Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Dini Tenri Liu
"Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan bukti autentik mengenai perbuatan hukum yang dilakukan para pihak terkait dengan peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli, sebagai dasar pendaftaran pemindahan hak. Dalam putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg ditemui adanya pembuatan Akta Jual Beli Tanah yang dibuat tidak sesuai dengan prosedur dimana PPAT tidak melaksanakan kewajibannya yaitu membacakan/menjelaskan isi akta kepada para pihak serta mengabaikan keberadaan saksi dalam proses pembacaan dan penandatanganan aktanya. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa peranan saksi dalam proses pembuatan Akta Jual Beli Tanah oleh PPAT dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dengan dihadiri oleh saksi berdasarkan putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan penelitian, saksi memiliki peranan untuk memberikan kesaksian mengenai perbuatan hukum jual beli yang dilakukan oleh para pihak benar terjadi dan sesuai dengan kehendak para pihak serta keberadaannya untuk memenuhi syarat kautentikan akta yang dibuat oleh PPAT. Akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dan penandatanganannya tidak dihadiri oleh saksi menyebabkan akta yang dibuat oleh PPAT terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan. Terhadap keadaan ini PPAT dapat dikenakan sanksi administratif yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya karena tidak melaksanakan kewajibannya dan apabila ada pihak yang dirugikan oleh PPAT  maka PPAT bertanggungjawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas jabatannya dan bagi pihak yang dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata.

Land Deed Official (PPAT)s deed is an authentic proof concerning legal action by the parties related to conveyance of land, one of them through purchase and sale, for registration transfer of right. In the decision No. 16/Pdt.G /2015/PN.Krg, The making of Purcase Land Deed was found not in accordance with the procedure where PPAT did not carry out his/her obligations, namely reading or explaining the contents of the deed to the parties and ignoring the existence of witnesses in process of reading and signing the deed. This writing aims to analyze the role of witness in the process of making Purchase Land Deed by PPAT and legal consequences of the Purchase Land Deed which is not read out to the parties and the signature not attendance by witness based on the decision No. 16/Pdt.G/2015/ PN.Krg. The research method used juridical normative. Based on research, the witness have role to give evidence about legal act of sale and purchase which is conducted by the parties true happened and in accordance with the wishes of the parties and also the existence of witness to fulfill the authenticity of the deed made by PPAT. Legal consequences of the Purchase Land Deed which not read out to the parties and their signing not attended by the witness caused the deed that was made by PPAT degraded in term of its evidencing power to become a private deed. Against this situation, PPAT may have subject to administrative sanctions such as terminated dishonorably from his position for not performing his obligations and if any parties has been harmed, PPAT shall be personally responsible for the performance of his/her duties and for the injured party may request civil liability.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Ariesti
"Terhadap transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan terdapat kewajiban pembayaran pajak yang harus dibayarkan bagi penjual yaitu PPh Pajak Penghasilan Final dan bagi pembeli Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan BPHTB . PPh Final diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya. Sedangkan BPHTB diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa terhadap PPh Final dan BPHTB dalam peraturan tersebut di atas, terdapat perbedaan dasar pengenaan pajak atas 1 satu objek yang sama. PPh Final dasar pengenaannya yaitu jumlah bruto dari nilai pengalihan hak/PPJB, sedangkan BPHTB dasar pengenaannya dari nilai perolehan objek pajak harga transaksi atau Nilai Jual Objek Pajak NJOP Pajak Bumi dan Bangunan PBB pada tahun terjadinya perolehan. Selain itu pada saat baru dibuat dan ditandatangani PPJB sudah dikenakan PPh Final, padahal PPJB baru berjanji antara penjual dan pembeli, belum beralihnya kepemilikan yang sah. Antara peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan prakteknya tidak sejalan dalam menetapkan dasar pengenaan pajak PPh Final sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Padahal di dalam Pasal 23 ayat A Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

