Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194516 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Chamidah Masruroh
"ABSTRACT
Kabupaten Kebumen merupakan wilayah yang mengalami kekeringan terparah kedua di seluruh Jawa Tengah pada tahun 2015. Berdasarkan nilai Southern Oscillation Index (SOI) pada tahun 2015 terjadi fenomena El Nino yang mengakibatkan berkurangnya curah hujan di Indonesia tanpa terkecuali Kabupaten Kebumen. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan El Nino dengan kekeringan meteorologis di Kabupaten Kebumen dan kaitannya dengan kondisi fisik wilayah Kabupaten Kebumen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai SOI dari Australian Bureau of Meteology dan data curah hujan bulanan yang di peroleh dari stasiun pengamat curah hujan di Kabupaten Kebumen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif regresi linier dan formula Standardized Preciptation Index (SPI). Analisis spasial temporal juga digunakan untuk menjelaskan pola kekeringan wilayah Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian menyatakan bahwa pola kekeringan yang terbentuk di Kabupaten Kebumen pada tahun 2015 berkaitan dengan kondisi fisik wilayah. Pola kekeringan pada bulan Maret berkaitan dengan wilayah ketinggian, pola kekeringan bulan April dan Agustus berkaitan dengan arah angin, dan pola kekeringan bulan Mei berkaitan dengan arah hadapan lereng.El Nino yang diwakili oleh nilai SOI memiliki hubungan positif terhadap kekeringan yang diwakili oleh SPI. Nilai korelasi terkuat adalah 0,60 di Tersobo dan terendah 0,42 di Stasiun Ayah.

ABSTRACT
Kebumen Regency is the second worst drought region of Central Java in 2015. Based on the value of the Southern Oscillation Index (SOI) in 2015 El Nino phenomena resulted in reduced rainfall in Indonesia,like Kebumen Regency. This study aims to analyze the El Nino relationship with meteorological drought in Kebumen Regency and its relation to the physical condition of the Kebumen Regency. The data is used the SOI derived from Australian Bureau of Meteorology and the monthly rainfall data obtained from 30 rainfall observation stations in Kebumen Regency. Metodologyis used quantitative analysis of linear regression and the Standardized Preciptation Index (SPI) formula. Temporal spatial analysis is also used to explain the pattern of drought in Kebumen Regency. The results isthe pattern of drought in March is related to altitude, the patterns of drought in April and August are related to wind direction, and the pattern of drought in May is related to the direction of the slope.El Nino represented by the SOI value has a positive relationship to the drought represented by SPI. The strongest correlation value is 0.60 at Tersobo and the lowest is 0.42 at Ayah Station. The drought pattern that was formed in Kebumen Regency in 2015 was related to the physical condition of the region."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"El Nino dalam perkembangannya lebih dipandang sebagai fenomena fisis
yang melibatkan interaksi lautan-atmosfer. Hubungan tersebut adalah ketika
berlangsungnya El Nino selalu bersamaan waktunya dengan terjadinya anomali suhu
muka laut di Pasifik Tengah dan Timur serta lonjakan fluktuasi indeks SOI. Dari hal
tersebut dapat dianalogikan, dengan ENSO di Pasifik Equator bagian Timur akan
menimbulkan anomali angin di sebelah baratnya. Sehingga dapat disimpulkan, bila
terjadi fenomena ENSO, maka akan merubah pola sirkulasi atmosfer di wilayah ini
serta mempengaruhi kondisi atmosfer di tempat lain. Beranjak dari inilah yang
mendasari pengkajian tentang pola sirkulasi atmosfer di wilayah Indonesia pada saat
berlangsungnya El Nino/ENSO.
