Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107691 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juang Gibran
"Pemerintah Negara Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Dalam undang-undang tersebut, khususnya pada Pasal 15, diatur bahwa dalam rangka pelaksanaan pengampunan pajak hak atas tanah dan/atau bangun yang masih terdaftar atas nama nominee harus dilakukan balik nama menjadi atas nama Wajib Pajak.
Proses balik nama tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Pernyataan Notariil. Hal demikian jelas bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya khususnya terkait pendaftaran tanah, dimana diatur bahwa segala bentuk perbuatan hukun untuk peralihan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu, kepemilikan tanah secara nominee juga bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Pokok Agraria.
Tulisan ini memberikan penjelasan terkait proses balik nama dari nominee kepada Wajib Pajak dilakukan pada Kantor Pertanahan dalam rangka pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Pengampunan Pajak dan kekuatan hukum Surat Pernyataan Notariil atas kepemilikan benda tidak bergerak secara nominee berdasarkan dengan ketentuan dalam Pasal 15 UndangUndang Pengampunan Pajak terkait dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka.
Hasil dari penulisan tesis ini adalah Kantor Pertanahan akan menggunakan Surat Pernyataan Notariil sebagai dasar balik nama kepemilikan tanah tetapi Surat Pernyataan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria.

The Government of the Republic of Indonesia ratified the Tax Amnesty Law. In Article 15 of said law, it is stipulated that the implementation of tax amnesty for the rights to land and/or building that are still registered under a nominee must be transferred to the Taxpayer.
This transfer is conducted using a Notariil Statement. Such regulation is contrary to the Agrarian Law and its supporting regulations, specifically regarding land registration, where it is stated that all forms of legal acts for the land transfer is based on a Deed made before a Land Officer. Furthermore, land ownership by a nominee is prohibited by the Agrarian Law.
This thesis provide answer regarding process of transfer of ownership from a nominee to a Taxpayer at the Land Office in relation to the implementation of Article 15 of Tax Amnesty Law and the legal force of Notariial Statement of nominee ownership.
This thesis uses a juridical-normative research method while the data analysis method used by the author is a qualitative method, using data collection tools in the form of study documents or library materials.
The results of this thesis is that the Land Office will use Statement Letter to transfer ownership but the statement Letter does not ave legal binding power in connection with the prohibition of nominee ownership of land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Paulina
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana tinjauan hukum pengalihan hak atas saham atas nama nominee yang dilakukan oleh para pemegang hak atas saham yang terdaftar saat ini untuk dialihkan kepada pemegang saham yang seharusnya. Hal ini dilakukan mengingat diberlakukannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau lebih dikenal dengan program Pengampunan Pajak Tax Amnesty . Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode penelitian normatif dikarenakan menggunakan data sekunder sebagai alat pengumpulan datanya. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai pengaturan jual beli saham yang belum pernah dilaporkan di laporan pajak sebelumnya sehubungan dengan adanya tax amnesty dalam kepemilikan saham atas nama nominee di dalam Perseroan Terbatas dan cara pengalihan kepemilikan saham atas nama nominee dalam pengampunan pajak. Hasil penelitian ini adalah wajib pajak diharuskan menjalankan prosedur pengampunan pajak baik berupa pengakuan dan pembayaran denda sehubungan dengan pengampunan pajak. Sehingga sebelum pengalihan saham dilakukan, wajib pajak dapat terlebih dahulu melakukan permohonan pembebasan pajak agar diterbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak SKB untuk menghindari adanya pengenaan pajak berganda pada saat pengalihan hak atas saham berlaku efektif.

