Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Rifani
"Latar belakang. Endometriosis adalah suatu penyakit radang kronik yang dicirikan dengan adanya pertumbuhan jaringan mirip endometrium yang dapat ditemukan pada peritoneum, ovarium, dan septum retrovagina. Penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain itu, faktor hormonal diketahui mempengaruhi perkembangan dan klinis endometriosis. Resistensi hormon progesteron merupakah salah satu penyebab terjadinya endometriosis karena sering dihubungkan dengan rendahnya kadar dan aktivitas kerja reseptor hormon progesteron pada endometriosis. Polimorfisme gen reseptor progesteron (PROGINS=progesterone receptor gene polymorphism) diketahui berkaitan dengan risiko endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen reseptor progesteron (PR) rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.
Metode penelitian. Penelitian cross sectional ini menggunakan 30 sampel jaringan endometriosis ovarium dari wanita penderita endometriosis dan 17 jaringan endometrium dari wanita tanpa endometriosis. Sampel DNA dari subjek diisolasi, dilakukan PCR, diikuti dengan proses elektroforesis, dan dilanjutkan dengan DNA sequencing.
Hasil. Hasilnya dianalisis secara statistik dengan uji Fisher. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan frekuensi genotip rs139646398 dari gen PR pada endometriosis ovarium dan kontrol (p=0,638). Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara polimorfisme gen reseptor progesteron rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara polimorfisme gen reseptor progesteron rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.

Endometriosis is a chronic inflammatory disease characterized by the growth of endometrial-like tissues that can be found in peritoneum, ovary, and retrovaginal septum. This disease is a multifactorial disease caused by genetic and environmental factors. In addition, hormonal factors are known to influence the development and clinical symptom of endometriosis. Progesterone resistance is one of the causes of endometriosis. It is often associated with low levels or activity of hormone progesterone receptor in endometriosis patients. Progesterone receptor gene polymorphism (PROGINS) is known to be associated with the risk of endometriosis. This study aims to determine the relationship between progesterone receptor (PR) gene polymorphism rs139646398 with endometriosis.
Methods. This cross sectional study used 30 endometriosis ovary samples from women suffered endometriosis and 17 endometrium tissues from women without endometriosis. DNA samples from subjects were isolated, PCR was carried out, then followed by electrophoresis, and continued with DNA sequencing.
Results. The results were statistically analysed by Fisher’s test. There was no statistically significant difference in genotype frequency of rs139646398 of the PR gene in ovarian endometriosis and controls (p=0.638).
Conclusion. This study shows no relationship between progesterone receptor gene polymorphism rs139646398 and endometriosis in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adita Hadining Putri
"Endometriosis adalah kelainan ginekologis yang ditandai dengan adanya jaringan endometrium yang tumbuh di luar uterus. Penyakit ini bersifat multifaktorial, salah satunya dipengaruhi genetik. Polimorfisme genetik gen reseptor progesteron (PR) diketahui berhubungan dengan penyakit endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme gen PR rs544843047 di bagian promoter dengan endometriosis di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan membandingkan 25 jaringan endometriosis dari wanita penderita endometriosis dan 21 jaringan endometrium dari wanita tanpa endometriosis. Molekul DNA dari kedua jenis jaringan diisolasi, diamplifikasi dengan menggunakan metode PCR. Analisis perubahan nukleotida pada gen PR dilakukan dengan metode sequencing. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi genotip dan alel pada SNP gen PR rs544843047 adalah genotip TT 100% dan alel T 100%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara SNP gen PR pada rs544843047 dengan penyakit endometriosis di Indonesia.

