serta memberikan perlindungan hukum baik antara Notaris dengan calon Notaris Magang dengan membuat Perjanjian tertulis mengenai Magang.

Internship is one of the requirements for Candidate Notary apprentice to be appointed as a Notary, in addition to the Candidate Notary, apprentice can find out the ins and outs of the world Notary and apply knowledge that has been obtained by lectures in masters of law. The purpose of this study was to know about Implementation Article 16A paragraph (1) of Law Number 2 Year 2014 concerning the Amendment to Law Number 30 Year 2004 on Notary, about how the sanctions adopted by the Candidate Notary apprentice if not carrying out the provisions of article 16A (2) of Law Number 2 Year 2014 concerning the Amendment to Law Number 30 Year 2004 on Notary, and how the role of the Notary and the form of protection that given to Candidate Notary apprentice when carrying out an internship.
This thesis using normative juridical research method with qualitative data analysis. From the discussion of this thesis can be concluded that when Candidate Notary apprentice doing apprentice must taught or nurtured to adhere to the Code of Conduct Notaries, Notary Law and Oath Notary, until now there is no sanctions has to be set to Candidate Notary apprentice if no obligations Internship according to Law Notary, and when in the process of apprenticeship role of the Notary is very important to teach Candidate Notary internships and provide better legal protection between the Notary and Candidate Notary apprenctice by making a written agreement regarding Intern.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Octaviani
"Pasal 7 ayat (3) huruf a PP 10/1983 mengatur bahwa Izin untuk bercerai tidak
dapat diberikan oleh Pejabat apabila bertentangan dengan ajaran agama yang
dianut oleh PNS yang bersangkutan. Sebagaimana disabdakan oleh Tuhan
Yesus dalam Injil Markus 10: 6-9, bahwa “apa yang telah dipersatukan Allah,
tidak boleh diceraikan manusia”, maka kepada setiap orang yang telah
menikah berdasarkan ajaran agama Katolik, tidak dapat dilakukan perceraian.
Berdasarkan ketetuan tersebut, maka akibat yang seharusnya terjadi terhadap
PNS beragama Katolik adalah tidak dapat dilakukannya perceraian.
Berdasarkan penelitian normatif-empiris yang Penulis lakukan dan analisa
terhadap 5 putusan terkait, dapat disimpulkan bahwa ketentuan dalam Pasal 7
ayat (3) huruf a PP 10/1983 telah tidak efektif diterapkan karena tidak pernah
dijadikan sebagai dasar hukum dalam memecahkan masalah perceraian yang
melibatkan PNS beragama Katolik sebagai Penggugat atau Tergugat di
dalamnya. Hal ini karena Majelis Hakim lebih mengedepankan syarat
perceraian dalam Pasal 19 PP 9/1975 jo. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan.

Article 7 Paragraph (3) (a) of Government Regulation Number 10 of 1983
regulates that permission to divorce cannot be granted by the official if it is
against the religious teaching of the relevant civil servant. As stated by Jesus
in the Gospel of Mark 10: 6-9, “what God has united cannot be divorced by
humans”, then anyone who has been married under the Canonic Law cannot
be divorced. The consequence of these provisions is that Catholic Civil
Servants cannot divorce their spouse. Based on normative-empirical research
that the Author conducted and the analysis of 5 related court decisions, it can
be concluded that the provision in Art. 7 Par. (3) (a) of GR 10/1983 has not
been effectively applied because it was never used as a legal basis in solving
divorce proceedings involving Catholic Civil Servants. This is because the
Panel of Judges prioritizes the terms of divorce in Art 19 GR 9/1975 juncto
Art 39 Par. (2) Marriage Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wela Wahyuni Sari
"Tesis ini membahas eksistensi Majelis Kehormatan Notaris dalam memberikan perlindungan terhadap Notaris sebagai pejabat umum. Majelis Kehormatan terdapat dalam Pasal 66 dan 66A Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Majelis Kehormatan Notaris mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Kewenangan memberikan persetujuan atau penolakan ini sebelumnya dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris. Namun kewenangan tersebut dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan putusan No. 49/PUU-X/2012. Dalam hal persetujuan atau penolakan atas permintaan penyidik, penuntut umum dan hakim untuk pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris diperlukan keobjektifitasan Majelis Kehormatan Notaris dan memberikan indikator yang jelas berkaitan dengan kewenangannya tersebut.

This thesis discusses the existence of Honorary Council of Notary in giving protection to Notary as public official. The Honorary Council is contained in Articles 66 and 66A of Law Number 2 Year 2014 Concerning Amendment to Law No. 30 Year 2004 Concerning Position of Notary. The Honorary Council of Notary has the authority to perform the notary's guidance and the obligation to grant approval or refusal for the interest of the investigation and judicial process, for taking photocopies of the deed ministry and the calling of a Notary to attend the examination relating to the Notary's deed or protocol. The authority to grant this approval or refusal was previously owned by the Notary Supervisory Board. However, the authority was abolished by the Constitutional Court based on the decision. 49 / PUU-X / 2012. In the case of approval or rejection at the request of the investigator, the public prosecutor and judge for taking photocopies of the Minutes of Notary and Notary's invocation are required to objectify the Notary Public Council and provide clear indicators in relation to such authority."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>