Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45573 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adera Sembodotitis
"ABSTRAK
Undang-Undang Perkawinan menyerahkan pengesahan perkawinan kepada hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Mengenai perkawinan beda agama, ada agama yang membolehkan dan ada juga yang melarang. Namun, walaupun sudah jelas diatur oleh agamanya, masih banyak terjadi perkawinan beda agama. Selain itu, dalam Undang-Undang Perkawinan belum jelas dan tegas pengaturan tentang perkawinan beda agama. Salah satu akibat dari adanya perkawinan beda agama, ada pihak-pihak yang ingin membatalkannya. Hal ini menarik untuk dikaji, tentang bagaimana pengaturan masing-masing agama tentang perkawinan beda agama dan apakah pembatalan perkawinan beda agama dapat dilakukan. Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai pengaturan perkawinan beda agama serta pembatalannya oleh pihak ketiga. Untuk mendukung pembahasan, penulis melakukan analisis Putusan Nomor 119/Pdt.G/2015/PN.Sby terkait dengan gugatan pembatalan perkawinan. Untuk menemukan jawaban, Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis agar dapat memecahkan masalah. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa pembatalan perkawinan beda agama oleh pihak ketiga dimungkinkan terjadi. Oleh karenanya, sebaiknya menghindari terjadinya perkawinan beda agama, karena akan muncul permasalahan dalam rumah tangga untuk ke depannya, dan tentunya karena dapat dibatalkan.

ABSTRACT
Marriage Law refers to each partys respective religion and belief for its marriage legitimation. Regarding interfaith marriage, some religions will allow and some will forbid. However, even though each religion clearly has its own set of rules, there have been many cases where interfaith marriages occur. Furthermore, there is no clarity in the Marriage Law in its arrangement on interfaith marriage. One of the consequences of an interfaith marriage is there could be a risk of a marriage cancellation by other party. This issue is indeed appealing to be studied, on how the arrangement of each religion regarding interfaith marriage and whether an interfaith marriage cancellation possible. In this thesis, the author discusses interfaith marriages and its cancellations by third parties. To support the discussion, the author conducted a legal analysis of Verdict Number 119/Pdt.G/2015/PN.Sby concerning the lawsuit for marriage cancellation. In order to solve the problem, the method used to facilitate the research for this thesis is normative juridical descriptive analysis. The type of data used in this research is secondary data. From this research, it is concluded that the cancellation of interfaith marriage done by a third party is indeed possible. Therefore, the decision to commit interfaith marriages should be avoided, for in the future there will be problems arise in the household, and surely because it is possible to cancel them."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Peter Dameian
"Skripsi ini membahas tentang pengaturan dan keabsahan perkawinan beda agama menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan Kitab Hukum Kanonik tahun 1983 Codex Iuris Canonici. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan dan perbandingan keabsahan perkawinan beda agama pada putusan Putusan Nomor: 26/Pdt.G2014/PN.GRT. menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan Kitab Hukum Kanonik tahun 1983 Codex Iuris Canonici. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian deskriptif-analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak mengatur perkawinan beda agama, tetapi Kitab Hukum Kanonik tahun 1983 Codex Iuris Canonici mengaturnya. Selain itu, perkawinan beda agama sah apabila dilaksanakan menurut salah satu hukum agama calon mempelai dengan memerhatikan hukum agama kedua belah pihak dan dilakukan pencatatan perkawinan.

This thesis discusses about the regulation and the legitimacy of interfaith marriage according to Act Number 1 of 1974 About Marriage with Code of Canon Law of 1983 Codex Iuris Canonici. The issue on this thesis is how the regulation and comparison of interfaith marriage legitimacy in Verdict of Garut District Court Number 26 Pdt.G 2014 PN.GRT. according to Act Number 1 of 1974 About Marriage With Code of Canon Law of 1983 Codex Iuris Canonici. The research method that is used for this research is descriptive analytical research type.