Endometriosis is a gynecological disorder characterized by the presence of endometrial tissues that grow outside the uterus. This disease is multifactorial cause, one of which is influenced by genetics factor, and genetic polymorphism of the Progesterone Receptor (PR) gene is known to be associated with endometriosis. The aim of this study was to determine the relationship between PR gene polymorphism rs544843047 in the promoter and endometriosis in Indonesia. A cross sectional design was used in this study, comparing 25 endometriosis tissues of women with endometriosis and 21 endometrial tissues of women without endometriosis. DNA molecules from both types of tissues were isolated, then amplified using the PCR method. While analysis of nucleotide changes in the PR gene was conducted by sequencing. The results showed that the genotypic and allelle frequencies of the PR rs544843047 SNP were 100% TT genotype and 100% T allele. This research concludes that there are no association between SNP PR gene in rs544843047 and endometriosis in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzdalifah
"Latar Belakang: Karies gigi adalah penyakit dan infeksi rongga mulut yang paling umum
terjadi di dunia. Karies merupakan penyakit yang multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor
host, agent, lingkungan dan waktu. Kondisi dari suatu host dipengaruhi oleh gen yang dimiliki
host, seperti gen TFRC rs3178762. Gen TFRC rs3178762 menginstruksikan pembentukan
kompleks protein yang akan berikatan dengan patogen dan bekerja sama dengan sistem imun
menghancurkan patogen pada lingkungan oral. Penelitian mengenai polimorfisme gen TFRC
rs3178762 pada penderita karies telah dilakukan di berbagai negara, akan tetapi penelitian
tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan gen TFRC rs3178762 pada penderita karies di Indonesia. Tujuan:
Mengetahui hubungan antara polimorfisme gen TFRC rs3178762 pada penderita karies di
Indonesia. Metode: Analisis polimorfisme gen TFRC rs3178762 dilakukan dengan metode
PCR-RFLP dengan enzim restriksi MspI. Hasil: Dalam penelitian ini, pada kelompok karies
ditemukan enam sampel dengan genotip GG, 29 sampel dengan genotip GA, dan 15 sampel
dengan genotip AA. Sedangkan pada kelompok kontrol, ditemukan 43 sampel dengan genotip
GG, tujuh sampel dengan genotip GA, dan tidak ditemukan genotip AA. Pada kelompok karies
ditemukan 42 alel G dan 59 alel A, dan pada kelompok kontrol ditemukan 93 alel G dan 7 alel
A. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen TFRC
rs3178762 antara penderita karies dengan kelompok kontrol (p = 0.001).

Background: Dental caries is the most common disease and infection of the oral
cavity in the world. Caries is a multifactorial disease that is influenced by host,
agents, environment and time factors. The condition of a host is influenced by the
host's genes, such as the Gen TFRC rs3178762 gene. The Gen TFRC rs3178762 instructs
the formation of a protein complex that binds to pathogens and works together with
the immune system to destroy pathogens in the oral environment. Research on the
Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism in caries patients has been carried out in
various countries, but such research has never been conducted in Indonesia.
Therefore, this study was conducted to determine the relationship of the Gen TFRC
rs3178762 gene in caries patients in Indonesia. Objective: To determine the
relationship between the Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism in caries patients
in Indonesia. Methods: Analysis of the Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism
was carried out by the PCR-RFLP method with the MspI restriction enzyme.
Results: In this study, in the caries group there were six samples with GG genotype,
29 samples with GA genotype, and 15 samples with AA genotype. Whereas in the
control group, there were 43 samples with GG genotype, seven samples with GA
genotype, and no AA genotype. In the caries group found 42 G alleles and 59 A
alleles, and in the control group 93 G alleles and 7 A alleles were found.
Conclusion: There were significant differences in the distribution of the Gen TFRC
rs3178762 gene polymorphism between caries and control groups (p = 0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tirsa Verani K.
"Latar belakang: Peran estrogen pada patofisiologi endometriosis sudah dikenal sejak lama. Namun, belum ada studi yang menganalisis rasio estradiol, estron dan estriol antara wanita dengan dan tanpa endometriosis.
Tujuan: Menganalisis kadar estron (E1), estradiol (E2) dan estriol (E3) dalam darah dan rasio E2:E1, E2:E3 dan E1:E3 antara wanita dengan dan tanpa endometriosis.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang analitik, dengan 27 wanita dengan endometriosis dan 27 wanita tanpa endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel didapatkan dari RS Cipto Mangunkusumo dan rumah sakit jejaring lainnya periode Oktober 2012 - April 2013. Kadar metabolit estrogen dalam darah diperiksa dengan uji enzyme-linked immunosorbent (ELISA). Perbandingan data antara dua kelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: Kadar estron ditemukan lebih rendah pada kelompok endometriosis dibandingkan kelompok kontrol (54,66 pg/ml vs 73,52 pg/ml, p 0,229). Demikian pula, kadar estradiol dan estriol lebih rendah pada kelompok endometriosis (29 pg/ml vs 35 pg/ml, p 0,815 dan 1,11 pg/ml vs 1,67 pg/ml, p 0.095, berturut-turut). Rasio E2:E1 lebih tinggi pada kelompok endometriosis (0,51 pg/ml vs 0,38 pg/ml, p 0,164), demikian pula dengan rasio E2: E3 (26,53 pg/ml vs 21,11 pg/ml , p 0,223) dan rasio E1:E3 (58,55 pg/ml vs 50,28 pg/ml, p 0,684). Namun, semua perbedaan itu tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Kadar estron, estradiol, dan estriol pada wanita dengan kelompok endometriosis lebih rendah dibandingkan pada wanita tanpa endometriosis. Rasio E2: E1, E2: E3 dan E1: E3 lebih tinggi pada kelompok endometriosis. Namun, semua perbedaan itu tidak bermakna secara statistik.