AbstractAs for the sale and purchase transaction of land and or building containing the tax which must be incurred for the seller that is Final Income Tax and for the buyer of Land Acquisition Rights BPHTB . The Final Income issued under Act Number 36 of 2008 concerning the Fourth Amendment to Law Number 7 Year 1983 concerning Income Tax and Government Regulation Number 34 of 2016 concerning Income Tax on Income from Transfer of Land andor Buildings and Binding Agreement Buy and Sell Land and or Buildings and their Changes. While BPHTB Act No. 28 of 2009 on Regional Taxes and Levies. Against Final Income and BPHTB in such arrangements, there are many tax bases on 1 one same object. The basis of income tax is the gross amount of the transfer value PPJB, while the BPHTB is the basis for the imposition of the property tax NJOP tax on Land and Building Tax PBB in the year of the acquisition. Besides that, when PPJB has just been created and signed is subject to Final Income Tax, whereas the new PPJB is ready between the seller and the buyer, the legitimate ownership has not changed over yet. Between the rules that apply to the practice is not in the context of the tax base. In Article 23 Paragraph A of the 1945 Constitution states that taxes and other levies that are specific to the purposes of the state are prepared by law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Clara Laurika Asfin Ronisinta
"Tesis ini membahas mengenai keabsahan akta jual beli yang belum sempurna dan dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dimana terdapat bagian yang dikosongkan yaitu pada bagian objek jual beli. Pokok permasalahan dalam kasus ini membahas tentang keabsahan akta jual beli yang belum sempurna dan ditandatangani para pihak dan bagaimana pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta tersebut berkenaan dengan prinsip/asas kehati-hatian dalam membuat akta. Metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, tipologi penelitiannya bersifat deskriptif analitis, jenis data yang digunakan merupakan data sekunder, dan teknik analisis datanya secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, bahwa akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tersebut tidaklah sah dan batal demi hukum karena memenuhi syarat akta dapat dibatalkan yaitu  tidak terpenuhinya syarat objektif dan syarat formil, serta adanya cacat kehendak dalam pembuatan aktanya, dan bentuk pertanggungjawaban PPAT apabila tidak memenuhi prinsip/asas kehati-hatian dalam membuat akta akan dikenakan sanksi yang berupa sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.

This thesis discusses the frequency of Official Certifier of Title Deeds, hereinafter referred to as PPAT, which are often exposed to legal cases because of their lack of prudence in carrying out their duties and positions, especially in making an authentic deed. The main subject in the case discusses the validity of the deemed incomplete sale and purchase agreement signed by the parties as well as the accountability of the Land Drafting Officer who made the deed with respect to the principle of prudence in making typology of analytical descriptive research, and qualitative data analysis techniques. Based on the result of the study, it can be concluded, that the notarial sale and purchase agreement made by the PPAT is not valid because there are requirements that are not fulfilled, that is subjective conditions and formal conditions, and the form of accountability of PPAT if it does nit meet the principles or principle of prudence in making the deed will be subject to sanctions in the form of administrative sanctions, civil sanctions, and criminal sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaqif Levinsky Can
"Notaris sebagai pejabat umum diwajibkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris untuk selalu berhati-hati dalam melakukan pembuatan akta autentik. Apabila terdapat kesalahan dalam proses pembuatan akta, maka akan ada akibat hukum yang ditimbulkan bagi para pihak dan notaris yang membuatnya. Oleh karena itu, majelis hakim perlu mempertimbangkan segala keadaan yang terjadi apabila terdapat suatu kesalahan dalam proses pembuatan akta autentik yang melanggar ketentuan jabatan notaris. Suatu kesalahan yang dilakukan oleh notaris tidak dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, apabila pada kenyataannya kesalahan tersebut tidak mengakibatkan kerugian bagi para penghadap. Empat unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata harus terbukti secara kumulatif. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih dalam untuk menguji suatu teori ataupun hipotesa. Hasil dari penelitian ini adalah notaris tidak dapat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dikarenakan tidak adanya kerugian yang ditimbulkan dengan tidak mencantumkan tanggal penandatanganan sebenarnya pada akta pengikatan jual beli. Judex Juris telah melakukan perbaikan amar putusan dengan mencabut hukuman ganti kerugian yang dibebankan kepada notaris. Secara tidak langsung, telah diakui bahwa tidak ada kerugian materiil yang disebabkan oleh tindakan notaris. Dengan kata lain, unsur Pasal 1365 KUHPerdata yang mempersyaratkan adanya kerugian menjadi tidak terpenuhi. Dengan tidak terpenuhinya unsur kerugian, maka tidak terpenuhi juga unsur kausalitas terhadap kerugian yang tidak secara nyata terjadi akibat tindakan notaris. Namun, kelima akta yang tidak mencantumkan tanggal penandatanganan sebenarnya tetap dinyatakan batal demi hukum. Akibat hukum dari pembatalan terhadap kelima akta adalah segala perbuatan hukum yang dilakukan pada kelima akta tersebut dianggap tidak pernah ada dan dilakukan pengembalian keadaan semula terhadap perikatan yang telah terjadi. Hal ini termasuk pengembalian jaminan. Perbuatan hukum yang dianggap tidak pernah ada, namun pelunasan hutang tetap harus dilaksanakan.

