Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205273 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oceana Roswin
"ABSTRACT
Latar Belakang: Parafunctional habit (clenching dan bruxism) menurunkan kualitas hidup melalui atrisi, abfraksi, dan resesi gingiva. Penelitian mengenai hal tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui distribusi atrisi, abfraksi, dan resesi gingiva pada pasien dengan parafunctional habit. Metode: Penelitian deskriptif menggunakan data sekunder dari 70 rekam medis periodonsia subjek parafunctional habit di RSKGM FKG UI periode 2013-2017. Hasil: Distribusi terbanyak ditemukan pada subjek parafunctional habit dengan atrisi (50%), dan diikuti atrisi dan abfraksi (32,86%). Distribusi atrisi tertinggi pada subjek clenching terlihat di gigi 31, 32, dan 42 (1,23%), dan pada subjek bruxism di gigi 42 (5,31%). Distribusi abfraksi tertinggi pada subjek clenching terlihat di gigi 14 dan 15 (1,04%), dan pada subjek bruxism di gigi 14 dan 24 (7,25%). Mayoritas subjek parafunctional habit mengalami resesi gingiva (87,14%). Resesi gingiva akibat clenching (42,55%) dan bruxism (30,47%) sering terjadi pada sisi bukal. Resesi gingiva tertinggi pada subjek clenching ditemukan pada gigi 42 (8,51%), sedangkan pada subjek bruxism ditemukan pada gigi 41 (5,5%). Kesimpulan: Subjek parafunctional habit yang mengalami atrisi sebanyak 50%, atrisi dan abfraksi sebanyak 32,86%, dan resesi gingiva sebanyak 87,14%.

ABSTRACT
Background: Parafunctional habit (clenching and bruxism) decreases quality of life through attrition, abfraction, and gingival recession. No study has evaluated about the problem in Indonesia. Objective: Evaluate distribution of attrition, abfraction, and gingival recession in subjects with parafunctional habit. Methods: A descriptive study using secondary data from 70 periodontal medical records of parafunctional habit subjects in RSKGM FKG UI 2013-2017. Result: Highest distribution was found in parafunctional habit subjects with attrition (50%), followed by attrition and abfraction (32.86%). Highest attrition distribution was seen in tooth 31, 32, and 42 (1.23%) of clenching subjects, and tooth 42 (5.31%) of bruxism subjects. Highest abfraction distribution was found in tooth 14 and 15 (1.04%) of clenching subjects, tooth 14 and 24 (7.25%) of bruxism subjects. Majority of parafunctional habit subjects got gingival recession (87.14%). Gingival recession from clenching (42.55%) and bruxism (30.47%) often occurred at buccal site of teeth. Highest gingival recession was found in tooth 42 (8,.51%) of clenching subjects, and tooth 41 (5.5%) of bruxism subjects. Conclusion: Parafunctional habit subjects experiencing attrition were about 50%, attrition and abfraction were about 32.86%, and gingival recession were about 87.14%."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocelin Tania Kusnadi
"Periodontitis merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang umum diderita penduduk dunia. Klasifikasi penyakit periodontitis direvisi pada tahun 2017, menggabungkan periodontitis kronis dan periodontitis agresif menjadi periodontitis yang memiliki tiga dimensi untuk menjelaskan periodontitis. Data epidemiologi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi terbaru dapat digunakan sebagai informasi dalam menyusun rencana pencegahan dan penanganan penyakit periodontitis. Data tersebut masih belum ada di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui distribusi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi penyakit periodontal tahun 2017 di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Periode 2014-2017.
Metode: Penelitian deskriptif data sekunder dengan subjek 392 rekam medik.
Hasil: Penyakit periodontitis terbanyak menurut pembagian staging adalah stage 3 (52,2%) dan stage 4 (35,8%), menurut pembagian grading adalah grade A (60,4%), dan menurut distribusi dan perluasan adalah generalis (82,6%).
Kesimpulan: Klasifikasi terbaru periodontitis tahun 2017 memberikan detil yang lebih baik dalam menggambarkan kondisi rongga mulut pasien. Penyakit periodontitis terbanyak menurut klasifikasi tahun 2017 adalah stage 3 grade A generalis.