Background: The role of estrogen in the pathophysiology of endometriosis has been well known. However, no study has observed the ratio of estradiol, estrone, and estriol between women with endometriosis and without endometriosis.
Objectives: To assess the estrone (E1), estradiol (E2) and estriol (E3) blood level and its ratio (E2:E1, E2:E3 and E1:E3) between women with and without endometriosis.
Methods: An analytical cross sectional study with 27 women with endometriosis and 27 women without endometriosis who met the inclusion criteria. The samples were recruited in Cipto Mangunkusumo hospital and other satellite hospitals from October 2012 to April 2013. The blood level of estrogen metabolites was examined by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The data comparison between two groups was analyzed by using Mann-Whitney test.
Result: The level of Estrone was found to be lower in endometriosis group compared to this in control group (54,66 pg/ml vs 73,52 pg/ml, p 0.229). Similarly, the level of estradiol and estriol were lower in endometriosis group (29 pg/ml vs 35 pg/ml, p 0.815 and 1,11 pg/ml vs 1,67 pg/ml, p 0.095, consecutively). The E2:E1 ratio was higher in endometriosis group (0,51 pg/ml vs 0,38 pg/ml, p 0.164), as well as E2:E3 ratio (26,53 pg/ml vs 21,11 pg/ml, p 0.223) and the E1:E3 ratio (58.55 vs 50.28, p 0.684). However, all those differences were not statistical significant.
Conclusion: The estrone, estradiol and estriol level in women with endometriosis group was lower compared to these in women without endometriosis group. The ratio E2:E1, E2:E3 and E1:E3 was higher in endometriosis group. However, all those differences were statistically insignificant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutug Kinasih
"Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan mirip endometrium di luar uterus. Jaringan ini memiliki kemampuan tertanam di berbagai tempat ektopik karena dipengaruhi sistem aktivator plasminogen yang berperan dalam proses fibrinolisis. Pada endometriosis terdapat ekspresi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) berlebih yang menyebabkan kurangnya fibrinolisis sehingga menyebabkan terbentuknya produk fibrin terdegradasi yang dapat mempengaruhi penempelan dan perkembangannya. Faktor epigenetik perubahan tingkat metilasi DNA berperan pada patogenesis endometriosis.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat metilasi gen PAI-1 dan hubungannya dengan perkembangan jaringan endometriosis ovarium dan peritoneum. Studi potong lintang ini menggunakan 13 sampel wanita endometriosis ovarium, 5 wanita endometriosis peritoneum, dan 8 wanita tanpa endometriosis. DNA dari sampel diisolasi, dilakukan konversi bisulfit, kemudian diamati tingkat metilasi DNAnya dengan metode methylation specific polymerase chain reaction (MSP). Hasilnya dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat metilasi DNA gen PAI-1 pada ketiga kelompok sampel (p<0,05).
Penelitian ini menemukan perbedaan signifikan antara endometriosis ovarium dan peritoneum dibandingkan dengan kontrol (p=0,006 dan p = 0,003); namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada endometriosis peritoneum dibandingkan dengan ovarium (p>0,05). Penelitian kami menunjukkan rendahnya tingkat metilasi gen PAI-1 yang dapat meningkatkan ekspresi gen PAI-1 dan hal ini disugestikan dapat berkontribusi sebagai faktor risiko endometriosis pada ovarium dan peritoneum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adya Firmansha Dilmy
"Tujuan: Menilai keberadaan reseptor PPARγ serta membandingkan tampilan reseptor PPARγ pada endometrium eutopik dan ektopik pada penderita endometriosis Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional). Sepuluh subjek penderita endometriosis yang menjalani laparoskopi atau laparotomi, yang masuk dalam kriteria penerimaan (consecutive sampling) diambil dua percontoh, yakni endometrium eutopik dan endometrium ektopik yang berasal dari dinding kista endometriosis saat dilakukan pembedahan kemudian dilihat tampilan reseptor PPARγ dengan two-step RT-qPCR. Tampilan masing-masing percontoh diuji statistik dengan uji tes-t berpasangan dan tes korelasi Pearson.
Hasil: Didapatkan tampilan reseptor PPARγ pada endometrium eutopik dan endometrium ektopik penderita endometriosis dengan metode RT-qPCR. Tampilan resptor PPARγ endometrium eutopik dan ektopik didapatkan secara statistik tidak berbeda bermakna (1.16 lipatan relatif vs 1.25 lipatan relatif; p=0.26). Pada uji korelasi Pesrson didapatkakan korelasi positif lemah antara tampilan PPARγ endometrium eutopik dan ektopik (r=0.16).
Kesimpulan: Tampilan reseptor PPARγ pada endometrium eutopik dan ektopik penderita endometriosis didapatkan dengan metode two-step RT-qPCR. Dengan semikuantifikasi tampilan reseptor PPARγ tidak didapatkan perbedaan antara tampilan reseptor PPARγ pada endometrium eutopik dan ektopik pada penderita endometriosis. Terdapat korelasi positif lemah antara tampilan reseptor PPARγ pada endometrium eutopik dan ektopik pada penderita endometriosis.