This thesis discusses how the legal review of the transfer of rights to shares in the name nominee conducted by the holders of the rights to the shares listed at this time to be transferred to the shareholders should be. This is done considering the enactment of Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty or better known as Tax Amnesty Program Tax Amnesty . This research was conducted qualitatively with normative research method due to using secondary data as data collection tool. The issues discussed are the stock trading arrangements that have not been reported in the previous tax report in connection with the existence of tax amnesty in the ownership of shares in the name nominee within the Limited Liability Company and the transfer of ownership of shares in the name of nominee in the tax pardon. The results of this study are taxpayers are required to perform tax amnesty procedures in the form of recognition and payment of fines in connection with tax pardons. Therefore, prior to the transfer of shares, the taxpayer may first apply for tax exemption to be issued a Tax Registration Letter SKB in order to avoid the imposition of double taxation when the transfer of rights to shares is effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinaldo Gozali
"Program Pengampunan Pajak untuk jangka pendek maupun jangka panjang dapat meningkatkan penerimaan perpajakan yang digunakan untuk membiayai anggaran pembelanjaan negara. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada pasal 15 tidak hanya mengenai pemungutan uang tebusan atas harta yang diungkap dalam program Pengampunan Pajak, tetapi juga mengharuskan Wajib Pajak yang telah mengakui dan menebus tebusan atas harta tidak bergerak dalam program Pengampunan Pajak untuk melakukan baliknama atas harta tersebut menjadi atas nama Wajib Pajak. Namun belum terdapat pengaturan konkrit terhadap prosedur penerapan, termasuk biaya perpajakan dan biaya lainnya, lembaga hukum pengalihan hak atas tanah nominee yang pajaknya telah ditebus dalam program Pengampunan Pajak tersebut beserta peran Notaris dan/atau PPAT dalam proses pengalihan haknya.Penelitian inidilakukan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yakni penelitian kepustakaan (library research) terhadap data sekunder di bidang hukum. Dalam pengolahan, analisa, dan konstruksi datanya dilakukan secara kualitatif. Tipologi penelitian yang dilakukan ialah deskriptif-analitis untuk mencapai solusi.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prosedur pengalihan hak atas tanah yang telah diakui dan ditebus pajaknya dalam program Pengampunan Pajak ini harus diklasifikasi dahulu menjadi dua kategori, yaitu pertama yang kepemilikkan tanah secara nominee-nya terjadi karena suatu perjanjian pendahuluan pemindahan hak antara pihak pemilik lama dan pemilik baru, dan kedua yang terjadi karena pemakaian nama seorang nominee dalam pendaftaran pengalihan hak atas tanah sebelumnya. Untuk kategori pertama, Akta PPAT yang dibuat disesuaikan dengan perjanjian pendahuluan antara para pihak, sedangkan untuk kategori kedua dibuatkan Akta Hibah.

Tax Amnesty programs in both the short and long term can increase tax revenues that is used to finance the state expenditure budget. Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty in Article 15 is not only about the collection of taxes on the property admitted in the Tax Amnesty program, but also requires the Taxpayer who has admitted and redeemed the ransom of immovable property in the Tax Amnesty program to transfer the rights on such property on behalf of the Taxpayer. However, there are no concrete arrangements to implement procedures, including taxes and other costs, on transferring nominee land rights whose taxes have been redeemed in the program along with the role of Notary and / or PPAT in the process of transferring their rights. Research related to the problem has been done using normative juridical research method that is through library research of secondary data in field of law. In the processing, analysis, and construction data is done qualitatively. Typology of the research conducted is descriptive-analytical to achieve solution problem. From the results of the authors' research, it was concluded that the procedure for transferring land rights that have been admitted and redeemed in this Tax Amnesty program should be classified into two categories, first of which is nominee land ownership due to a preliminary agreement of transfer of rights between the old owner And the new owner, and the second of which occurred due to the usage of the name of a nominee in the registration of the previous transfer of land rights. For the first category, the PPAT Deed is made in accordance with the preliminary agreement between the parties, while for the second category a Grant Deed is made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miggi Sahabati