The results are Act Number 1 of 1974 About Marriage does not regulate interfaith marriage, but Code of Canon Law of 1983 Codex Iuris Canonici regulates it. Besides that, interfaith marriage is legitime if it is held according to one of the religion law of the bride by focusing on both of religion law of the brides and it is registered.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, R. Dedy Rustam
"Pertanggungjawaban pemerintah kepada warganya khususnya dalam pemenuhan hak asasi dijamin sepenuhnya oleh Konstitusi. Pengalihan tanggung jawab ini yang kemudian dilakukan bentuk perjanjian pengalihan kepada pihak ketiga dalam hal pemenuhan hak asasi di bidang air minum menyebabkan permasalahan dengan tingginya harga air minum yang terjadi. Hal ini karena dalam perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan swasta tersebut, diberikan hak sepenuhnya kepada swasta untuk menetapkan harga jual air kepada konsumen sehingga yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah diambil alih oleh swasta dengan dasar perjanjian. Dan hal inilah yang menjadi dasar perbuatan melawan hukum oleh penguasa, sehingga pada saat hal tersebut dilakukan pengujian dengan cara digugat oleh beberapa warga negara dengan mekanisme citizen lawsuit, hakim yang menjadi penegak hukum khususnya dalam penegakan peraturan perundang-undangan memandang perlu untuk melakukan pembenaran atau pembetulan keadaan sehingga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya yang menyangkut mengenai pemenuhan kebutuhan air minum rakyat yang ada di Provinsi DKI Jakarta.

The Government's Accountability to its citizens especially in the fulfillment of the rights guaranteed by the Constitution completely. Transfer of this responsibility which is then in agreement to a third party in the event of the fulfilment of human rights in the field of drinking water causes problems with the high price of drinking water that is happening. This is because in the agreement made by the Government and the private sector, given the right entirely to the private sector to set the selling price of water to consumers so that Government authorities should be taken over by the private sector on the basis of the agreement. And this became the basis in tort by the ruler, so that by the time it is exercised by way of get sued by some citizens with mechanisms of citizen lawsuits, the judge became law enforcement the enforcement of legislation, especially in respect of the need to conduct a justification or rectification of circumstances so that compliance with the provisions of legislation specifically concerning about meeting the needs of people who are drinking water in DKI Jakarta Province."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Arinawati
"Citizen lawsuit merupakan mekanisme bagi warga negara untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas kelalaiannya dalam memenuhi hak-hak warga negara. Citizen lawsuit belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia sehingga rujukan yang dapat digunakan oleh Hakim untuk memutus gugatan citizen lawsuit adalah Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 36/KMA/SK/11/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup. Penelitian ini akan membahas mengenai perkembangan hukum gugatan citizen lawsuit di Indonesia dan perbandingannya dengan Negara Amerika Serikat dan India serta bagaimana akibat hukum jika warga negara sebagai pihak ketiga ingin membatalkan suatu perjanjian yang termasuk tindakan dalam ranah hukum privat dengan menggunakan mekanisme citizen lawsuit berdasarkan studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor 29/PDT.G/2020/PN.BJN. Bentuk hasil penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitis dan hasil penelitian ini menyarankan agar Dewan Perwakilan Rakyat sebaiknya dapat menambah materi mengenai gugatan citizen lawsuit pada Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata (RUU HAPER) agar terciptanya suatu kepastian hukum. Namun, dalam jangka waktu dekat selama 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun ini, Mahkamah Agung seyogyanya dapat segera membentuk pedoman mengenai gugatan citizen lawsuit yang dapat diformulasikan dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang diharapkan mampu menjelaskan hal-hal spesifik dalam gugatan citizen lawsuit. Kemudian warga negara yang nantinya akan mengajukan gugatan citizen lawsuit diharapkan dapat lebih teliti dalam menganalisis hubungan hukum dan dasar hukum dalam mengajukan gugatan karena baik pihak penggugat maupun tergugat dalam suatu gugatan harus betul-betul mempunyai kedudukan serta kapasitas yang tepat menurut hukum.