Notaries as public officials are required by the Law on Notary Positions to always be careful when making authentic deeds. If there are errors in the process of making the deed, there will be legal consequences for the parties and the notary who made it. Therefore, the panel of judges needs to consider all circumstances that occur if there is an error in the process of making an authentic deed that violates the provisions of the notary's position. An error made by a notary cannot be declared an unlawful act based on Article 1365 of the Civil Code, if in reality the error does not result in losses for the parties. The four elements in Article 1365 of the Civil Code must be proven cumulatively. The research method used is doctrinal with an explanatory research typology which aims to provide a deeper explanation to test a theory or hypothesis. The results of this research are that a notary cannot be declared to have committed an unlawful act based on Article 1365 of the Civil Code because there is no loss caused by not including the actual signing date on the sale and purchase agreement. Judex Juris has revised the verdict by removing the compensation penalty imposed on notaries. Indirectly, it has been acknowledged that there was no material loss caused by the notary's actions. In other words, the element of Article 1365 of the Civil Code which requires the existence of a loss is not fulfilled. By not fulfilling the element of loss, the element of causality is also not fulfilled for losses that do not actually occur as a result of the notary's actions. However, the five deeds that did not include the actual signing date were still declared null and void. The legal consequence of canceling the five deeds is that all legal actions carried out in the five deeds are deemed to have never existed and the agreement that has occurred is restored to its original state. This includes the return of the guarantee. The legal action is considered to have never existed, but debt repayment must still be carried out."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billquis Kamil Arasy
"Notaris dalam membuat Akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli sebagai akta pendahuluan sebelum dibuatnya Akta Jual Beli seharusnya memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris. Namun, dalam hal notaris membuat akta yang objeknya terindikasi telah diperjualbelikan sebelumnya, hal tersebut sudah termasuk dalam hal perbuatan melawan hukum yang merugikan salah satu pihak serta masuk dalam ranah tindak pidana serta pelanggaran jabatan notaris yang dapat mengakibatkan akta terkait dapat dibatalkan melalui pengadilan. Berkaitan dengan kasus posisi dalam penelitian, akan dibahas mengenai keabsahan dan implikasi hukum tanggung jawab renteng notaris terhadap Akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli yang disahkan dengan putusan pengadilan namun telah dibatalkan oleh para pihak menggunakan perjanjian di bawah tangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif berbentuk yuridis normatif. Hasil Penelitian adalah PPJB dalam kasus posisi adalah akta yang sah dikarenakan memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana tertera dalam Pasal 1320 KUHPerdata maupun Undang-Undang Jabatan Notaris serta dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan, akta notaris, maupun perjanjian yang disepakati kedua belah pihak

The Notary in making the Deed of Sale and Purchase Agreement as a preliminary deed before the Sale and Purchase Deed should meet the provisions of Article 1320 of the Civil Code and Article 16 paragraph (1) of the Notary Position Act. Deed whose object is indicated to have been traded before, this is included in the case of fraud that harms one party and is included in the realm of criminal acts and violations of the position of a notary which can result in the related deed being canceled through the court. In connection with the case of the position in the study, it will be discussed regarding the Legality and Legal Implications of Notary Joint Responsibility for the PPJB Deed which was legalized by a court decision but has been canceled by the parties using an underhand agreement. The research method used is qualitative research in the form of normatif juridical. The result of the research is that the PPJB deed in the position case is a valid deed because it fulfills the legal requirements of the agreement as stated in Article 1320 of the Civil Code and UUJN and can be canceled through a court decision, notarial deed, or an agreement agreed by both parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najiana Daroini
"Dalam penelitian ini dibahas tentang akta jual beli PPAT yang menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dimana dalam konteks tersebut PPAT menjadi pihak berperkara di pengadilan baik yang disebabkan oleh akta yang dibuatnya maupun perselisihan para pihak terkait akta itu sendiri. Oleh karena itu permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah suatu penyangkalan para pihak dalam akta jual beli yang dibuat oleh PPAT sehingga menjadi dasar timbulnya perkara pertanahan serta pertanggungjawaban PPAT terhadap pihak-pihak yang dirugikan atas akta yang dibuatnya. Untuk dapat menjelaskan permasalahan pokok dari penelitian ini maka dipergunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 470 K/Pdt/2019. Dari analisis yang dilakukan secara kualitatif diketahui bahwa PPAT yang membuat akta jual beli dalam kasus tersebut tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembuatan akta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga berakibat merugikan Penggugat sebagai pemegang hak atas tanah yang menjadi objek perkara. Dengan demikian PPAT harus mempertanggung jawabkannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Sehingga akta dibuat sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi para pihak.