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian Nominee dalam ketentuan hukum di Indonesia; menganalisis sejauh mana ketentuan hukum di Indonesia dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa dalam Perjanjian Nominee; dan untuk mengetahui apakah dalam pengembangan investasi Indonesia Perjanjian Nominee dapat menjadi suatu alternatif yang menguntungkan, mengingat kerjasama internasional antar negara telah menjadi suatu kebutuhan dalam perekonomian dunia. Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Adapun berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian serta berdasarkan hasil analisis dalam penelitian dapat dikemukakan kesimpulan bahwa pada dasarnya Perjanjian Nominee sebagai salah satu bentuk dari Perjanjian Innominaat tidak diatur secara tegas dan khusus. Namun dalam pelaksanaannya Perjanjian Innominaat harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata termasuk asas-asas yang terkandung di dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan Hukum Perjanjian. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa dalam Perjanjian Nominee perlu diperhatikan asas pacta sunt servanda, prinsip itikad baik, konsep ?sebab yang halal?, dan perjanjian tambahan lainnya yang diperlukan untuk meng-eliminate tingkat risiko yang akan timbul. Di samping itu, Perjanjian Nominee dapat menjadi suatu alternatif yang menguntungkan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari penanaman modal asing. Hal ini terlihat dari masih adanya praktik Nominee di wilayah Indonesia, khususnya dalam bidang pariwisata. Dengan demikian, meskipun saat ini Undang-undang Penanaman Modal telah cukup memberi insentif bagi para investor asing, namun perlu untuk dipertimbangkan adanya konsep Nominee di Indonesia khususnya bagi sektor pariwisata, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara ? negara lainnya dalam bidang investasi. Hal ini juga menjadi dasar pertimbangan perlunya dibuat suatu ketentuan tambahan yang mengatur mengenai Perjanjian Nominee dalam hukum Indonesia, serta perlunya dilakukan suatu kajian atas pelaksanaan investasi di negara lain yang menggunakan konsep Nominee sebagai perbandingan dan pembelajaran bagi sistem investasi di Indonesia.

This Thesis aims to understand on Nominee Agreement arrangement within Indonesia law provisions; to analize the extent of Indonesia law in giving legal certainty for the beneficiary of Nominee Agreement; and to understand whether Nominee Agreement can be a viable alternative for investment growth in Indonesia, which taken from a consideration that international cooperation among countries has become a necessity in worldwide economy. This research is a literature-based, with normative research methode applied. As describe by the back ground, problem formulation, research purpose and analysis of this research, it is conclude that basically Nominee Agreement is one of Innominaat Agreement forms which is not specificly and explicitly regulated. Though in practise Innominaat Agreement should be in accordance to the provisions of Book III of Indonesia Civil Law including its principles which related to Agreement Law. Thus to provide legal certainty to beneficiary party in the Nominee Agreement, we need to emphasize on sunt servada pact, goodwill principle, ?legal cause? concept, and other required additional agreement to eliminate the degree of risk arises.Thus, although Investment Law has currently provide enough incentives to foreign investors, however it is necessary to consider the existance of Nominee in Indonesia especially for tourism sector, in order for Indonesia to compete with other countries in investment area. The aforementioned thing also become one of the basic consideration on the necessity to construe an additional provision in regulating Nominee Agreement in Indonesian Law, also the necessity to conduct a study on the implementation of investment in other countries which use the concept of Nominee as a comparison to and lesson for Indonesia investment system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rogabe, Ruth Lina
"Nominee merupakan suatu perjanjian sepihak yang hanya membebankan kewajiban dan/atau prestasi pada salah satu pihak saja. Apabila berpedoman pada asas kebebasan berkontrak tentunya suatu perjanjian nominee dapat dibuat oleh para pihak dan mempunyai kekuatan hukum dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya sepanjang memenuhi syarat subjektif dan objektif sahnya suatu Perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian dan/atau Pernyataan Nominee yang dibuat dalam suatu akta autentik sebelum berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sepanjang akta tersebut memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dan memenuhi syarat sahnya perjanjian maka akta tersebut sah dan berkekuatan hukum mengikat. Namun demikian setelah berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 perjanjian nominee sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dibuat karena Undang-Undang Penanaman Modal secara tegas menyatakan bahwa perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam Perseroan Terbatas untuk dan atas nama orang lain dinyatakan batal demi hukum.

