Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127207 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leni Ervina
"Latar Belakang: Sepsis neonatorum diagnosisnya sulit ditegakkan karena gejala klinis dan laboratorium yang tidak spesifik. Pengobatan utama sepsis neonatorum adalah antibotik untuk menurunkan mortalitas, namun penggunaan antibiotik sering berlebihan, sehingga menyebabkan resistensi bahkan meningkatkan mortalitas.
Objektif: Mengetahui tingkat kepatuhan dokter penanggung jawab pasien DPJP terhadap pedoman antibiotika pada tata laksana sepsis neonatorum, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan DPJP untuk memulai pemberian antibiotik, proses evaluasi pemberian dan penghentian antibiotik, kepatuhan pemilihan antibiotik empirik serta mengetahui faktor-faktor risiko apa saja yang dipakai dalam menegakkan diagnosis sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) maupun sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL).
Metode: Studi dengan uji potong lintang menggunakan kuesioner wawancara pada subyek, data sekunder rekam medik serta melakukan Indepth Interview pada DPJP. Sampel penelitian adalah semua bayi baru lahir baik di RSCM maupun dari luar, diputuskan mendapat terapi antibiotik empirik lalu diberi stempel antibiotik periode bulan Desember 2017-Februari 2018 di divisi Neonatologi RSCM. Sebanyak 113 subyek dengan 167 kejadian dilakukan analisis.
Hasil: Terdapat keragaman pemeriksaan septic screening awal yaitu 1-6 jam setelah lahir dan pemeriksaan ulangan rerata 56,45 37,40 jam pada SNAD dan pada SNAL 72,00 50,91 jam, antibiotik yang dilanjutkan sesuai antara klinis dan laboratorium pada SNAD 43 52,43 dari 82 subyek, dan SNAL 7 50 dari 14 subyek, namun 100 patuh pada regimen antibiotik empirik ampisilin dan gentamisin untuk tatalaksana SNAD ringan pada 86 51,49 kasus, rerata hari konsul ke divisi Infeksi adalah 9,53 5,39 pada SNAD dan 9,63 3,89 pada SNAL. Dan tidak didapatkannya hubungan antara faktor risiko dengan kesesuaian laboratorium dan klinis sepsis p=0.869.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan pertimbangan para DPJP dalam mendiagnosis sepsis, sehingga menyebabkan ketidak patuhan terhadap pedoman antibiotik yang ada.

Background: Establishing diagnosis of neonatal sepsis is difficult due to non-specific clinical symptoms and laboratorial results. The key management for neonatal sepsis is antibiotic administration, decreasing mortality rate. However, over administration of antibiotic may lead to resistance and even increasing the mortality rate.
Objectives: To evaluate the adherence of attending physicians to the neonatal sepsis guideline; To know factors that influence the attending physicians 39; decision in administrating the antibiotics; And to know risk factors that are considered by attending physicians to diagnose both early-onset neonatal sepsis EOS and late-onset neonatal sepsis (LOS).
Methods: Cross-sectional study was performed using questionnaire taken from the subjects, secondary data in form of medical records, and in-depth interview on the attending physicians. Data collection was done in December 2017-February 2018, in Cipto Mangunkusumo Hospital Neonatologi Division. Total subjects of the research was 113, with 167 cases recorded, were then analyzed.
Results: Various results were found regarding the early screening 1-6 hours after birth and follow-up screening for EOS 56,45 37,40 hours and LOS 72,00 50,91 hours. Appropriate administration of antibiotic, based on clinical and laboratorial data, are found in 43 52,43 from 82 case of EOS and 7 50 from 14 cases of LOS. All of attending physicians followed the guidelines regarding empirical antibiotic regiments for mild EOS, which is Ampicillin and Gentamicin on 86 cases 51.49. Average management time before attending physicians started to ask for consultation for EOS and LOS are 9,53 5,39 days and 9,63 3,89 days respectively. No relation were found between risk factors with laboratorial results and clinical sepsis p=0.869.