Objective: To evaluate the expression of the PPARγ receptor and to compare its expression in the eutopic and ectopic endometrium in women with endometriosis Method: This is a cross sectional study. Ten female subjects with endometriosis that underwent laparoscopy or laparotomy that fulfilled the inclusion criteria were recruited by consecutive sampling. Two samples were taken, eutopic endometrium and ectopic endometrium from endometriosis cyst wall during surgery of each subject, PPARγ expression was examined by two-step RT-qPCR. Each sample was statistically examined using the paired t-test and Pearson’s corelation test.
Result: PPARγ was found to be expressed in the eutopic and ectopic endometrium of women with endometriosis using the RT-qPCR method. The expression of PPARγ was not statistically different in eutopic and ectopic endometrium (1.16 relative fold vs 1.25 relative fold:p=0.26). By Pearson’s corelation there was a weak positive corelation between PPARγ expression of the eutopic and ectopic endometrium (r=0.16).
Conclusion: PPARγ was detected by two-step RT-qPCR in eutopic and ectopic endometrium of women with endometriosis. Semiquantification of PPARγ expression showed that there was no significant difference betweenits expression in the eutopic and ectopic endometrium of women with endometriosis. There was a weak postive corelation of PPARγ expression between the eutopic and ectopic endometrium of women with endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyono Winarto
"Pendahuluan: Endometriosis merupakan suatu kelainan jinak ginekologi yang dapat mengalami transformasi menjadi kanker. Stres oksidatif diduga berperan dalam perkembangan penyakit endometriosis. Gen supresor tumor ARID1A banyak ditemukan termutasi dan inaktif pada kanker ovarium yang berhubungan dengan endometriosis. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis peran stres oksidatif terhadap ekspresi gen supresor tumor ARID1A dalam transformasi endometriosis menjadi ganas.
Metoda: Penelitian dimulai dengan 10 sampel jaringan kanker ovarium, 10 sampel endometriosis dan3 jaringan endometrium eutopik sebagai kontrol yang diisolasi mRNA dan proteinnya. Analisis ekspresi gen ARID1A pada tingkat mRNA dilakukan dengan pemeriksaan RT-qPCR dan pada tingkat protein dengan ELISA. Pada sel endometriosis dan kanker ovarium dilakukan analisis stres oksidatif dengan pemeriksaan aktivitas antioksidan MnSOD dan pemeriksaan kadar MDA sebagai salah bukti kerusakan salah satu komponen sel. Setelah itu dilakukan uji eksperimental pada kultur sel endometriosis dan endometrium eutopik sebagai kontrol. Kedua sel kultur diinduksi dengan H2O2 konsentrasi 0 nM, 100 nM, dan 1000 nM. Analisis dilakukan terhadap ketahanan hidup sel, kadar ROS dan ekspresi gen ARID1A pada tingkat mRNA dan protein.
Hasil: Efek induksi H2O2 dalam menekan ekspresi gen ARID1A sel endometriosis dan sel endometrium eutopik pada tingkat mRNA dan protein, bermakna, meskipun pada kanker ovarium tidak bermakna pada penelitian ini.
Kesimpulan: Stres oksidatif berperan dalam menekan ekspresi gen supresor tumor ARID1A ditingkat mRNA dan protein pada endometriosis.