Nominee is an unilateral agreement which only imposes obligations for one party only. When we guided by the freedom of contract principle, therefore a nominee agreement can be made by the parties and therefore has a legal force and binding for a parties who created as long as the nominee agreement has fulfilled the subjective and objective requirement of a legal and valid agreement which regulated in Article 1320 Indonesian Civil Code. Nominee Agreement and/or Nominee Statement which made ​​in an Authentic Deed before the effectuation of Law no. 25 of 2007 regarding of Capital Investment is valid, binding and has a legal force as long as the Deed has complied to the applicable laws and has fulfilled the requirement of legal and valid agreement. However, after the effectuation of Law no. 25 of 2007, nominee agreement is no longer possible to be made due to the Capital Investment Law explicitly states that the agreement and/or a statement confirming that the ownership of shares in the Limited Liability Company for and on behalf of others parties shall be void by law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Sonya Adrince
"Mengantisipasi peningkatan penerimaan pajak sebagai sumber dana bagi APBN, Direktorat Jenderal Pajak mengupayakan perbaikan di berbagai aspek, salah satunya dengan menempuh reformasi perpajakan. Reformasi Perpajakan khususnya Reformasi Peraturan dan Kebijakan Perpajakan dalam tubuh Direktorat Jenderal Pajak memberikan dampak pada tuntutan kesetaraan antara Wajib Pajak dan Fiskus serta tuntutan pemberian fasilitas perpajakan seperti pengampunan pajak bagi Wajib Pajak. Pengampunan Pajak sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, pengalaman pertama pengampunan pajak terjadi melalui Penetapan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak dan kedua pada tahun 1984 dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak. Tetapi sejarah mencatat program pengampunan pajak tersebut tidak efektif karena adanya keenganan Wajib Pajak dan tidak tertatanya sistem administrasi perpajakan. Belajar dari pengalaman dan tuntutan keuangan negara, sudah sewajarnya pengampunan pajak diberlakukan dan penetapan pada tingkatan Undang-undang. Di dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terdapat ketentuan Pasal 37A, dikenal dengan Kebijakan Sunsel Policy, yang memberikan ruang kepada Wajib Pajak untuk memperoleh fasilitas pegampunan pajak. Hal yang perlu dicermati adalah pada aspek substansi Kebijakan Sunsel Policy itu sendiri sebagai perangkat hukum yang diharapkan memberi jaminan keadilan dan kepastian hukum yang seimbang antara wewenang Negara dalam melaksanakan pemungutan pajak, termasuk penerapan sanksi dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak Wajib Pajak. Suatu kebijakan pajak dikatakan baik bila secara teknis dapat diimplementasikan melalui peraturan perundang-undangan yang praktis atau melalui prosedur administrasi yang efisien. Adapun filosofi dari Kebijakan Sunsel Policy adalah bahwa Pemerintah memasukan satu pasal baru, yaitu Pasal 37A dalam UU KUP untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang hingga saat ini belum memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar agar secara sukarela melaporkan atau membetulkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan secara benar, jelas, dan lengkap dengan menjamin pengurangan/penghapusan sanksi atas bunga keterlambatan pelunasan pajak tidak/belum sepenuhnya dibayar. Kebijakan Sunsel Policy merupakan hasil kompromi antara kepentingan Direktorat Jenderal Pajak untuk memperluas base data Wajib Pajak dalam rangka mengamankan target penerimaan Negara dengan kepentingan Wajib Pajak yang menginginkan tax amnesty dan kesetaraan antara Wajib Pajak dan aparat pajak.