Periodontitis is one of the most common oral disease infected world citizen. Periodontitis classification was revised in 2017, which merge chronic periodontitis and aggressive periodontitis into periodontitis with three dimensions as descriptor. Epidemiology information of periodontitis can be used as information for prevention and treatment plan of periodontitis. In Indonesia, there is no data about the new classification.
Objective: Discover the distribution of periodontitis at Periodontal Clinic RSKGM FKG UI 2014-2017.
Methods: Descriptive study using 392 medical records as subjects.
Results: The most common periodontitis based on staging is stage 3 (52,2%) and stage 4 (35,8%), grade A (60,4) based on grading, and generalized (82,6%) based on distribution and extent.
Conclusion: The new periodontitis classification in 2017 gives better detail in describing patient oral cavitiy condition. The most common periodontitis based on 2017 classification is stage 3 grade A generalized.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shula Zuleika Sumana
"Latar Belakang: Subepithelial connective tissue graft SCTG dan acelullar dermal matrix ADM seringkali digunakan dalam perawatan resesi gingiva.
Tujuan Penelitian: Mengevaluasi kondisi klinis jaringan periodontal setelah perawatan resesi gingiva antara menggunakan SCTG dengan ADM.
Metode: Data resesi gingiva, tingkat perlekatan klinis gingiva, dan lebar gingiva cekat sebelum perawatan diambil dari rekam medik. Pasien dihubungi untuk pengambilan data setelah perawatan.
Hasil: Penggunaan SCTG dan ADM memberikan hasil yang signifikan. Perbandingan antara kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan signifikan.
Kesimpulan: Perawatan resesi gingiva dengan SCTG dan ADM memberikan hasil yang serupa.

Background: Subepithelial connective tissue graft SCTG and acellular dermal matrix ADM are frequently used in treatment of gingival recession.
Objectives: To evaluate periodontal clinical conditions after treatment of gingival recession using SCTG and ADM.
Methods: Pre operative data of gingival recession, clinical attachment level, and attached gingiva were retrieved from medical records. Patients were recalled and post operative data were recorded.
Results: Application of SCTG and ADM yield significant changes. Comparisons between the two groups showed no statistically significant differences.
Conclusion: Treatment of gingival recession with SCTG and ADM yield similar outcomes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Novita Mulya
"Karies merupakan salah satu komplikasi yang umumnya terjadi pada gigi impaksi. Penelitian yang membahas mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi impaksi sudah banyak dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai distribusi frekuensi karies pada gigi molar tiga kelas IA di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif yang bersifat retrospektif dengan sampel penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari kartu status pasien RSKGM FKGUI periode Januari 2010-Juli 2013.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa prevalensi impaksi molar tiga bawah kelas IA sebesar 42,5% dari 496 kasus impaksi molar tiga bawah. Rasio laki-laki : perempuan yang mengalami impaksi molar tiga kelas IA adalah 1:1,7. Mayoritas pasien berusia 17-35 tahun dan kebanyakan berasal dari suku Jawa (44,1%). Sebanyak 23,2% pasien mengalami karies pada gigi impaksinya dan umumnya terjadi pada impaksi mesioangular (17,2%). Permukaan oklusal merupakan daerah yang paling rentan terhadap terjadinya karies baik pada impaksi mesioangular, vertikal, horizontal, maupun transverse, yaitu sebanyak 59,6%.

Caries is one of the complications commonly arise in impacted teeth. Studies concerning frequency distribution of caries in impacted third molar are widely available in several countries, but not in Indonesia. This study aims to get information regarding frequency distribution of caries in class IA impacted third molar among patients of Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Research was done using retrospective descriptive study through observation of patient’s status cards at RSKGM FKGUI from January 2010 to July 2013.