Perbedaan anomali sirkulasi angin u (zonal) dan v (meridional) pada kondisi
normal dan ENSO cukup significant. Pada kondisi tahun ENSO wilayah Indonesia
didominasi angin zonal timuran dan meridional utara . Kecepatan maksimum yang
di miliki angin zonal timuran dan meridional selatan lebih besar daripada meridional
utara. Sehingga ketika terjadi interaksi, maka pengaruh yang ditimbulkan angin
meridional utara menjadi tidak begitu kuat. Inilah yang menyebabkan kondisi
atmosfer di wilayah Indonesia masa ENSO cukup kering."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S29266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fikri Adriansyah
"Kabupaten Sumedang terletak pada Provinsi Jawa Barat dengan iklim muson tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim ENSO, dan ENSO juga menyebabkan terjadinya fenomena El Nino dan La Nina. Berdasarkan pada nilai Southern Oscillation Index (SOI) periode tahun 2000-2020, terindikasi bahwa terjadi El Nino pada 5 tahun yang berbeda dengan klasifikasi yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh fenomena El-Nino Southern Oscillation serta dampaknya terhadap DAS Cimanuk Hulu di Kabupaten Sumedang, serta menganalisis pengaruh kekeringan meteorologis akibat El Nino dan La Nina terhadap sektor pertanian dan penduduk di Kabupaten Sumedang. Data yang diperlukan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari stasiun pengamat curah hujan Kabupaten Sumedang, data curah hujan bulanan CHIRPS sebagai pengisi kekosongan data hujan bulanan stasiun curah hujan, serta data nilai SOI yang bersumber dari Australian Bureau of Meteorology. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Standardized Precipitation Index (SPI), interpolasi, analisis statistik, analisis spasial, dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa El Nino pada nilai SOI memiliki hubungan kuat dan berbanding lurus dengan kekeringan pada nilai SPI. Pada periode tahun 2000-2020, kekeringan meteorologis akibat ENSO di Kabupaten Sumedang terjadi pada tahun 2002, 2005, 2007, 2015, dan 2019. Kekeringan terluas terjadi pada Bulan Juli-September tahun 2007 dengan 86,29% wilayah Kabupaten Sumedang.

Sumedang Regency is located in West Java Province with a Monsoon tropical climate which is very sensitive to climate anomalies ENSO, and ENSO also causes phenomena El Nino and La Nina. Based on the Southern Oscillation Index (SOI) value for the period 2000-2020, it is indicated that El Nino occurred in 5 different years with different classifications. This study aims to identify the effect of the phenomenon El-Nino Southern Oscillation and its impact on the Upper Cimanuk Watershed in Sumedang Regency, and to analyze the effects of meteorological drought due to El Nino and La Nina on the agricultural sector and population in Sumedang Regency. The data needed and used in this study are monthly rainfall data from the Sumedang Regency rainfall observer station,monthly rainfall data CHIRPS as a filler for monthly rainfall data for rainfall stations, and SOI value data sourced from the Australian Bureau of Meteorology. The method used in this research is the method Standardized Precipitation Index (SPI), interpolation, statistical analysis, spatial analysis, and descriptive analysis. The results showed that El Nino at the SOI value had a strong relationship and was directly proportional to drought at the SPI value. In the 2000-2020 period, meteorological drought due to ENSO in Sumedang District occurred in 2002, 2005, 2007, 2015, and 2019. The widest drought occurred in July-September 2007 with 86.29% of the Sumedang Regency area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiyyah Nur Athifah Wening
"Kekeringan selalu terjadi setiap tahunnya di Indonesia salah satunya yaitu di Kabupaten Sumba Timur yang berada di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola sebaran kekeringan meteorologis dengan menggunakan metode Standardized Precipitation Index atau SPI sebagai indikator kekeringan berdasarkan variabel curah hujan dan kekeringan pertanian di Kabupaten Sumba Timur dengan menggunakan metode Normalized Difference Drought Index atau NDDI sebagai indikator kekeringan dalam pengolahan data citra satelit serta menganalisis bagaimana hubungan kekeringan meteorologis terhadap kekeringan pertanian di Kabupaten Sumba Timur. Hasil analisis pola sebaran wilayah kekeringan meteorologis berdasarkan nilai SPI dan nilai NDDI menunjukan pola sebaran kekeringan yang menyebar secara acak. Adapun kekeringan meteorologis berdasarkan nilai SPI bergerak dari wilayah selatan yang di dominasi oleh wilayah ketinggian dengan tingkat miring menuju ke wilayah tengah Kabupaten Sumba Timur sedangkan kekeringan pertanian berdasarkan nilai NDDI bergerak dari wilayah utara yang di dominasi oleh wilayah ketinggian dengan tingkat landai menuju ke wilayah tengah Kabupaten Sumba Timur. Berdasarkan kedua metode penentuan kekeringan tersebut didapatkan klasifikasi tingkat kekeringan dimulai dari kekeringan normal hingga ekstrim. Adapun untuk kekeringan meteorologis menunjukan beberapa wilayah mengalami kekeringan parah namun pada kekeringan pertanian menunjukan beberapa wilayah mengalami kekeringan ringan. Wilayah kekeringan meteorologis dan kekeringan pertanian yang terjadi pada tahun 2019 dan 2020 memiliki beberapa perbedaan sehingga hal ini dapat menunjukan bahwa belum adanya korelasi antara wilayah yang mengalami kekeringan meteorologis juga merupakan wilayah yang mengalami kekeringan pertanian.