Anticipating the increase of tax revenue as the revenue source for the budget, Directorate General of Taxes (DGT) have established improvement in all aspect, one of these efforts was tax reform. Tax Reform particulariy in Tax Regulation and Policy Reform in DGT have caused effect which requires the equality between tax payer and tax officer and requires tax facilities such as tax amnesty. Indonesia had implemented the tax amnesty program under President Decree No 5 of 1964 Concerning Tax Amnesty Regulation and President Decree No 26 of 1984 Concerning Tax Amnesty. The History reveals that these tax amnesties program were ineffective because of unwillingness of tax payers and unorganized of tax administration system. Learning from the failure and the budget requirement, tax amnesty should be implemented and applicable in the law level. Consolidation of Law of the Republic Indonesia Number 6 of 1983 Concerning General Provisions and Tax Procedures As Lastiy Amended By Law Number 28 of 2007 (UU KUP) consist Article 37A, better known as Sunset Policy, which give an opportunity to tax payers to have tax amnesty. The thing that we should notice carefully is the substance of Sunset Policy itself as a law instrument that expected giving equality and certainty which is equivalent between State’s responsibility to conduct tax collection, including claim of administration penaity and State’s law protection to tax payer’s right. A tax policy is concluded to be well constructed tf the policy could be implemented technically by having uncomplicated regulations or having an efficient administration procedure. The philosophy of Sunset Policy is Government inserted new article, article 37A in UU KUP to give an opportunity to tax subjects who have not correctfy fulfilled their taxation obligations up to now to report or revise their annual income tax notification letters in a correct, clear, and complete manner by the granting of reductions or omissions in administrative sanctions in the form of interests over taxes which have not been paid in full or in part. Sunset Policy is a compromised result between DGT’s interest to broader tax payer’s data base in order to guard the budget revenue and tax payer’s interest to require tax amnesty and the equalily between tax payer and tax officer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26397
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susandi
"Pajak adalah semua jenis iuran yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, ttrmasuk Bea Masuk dan Cukai dan iuran yang di Pungut Pemerintah Daerah. Sistem pemungutan Pajak yang dianut Indonesia adalah Self Assessment yaitu, suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dari sistem tersebut dapat menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dengan Dirjen Pajak, dalam ha! ini Wajib Pajak bertindak sebagai Penggugat/Pemohon Banding. Untuk maju ke proses Pengadilan Pajak, diperlukan Kuasa Hukum Surat Kuasa khusus bermeterai lengkap. Syarat untuk menjadi Kuasa Hukum menurut Pasal 34 UU Pengadilan Pajak adalah : Warga Negara Indonesia, mempunyai pengetahuan yang luas di bidang perpajakan dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri. Dapat disimpulkan bahwa tidak semua orang dapat menjadi Kuasa Hukum untuk mewakili Wajib Pajak di Pengadilan Pajak, termasuk Advokat.