The results indicate that prevalence of class IA impacted third molar is 42.5% out of 496 cases of all impacted mandibular third molar. Gender ratio of male to female is 1: 1.7, whereas the majority of the patients are aged 17-35 years old and of Javanese origins (44.1%). Some patients have caries in their impacted third molar (23.2%), especially in mesioangular impaction (17.2%). Occlusal surface accounts for the most susceptible site to caries in class IA impacted third molar (59.6%) in all mesioangular, vertical, horizontal and transversal impaction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Althea Pranggapati Alexander
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang dialami setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa) dan penyakit gigi dengan prevalensi terbesar di Indonesia. Insidensi karies mencapai pulpa juga selalu meningkat setiap tahunnya. Perawatan saluran akar merupakan tindakan kuratif yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Menurut studi di berbagai negara, tingkat kegagalan PSA dapat mencapai 30% dengan melibatkan banyak faktor. Saat terjadi kegagalan, tindakan yang paling diutamakan untuk dilakukan adalah perawatan saluran akar ulang untuk mempertahankan gigi asli dari pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab kegagalan PSA dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang. Tujuan: Mengetahui prevalensi perawatan saluran akar ulang di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2019-2021. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dan analitik komparatif yang bersifat retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis pasien konservasi di RSKGM FKG UI. Hasil: Dari 3503 pasien PSA di RSKGM FKG UI periode Januari 2019-Juli 2021, 181 pasien dengan kegagalan PSA memilih untuk PSA ulang dan 20 pasien lainnya dilakukan ekstraksi. Melalui analisis komparatif, terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan status penyakit periapeks pada pasien, tidak ditemukan perbedaan antara sosiodemografi, elemen gigi dan diagnosis periapeks pasien pada perawatan PSA ulang dan ekstraksi, dan terdapat perbedaan secara statistik antara etiologi kegagalan PSA dengan perawatan yang dipilih (PSA ulang dan ekstraksi). Kesimpulan: Prevalensi PSA ulang di RSKGM FKG UI adalah 5,1%. Penyebab kegagalan PSA yang paling banyak ditemukan adalah pengisian saluran akar yang kurang. Diagnosis penyakit periapeks pasca PSA, paling banyak ditemukan adalah abses periapikal. Berdasarkan sosiodemografis, pasien paling banyak didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan kelompok usia yang paling banyak ditemukan adalah kelompok usia 50-59 tahun. PSA ulang paling banyak terjadi pada gigi molar mandibula. PSA yang inadekuat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyakit periapeks, proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan PSA ulang adalah PSA inadekuat dan proporsi tertinggi etiologi kegagalan PSA pada tindakan ekstraksi adalah restorasi inadekuat
Background: Dental caries is a serious health problem experienced by half of the world’s population (3.58 billion people) and an oral disease with the highest prevalence in Indonesia. The incidence of pulpitis is also increasing every year. Root canal treatment is taken to cure the disease. According to studies in various countries, endodontic treatment failure rate can reach to 30% involving many factors. When endodontic treatment failure occurs, the most applied action to be taken is endodontic retreatment to preserve patient’s teeth. Therefore, it is necessary to conduct a research on the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI by discovering the causes of the failure and other factors that contributed to the failure to prevent it from happening in the future. Objectives: This study aims to determine the prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI for the period of 2019-2021. Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record. Results: There were 3503 endodontic patients at RSKGM FKG UI for the period of January 2019-July 2021, 181 patients with endodontic failure chose to be treated with endodontic retreatment and another 20 patients underwent extraction. Through comparative analysis, there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and periapical disease. No differences found between the sociodemographic and the tooth, periapical diagnoses of patients with the choices of treatment between endodontic retreatment and extraction, and there were statistical differences between the etiology of endodontic failure and the choice of treatment. Conclusion: The prevalence of endodontic retreatment at RSKGM FKG UI is 5.1%. The most common etiology of endodontic failure is underobturation. Periapical abscess is the most found diagnosis of post endodontic treatment. Based on sociodemographics, most patients are female and the age group that commonly found was 50-59 years old age group. Endodontic retreatment mostly treated on mandibular molars. the biggest proportion of etiology of failure on endodontic retreatment treatment choice is an inadequate endodontic treatment while the highest proportion of etiology of failure on extraction is inadequate restoration"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Anneta Artha Lidwina Malau
"Latar Belakang: Kista periapikal atau dapat disebut juga dengan kista radikular atau kista periodontal apikal merupakan lesi yang umum ditemui pada praktik kedokteran gigi. Kista periapikal merupakan kista odontogenik yang terjadi akibat adanya inflamasi, dengan dinding lesi yang berasal dari residu epitel odontogenik rests of Malassez pada ligamen periodontal. Tingginya prevalensi kista periapikal dibandingkan dengan kista odontogenik lainnya dan belum adanya penelitian terbaru mengenai distribusi dan frekuensi kista periapikal berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi, posisi, kondisi gigi, dan perawatannya di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia melatar belakangi penelitian ini. Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi kista periapikal di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2018 – Desember 2019. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif restrospektif menggunakan data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 4.163 rekam medik pasien bedah mulut di RSKGM FKG UI periode 2018-2019, terdapat 23 pasien dengan kista periapikal. Kesimpulan: Frekuensi distribusi kista periapikal terbanyak adalah pada kelompok usia 21-30 tahun (39,1%), lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan (69,6%), gigi insisif lateral rahang atas adalah gigi terlibat dengan frekuensi distribusi terbanyak (33,3%), lokasi paling banyak adalah pada apikal gigi terlibat (77,8%), kondisi gigi terlibat yang paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (63,0%), dan perawatan saluran akar adalah perawatan yang paling sering dilakukan (22,2%).