Citizen lawsuit is a mechanism for citizens to sue the responsibility of state administrators for their negligence in fulfilling the rights of citizens. Citizen lawsuits have not been specifically regulated in the regulations in Indonesia so the reference that can be used by judges to decide on citizen lawsuits is the Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 36/KMA/SK/11/2013 concerning the Implementation of Guidelines for Handling Environmental Cases. This study will discuss the development of citizen lawsuits in Indonesia and their comparison within the United States and India and what are the legal consequences if a citizen as a third party wants to cancel an agreement which includes actions in the realm of private law by using a citizen lawsuit mechanism based on a case study Bojonegoro District Court Number 29/PDT.G/2020/PN.BJN. The form of the results of the research in this thesis is descriptive-analytical and the results of this study suggest that the House of Representatives should be able to add material regarding citizen lawsuits to the Draft Civil Procedure Law (RUU HAPER) to create legal certainty. However, soon for 1 (one) to 2 (two) years, the Supreme Court should be able to immediately form guidelines regarding citizen lawsuits that can be formulated in a Supreme Court Regulation (PERMA) which is expected to be able to explain specific things in the lawsuit especially in the citizen lawsuits and hope through citizens who will sue lawsuits regarding citizen lawsuits they become more careful in which is expected to be able to explain specific things in the lawsuit especially in the connection of law and legal basis of suing the citizen lawsuit, because both the plaintiff and the defendant in a lawsuit must have the right position and capacity according to the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Klaras Hanum
"Perkawinan pada dasarnya merupakan persatuan antara dua orang yang saling menyepakati untuk mengikatkan dirinya sebagai pasangan suami istri. Indonesia sebagai negara multikultural yang menjunjung tinggi adanya persatuan dalam perbedaan sebagaimana diartikan dalam “Bhinneka Tunggal Ika” merefleksikan makna tersebut salah satunya melalui pluralitas agama yang ada di Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya keberadaan enam agama yang diakui dan tersebar di Indonesia. Pluralitas agama tersebut tentu saja merupakan hal yang positif dan sudah sepatutnya dibanggakan oleh Indonesia sebagai negara. Meski begitu, tak jarang hal ini menimbulkan adanya permasalahan sosial, salah satunya adalah perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama merupakan ikatan perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang wanita dengan latar belakang agama atau kepercayaan yang berbeda. Melalui penulisan ini, Penulis akan menjelaskan bagaimana pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia, berdasarkan agama Islam dan Kristen, juga kesesuaian peraturan perundang-undangan tersebut dengan implementasinya dalam Penetapan Nomor 71/PDT.P/2017/PN.BLA. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam menyusun penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan kualitatif yang juga bersifat yuridis-normatif dengan data sekunder dan bahan hukum primer. Penulis melihat masih terdapatnya permasalahan hukum dalam penerapan hukumnya dikarenakan pengaturan yang kurang jelas dan spesifik mengenai perkawinan beda agama khususnya antara agama Islam dengan agama Kristen. Sehingga melalui penelitian ini Penulis menyampaikan analisisnya terkait penerapan yang sudah seharusnya diterapkan dan saran Penulis sebagai jalan keluar dari permasalahan hukum yang timbul yaitu dengan pengadaan pengaturan yang khusus dan spesifik mengenai mekanisme dan akibat hukum yang terang dan jelas berdasarkan Penetapan Nomor 71/PDT.P/2017/PN.BLA. Hal tersebut bertujuan sebagai tindakan preventif dari lahirnya permasalahan hukum yang timbul dari praktik perkawinan beda agama dan sebagai saran upaya yang dapat dilakukan oleh Majelis Hakim yang menetapkan perkara yang menjadi pembahasan Penulis untuk memeriksa dan mengadili kembali dengan mempertimbangkan pengaturan yang ada sebaik-baiknya.