Tax is all types of contribution levied by Central Government, including Impori. Duties and Excise and contributions levied by Local Government. Tax Collection System followed by Indonesia is Self Assessment, where tax collection system authorizes Taxpayers to asses, calculate, pay, and file a self reporting the payable tax. From this system, that may raise dispute between Taxpayers and Government, in this case, among other parties is a Directorate General of Taxation, in this case Taxpayers may act as Plaintiff / Appellant. To Proceed in Tax Court, may also be represented by his / her Lawyer and present a duty stamped of Particular Power of Attorney. Requirement for acting as Attomey at Law in accordance to Article 34 of Taxation Act is: an Indonesian Citizen who has an adequate knowledge in the field of tax and other requirements specified by Minister. It is, therefore, concluded that all people may act as an Attomey at Law to represent Taxpayer in Tax Court, including an Advocate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25952
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Valeri Allen Ghazian Soekarno
"Skripsi ini membahas bagaimana ketentuan perbuatan melawan hukum diterapkan apabila terdapat permasalahan mengenai pelanggaran hak atas tanah. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai jual-beli tanah dan bangunan secara lisan ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-undang Pokok Agraria. Kedua, pembahasan mengenai pengaturan daluarsa suatu gugatan yang ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ketiga, pembahasan mengenai perbuatan melawan hukum dalam kasus Basilius Taroreh melawan Leonard A.J. Kaligis. Aspek perbuatan melawan hukum yang diteliti adalah apakah perbuatan yang dilakukan oleh Leonard A.J. Kaligis dalam hal menempati tanah dan bangunan milik Basilius Taroreh yang menyebabkan kerugian secara materiil dan immateril bagi Basilius Taroreh merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) jual-beli tanah tidak dapat dilakukan secara lisan berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria, dikarenakan jual-beli tanah harus dilakukan secara terang dan tunai, (2) gugatan Basilius Taroreh terhadap Leonard A.J. Kaligis tidak dapat dinyatakan sebagai suatu daluarsa, atas hal ini Leonard A.J. Kaligis juga tidak dapat untuk memperoleh hak milik secara daluarsa, (3) perbuatan Leonard A.J. Kaligis dalam menempati tanah dan bangunan milik Basilius Taroreh adalah suatu perbuatan melawan hukum, dimana perbuatan tersebut melanggar hak subjektif Basilius Taroreh sebagai pemilik sah atas tanah dan bangunan tersebut.

This thesis is discussing about how the unlawful act provisions will be applied in the event there are issues on breach of rights over land. This thesis will be focused on three issues. First, the explanation on orally sale and purchase of land and building pursuant to Indonesian Civil Code and Agrarian Law. Second, the explanation on expiration (daluarsa) of submitting a lawsuit pursuant to Indonesian Civil Code. Third, the explanation on unlawful act in the case of Basilius Taroreh against Leonard A.J. Kaligis. The unlawful act aspects which is observed i.e. whether the action conducted by Leonard A.J. Kaligis to stay in land and building owned by Basilius Taroreh that has caused material and immaterial losses incurred by Basilius Taroreh constitute as an unlawful act. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The result of this research states that (1) the sale and purchase of land may not be conducted orally pursuant to the Agrarian Law, due to the fact that sale and purchase of land should be conducted clear and in cash (terang dan tunai), (2) lawsuit by Basilius Taroreh to Leonard A.J. Kaligis can not be constituted as an expiration (daluarsa), in which Leonard A.J. Kaligis also cannot possess ownership rights by expiration (daluarsa), (3) the action of A.J. Kaligis which has stayed the land and building owned by Basilius Taroreh constitutes as the unlawful act, which such action has violated the subjective rights of Basilius Taroreh as the legal owner of such land and buildings.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gufi Laura Patricia
"Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang disusun untuk menganalisis penggunaan konsep nominee agreement dalam kepemilikan tanah maupun saham oleh Warga Negara Asing di Indonesia. Dimana di dalam kepemilikan tanah, Pasal 21 ayat (1) jo Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa selain Warga Negara Indonesia dilarang memiliki suatu Hak Milik dengan apapun caranya. Sedang dalam kepemilikan saham, terdapat batasan Warga Negara Asing untuk menguasai saham dan kegiatan usaha yang tertutup bagi penanam modal asing. Batasan ini memicu adanya praktik konsep nominee agreement di Indonesia sebagai bentuk penyelundupan hukum, dimana Warga Negara Asing sebagai beneficiary meminjam nama Warga Negara Indonesia sebagai nominee untuk memperoleh hak atas tanah/saham. Sehingga hasil penelitian ini adalah terdapatnya permasalahan hukum karena konsep nominee agreement dilarang dalam sistem hukum di Indonesia. Beberapa putusan pengadilan pun menyatakan nominee agreement batal demi hukum karena perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat objektif sahnya suatu perjanjian.