The research discusses the sale and purchase deed made by the Land Deed Official (PPAT) to execute land transfer, which is the cause of the land dispute in the Decision of South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. In the case, PPAT deeds as the defendant due to the misrepresented deed led to the dispute. The main issue raised in this research is a claim from the plaintiffs about the sale and purchase deed made by defendant result in the loss and damages as well as the PPAT’s responsibility to the party for the deed it made. To be able to explain the main problem of this research, a normative juridical research method is used through a statute analysis and a case analysis based on the Decision of the South Jakarta District Court Number 766/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel jo. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 470 K/Pdt/2019. From those analysis, it is determined that the defendant (PPAT) has violated the rules for making enforcable deeds as stipulated in the statutory regulations, which resulted in plaintiffs loss and damages.. Thus, the defendant (PPAT) must be responsible for remidies and charges of administrative, civil and criminal provisions. In conclusion the deed has to be made in accordance with the provisions of the prevailing laws and regulations to provide legal protection and legal certainty for all parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa Rahmadani Dewi
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris terhadap aktanya dan menimbulkan kerugian bagi para penghadap, sehingga dalam tesis ini dibahas mengenai keabsahan dan otentisitas Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang tidak dibacakan oleh Notaris. Akta tersebut dibuat oleh Notaris tidak dibacakan dihadapan para penghadap. Jenis penelitian dari tesis ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif analisis. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian adalah keabsahan dan otentisitas akta Notaris sebagai akta otentik harus mempunyai kekuatan nilai pembuktian yaitu berdasarkan syarat materil dan syarat formil. Pasal 38 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 16 ayat 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris harus dipenuhi yaitu berupa kelengkapan awal akta, badan akta dan akhir akta. Agar terpenuhinya keabsahan dan otentisitas akta tersebut apabila tidak dilakukannya pembacaan terhadap akta tanpa dikehendaki oleh para penghadap maka akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Akibat hukum terhadap akta yang tidak dibacakan ini membuat akta mengalami degradasi, yaitu mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status, dalam hal arti posisinya lebih rendah dalam kekuatan sebagai alat bukti, dari kekuatan bukti lengkap dan sempurna menjadi permulaan pembuktian seperti akta di bawah tangan dan dapat memiliki cacat hukum yang menyebabkan kebatalan. Notaris yang tidak membacakan akta tersebut mendapatkan sanksi. Sanksi yang diberikan berupa Sanksi Perdata yaitu menurut Pasal 85 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berupa ganti kerugian.