Conclusion: Low level of adherence toward the antibiotic guideline is due to different considerations of attending physicians in diagnosing neonatal sepsis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raoul Taufiq Abdullah
"Secara global, sebanyak 15 juta bayi lahir secara prematur setiap tahunnya. Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan angka kelahiran prematuritas tertinggi di dunia. Salah satu komplikasi utama pada bayi prematur adalah sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum adalah respon inflamasi sistemik yang dapat terjadi pada neonatus diakibatkan oleh transmisi infeksi secara vertikal maupun melalui lingkungan. Dikarenakan oleh temuan klinis sepsis yang variatif, menyebabkan upaya mendiagnosis sepsis menjadi sullit dilakukan. Oleh karena itu, perlu diberlakukan profilaksis sepsis neonatorum pada bayi prematur, sehingga muncul prosedur oral care. Pemahaman mengenai kebermanfaatan dan keamanan prosedur oral care masih diperlukan untuk dapat menggunakan prosedur ini secara optimal.
Tujuan. (1) Mengetahui karakteristik subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia gestasi, berat lahir, usia ibu, dan jenis persalinan. (2) Mengetahui angka kejadian sepsis neonatorum pada bayi prematur yang mendapat dan tidak mendapat oral care. (3) Mengetahui hubungan antara pemberian oral care dengan kejadian sepsis neonatorum pada bayi prematur.
Metode penelitian. Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada populasi bayi prematur yang lahir di RSCM pada tahun 2015-2017. Sebanyak 42 sampel yang dipilih secara simple random sampling. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus 2018 dengan melihat rekam medis subjek penelitian yang dilanjutkan dengan analisis bivariat.
Hasil penelitian. Jumlah total subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah 42 bayi prematur. Karakteristik penelitian ini adalah jenis kelamin laki-laki sebesar 52,4%, rerata usia gestasi 33 (24-36) minggu, rerata berat lahir 1569,24±493,3 gram, rerata usia ibu 30,5238±6,67 tahun, dan jenis persalinan sectio caesaria sebesar 85,7%. Didapatkan hubungan bermakna antara pemberian oral care dengan kejadian sepsis neonatorum (P=0,030 ; RR=0,533 ; IK 95%=0,290-0,980). Didapatkan hubungan bermakna antara usia gestasi dengan kejadian sepsis neonatorum pada subjek yang mendapat oral care (UG: 32-37 minggu = 91,7% subjek tidak sepsis ; P=0,003), serta hubungan bermakna antara berat lahir dengan kejadian sepsis neonatorum pada subjek yang mendapat oral care (BL: 1500-2499 gram = 100% subjek tidak sepsis ; P=0,002).
Kesimpulan. Terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian oral care dengan kejadian sepsis neonatorum pada bayi prematur di RSCM, terdapat penurunan kemungkinan terkena sepsis neonatorum sebesar 0,533 kali lipat.

Introduction. Globally, it is estimated that there are 15 million premature infants born every year. Indonesia ranks fifth in the incidence of prematurity worldwide. One of the major complications of premature infants is neonatal sepsis. Neonatal sepsis is a systemic inflammatory response on infants caused by infections acquired vertically and enviromentally. Sepsis has a wide range of clinical findings, therefore it is hard to diagnose precisely. Therefore, profilactic measures to prevent neonatal sepsis is needed, and oral care rises as one of the solution. The understanding in regards of efficacy and safety of oral care is needed in order to be able to optimally utilize this procedure.
Objectives. (1) To determine the subject characteristic based on gender, gestational age, birth weight, maternal age, and mode of delivery. (2) To determine the incidence of neonatal sepsis in premature infants with or without the administration of oral care. (3) To determine the association between oral care administration and the incidence of neonatal sepsis in premature infants.
Methods. A cross-sectional study is done to premature infants born in RSCM in 2015-2017. 42 samples are chosen by simple random sampling. Data is collected from January to August 2018 by observing the medical records of the subject, and then continued to be analyzed using bivariate analysis.
Results. There are 42 subjects that met the inclusion and exclusion criteria. The characteristics of this study are, 52,4% subject is male, mean gestational age is 33 (24-36) weeks, mean birth weight is 1569,24±493,3 gram, mean maternal age is 30,5238±6,67 years, and 85,7% subject delivered by sectio caesaria mode. There is a significant association between oral care administration and the incidence of neonatal sepsis (P=0,030 ; RR=0,533 ; CI 95%=0,290-0,980). There is a significant association between gestational age and the incidence of neonatal sepsis in subjects receiving oral care (GA: 32-37 weeks = 91,7% subjects without neonatal sepsis ; P = 0,003), and a significant association between birth weight and the incidence of neonatal sepsis in subjects receiving oral care (BW: 1500-2499 gram = 100% subjects without neonatal sepsis ; P = 0,002).