Droughts always occur every year in Indonesia, one of which is in East Sumba Regency on Sumba Island, East Nusa Tenggara. This research aims to determine the distribution pattern of meteorological drought using the Standardized Precipitation Index or SPI method as a drought indicator based on rainfall and agricultural drought variables in East Sumba Regency using the Normalized Difference Drought Index or NDDI method as a drought indicator in processing satellite image data and analyze how meteorological drought is related to agricultural drought in East Sumba Regency. The results of the analysis of the distribution pattern of meteorological drought areas based on SPI values and NDDI values show a random distribution pattern of drought. Meanwhile, meteorological drought based on SPI values moves from the southern region which is dominated by high altitude areas with sloping levels towards the central region of East Sumba Regency, while agricultural drought based on NDDI values moves from the northern region which is dominated by high altitude areas with sloping levels towards the central region of the Regency. East Sumba. Based on the two methods of determining drought, a classification of drought levels is obtained starting from normal to extreme drought. As for the meteorological drought, it shows that several regions are experiencing severe drought, but the agricultural drought shows that several regions are experiencing mild drought. The areas of meteorological drought and agricultural drought that occurred in 2019 and 2020 have several differences, so this can show that there is no correlation between areas experiencing meteorological drought and also areas experiencing agricultural drought."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jon Arifian
"Data kondisi batas laut-atmosfer dari NCEP/NCAR reanalysis periode 1974-2002 telah dijadikan masukan bagi simulasi model laut global MPIOM untuk wilayah regional perairan Indonesia tepatnya di jalur Arlindo. Studi ini menggunakan sistem model dengan grid curvilinier dengan dua kutub di wilayah China dan Australia. Model mensimulasi variabilitas thermohaline dan transport pada jalur Arlindo dan focus pada enam kanal utama di jalur Arlindo yang mewakili jalur masuk dan keluar utama (Selat Makassar, Lifamatola, Halmahera, Lombok, Ombai dan Timor).
Hasil validasi variabilitas temperatur dan volume transport hasil simulasi di jalur Arlindo di selat Makassar memiliki nilai korelasi berturut-turut 0.88 dan 0.71 dengan data observasi in-situ selama periode El- Niño (Januari 1997-Februari 1998). Variabilitas interannual temperatur dan salinitas di enam kanal menunjukkan bahwa lapisan thermocline (antara 47-220 meter) memiliki korelasi paling kuat dengan indeks ENSO, dibandingkan lapisan permukaan dan laut dalam. Korelasi temperatur dan salinitas dengan SOI dimajukan satu bulan tertinggi terjadi di selat Lifamatola (0.77) dan SOI dimajukan dua bulan tertinggi terjadi di selat Makassar (0.74).
Hasil simulasi di selat Makassar menunjukkan bahwa volume transport terbesar terjadi di lapisan 100-385 meter. Variabilitas transport mengikuti episode ENSO dengan transport maksimum pada periode La-Niña dan transport minumum pada periode El-Niño. Rata-rata volume transport di jalur Arlindo pada periode 1974-2002 menunjukkan bahwa nilai terbesar terjadi di selat Makassar, yaitu 9.8 Sv, kemudian selat Lifamatol 5.5 Sv dan selat Halmahera 1.5 Sv. Sementara itu di tiga kanal keluar, rata-rata volume transport bulanan masing-masing adalah selat Lombok 2.4 Sv, selat Ombai 5.7 Sv dan laut Timor sebesar 10.5 Sv.

Climatic boundary forcing fields from NCEP/NCAR re-analyses for a period between 1974 to 2002 were used as the major input forcing from atmosphere to drive the global ocean model MPIOM for the Indonesian archipelago focusing over the Indonesian Throughflow (ITF) region. This study applies a special model grid with curvilinear grid system that uses bipolar over Australian and China. The model simulates thermohaline and current variabilities within major ITF passages that represents three major inlets (Makassar, Lifamatola and Halmahera Straits) and three major outlets (Lombok, Ombai and Timor Straits).