Introduction: Endometriosis as a gynecologic benign lesion, can transform itself into cancer. Oxidative stress is considered as an important factor in endometriosis development. Studies found that ARID1A as tumor suppressor gene, was frequently mutated and inactivated in endometriosis associated ovarian cancer. The aim of the study is to analyze the role of oxidative stress on ARID1A expresion in endometriosis malignant transformation.
Methods: This study started with ten samples of ovarian cancer, ten samples of endometriosis, and 3 samples of eutopic endometrioid tissues as control. They were analyzed for the expression of ARID1A by RT-qPCR and ELISA, then analyzed for the activity of MnSOD as antioxidant enzyme and level of malondialdehyde as one of the oxidative stress damage effect evidence on cell's components. The second part of the study was experimental study on cultured eutopic endometrial and endometriosis cells. They were induced by H2O2 of 0, 100, and 1000 nM concentration. Analysis of the expression of ARID1A by RTqPCR and ELISA, and the DCFH-DA for the level of Reactive oxygen species were done.
Result: The impact of the H2O2 induction in repressing ARID1A gene expression on the endometriosis as well on the eutopic endometrium cells are significant, but not on the ovarian cancer in this study.
Conclusion: Oxidative stress has a role in repressing the expression of ARID1A gene at the mRNA and protein levels on the endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yassin Yanuar Mohammad
"Pengantar: Endometriosis merupakan salah satu penyebab infertilitas dan menjadi indikasi fertilisasi in vitro (FIV). Laju apoptosis dan stress oksidatif yang tinggi pada pasien endometriosis diyakini menimbulkan efek negatif terhadap peluang keberhasilan FIV. Namun, pengaruh endometriosis terhadap keberhasilan FIV menunjukkan bukti yang inkonsisten dan belum banyak studi yang menilai langsung efek endometriosis terhadap kualitas oosit sebagai parameter keberhasilan FIV.
Tujuan: Untuk menilai laju apoptosis pada sel granulosa pasien endometriosis dibanding pasien non-endometriosis melalui rasio ekspresi mRNA BAX/BCL-2 dan menilai korelasinya dengan kualitas oosit yang didapatkan saat petik ovum.
Hasil: Sampel didapatkan dari 15 subjek dengan endometriosis dan 15 subjek kontrol. Dosis rekombinan FSH total yang diterima pada kelompok endometriosis untuk stimulasi ovarium lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p=0.005). Terdapat perbedaan bermakna kadar ekspresi BAX (p=0.029) dan BCL-2 (p<0.001) pada kedua kelompok, tetapi perbedaan rasio keduanya tidak signifikan (p=0.787). Korelasi antara rasio BAX/BCL-2 dengan parameter kualitas oosit tidak menunjukkan hubungan bermakna di kedua kelompok.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan signifikan pada rasio kadar BAX/BCL-2 di kedua kelompok dan tidak ditemukan hubungan bermakna antara rasio tersebut dengan kualitas oosit. 