The background of the thesis is the case of legal violations committed by Notary against his deed and caused disadvantages to the appearers, so this thesis discussed the validity and authenticity of the Deed of Sale and Purchase Agreement which was not presented by the Notary. The Deed was not presented and read out in front of the appearers. This type of research is the law study, using juridical-normative study form, and descriptive analysis. The results obtained from the study were the validity and authenticity of the Notary`s deed as authentic deed which shall have the strenght of evidentiary value based on the terms of material and formal requirements. Article 38 of Law No. 2 of 2014 on the Amendment of Act No. 30 of 2004 concerning Notary Position must be fulfilled in the form of completeness of heading, body and closing of he deed. In order for the fulfillment of the validity and authenticity of the deed, if reading out the deed was not performed without the appearers pretension then the deed only has the strength of evidence as privately made deed. The legal consequences of the non presented and read out deed will cause a deed to be degraded, experiencing a degraded or deterioration of status, means the deed`s position is lower in strength as an evidence, from the strength of complete and perfect evidence to the initial of evidentiary such as privately made deed and may have a legal flaw that causes nullification. Notaries who do not present and read out the deed get penalized. The sanctions provided in the form of civil sanctions that according to Article 84 of Law No. 2 of 2014 on the Amendment of Act No. 30 of 2004 Concerning the Notary, i.e indemnity."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Zeno Tulus Putri
"Untuk menjamin kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah dibutuhkan bukti yang sempurna dalam suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data yuridis pendaftaran tanah di Indonesia, yang prosedur pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan tata cara pembuatan akta PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah membacakan sendiri akta yang dibuatnya. Pada praktiknya, masih ditemukan permasalahan mengenai akta jual beli yang tidak dibacakan sendiri oleh PPAT, melainkan dibacakan oleh pegawai kantornya. Terdapat dua masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu akibat hukum akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT, dan keabsahan dari pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan analisis data kualitatif. Menurut sifatnya, penelitian ini adalah deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT akan membawa akibat hilangnya otentisitas dari akta. Seharusnya akta jual beli yang tidak memenuhi persyaratan formil dalam suatu pembuatan akta PPAT tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan dan dikemudian hari diketahui bahwa akta PPAT yang dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah sebenarnya telah kehilangan otentisitasnya, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan tersebut dapat dilakukan pembatalan oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

To ensure the legal certainty of the transition of land rights it requires perfect evidence in a deed made by and in the presence of PPAT. PPAT Deed is one of the main sources in the maintenance of the data on the registration of land in Indonesia, whose manufacturing procedures must be in accordance with the provisions of the procedure for the creation of PPAT deed. One of PPAT`s obligations is to read the deed itself. In practice, it is still found the problem of buying and selling act which is not read by PPAT, but read by his office officers. There are two problems raised in this thesis that is due to the legal buy and sell act which is read by the PPAT office employees, and the validity of the transitional registration of land rights based on the deed of sale which is read by the PPAT office employees. This research uses juridical-normative research methods, with qualitative data analysis. According to its nature, this research is an analytical descriptive.
Based on the results of the research, the manufacture of sale and purchase deed read by the PPAT office will bring the consequences of loss of authenticity from the deed. It should be a sale deed that does not meet the formyl requirements in the creation of the PPAT deed could not be made basis for the change of land registration data. On the registration of land rights transition that has been done and later known that the PPAT deed as the basis for the change of land registration data has actually lost its authenticity, then the registration of the transition The rights to the land that has been done can be cancelled by the head of the National Land Agency office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kamila Maisani
"Tulisan ini menganalisis bagaimana proses penerbitan dan pentingnya pengaturan obligasi seperti Global IDR Bond (Komodo Bond) pada pasar efek internasional di Indonesia, termasuk peran pemerintah dan korporasi dalam permasalahan yang timbul dari penerbitan obligasi korporasi pada pasar efek internasional. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode doktrinal dengan pendekatan analisis data kualitatif. Penerbitan obligasi dalam Rupiah, seperti Global IDR Bond/Komodo Bond, bertujuan mengurangi eksposur terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang asing, menjaga stabilitas investasi, dan mengelola risiko lebih proaktif. Strategi ini juga membantu mendiversifikasi basis investor dan memperkuat posisi keuangan dengan menarik investor yang mencari aset dalam mata uang lokal. Namun, proses penerbitan ini menghadapi tantangan perizinan dalam negeri dan kekhawatiran likuiditas, serta kekosongan peraturan terkait. Berbeda dengan China yang memberikan insentif keuangan dan perpajakan untuk mendukung penerbitan obligasi dalam negeri di pasar internasional, pengenaan pajak yang tinggi di Indonesia membuat perusahaan dalam negeri enggan menggunakan platform Komodo Bond. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah dan badan usaha melakukan peninjauan kembali untuk memastikan keberlanjutan pasar Global IDR Bond/Komodo Bond. Diperlukan peraturan yang mengatur penjualan mata uang Rupiah di luar negeri dan insentif pajak bagi perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut. Dukungan pemerintah yang lebih besar terhadap perusahaan dalam negeri diharapkan dapat mengembangkan pasar obligasi Rupiah di luar negeri. Selain itu, insentif atau keringanan bagi perusahaan yang tertarik menerbitkan obligasi dalam Rupiah di luar negeri juga direkomendasikan untuk meningkatkan partisipasi dan keberhasilan inisiatif ini.