The model result validation using temperature and volume transport from the Arlindo Project gives a correlation of 0.88 and 0.71, respectively, over the Makassar Strait. The Arlindo project installed mooring buoy between January 2007 to February 2008 month or during a strong El-Niño 1997/1998. The interannual temperature and salinity variabilities in six major passages show that the thermocline (between 47 to 220 meter) has significant and better correlation with the ENSO index than the surface and deep ocean levels. Correlations of the temperature and salinity against SOI index reach the highest when time lag of one-two month is applied over the Lifamatola Strait (0.77) and over Makassar Strait (0.74).
The result of simulation indicates that the largest volume transport occurs at depth of 100-385 meter. Volume transport variability follows the ENSO episodes with maximum during La-Niña and minimum during El-Niño. The average volume transport in Arlindo during the period of 1974?2002 shows that the largest volume transport occur in the Makassar strait 9.8 Sv, then the Lifamatola 5.5 Sv and the Halmahera 1.5 Sv.Meanwhile in the major outlets, average monthly volume transport in the Lombok, Ombai and Timor Straits are 2.4, 5.7 and 10.5 Sv, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T39494
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Apandi
"Evolusi penyimpangan suhu muka laut wilayah samudera pasifik sebagai indikator fenomena El Nino / La Nina yang tidak terjadi secara tiba ndash; tiba tetapi membutuhkan waktu, sehingga pergerakan suhu muka laut berlangsung secara bertahap yang terbentuknya pola perubahan suhu muka laut. Berdasarkan hasil monitoring Pusat prakiraan iklim Amerika CPC-NCEP NOAA tercatat fenomena El Nino dengan intensitas kuat yaitu pada tahun 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988, 1997/1998, dan 2015-2016.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan intensitas, lama dan dampak dari kejadian El Nino tahun 1982-1983, 1987-1988, 1997-1999, 1999-2000, 2015-2016 dengan cara menganalisis suhu muka laut, suhu bawah laut dan angin zonal wilayah samudera Pasifik serta suhu laut muka dan curah hujan wilayah Indonesia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tahun 2015-2016 merupakan kejadian El Nino terkuat dan terlama dengan nilai anomali suhu muka laut wilayah Nino 3.4 tertinggi mencapai 2,33oC dan lama kejadian El Nino selama 14 bulan. Secara dampak kejadian El Nino tahun 1997-1998 berpengaruh lebih luas terhadap pengurangan curah hujan di wilayah Indonesia. Suhu muka laut wilayah Indonesia selama kejadian El Nino tahun 2015-2016 menunjukan kondisi suhu yang lebih hangat sehingga mengurangi dampak El Nino dikarenakan masih adanya pasokan uap air dari proses penguapan yang menjadikan hujan di beberapa wilayah Indonesia.

The evolution of sea surface temperature SST anomaly of the Central Pacific Ocean region as indicator of an El Ni o La Ni a phenomenon do not occur suddenly but it takes time, so that the changing process of sea surface temperature takes place in stages which is possible to form patterns of sea surface temperature changes. Based on the monitoring of the Climate Prediction Center National Centers for Environmental Prediction CPC NCEP NOAA , there has been recorded that the El Ni o phenomena of 1957 1958, 1965 1966, 1972 1973, 1982 1983, 1987 1988, 1997 1998 and 2015 2016 were categorized as Strong El Ni o, respectively.
This research attempts compare the degree of intensity, duration and impact of the El Nino events in 1982 1983, 1987 1988, 1997 1999, 1999 2000, 2015 2016 by analyzing sea surface temperature, subsea temperatures and zonal winds of the Pacific Ocean As well as sea temperatures and rainfall area of Indonesia.