Conclusion. There is a significant association between oral care administration and the incidence of neonatal sepsis in premature infants in RSCM, with the reduction of probability of the incidence of neonatal sepsis as much as 0,533 times higher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wiratama Lokeswara
"Latar belakang: Menurut data WHO, sebanyak 15 juta bayi di dunia dilahirkan kurang bulan setiap tahunnya, dan Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia. Salah satu komplikasi pada bayi kurang bulan yang sering terjadi adalah sepsis. Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) merupakan infeksi sistemik pada bayi pada usia kurang dari 72 jam yang seringkali disebabkan oleh transmisi patogen secara vertikal sebelum atau saat proses kelahiran. Strategi utama dalam penanggulangan kejadian SNAD bergantung pada identifikasi faktor risiko, termasuk ketuban pecah berkepanjangan. Namun, sampai saat ini masih belum ada kesepakatan terkait ambang batas waktu ketuban pecah yang meningkatkan risiko kejadian SNAD secara signifikan pada populasi bayi kurang bulan.
Tujuan: (1) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia gestasi, usia ibu, berat lahir dan metode persalinan. (2) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasaran gejala klinis dan hasil pemeriksaan kultur. (3) Mengetahui hubungan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada ambang batas waktu 24 jam, 18 jam dan 12 jam di RSCM.
Metode penelitian: Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan pada populasi bayi kurang bulan yang lahir di RSCM dari tahun 2016-2017. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok: (1) kelompok kasus yang mengalami SNAD; dan (2) kelompok kontrol yang tidak mengalami SNAD; dipilih secara simple random sampling. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 154 bayi kurang bulan (77 kasus dan 77 kontrol). Pengambilan data dilakukan pada Januari-Agustus 2018 dengan melihat rekam medis subjek penelitian, dilanjutkan dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Squared dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian: Semua karakteristik tidak memiliki perbedaan yang bermakna, kecuali usia gestasi (p=0,012) dan berat lahir (p=0,02). Gejala klinis yang paling sering ditemukan dan memiliki hubungan yang bermakna adalah sesak napas (63,0%; p<0,001) dan instabilitas suhu (40,9%; p<0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada bayi kurang bulan di RSCM pada ambang batas waktu 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Ketuban pecah lebih dari 12, 18 dan 24 jam meningkatkan risiko SNAD pada bayi kurang bulan 2,3 kali lipat, dan ketuban pecah lebih dari  12 jam meningkatkan risiko 2,9 kali lipat setelah adjustment.

Introduction: According to WHO, 15 million babies are born premature annually, and  Indonesia ranks 5th worldwide. One of the most frequent complications in preterm infants is sepsis. Early onset neonatal sepsis (EONS) is defined as the systemic infection in infants less than 72 hours old which is often caused by vertical transmission of pathogens before or during labour. With the current lack of consensus in the definition of neonatal sepsis, identification risk factors, including prolonged premature preterm rupture of membranes (ROM), becomes the main strategy. Unfortunately, there is also currently lack of worldwide agreement in the threshold of duration of ROM which significantly increases the risk of EONS in preterm infants.
Objectives: (1) To determine the distribution of subjects based on selected characteristics: gender, gestational age, maternal age, birth weight and mode of delivery. (2) To determine the distribution of subjects based on clinical symptoms and bacterial culture examination. (3) To determine the association between the duration of ROM and the incidence of EONS in preterm infants, at the thresholds of 24 hours, 18 hours and 12 hours, in RSCM.
Methods: A case-control study was done on preterm infants born in RSCM in 2016-2017. The subjects were divided into 2 groups: (1) the case group for preterm infants who had EONS; and (2) the control group for preterm infants who did not have EONS; each selected by simple random sampling. The total number of subjects in the study was 154 preterm infants (77 in the case group and 77 in the control group). Data collection from the medical records of the subjects was performed in January-August 2018, followed by bivariate analysis using Chi Square Test and  multivariate analysis using logistic regression.
Result: Characteristics had insignificant differences, except gestational age (p=0,012) and birth weight (p=0,02). The clinical symptoms which were most frequent and had significant associations with EONS were respiratory instability (63,0%, p<0,001) and temperature instability (40,9%, p<0,001).