Introduction: Endometriosis is one of common conditions causing infertility and an indication to undergo in vitro fertilization (IVF). High apoptosis rate and oxidative stress in patient with endometriosis is believed to cause negative effect on IVF success rate. However, there has been conflicting results on endometriosis effect to IVF success and there have been limited studies that directly assess endometriosis and its effect on oocyte quality.
Aim: To assess apoptosis rate on granulosa cells in patients with endometriosis compared to non-endometriosis patients through mRNA BAX/BCL-2 ratio and how it correlates with oocyte quality collected during ovum pick up.
Results: Samples were collected from 15 subjects with endometriosis and 15 control subjects. Total dose of recombinant FSH received by endometriosis group is significantly higher compared to control (p=0.005). There is difference in BAX level (p=0.029) and BCL-2 level (p<0.001) in both groups. However, the ratio does not differ significantly (p=0.787). No significant correlation is found in BAX/BCL-2 ratio and any of the oocyte quality parameters.
Conclusion: We found no significant difference in BAX/BCL-2 ratio between endometriosis and control group as well as significant correlation between the ratio and oocyte quality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeissa Rectifa Wismayanti
"Latar Belakang: Salah satu hipotesis yang menjelaskan hubungan endometriosis dengan infertilitas adalah endometriosis diyakini menyebabkan gangguan fisiologi ovarium, salah satunya dengan mempengaruhi folikulogenesis yang menyebabkan penurunan kualitas oosit. Oosit memainkan peran penting dalam mengatur dan mendukung pertumbuhan folikel, melalui produksi faktor pertumbuhan oosit. Beberapa faktor pertumbuhan telah diidentifikasi pada oosit manusia, termasuk growth differentiation factor-9 GDF-9 . Namun, sampai saat ini penelitian mengenai ekspresi GDF-9 pada sel granulosa pada wanita infertil dengan endometriosis masih belum banyak dilakukan.
Tujuan: Untuk mengetahui ekspresi mRNA GDF-9 pada sel granulosa pasien endometriosis yang menjalani FIV dan untuk mencari adanya korelasi antara ekspresi GDF-9 dengan kualitas oosit.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di Klinik IVF Yasmin RSCM dan Klinik Sander B di Jakarta pada bulan Juli 2014 - Juli 2017. Sebanyak 50 sampel terdiri atas 25 wanita dengan endometriosis dan 25 kontrol. Sampel sel granulosa dikumpulkan pada saat petik oosit. Ekspresi mRNA GDF-9 dinilai menggunakan real time PCR.
Hasil: Terdapat penurunan jumlah ambilan oosit, jumlah oosit matur dan skor morfologi oosit pada kelompok pasien dengan endometriosis dan bermakna secara statistik. Ekspresi GDF-9 secara kuantitatif lebih rendah pada kelompok endometriosis dibandingkan dengan kontrol 5.05 0.00002 ndash; 3523 ng/ l vs 81.93 1,47 ndash; 32450 ng/ l; p=0,01 . Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara ekspresi GDF-9 dan kualitas oosit dari skor morfologi oosit dan laju fertilisasi.
Kesimpulan: Ekspresi GDF9 lebih rendah pada kelompok endometriosis dibandingkan kelompok kontrol. Namun, kami tidak menemukan korelasi antara ekspresi GDF-9 dengan kualitas oosit. Dibutuhkan studi dengan besar sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi apakah perubahan ekspresi GDF-9 memiliki korelasi dengan kualitas oosit serta untuk membuktikan apakah GDF-9 dapat digunakan sebagai penanda molekuler baru untuk memprediksi kompetensi perkembangan oosit.

Background: One of the hypothesis that explains the association between endometriosis and infertility is that endometriosis is believed to cause ovarian physiology disturbances, one of them by affecting folliculogenesis that cause decreased oocyte quality. The oocyte plays an important role in regulating and promoting follicle growth, by the production of oocyte growth factors. Several growth factors have been identified in human oocytes, including growth differentiation factor-9 GDF-9. However the studies on GDF-9 expression in granulosa cells of infertile women with endometriosis are sparse.
Objective: To investigate the expression of GDF-9 mRNA in granulosa cells of endometriosis patients undergoing IVF and to find the correlation between GDF-9 expression and oocyte quality.
Method: This cross sectional study was done at Yasmin IVF Clinic and dr. Sander B Clinic Jakarta in July 2014 - July 2017. A total fifty samples of 25 womens with endometriosis and 25 controls were included. We collect the granulosa cells sample at the time of oocyte retrieval. GDF-9 mRNA expression were investigated by Real-Time PCR.
Result: The number of oocytes retrieved, mature oocytes and the oocyte morphology score were lower in the group of patients with endometriosis and this was statistically significant. GDF-9 mRNA expression levels was quantitatively lower in endometriosis groups compared to control 5.05 0.00002 ndash; 3523 ng/ l vs 81.93 1,47 ndash; 32450 ng/ l; p=0,01. However, we did not find any correlation between GDF-9 expression levels and oocyte quality from oocyte morphology score and fertilization rate.
Conclusion: GDF9 mRNA level was lower in endometriosis group compared to control group. However, we did not find correlation between individual GDF-9 level and oocyte quality. Large-sample studies were needed to confirm whether the expression of GDF-9 had a correlation with oocyte quality as well as to prove whether GDF-9 could be used as a new molecular marker to predict the oocyte developmental competence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggara Mahardika
"