The results showed that the 2015 2016 El Ni o was the strongest and longest El Ni o event with the sea surface temperature of Nino 3.4 region was reaching a value of 2,33oC and the duration of the El Ni o was 14 months long. In term of impacts, The 1997 1998 El Ni o has a wider effect on the reduction of rainfall in Indonesia. Furthermore, the sea surface temperature of Indonesian region during the 2015 2016 El Nino shows a warmer temperature conditions, thus reducing the impacts of the El Ni o due to water vapor supply from the evaporation processes that forms rainfall in some parts of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Fahroni
"Hutan mangrove merupakan salah satu penyimpan cadangan karbon terbesar. Kabupaten Kebumen memiliki hutan mangrove yang terdistribusi di beberapa wilayahnya namun beberapa masih belum terpetakan dengan baik. Kabupaten Kebumen memiliki hutan mangrove yang memiliki status Kawasan Ekosistem Esensial. Kondisi pemanasan global meningkatkan pentingnya perhitungan karbon untuk mengetahui efektifitas hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran hutan mangrove di Kabupaten Kebumen, menghubungkan estimasi stok karbon pada Kawasan Ekosistem Esensial dan non-Ekosistem Esensial, dan menghubungkan secara asosisatif stok karbon terhadap kondisi wilayah di Kabupaten Kebumen. Identifikasi sebaran mangrove dilakukan menggunakan false color yang diuji akurasi dengan confusion matrix dan koefisien Kappa. Dalam pembuatan model, data dibagi berdasarkan spesies dominan berupa Nypa Fruticans dan Rhizophora Mucronata. Pembuatan model stok karbon didapatkan dari Uji Regresi Eksponensial stok karbon lapangan dengan di nilai EVI yang kemudian diuji RMSE. Estimasi stok karbon pada Kawasan Ekosistem Esensial sebesar 3302760.90 kg, sedangkan pada non-Kawasan Ekosistem Esensial sebesar 3114224.74 kg. Perbedaan status Kawasan Ekosistem Esensial dan non-Ekosistem Esensial tidak memiliki keeratan hubungan, yang dibuktikan dengan Uji Pearson. Penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi fisik yang meliputi kerapatan vegetasi, jenis spesies dan luas hutan mangrove memiliki hubungan yang linier terhadap stok karbon yang dihasilkan. Pada kondisi manusia yang terdiri atas pemanfaatan tidak memiliki hubungan terhadap stok karbon, sedangkan pada pengelolaan memiliki hubungan yang linier.

Mangrove forests are one of the largest carbon reserves. Kebumen Regency has mangrove forests distributed in several areas, although some are still poorly mapped. Kebumen's mangrove forests have the status of Essential Ecosystem Areas. The condition of global warming increases the importance of carbon calculation to assess the effectiveness of mangrove forests. This study aims to map the distribution of mangrove forests in Kebumen Regency, link carbon stock estimates in Essential and non-Essential Ecosystem Areas, and associate carbon stocks with regional conditions in Kebumen. Mangrove distribution identification was conducted using false color, tested for accuracy with a confusion matrix and Kappa coefficient. In modeling, data were divided based on dominant species, namely Nypa Fruticans and Rhizophora Mucronata. Carbon stock modeling was obtained from Exponential Regression Test of field carbon stock values with EVI, then tested with RMSE. The estimated carbon stock in Essential Ecosystem Areas is 3,302,760.90 kg, while in non-Essential Ecosystem Areas it is 3,114,224.74 kg. The difference in the status of Essential and non-Essential Ecosystem Areas has no significant correlation, as evidenced by the Pearson Test. This study shows that physical conditions, including vegetation density, species type, and mangrove forest area, have a linear relationship with the generated carbon stock. In contrast, human activities such as utilization do not correlate with carbon stock, whereas management practices do have a linear relationship."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Astuti
"Skripsi ini membahas perbedaan sebaran wilayah kesuburan perairan di Laut Jawa pada saat periode El Nino tahun 2006 dan periode normal tahun 2007. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan cara interpretasi data citra satelit untuk melihat karakteristik sebaran suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan arah arus permukaan laut yang selanjutnya dilakukan penampalan untuk mendapatkan sebaran wilayah kesuburan perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode El Nino tahun 2006 sebaran suhu permukaan laut di wilayah penelitian lebih dingin, wilayah front termal lebih luas dan konsentrasi klorofil-a lebih tinggi dibandingkan dengan periode normal tahun 2007, sedangkan arah arus permukaan pada periode El Nino cenderung menjauhi sistem daratan dan periode normal lebih mengarah ke sistem daratan. Kesimpulan yang diperoleh yaitu wilayah kesuburan perairan periode El Nino memiliki cakupan lebih luas dibandingkan dengan periode normal.