This article analyzes the issuance process and the importance of bond regulation such as the Global IDR Bond (Komodo Bond) on the international securities market in Indonesia, including the role of the government and corporations in problems arising from the issuance of corporate bonds on the international securities market. The study was prepared using a doctrinal approach. Issuing bonds in Rupiah, such as the Global IDR Bond/Komodo Bond, aims to reduce exposure to fluctuations in foreign currency exchange rates, maintain investment stability, and manage risk more proactively. This strategy also helps diversify the investor base and strengthen financial positions by attracting investors seeking assets in local currency. However, this issuance process faces domestic licensing challenges and liquidity concerns, as well as related regulatory voids. In contrast to China which provides financial and tax incentives for supports the issuance of domestic bonds in international markets, The imposition of high taxes in Indonesia makes domestic companies reluctant to use the Komodo Bond platform. This research recommends that the government and business entities carry out a review to ensure the sustainability of the Global IDR Bond/Komodo Bond market. Regulations governing the sale of Rupiah currency abroad and tax incentives for companies issuing these bonds are needed. Greater government support for domestic companies is expected to develop the Rupiah bond market abroad. In addition, incentives or relief for companies interested in issuing bonds in Rupiah abroad are also recommended to increase participation and success of this initiative.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli “pura-pura” (AJB “Pura-Pura”). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. AJB “Pura-Pura” dinyatakan batal demi hukum dan PPAT dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang disaksikan oleh perangkat desa; akta jual beli yang dibuat oleh seorang PPAT secara “pura-pura”; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB “Pura-Pura”. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali merupakan surat dibawah tangan yang melanggar ketentuan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat. Akta Jual Beli Tanah antara Penjual dan Pembeli yang dibuat secara pura-pura atau bersifat pura-pura terbukti merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar syarat suatu sebab yang halal. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta “Pura-Pura” dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa masyarakat dilarang membuat Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali karena hal tersebut tidak dikenal dalam Hukum Adat; Pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura” termasuk pelanggaran berat yang merusak citra profesi yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah; serta bagi PPAT dalam melakukan kewenangannya harus tunduk pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kode Etik serta selalu menjunjung tinggi kejujuran dan kebijaksanaan dalam membuat akta.

This research discusses the responsibilities of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) regarding the "Pretended" Sale and Purchase Deed ("Pretended" Purchase Deed (AJB)). In Karanganyar District Court Decision Number 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. “Pretended” Purchase Deed was declared null and void and the PPAT was declared to have committed an unlawful act. The issues raised in this research are regarding land sale and purchase agreements with the right to repurchase witnessed by village officials; sale and purchase deed made by a PPAT "pretendly"; as well as PPAT's responsibility towards “Pretended” Purchase Deed. To answer this problem, doctrinal legal research methods are used with data analysis carried out descriptively analytically. In this research, it was concluded that the Land Sale and Purchase Agreement with the Right to Repurchase is a private letter which violates the provisions of National Land Law and Adat Law. A Deed of Sale and Purchase of Land between a Seller and a Buyer that was made under pretense or on a pretentious basis is proven to be an unlawful act because it violates the requirements of a lawful cause. Then, PPATs who make “Pretended” Purchase Deed can be dishonorably dismissed and can be sued based on Article 1365 of the Civil Code. Based on the research results, the author advises that people are prohibited from making land sale and purchase agreements with the right to repurchase because this is not recognized in customary law; Making a "Pretended" Sale and Purchase Deed is a serious violation that damages the image of the profession and can reduce trust in the profession of PPAT; and for PPAT, in exercising its authority, it must comply with the Position Regulations for Land Deed Making Officials and the Code of Ethics and always uphold honesty and wisdom in making deeds."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>