Marriage is a union between two people who mutually agree to bind themselves as husband and wife. Indonesia as a multicultural country that upholds unity in diversity as defined in "Unity in Diversity" reflects this meaning, one of which is through the plurality of religions in Indonesia. This is proven by the existence of six religions that are recognized and spread across Indonesia. The plurality of religions is certainly a positive thing and Indonesia as a country should be proud of. Even so, not infrequently this creates social problems, one of which is interfaith marriage. Interfaith marriage is a marriage bond between a man and a woman with a different religious or belief background. Through this writing, the author will explain how interfaith marriages are regulated in Indonesia, based on Islam and Christianity, as well as the compatibility of these laws and regulations with their implementation in Determination Number 71/PDT.P/2017/PN.BLA. The research method used by the author in compiling this research is a normative legal research method with a qualitative approach which is also juridical-normative with secondary data and primary legal materials. The author sees that there are still legal problems in the application of the law due to unclear and specific arrangements regarding interfaith marriages, especially between Islam and Christianity. So that through this research the author conveys his analysis regarding the application that should have been implemented and the author's suggestion as a way out of the legal problems that arise, namely by procuring special and specific arrangements regarding mechanisms and legal consequences that are clear and clear based on Stipulation Number 71/PDT.P/ 2017/PN. BLA. This is intended as a preventive measure against the birth of legal issues arising from the practice of interfaith marriages and as a suggestion for efforts that can be made by the Panel of Judges who determine the case being discussed by the Author to examine and re-trial by considering the existing arrangements as well as possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fitri Octafia
"Pasal 21 UU Perkawinan, pada hakekatnya petugas pencatat perkawinan dapat menolak melangsungkan perkawinan jika perkawinan itu terdapat sebuah larangan mengacu Undang-Undang itu, sehingga petugas pencatat perkawinan nantinya mengeluarkan sebuah rincian tertulis melalui penolakan beserta penyebab ditolaknya. Selanjutnya bagi pihak dimana pernikahannya dilakukan penolakan memiliki hak dalam pengajuan permohonan ke pengadilan dan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut. Setelah menelaah putusan-putusan penetapan hakim terkait permohonan izin kawin beda agama, terdapat beberapa penetapan dimana para pemohon tidak menyertakan alat bukti keterangan tertulis dari petugas pencatat perkawinan yang berisi penolakan melangsungkan perkawinan seperti di putusan nomor 220/Pdt.P/2020/PN Bpp, namun putusan itu hakim menerima permohonan para pemohon dalam dilangsungkannya kawin beda agama. Terdapat juga pada Putusan No. 122/Pdt.P/2020/PN Pti, permohonan para pemohon tidak dapat diterima untuk izin kawin beda agama dengan alasan tidak dilampirkannya alat bukti keterangan tertulis dari petugas pencatat perkawinan yang berisi penolakan melangsungkan perkawinan. Pokok permasalahan yang aka dibahas dalam tesis ini yakni mengenai kedudukan bukti tertulis penolakan melangsungkan perkawinan beda agama oleh petugas pencatat perkawinan dan pertimbangan hakim antara Putusan Nomor 220/Pdt.P/2020/PN Bpp dengan Putusan Nomor 122/Pdt.P/2020/PN Pti. Penelitian ini bersifat eksplanatoris dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Kedudukan dari alat bukti tertulis penolakan melangsungkan perkawinan yang dikeluarkan oleh petugas pencatat perkawinan yaitu sangat penting karena sudah tercantum dalam Pasal 21 UUP. Pertimbangan dari Majelis Hakim PN BPP secara keselurahan benar, namun yang perlu diperhatikan bahwa menggunakan Pasal 35 huruf a UU Adminduk sebagai pertimbangan kurang tepat, karena ketentuan tersebut untuk mengakomodir pencatatan perkawinan yang ditetapkan melalui pengadilan, bukan untuk memberikan izin melangsungkan perkawinan. Seharusnya menggunakan pertimbangan dari Majelis Hakim PN Pati, yang memfokuskan pada Pasal 21 UUP adalah syarat administrasi absolut, dimana fungsi Putusan Permohonan yang diajukan dalam Permohonan a quo adalah untuk menguji ratio legis dari alasan penolakan perkawinan dari PPN.

Article 21 of the Marriage Law, in essence the marriage registrar can refuse to enter into a marriage if there is a prohibition on referring to the law, so that the marriage registrar will later issue a written detail through the refusal along with the reasons for the refusal. Furthermore, the party where the marriage was rejected has the right to submit an application to the court and submit a statement of the rejection. After reviewing the decisions of judges regarding the application for interfaith marriage permits, there are several stipulations in which the applicants do not include evidence of written statements from the marriage registrar containing a refusal to enter into a marriage as in decision number 220/Pdt.P/2020/PN Bpp, However, the judge's decision accepted the applicant's request for interfaith marriages to take place. There is also Decision No. 122/Pdt.P/2020/PN Pti, the application of the applicants cannot be accepted for a permit for interfaith marriage on the grounds that evidence of written statements from the marriage registrar containing a