Conclusion. There is a significant association between the duration of ROM at 12, 18 and 24 hours, and the incidence of EONS in preterm infants, especially at duration of more than 12 hours. Prolonged PPROM for 12, 18, and 24 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.3 times (unadjusted) and PPROM for 12 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.9 times after adjustment for other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Timotius Wahono
"Latar Belakang: Ketuban Pecah Dini KPD merupakan kejadian yang berhubungan dengan risiko tinggi morbiditas dan mortalitas baik pada maternal maupun perinatal. KPD terjadi pada 5-10 dari seluruh kehamilan dan insiden infeksi selaput ketuban bervariasi dari 6-10 . Berdasarkan data SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, serta hasil studi epidemiologi oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2010 didapatkan bahwa terdapat 7,6 juta kasus kematian anak < 5 tahun, di mana 64 4,879 juta terjadi karena infeksi, dan 40,3 3,072 juta terjadi di neonatus. Belum diketahui hubungan antara lama ketuban pecah, usia kehamilan, dan jumlah periksa dalam pada kasus KPD terhadap kejadian sepsis neonatorum di Indonesia.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama ketuban pecah, usia kehamilan, dan jumlah periksa dalam pada ibu hamil yang mengalami KPD dengan kejadian sepsis neonatorum, sehingga dapat menjadi dasar untuk evaluasi Standar Pelayanan Medik SPM KPD di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif analitik, dilaksanakan di RSCM Jakarta pada bulan Desember 2016 ndash; Juni 2017. Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan usia kehamilan >20 minggu yang mengalami KPD dan tidak mempunyai penyulit seperti diabetes melitus ataupun penyakit sistemik serius seperti penyakit jantung atau autoimun, beserta dengan bayinya.
Hasil: Terdapat 405 ibu hamil dengan KPD yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Didapatkan 21 kasus 5.2 sepsis neonatorum. Hasil analisis menunjukkan bahwa lama ketuban pecah sampai dengan masuk RS ge; 18 jam dengan OR 3,08, lama ketuban pecah selama perawatan di RS ge; 15 jam dengan OR 7,32, dan lama ketuban pecah sampai dengan lahir ge; 48 jam dengan OR 5,77 mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian sepsis neonatorum. Usia kehamilan preterm < 37 minggu mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian sepsis neonatorum dengan OR 18,59. Sedangkan jumlah periksa dalam pada penelitian ini tidak dapat dianalisis.
Kesimpulan: Lama ketuban pecah yang makin panjang serta usia kehamilan preterm mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian sepsis neonatorum.

Background: Premature Rupture of Membrane PROM is associated with high maternal as well as perinatal morbidity and mortality risks. It occurs in 5 to 10 of all pregnancy while incidence of amniotic membrane infection varies from 6 to 10. Based on the 2007 National Demography and Health Survey SDKI, Maternal Mortality Rate MMR in Indonesia is 228 per 100.000 live births. Results of epidemiological studies by the WHO and UNICEF in 2010 found that there were 7.6 million cases of under five mortality, in which 64 4.879 million occurred due to infection and the rest 40.3 3.072 million occurred in neonates. However, there is no known association between prolonged rupture of membrane, gestational age, and number of vaginal examination in PROM cases on neonatal sepsis incidence in Indonesia.
Objectives: This study aims to find out the association between prolonged rupture of membrane, gestational age, and number of vaginal examination in pregnant women with PROM on neonatal sepsis incidence. The result may provide the basis for evaluating Standards of Medical Care SPM in PROM cases at Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM.
Methods: A hospital based analytical descriptive study was done in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta from December 2016 until June 2017. The study used total sampling method which included all pregnant women with gestational age of more than 20 weeks who experienced PROM and their babies. Samples with existing comorbidities such as diabetes mellitus or other serious systemic illnesses such as heart disease or autoimmune condition were excluded in the analysis.
Results: A total of 405 pregnant women with PROM were incuded in this study. There were 21 cases 5.2 of neonatal sepsis. The analysis showed that risk of neonatal sepsis was higher in pregnant women with prolonged rupture of membrane for 18 hours before hospital admisission OR 3.08, prolonged rupture of membrane for 15 hours during hospitalization OR 7.32 , and prolonged rupture of membrane for 48 hours until birth OR 5.77. The risk of neonatal sepsis was even higher in preterm pregnancy with gestational age of <37 weeks (OR 18.59). However, the number of vaginal examination could not be analyzed.