Background: Periapical cyst or often known as radicular cyst or apical periodontal cyst is a lesion often found in dental practice. Periapical cyst is an odontogenic cyst of inflammatory origin with an epithelial wall originating from the epithelial rests of Malassez found in the periodontal ligament. Its high prevalence compared to other types of odontogenic cyst and the absence of recent study of its distribution and frecuency based on age, gender, tooth element, position, condition of involved teeth, and treatment of choice render the need of further study about it. Objective: This study aims to determine the distribution and frecuency of periapical cyst in Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Faculty of Dentistry University of Indonesia 2018-2019 period. Methods: Retrospective descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: 23 patients with periapical cysts were found from the total of 4,163 medical records of patients receiving treatments at the Oral and Maxillofacial Surgery Department at RSKGM FKG UI in 2018-2019 period. Conclusion: The frequency and distribution of periapical cyst is mostly found in the third decade of life (39,1%), found more in female patients (69,6%), more often involved maxillary lateral incisive (33,3%), position of the cysts are mostly found at the apical of involved teeth (77,8%), the involved teeth condition are more often pulp necrosis (63,0%), and endodontic treatment is the more chosen treatment (22,2%)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Sabrina
"ABSTRAK
Latar Belakang : Lesi periapikal adalah lesi yang melibatkan area apikal gigi. Lesi periapikal merupakan proses tingkat lanjut dari karies yang bervariasi pada kelompok rahang, elemen gigi, dan ukuran lesi. Selain itu, faktor sosiodemografi seperti jenis kelamin juga dapat mempengaruhi proses terjadinya lesi periapikal Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi lesi periapikal di RSGM Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014 Metode : Penelitian ini berjenis observasi deskriptif dan merupakan studi retrospektif menggunakan data sekunder berupa gambaran radiografis yang terkomputerisasi dengan baik pada RSGMP Paviliun Khusus FKG UI periode Januari 2007 – September 2014. Hasil : Didapatkan 425 kasus lesi periapikal. Frekuensi dan distribusi dipaparkan melalui tabel dan diagram. Kesimpulan : Frekuensi dan Distribusi lesi periapikal paling sering melibatkan gigi 4.6, lokasi terjadinya lesi periapikal paling sering terjadi pada rahang bawah posterior, kelompok ukuran lesi yang paling sering terjadi adalah lesi periapikal dengan ukuran 6-10 mm (49.18%), dan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih sering terlibat dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1:1:32.

ABSTRACT
Background : Periapical lesion is a lesion which involving the apical area of the tooth. Periapical lesion is an advanced process of caries which various in the group of the jaw, tooth element, and the size of the lesion. In addition, sex may also affect the occurrence of periapical lesion. Objective : This research aimed to determine the frequency and distribution of lesion in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Methods : The type of this study is descriptive observation, and a retrospective study by using secondary data from the computerized radiographic picture in RSGM Paviliun Khusus FKG UI period of January 2007 - September 2014. Result : There are 425 cases of periapical lesion. Frequency and distribution presented through tables and diagrams. Conclusion : Frequency and distribution of periapical lesion is most commonly involve tooth 4.6, the location of periapical lesion is most commonly happen on the posterior mandible region, the group of the lesion size which commonly happen is 6-10 mm, and based on sex, women are more frequently that involved with the comparison between men and women 1: 1.32.