refusal to enter into a marriage is not attached. The main issues that will be discussed in this thesis are regarding the position of written evidence of refusal to enter into interfaith marriages by marriage registrars and judges' considerations between Decision Number 220/Pdt.P/2020/PN Bpp and Decision Number 122/Pdt.P/2020/PN Pti. This research is explanatory in nature by using normative juridical research methods and using library study data collection techniques. The position of written evidence of refusal to enter into a marriage issued by the marriage registrar is very important because it is already stated in Article 21 of the UUP. Considerations from the Panel of Judges of the PN BPP as a whole are correct, but what needs to be noted is that using Article 35 letter a of the Adminduk Law as an inappropriate consideration, because these provisions are to accommodate the registration of marriages determined through the court, not to grant permission to carry out marriages. It should use the considerations of the Panel of Judges for the Pati District Court, which focuses on Article 21 UUP is an absolute administrative requirement, where the function of the Application Decision filed in the a quo Petition is to test the legal ratio of the reasons for refusing a marriage from VAT"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun, Michael Cecio
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada permohonan praperadilan yang diajukan oleh Anggodo Widjojo atas dikeluarkannya Surat Keputusan Penghentian Perkara bagi Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami siapa yang dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan sehingga dapat mengajukan permohonan praperadilan. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk menemukan apakah Anggodo Wijoyo memiliki hak untuk mengkalim dirinya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dalam kasus tersebut. Data yang dihimpun adalah putusan pengadilan yang berkenaan dengan kasus hukum tersebut. Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian dengan interpretasi kualitatif deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa Anggodo Widjojo dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, sebagai saksi korban sehingga memiliki hak untuk mengajukan perpohonan praperadilan. Peneliti menyarankan agar pemerintah membuat aturan perundangan dalam hukum acara pidan yang tidak memiliki multi interpretasi pada istilah pihak ketiga yang berkepentingan.

ABSTRACT
This thesis focuses on pretrial filed by Anggodo Wijojo on the issuance of Termination Case Decree for Bibit Samad Rianto and Chandra M. Hamzah. The other purpose of this thesis is to find out whether Anggodo Widjojo has the right to claim himself as a the third person who has legal standing in the lawcase. This research is based on qualitative, descriptive dan interpretative research method. The data were collected from verdicts that have concern with that lawcase. The research finds out that Anggodo Widjojo can be categorized the third party, as a victim witness who has the right to propose pre-trial in thas case. The researcher suggests that the Government should produce a better Criminal Procedure Code which is not multi interpretative of the term of the third party who has interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S404
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Lenggo Sari
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kawin yang dibuat sepasang suami istri sepanjang perkawinan saat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015 (Putusan MK) belum diputuskan. Perjanjian kawin yang tujuan utamanya untuk mengatur harta benda perkawinan wajib dibuat secara tertulis oleh suami istri sebelum atau saat dilangsungkannya perkawinan serta disahkan ke Pegawai Pencatat Perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 1/1974). Perihal inilah yang dibahas dalam penelitian ini, dengan berdasarkan pada kasus dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 534/PDT/2019/PT SMG, dengan permasalahan yang ditemukan yaitu keabsahan dan pertanggungjawaban Notaris terkait dengan legalisasi perjanjian kawin bawah tangan, keabsahan perjanjian kawin yang dibuat sepanjang masa perkawinan dan tidak disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, dan keabsahan pembagian hutang bersama dan harta bersama oleh Majelis Hakim dengan berdasarkan pada perjanjian kawin yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, Penulis melakukan penelitian dengan bahan pustaka berupa peraturan dan literatur terkait. Dan setelah dilakukan penelitian tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa perjanjian kawin dapat berupa akta bawah tangan yang dilegalisasi Notaris, karena Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 hanya mensyaratkan perjanjian kawin dibuat secara tertulis. Penulis menyimpulkan bahwa membuat perjanjian kawin sepanjang masa perkawinan bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 dan mengakibatkan perjanjian kawin menjadi batal demi hukum, sedangkan ketidakpatuhan untuk mengesahkannya ke Pegawai Pencatat Perkawinan mengakibatkan perjanjian kawin hanya mengikat diantara para pihak dan tidak kepada pihak ketiga. Lebih lanjut, penggunaan perjanjian kawin yang bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 sebagai dasar membagi harta dan hutang bersama dirasa kurang tepat, sekalipun perjanjian kawin tersebut dapat dibuat pada masa perkawinan sebagaimana tafsir Putusan MK, suatu perjanjian kawin tidaklah diperbolehkan untuk merugikan pihak ketiga. 