Latar belakang: Heterogenitas pasien endometriosis terkait presentasi fenotip klinisnya memerlukan standar pengambilan data. Saat ini belum ada standardisasi pengambilan data fenotip klinis pasien endometriosis di Indonesia. Translasi kuesioner klinis WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) (EPQ-S) ke dalam Bahasa Indonesia dan validasi kuesioner ini diperlukan untuk mengetahui apakah alat ini dapat digunakan di Indonesia sebagaimana telah digunakan di negara lain dan memastikan bahwa data yang dihasilkan akurat dan andal.

 

Tujuan: Untuk membuat sebuah standar pengambilan data fenotip klinis pasien endometriosis di Indonesia dan untuk mengetahui hasil terjemahan dan validitas kuesioner klinis WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) (EPQ-S) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia

 

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode transkultural adaptasi. Uji validasi ini kuesioner EPHect EPQ-S dilakukan melalui proses forward-backward translation, harmonisasi oleh para expert, cognitive debriefing kepada target kuesoioner serta proofreading dan finalisasi oleh para expert. Penelitian dilakukan di RSCM selama 6 bulan yaitu Januari 2019 sampai Juli 2019.

 

Hasil: Translasi dan validasi isi kuesioner WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) Versi Indonesia memiliki 10 tahap termasuk proses persiapan, Forward Translation (translasi maju), proses rekonsiliasi, Backward Translation (translasi balik), review translasi balik, Proses Harmonisasi, proses Cognitive Debriefing, review hasil cognitive debriefing dan finalisasi, proses Proofreading dan laporan Final. Terdapat perbedaan budaya dari negara kuesioner asal termasuk obat-obatan yang tersedia di Indonesia, istilah-istilah medis yang lumrah di Negara asal namun asing di populasi Indonesia, dan penyajian suku ras yang tidak menggambarkan varian suku ras Indonesia.

 

Kesimpulan: Didapatkan kuesioner klinis WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) (EPQ-S) versi Bahasa Indonesia dengan isi sesuai kebutuhan pengguna di Indonesia dan dapat diaplikasikan di RSCM, dari 116 butir pertanyaan terdapat 21 butir pertanyaan dalam kuesioner yang harus terpimpin.

 


Background: The heterogeneity of endometriosis patients related to the presentation of clinical phenotypes requires standard data collection. At present there is no standardization of clinical phenotype data for endometriosis patients in Indonesia. Translation of the WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) clinical questionnaire (EPQ-S) into Indonesian language and the validation of this questionnaire is needed to find out whether this tool can be used in Indonesia as it has been used in other countries and ensure that the resulting data is accurate and reliable.

 

Objective: To create a standard for taking clinical phenotype data for endometriosis patients in Indonesia and to find out the translation results and the validity of the WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) clinical questionnaire (EPQ-S) that has been translated into Indonesian and has been accurate and reliable.

 

Method: This research was conducted with the transcultural adaptation method. This validation test EPHect EPQ-S questionnaire was carried out through a process of forward-backward translation, harmonization by experts, cognitive debriefing to questionnaire targets and proofreading and finalization by experts. The study was conducted at the RSCM for 6 months, namely January 2019 to July 2019.

 

Results: Translation and validation of the contents of the Indonesian version of the WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) questionnaire have 10 stages including the preparation process, Forward Translation, forward reconciliation process, Backward Translation, back translational review, Harmonization Process, Cognitive Debriefing process, reviewing cognitive debriefing and finalization results, Proofreading process and Final report. There are cultural differences from the country of origin of the questionnaire including medicines available in Indonesia, medical terms that are common in the country of origin but unfamiliar in Indonesian population, and the presentation of racial tribes that do not describe variants of Indonesian racial tribes.

 

Conclusion: The WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard) (EPQ-S) Indonesian version was obtained with contents according to the needs of users in Indonesia and can be applied at the RSCM, out of 116 questions there are 21 questions in the questionnaire that must be guided.

 

Keywords: Translation, Validation, WERF-EPHect Clinical Questionnaire (Standard), Clinical Phenotype, Endometriosis, Indonesia

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>