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Media Sukmalia Adibah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Perawatan implan dental sudah berkembang menjadi pilihan yang dapat diterima luas masyarakat. Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedoketran Gigi Universitas Indonesia sudah melaksanakan perawtan implan gigi sejak tahun 2009 dan belum ada evaluasi mengenai implan gigi tersebut. Porphyromonas gingivalis diketahui menjadi salah satu bakteri yang sering digunakan dalam evaluasi jaringan periimplan.
Tujuan: Mengevaluasi jaringan periimplan melalui kuantifikasi bakteri Porphyromonas gingivalis.
Material dan metode: Dua puluh sembilan sampel implan gigi, lima sampel gigi sehat serta tujuh sampel periodontitis diambil plak subgingiva untuk menghitung Porphyromonas gingivalis melalui Real Time PCR.
Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara kuantitatif P. gingivalis pada sampel periimplan dengan gigi sehat. Terdapat perbedaan bermakna antara kuantitatif P. gingivalis periimplan dengan sampel periodontitis.
Kesimpulan: Kuantitatif P.gingivalis gigi sehat menyerupai dengan level kuantitatif pada jaringan periimplan.

ABSTRACT
Background: Dental implants has an excellent results in terms of survival and success rates of oral rehabilitation. Rumah Sakit Khusus Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI) is one of leading dental hospital which offer dental implant since 2009 and yet there is no evaluation of dental implant treatment.
Aim: The aim of this study was to evaluate periimplant tissue by quantification of bacteria Porphyromonas gingivalis. Materials and Methods: Twenty nine samples periimplant were taken from patient in Periodontal Clinic RSKGM FKG UI. All implants were placed from 2009-2014. Plaque samples were obtained in each dental implant using implant probe. Baseline group was measured in healthy teeth and periodontitis teeth which samples plaque were also taken respectively. All samples were subjected to microbiological analysis using quantification of bacteria Porphyromonas gingivalis with real time PCR.
Results: There were no significant differences in number of P. gingivalis between the periimplant groups compared to healthy tooth group (P value >0.05). Meanwhile, there were significant differences between the periimplant group compared to periodontitis teeth (P value < 0.05).
Conclusion: Quantification of P.gingivalis in periimplant has a similar result to healthy teeth."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Michelle Anggraini
"Studi ini fokus membahas tentang variasi anatomis normal pada mukosa oral. Tujuan dari studi ini dalah untuk menentukan prevalensi dan distribusi lesi pada 312 pasien yang mengunjungi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Studi ini dilakukan dengan survei epidemiologi dan menggunakan pendekatan potong lintang. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 7 (2,2%) pasien dengan leukoedema, 69 (22,1%) pasien dengan fordyce granules, dan 207 (66,3%) pasien dengan linea alba pada mukosa oral mereka. Semua lesi lebih banyak ditemukan secara bilateral. Leukoedema dan fordyce granules lebih banyak ditemukan pada pria, sedangkan linea alba lebih banyak pada wanita. Leukoedema dan fordyce granules paling banyak ditemukan pada kelompok usia 69-76 tahun, sedangkan linea alba paling banyak ditemukan pada usia 13-20 tahun.

This study is focused on variations of anatomic structures of oral mucosa. The purpose of this study is to determine the prevalence and the distribution of these lesions in 312 patients who visited University of Indonesia Dental Hospital according to the location, age and gender. This study has been done by cross sectional descriptive epidemiological survey. The result showed that there were 7 (2.2%) people who had leukoedema, 69 (22.1%) people who had fordyce granules, and 207 (66.3%) people who had linea alba on their oral mucosa. All lesions were more common in bilateral location. Leukoedema and fordyce granules were more common among males, while linea alba were more common among females. Leukoedema and fordyce granules had the highest prevalence in 69-76 years age-group, while linea alba was highest in 13-20 years age-group."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>