This thesis analyzes marriage agreement between husband and wife during the marriage in times where the Verdict of the Constitutional Court of Republic of Indonesia Number 69/PUU-XIII/2015 have not been sentenced yet. Objective of marriage agreement is to regulate wealth and property between husband and wife during their marriage. Marriage agreement can only be made before or while marriage and must be registered to Marriage Registrar Official as regulated by Article 29 Law Number 1 Year 1974 regarding to Marriage (UU 1/1974). In a case in Central Java as documented in Central Java’s High Court Verdict Number 534/PDT/2019/PT SMG, several issues were found which are the validity of the notary regarding authorization of marriage agreement, validity of marriage agreement which did not authorized by Marriage Registrar Official and validity of  joint wealth and debt sharing which did not comply with Article 29  paragraph (1) Law 1/1974. Using normative juridical method, the writer did this research using reference to related regulations and literature. After conducting the research, the writer concluded that a marriage agreement can be authorized through legalization in front of a notary because Article 29 paragraph (1) Law 1/1974 only requires a marriage agreement to be made in written form. The writer also concluded that a marriage agreement which was made during the times of marriage did not comply with Article 29 paragraph (1) UU 1/1974 hence null and void in front of the law. Meanwhile, marriage agreement that had not been authorized by Marriage Registrar Official will only binding between the parties, not binding the third party.  Lastly, the use of unlawful agreement as the base of wealth and debt sharing between husband and wife is not rightly did by Council of the Judges, because although the marriage agreement can be made during the marriage as interpreted in the Verdict of the Constitutional Court of Republic of Indonesia Number 69/PUUXIII/2015, a marriage agreement made is not allowed to harm the third party. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricillia Putri
"Perkawinan dapat dikatakan sah jika memenuhi syarat dan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Salah satunya ialah larangan perkawinan. Apabila perkawinan telah berlangsung dan larangan perkawinan tersebut dilanggar maka akibat hukum yang terjadi adalah pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan tidak hanya berakibat hukum bagi suami dan istri tetapi juga anak yang telah lahir dari perkawinan tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan terhadap harta bersama suami dan istri juga kedudukan anak yang lahir. Maka dari itu, penelitian ini membahas mengenai analisis akibat pembatalan perkawinan sedarah dalam kaitannya dengan harta bersama dan kedudukan anak berdasarkan studi kasus Putusan Pengadilan Agama Lubuklinggau Nomor 80/Pdt.G/2017/PA.LLG. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dan analisis dilakukan secara deskriptif analitis. Analisis didasarkan pada pengaturan Hukum Perkawinan dan Kewarisan terutama dalam Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam mengenai harta bersama dan kedudukan anak pasca terjadinya pembatalan perkawinan. Hasil analisis mengungkapkan bahwa tidak adanya pengaturan secara eksplisit mengenai harta bersama setelah terjadinya pembatalan perkawinan menyebabkan pengaturan pembagian harta bersama dilakukan menurut prinsip keadilan dan musyawarah untuk mufakat. Selain itu, anak juga tetap berkedudukan sebagai anak sah dengan adanya pengecualian keberlakuan pembatalan perkawinan terhadap kedudukan anak pada Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Tidak adanya perubahan kedudukan anak mengakibatkan anak tetap memiliki hak untuk mendapatkan pemeliharaan dari orang tua serta memperoleh hak warisnya sebesar bagian yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam.

A marriage can be considered as legal after fulfilling the terms and conditions which are regulated within the laws and regulations. One of the laws and regulations that is important to comply with is the prohibitions of marriage. If a marriage has occured and this specific prohibition of marriage is violated, thus, the legal consequence resulted would be the annulment of such marriage. The annulment of marriage does not only result in legal consequences for husband and wife but also the child born as a result of the marriage. This could make problem in accordance with their joint property and the child born status. Therefore, this research is conducted to analyze the legal consequences of consanguineous marriage in accordance with their joint property and the child status based on the Study of Case Verdict Lubuklinggau Religious Court Number 80/Pdt.G/2017/PA.LLG). To settle with the said matter, this research use normative research method as well as descriptive analytical research. Analysis is based on the Marriage and Inheritance Law especially in the Islamic Marriage and Inheritance Law in accordance with joint property and the status of the child born after the annulment of the marriage. The results of the analysis reveal that the absence of an explicit Laws regarding joint property after the annulment of the marriage causes the distribution of joint property to be carried out according to the principles of justice and deliberation for consensus. In addition, the child also remains as a legitimate child with legal protection in the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law. As a legitimate child, this child will still have the right of child care and inheritance as much as the part has been determined by the Compilations of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>