Conclusion: Risk of neonatal sepsis is higher in longer duration of prolonged rupture of membrane as well as preterm pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafindhra Adhitya Prihastama
"Latar belakang. Bayi kurang bulan merupakan masalah yang masih sering menghantui dunia kedokteran akibat komplikasi jangka pendek, jangka panjang, maupun kematian secara langsung. Salah satu komplikasi yang dapat muncul adalah enterokolitis nekrotikans, sebuah penyakit kegawatdaruratan gastrointestinal bersifat fatal. Enterokolitis nekrotikans sendiri dapat dicegah dengan pemberian ASI, salah satu metodenya adalah meneteskan ASI secara orofaringeal atau biasa disebut sebagai care.
Tujuan. Mengetahui perbandingan antara pemberian oral care dengan kejadian enterokolitis nekrotikans pada bayi kurang bulan, mengetahui sebaran karakteristik subjek penelitian (jenis kelamin, usia gestational, berat lahir, dan usia ibu, mengetahui angka kejadian enterokolitis nekrotikans pada bayi kurang bulan yang mendapat oral care, mengetahui angka kejadian enterokolitis nekrotikans pada bayi kurang bulan yang tidak mendapat oral care, dan mengetahui perbandingan angka kejadian enterokolitis nekrotikans antara bayi kurang bulan yang mendapat oral care dengan bayi yang tidak mendapat oral care.
Metode penelitian. Penelitian dilakukan dengan metode crosssectional komparatif pada bayi kurang bulan yang dirawat di NICU RSCM pada tahun 2016-2017 dengan jumlah total subjek sebanyak 144 orang dan dipilih secara random sampling. Sumber data merupakan rekam medis dan pengambilan data dilakukan selama 6 bulan dari Januari hingga Agustus 2018.
Hasil penelitian. Dari 144 pasien, didapatkan 72 bayi kurang bulan mendapat oral care dan 72 bayi kurang bulan tidak mendapat oral care. Dari kedua kelompok tersebut, ditemukan adanya perbedaan pada masa gestasi (p=0,006) dan berat lahir bayi (p=0.042). Pada 72 bayi kurang bulan yang mendapat oral care, terdapat 19 bayi kurang bulan yang mengalami enterokolitis nekrotikans dan pada 72 bayi kurang bulan lainnya yang tidak mendapatkan oral care, terdapat 9 bayi kurang bulan yang tidak mendapatkan oral care. Perbandingan kedua kejadian enterokolitis nekrotikans pada kedua kelompok tersebut adalah 26.4% banding 12.5%. Dengan menggunakan analisis kategorik, didapatkan hubungan antara oral care dengan kejadian enterokolitis nekrotikans (p=0.036).
Kesimpulan. Terdapat hubungan antara pemberian oral care dengan angka kejadian enterokolitis nekrotikans. Namun penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar harus untuk menentukan melihat hasil lebih spesifik dan lebih lanjut mengenai sebab-akibat.

Introduction. Premature infants still pose a big problem in the medicine due to its association with high morbidity and mortality. Necrotizing enterocolitis, or NEC, a gastrointestinal emergency case, is one of the complications that rises from prematurity. NEC can be prevented with breast milk, especially mothers own milk, through oropharyngeal administration, or in other words, oral care.
Objectives. To determine comparison between oral care administration with necrotizing enterocolitis incidence on preterm infants, to determine the distribution of subjects based on characteristic (gender, gestational age, birth weight, and mothers age), to determine the incidence of necrotizing enterocolitis on preterm infants with oral care administration, to determine the incidence of necrotizing enterocolitis on preterm infants without oral care, and to compare the incidence of necrotizing enterocolitis between preterm infant with and without oral care.
Methods. A cross-sectional study was conducted on preterm infants who were treated in Neonatal Intensive Care Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital between 2016 and 2017. There were 144 subjects chosen by simple random sampling. Medical record from Perinatology Division was the source of data and data was taken from January until August 2018.