The focus of this study is different of rapid area distribution in Java sea on the El Nino and normal period. Analysis used of this study is descriptif analysis with interpretation citra satellite data to get distribution of sea surface temperature, clorofil-a concentration and sea surface current course, and than used overlay technique from GIS program. The result this research is distribution sea surface temperature more of cool, front thermal area and clorofil-a concentration more of wide on the El Nino period, and sea surface current course El Nino period is a faring of mainland system, but normal period is a nearing of mainland system. Conclution this research is rapid area on the El Nino period more of wide equalednormal period."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S34206
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Jannah
"Kekeringan merupakan bencana alam yang terjadi secara perlahan-lahan hasil dari berkurangnya curah hujan dalam jangka waktu yang lama. Bencana ini dapat berdampak sangat besar dan mencakup daerah yang luas. Mitigasi untuk menanggulangi bencana ini adalah dengan mengetahui karakteristik wilayah yang terpapar kekeringan, melalui indikator durasi, intensitas dan frekuensi kekeringan. Penilaian kekeringan menggunakan data curah hujan dari 32 stasiun hujan di Kabupaten Kebumen selama periode 1985 - 2015 menggunakan metode de Boer.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat keterpaparan kekeringan tinggi di Kabupaten Kebumen cenderung berada di wilayah bagian tengah mengarah ke timur laut kabupaten, yang meliputi 15 kecamatan, yang sebagian besar berada di Kecamatan Karangsambung, Karanggayam, Alian, Pejagoan, Sruweng dan Kebumen. Wilayah yang paling terpapar kekeringan di Kabupaten Kebumen merupakan wilayah dengan penggunaan tanah sawah irigasi 2x padi/tahun, kepadatan penduduk 500-1249 jiwa/km2 dan kepadatan penduduk agraris 51-250 jiwa/km2.

Drought is natural disaster that occurs gradually, resulted from long term declines in rainfall rate. The disaster would not be realized at first, but the impacts caused could be severe. One example of countermeasure efforts is to understand the regional characteristics of the drought exposed regions. Indicators used to assess levels of exposure are the duration, intensity and frequency of droughts. Drought assessment used rainfall rate data from 32 rain stations in Kebumen during 1985-2015 period with de Boer method.
The results obtained from this study indicate that high level of exposures to drought in Kebumen are distributed in the center part to the northeast part of the region. The high level of exposures covered 15 districts, and concentrated in Subdistrict Karangsambung, Karanggayam, Alian, Pejagoan, Sruweng and Kebumen. In Kebumen, the region that most exposed to drought is attributed with the paddy rice fields land use that harvested 2 times a year, a population density of 500-1249 inhabitants/km2 and peasant population density of 51-250 inhabitants/km2.;
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aude Ilman Rasjiddin
"ABSTRAK
Kekeringan merupakan suatu fenomena yang diakibatkan penyimpangan iklim atau secara umum sebagai kurangnya hujan pada suatu wilayah. Kekeringan juga berdampak pada lapisan permukaan tanah dimana kandungan air dibutuhkan untuk keseimbangan bahan organik, biota tanah, serta kelangsungan hidup vegetasi. Kondisi tersegut dikateogrikan oleh NOAA sebagai kekeringan pertanian/tanah. Penelitian ini mencari wilayah berpotensi kekeringan tanah di Kabupaten Kebumen dengan algoritma indeks kebasahan dan indeks kecerahan yang dibuat oleh Jensen dalam Chen 2014 untuk melihat kondisi bahan organik dan juga kelembaban tanah sebagai indikator kekeringan tanah pada tahun 2015, serta hubunganya dengan kekeringan meteorologis dengan metode standartdized precipitation index SPI data curah hujan 30 tahun secara statistik. Kedua indeks tersebut kebasahan dan kecerahan dihitung pada data citra satelit. Kekeringan tanah dilihat secara spasial dengan penggunaan tanah sebagai unit analisisnya melalui metode overlay. Hasil mengatakan bahwa kekeringan tanah cenderung tinggi pada penggunaan tanah sawah tanah hujan, padang rumput dan tegalan. Hubungan kekeringan tanah dengan meteorologis secara statistik tidak signifikan.

ABSTRAK
Drought is a phenomenon resulting irrelevancy or climate in General as a lack of rain in the area. Droughts also impact on the surface layer of the soil where the moisture content required to balance organic matter, soil biota, as well as the survival of vegetation. Tersegut condition dikateogrikan by NOAA as drought farms land. This research finding potentially soil drought region in the District of Kebumen index algorithm with kebasahan and brightness index made by Jensen in Chen 2014 to see the condition of the organic matter and soil moisture as well as indicators of soil drought by 2015, as well as linked with meteorological drought by the method of standartdized precipitation index SPI 30 years of rainfall data statistically. Both the index wetness and brightness are calculated on the data of satellite imagery. Drought seen in spatial soil with land use as the unit of analysis through the overlay method. The results say that the dryness of soils tend to high ground on the use of rice land, pasture and moorland. Relationship of soil drought by meteorologists are statistically insignificant."
2017
S69156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>