This research is qualitative with a descriptive design, to analyze the application of nominee agreement concept in stock and land ownership by foreigners in Indonesia. In land ownership, Article 21 paragraph (1) in conjunction with Article 26 paragraph (2) of the Basic Agrarian Law, besides Indonesian citizens are prohibited from owning a Freehold with any way. In stocks ownership, there are limitations for foreigner to possess stocks and business activities which are prohibited to foreign investors. Until finally these limits triggers the practice of the concept of nominee agreement in Indonesia as a form of smuggling law, whereby foreigner as beneficiary, borrow the name of an Indonesian citizen as a nominee to acquire land rights/shares. The result of this research is there are some new problems because of the concept of nominee agreement is prohibited in the legal system of Indonesia. Several court decisions also stated nominee agreement is null and void because the agreement does not qualify objective validity of an agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aufi Qonitatus Syahida
"Penelitian ini membahas mengenai pernyataan pendirian Perseroan Terbatas Perorangan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja beserta tantangan pada implementasi penerapan surat pernyataan Perseroan Terbatas Perorangan di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan pengaturan baru dengan sistem omnibus law yang disebut Undang-Undang Cipta Kerja, mengatur bahwa pendirian perseroan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh satu orang dan pendiriannya tidak menggunakan akta notaris, melainkan cukup pernyataan pendirian yang didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tantangan pada implementasi penerapan pernyataan pendirian Perseroan Terbatas Perorangan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah Undang-Undang Cipta Kerja. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Adapun analisa data dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa tujuan dari diaplikasikannya konsep Perseroan Terbatas Perorangan di Indonesia adalah untuk memisahkan harta PT dengan harta para pendiri dalam pelaksanaannya. Salah satu kelebihan yang diberikan oleh Perseroan Terbatas Perorangan adalah dengan memberi kemudahan berusaha melalui simplifikasi tahapan dan tata cara pendiriannya melalui pernyataan pendirian. Kemudahan tersebut ternyata masih terdapat kendala terkait pendirian Perseroan Terbatas Perorangan karena belum ada media yang memfasilitasi pendirian Perseroan Terbatas Perorangan. Oleh karena itu penulis memberikan saran kepada Pemerintah baiknya segera menyelesaikan perancangan sistem online pendirian Perseroan Terbatas Perorangan agar dapat diterapkannya Perseroan Terbatas Perorangan di Indonesia. Pemerintah dalam pengesahan peraturan dapat menyelaraskannya dengan teknologi informasi.

This study discusses the statement of the establishment of an Individual Limited Liability Company based on the Limited Liability Company Law which has been amended by the Job Creation Act along with the challenges in implementing the statement letter of Individual Limited Liability Company in Indonesia. The government issued a new regulation with an omnibus law system called the Job Creation Act, stipulating that the establishment of a company that meets the criteria for Micro and Small Enterprises can be established by one person and its establishment does not use a notary deed, but only a statement of establishment registered with the Ministry of Law and Human Rights. . The problem raised in this study is about the challenges in implementing the statement of establishment of an Individual Limited Liability Company according to the Limited Liability Company Law which has been amended by the Job Creation Act. To answer these problems, normative legal research methods are used. The data analysis was carried out qualitatively with an explanatory approach. The results of the study can be concluded that the purpose of applying the concept of an Individual Limited Liability Company in Indonesia is to separate the assets of the PT with the assets of the founders in its implementation. One of the advantages provided by an Individual Limited Liability Company is to provide ease of doing business through simplification of the stages and procedures for its establishment through a statement of establishment. With this convenience, it turns out that there are still obstacles related to the establishment of an Individual Limited Liability Company because there is no media that facilitates the establishment of an Individual Limited Liability Company. Therefore, the author advises the Government to immediately complete the design of the online system for the establishment of an Individual Limited Liability Company so that an Individual Limited Liability Company can be implemented in Indonesia. The government in ratifying regulations can harmonize them with information technology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>