Result. From 144 Premature infant, there were 72 premature infants with oral care and 72 premature infants without oral care. In those two groups, two characteristics, gestational age (p=-0.006) and birth weight (p=0.042), were significantly different. There were 19 preterm infants with oral care and 9 preterm infants without oral care who suffered from necrotizing enterocolitis. The proportion of necrotizing enterocolitis in these two groups is 26.4%:12.5% The difference is significant (p=0.036).
Conclusion. There is a significant association between oral care and the incidence of necrotizing enterocolitis, though further larger studies must be conducted to obtain more detailed results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdi Wijaya
"Latar Belakang: Sepsis neonatarum awitan dini (SNAD) mempunyai gejala klinis dan hasil laboratorium yang tidak spesifik sehingga diagnosisnya sulit ditegakkan, perlunya penelitian tentang faktor-faktor risiko ibu dan bayi yang mempengaruhi kejadian SNAD untuk diterapkan di fasilitas-fasilitas kesehatan terbatas.
Tujuan: Mengetahui insiden pada sepsis neonatarum awitan dini,dan faktor-faktor risiko ibu dan bayi yang berpengaruh terhadap kejadian sepsis neonatarum awitan dini.
Metode: Penelitian ini merupakan studi prognostik dengan desain kohort prospektif menggunakan data primer dari observasi dan data sekunder dari rekam medik pada bulan Juli-Oktober 2019 di Unit Perinatologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo Jakarta, Indonesia. Bayi dengan gejala klinis, disertai faktor risiko ibu (suhu ibu, leukosit darah ibu, ketuban pecah dini, karakteristik ketuban, dan antibiotik intrapartum), dan faktor risiko bayi (skor APGAR, usia gestasi, berat badan lahir) dengan hasil positif SNAD (Proven: kultur darah +, Probable: >2 septic marker + dan kultur darah-). Sebanyak 120 subyek tersangka SNAD yang dilakukan analisis.
Hasil: Hasil analisis multivariat faktor risiko ibu dan bayi dengan regresi logistik ganda adalah ketuban berwarna hijau, kental dan berbau (P=0,009, RR=839,9, IK 95% 0,000-1094,9), skor APGAR <7 (P=<0,001, RR=13,06, IK 95% 3,837-44,486), usia gestasi <37 minggu (P=0,002, RR=9,47, IK 95% 2,29-39,06), serta leukosit darah ibu >15000/µL (P=0,010, RR=4,44, IK 95% 1,420-13,915). Insidens SNAD pada penelitian ini adalah 87 dari 495 kelahiran (probable sepsis 86 per 495 dan proven sepsis 1 per 495).
Kesimpulan: Faktor risiko ibu dan bayi terhadap kejadian sepsis neonatarum awitan dini berdasarkan hasil analisis multivariat adalah ketuban berwarna hijau, kental dan berbau, skor APGAR <7, usia gestasi <37 minggu, serta leukosit darah ibu >15.000/µL.

Background: Early-onset neonatal sepsis (EONS) has non-specific clinical symptoms and laboratory results, thus the diagnosis is difficult to establish. It is important to evaluate maternal and infant risk factors for EONS, for prediction of sepsis in limited healthcare facilities.
Objective: To evaluate the incidence of early-onset neonatal sepsis, and maternal and infants risk factor of early-onset neonatal sepsis.
Method: This is a prognostic study with prospective cohort design using primary data obtained from observations and secondary data from the Perinatology Division medical record in July-October 2019, Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, Indonesia. Data of infants with clinical symptoms, accompanied by maternal risk factors (maternal temperature, maternal leukocytes, premature rupture of the membranes, amniotic characteristics, and intrapartum antibiotics), and infant risk factors (APGAR score, gestational age, birth weight,) with positive EONS results (Proven: blood culture +, Probable: >2 septic marker + and blood culture -) were taken. A total of 120 subjects with EONS events were analyzed.
Results: Multivariate analysis with multiple logistic regression, significant maternal and infant risk factors were green, thick and foul odor of amniotic fluid (P=0.009, RR=839.90, CI 95% 0.000-1094.9), APGAR score <7 (P=<0.001, RR=13.06, CI 95% 3.83-44.486), gestational age <37 weeks (P=0.002, RR=9.47, CI 95% 2.29-39.06), and maternal leukocytes >15000/µL (P=0.010, RR=4.44, CI 95% 1.420-13.915). The incidence of SNAD in this study was 87 of 495 births (probable sepsis 86 per 495 and proven sepsis 1 per 495).
Conclusion: Significant maternal and infant risk factors for the occurrence of early-onset neonatal sepsis are gestational age <37 weeks, APGAR score <7, green, thick and foul odor of amniotic fluid, and maternal leukocytes>15,000/µL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Amelia
"Latar Belakang: Persalinan preterm adalah penyebab kematian perinatal terbesar di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Persalinan preterm adalah penyebab utama sepsis neonatus awitan dini dan juga morbiditas jangka pendek dan jangka panjang lainnya. Sayangnya, tidak ada kepustakaan yang mendukung salah satu manajemen lebih unggul daripada lainnya dalam menurunkan kematian perinatal sekaligus morbiditas lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari manajemen persalinan preterm yang dapat memberikan luaran maternal dan neonatal terbaik, terutama di RSCM.
Methode: Dari kohort total sampling menggunakan data rekam medik pasien persalinan preterm yang masuk RSCM antara tanggal 1 januari hingga 31 Desember 2014, didapatkan 300 subjek yang terdiri dari 132 subjek persalinan preterm dengan ketuban intak dan 168 subjek ketuban pecah dini preterm. Masing-masing kategori lalu dibagi lagi berdasarkan perlakuan yang diberikan, yakni tanpa manajemen, manajemen konservatif, dan manajemen aktif. Luaran utama yang diteliti adalah kejadian sepsis neonatus.
Hasil: Prevalensi persalinan preterm di RSCM antara 1 Januari hingga 31 Desember 2014 adalah 32,9 . Pada subjek persalinan preterm tanpa ketuban pecah di usia kehamilan preterm dini, manajemen konservatif menunjukkan penurunan bermakna kejadian sepsis neonatus dibandingkan tanpa manajemen [14 vs 43 , p=0,004, RR 0,65 IK 95 0,48-0,88 ]. Tidak ada perbedaan kejadian sepsis neonatus yang bermakna pada kelompok lainnya. Namun, manajemen aktif pada kelompok ketuban pecah dini preterm tampak menurunkan kematian perinatal secara bermakna dibandingkan tanpa manajemen [0 vs 23 , p=0,038, RR 0,77 IK 95 0,67-0,88 ].
Diskusi: Pada pasien persalinan preterm dengan ketuban intak, manajemen konservatif disepakati merupakan tatalaksana terpilih. Sementara, tatalaksana bagi pasien ketuban pecah dini preterm masih diperdebatkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen aktif dapat menurunkan kematian perinatal dan dapat dijadikan tatalaksana terpilih.

Background Preterm labor is the largest direct or indirect cause of perinatal death in Indonesia and in the world. Preterm labor is the main cause of early onset neonatal sepsis and also other short term and long term morbidities. Unfortunately, there are no evidence that support single management to be superior than others in reducing perinatal death and preventing short term and long term morbidities altogether. This study was aimed to find which preterm labor management that give the best maternal and neonatal outcome, especially in RSCM.
Methods A total sampling historical cohort was conducted using medical record of preterm labor patient admitted in RSCM from Januari 1st until December 31st, 2014. From 300 subjects included, 132 of it was preterm labor with intact membrane, and 168 was preterm premature rupture of membrane. From each arm we categorize further based on one of three management given no management, conservative management, or active management. The primary outcome studied is neonatal sepsis.
Results The preterm labor rate from any cause in RSCM from January 1st until December 31st 2014 was 32,9 . On subjects with preterm labor with intact membrane in early preterm gestational age, conservative management showed significant reduction of neonatal sepsis compared to no management. 14 vs 43 , p 0,004, RR 0,65 CI 95 0,48 0,88 . No significant reduction was observed among other managements, gestational age category, or amniotic membrane status. However, active management showed mildly significant reduction of perinatal death compared to no management 0 vs 23 , p 0,038, RR 0,77 CI 95 0,67 0,88.
Discussion In preterm labor patients with intact membrane, conservative management was unquestionably the treatment of choice. In the other hand, management for patients with preterm premature rupture of membrane is still largely debatable. This study showed that active management seems to be beneficial in reducing perinatal mortality, thus can be the treatment of choice in preterm premature rupture of membrane patients."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2017
618.92 EIC c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Merenstein &​ Gardner's Handbook of Neonatal Intensive Care, 8th Edition, is the leading resource for collaborative, interprofessional critical care of newborns. Co-authored by physicians and nurses, it offers concise, comprehensive coverage with a unique multidisciplinary approach and real-world perspective that make it an essential guide for both neonatal nurses and physicians. The 8th edition features the latest neonatal research, evidence, clinical guidelines, and practice recommendations - all in a practical quick-reference format for easy retrieval and review of key information. UNIQUE!
This book is the leading resource for collaborative, interprofessional critical care of newborns. Co-authored by physicians and nurses, it offers concise, comprehensive coverage with a unique multidisciplinary approach and real-world perspective that make it an essential guide for both neonatal nurses and physicians."
St. Louis, Missouri: Elsevier, 2016
618.92 MER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Khairan Wibowo
"Latar Belakang Kelainan bawaan bertanggung jawab atas 11,3% kematian bayi di dunia. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, neural tube defect merupakan jenis kelainan bawaan yang berperan penting dalam kecacatan dan kematian neonatus, yaitu sekitar 17% hingga 70% dari seluruh kematian akibat kelainan bawaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil karakteristik klinis dan tata laksana anak dengan neural tube defect di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM pada tahun 2018–2022. Metode Desain penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan metode penelitian potong lintang. Hasil Jenis kelamin yang paling banyak ditemukan adalah perempuan (51,7%). Jaminan kesehatan yang paling banyak digunakan adalah BPJS (94,8%) dengan rujukan paling banyak berasal dari fasilitas kesehatan di wilayah Jabodetabek (65,5%). Jenis NTD yang paling banyak ditemukan adalah myelomeningocele (25,9%), lipomyelomeningocele (24,1%), dan encephalocele occipital (20,7%). Faktor risiko maternal yang teridentifikasi adalah usia maternal > 35 tahun (12,1%). Proporsi ibu yang rutin mengonsumsi vitamin hamil sejak prekonsepsi sangat rendah (1,7%). Riwayat infeksi saat hamil ditemukan pada sebagian kecil kasus (3,4%) sedangkan riwayat kontak ibu dengan unggas atau hewan peliharaan cukup banyak ditemukan (22,4%). Waktu tahu hamil paling banyak saat usia kehamilan < 5 minggu (55,2%). Riwayat keluarga dengan NTD, riwayat diabetes pregestasional, dan riwayat konsumsi obat antiepilepsi maternal tidak ditemukan. Jenis operasi yang paling banyak dilakukan adalah rekonstruksi tutup defek. Sebagian besar operasi untuk NTD bersifat elektif (89,7%). Kesimpulan Jenis NTD yang paling banyak ditemukan adalah myelomeningocele, lipomyelomeningocele, dan encephalocele occipital dengan jenis operasi tersering berupa rekonstruksi tutup defek.

Introduction Birth defects are responsible for 11.3% of infant deaths worldwide. In low- and middle-income countries, neural tube defect are a type of birth defect that plays an important role in neonatal disability and death, accounting for around 17% to 70% of all deaths due to birth defect. This study aims to determine the clinical and therapeutic profile of children with neural tube defects in the Department of Neurosurgery at Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia, period 2018–2022. Method The design used in this research is descriptive observational with cross-sectional research method. Results The most common gender found was female (51.7%). The most widely used health insurance was BPJS (94.8%) with most referrals coming from health facilities in the Jabodetabek area (65.5%). The most common types of NTD were myelomeningocele (25.9%), lipomyelomeningocele (24.1%), and occipital encephalocele (20.7%). The maternal risk factor identified was maternal age > 35 years (12.1%). The proportion of mothers who regularly take pregnancy vitamins since preconception was very low (1.7%). A history of infection during pregnancy was found in a small number of cases (3.4%) while a history of maternal contact with poultry or pets was quite common (22.4%). The most common time the mothers knew that they’re pregnant was when the gestational age was < 5 weeks (55.2%). Family history of NTDs, history of pregestational diabetes, and history of maternal antiepileptic drug consumption were not found. The most common type of surgery performed was repair of the defect. Most operations for NTDs were elective (89.7%). Conclusion The most common types of NTD found were myelomeningocele, lipomyelomeningocele, and occipital encephalocele while the type of surgery most frequently performed was repair of the defect."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>