Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133336 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shabrina Audinia
"ABSTRAK
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kesepian memiliki hubungan dengan gejala psikotik, tetapi mekanisme hubungan antara dua variabel masih belum banyak dipelajari. Peran skema negatif sebagai mediator diperiksa sementara gejala depresi dikontrol sebagai kovariat. Ada 463 peserta dari sampel masyarakat Indonesia yang mengisi kuesioner yang berisi Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik (AKPP) untuk menilai gejala psikotik, Skala Kesepian UCLA (ULS-8) untuk mengukur kesepian, Skala Skema Inti Singkat (BCSS) untuk menilai skema negatif, dan Angket Kesehatan Pasien (PHQ-9) untuk mengukur gejala depresi. Melalui analisis mediasi, hasil menunjukkan bahwa skema negatif memediasi hubungan antara kesepian dan gejala psikotik, baik positif (ab = 0,19, p <0,01, CI 95% [0,09, 0,30]), dan negatif (ab = 0,06, p <0,01, 95% CI [0,01, 0,12]). Semakin tinggi tingkat kesendiriannya, skema seseorang akan semakin negatif; semakin negatif skema, semakin tinggi tingkat gejala psikotik baik gejala positif maupun negatif. Selain itu, penelitian ini menjelaskan mekanisme kognitif dalam menerjemahkan efek kesepian menjadi gejala psikotik.

ABSTRACT
Previous studies have shown that loneliness has a relationship with psychotic symptoms, but the mechanism of the relationship between the two variables is still not widely studied. The role of the negative scheme as a mediator is examined while depressive symptoms are controlled as a covariate. There were 463 participants from a sample of Indonesians who filled out a questionnaire containing the Community Assessment of Psychotic Experiences (AKPP) to assess psychotic symptoms, the UCLA Loneliness Scale (ULS-8) to measure loneliness, the Short Core Scheme Scale (BCSS) to assess negative schemes, and Patient Health Questionnaire (PHQ-9) to measure symptoms of depression. Through mediation analysis, the results show that the negative scheme mediates the relationship between loneliness and psychotic symptoms, both positive (ab = 0.19, p <0.01, 95% CI [0.09, 0.30]), and negative (ab = 0.06, p <0.01, 95% CI [0.01, 0.12]). The higher the level of loneliness, one's scheme will be more negative; the more negative the scheme, the higher the level of psychotic symptoms both positive and negative symptoms. In addition, this study explains the cognitive mechanism in translating the effects of loneliness into psychotic symptoms.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulandari
"Pengalaman-menyerupai-psikotik (Psychotic-like experience/PLE) merupakan pengalaman serupa halusinasi/delusi, bersifat non – klinis, dan cukup umum ditemui pada populasi sehat. PLE muncul sebagai hasil dari interaksi aspek kognitif dan aspek emosi yang diketahui berfluktuasi secara cepat. Namun, penelitian longitudinal terdahulu kurang dapat menangkap fluktuasi tersebut karena jeda waktu antar pengukuran yang panjang. Selain itu, belum banyak penelitian mengenai mekanisme terbentuknya PLE pada kelompok dengan kerentanan biopsikososial tinggi. Penelitian ini akan menguji peran afek negatif sebagai mediator atas pengaruh skema negatif-mengenai-diri terhadap PLE pada anggota keluarga pasien psikosis. Sebanyak 36 individu berpartisipasi dalam pengambilan data secara Experience Sampling Method (ESM). Pada hari pertama, pengukuran mencakup gejala depresi (PHQ – 9), kecemasan (GAD – 7), dan psikotik (CAPE – 42). Pada hari kedua sampai kelima belas dilakukan pengukuran skema negatif (BCSS), afek negatif (Momentary Affect Scale), dan PLE (Index of PLE). Data harian dianalisis dengan Multilevel Mediation Modeling. Skema negatif-mengenai-diri ditemukan memprediksi PLE, b = 0,378, p < 0,001, dan afek negatif memediasi secara parsial hubungan kedua variabel tersebut, b = 0,401, 95% CI [0,2501; 0,5714]. Fluktuasi harian dari skema yang disertai dengan keberadaan afek negatif akan mendorong interpretasi maladaptif atas pengalaman sehari – hari, sehingga memicu PLE, yang pada keluarga pasien dapat dijelaskan melalui tingginya behavioral sensitization.

Psychotic-like experience (PLE) is hallucination/delusion – like experiences, nonclinical, and quite common in healthy normal population. PLE is shaped by the interplay of cognitive and emotional aspects which are found to be fluctuated in daily life. However, most of the longitudinal studies have yet to capture the dynamic, due to the longer time gap between measurements. Studies in higher-than-average genetic risk-group were also still limited. This study examines the role of negative affect as a mediator to the effect of negative-self schema on PLE in first-degree relatives of psychotic patients. Data was collected from 36 individuals using Experience Sampling Method (ESM). On the first day, depression (PHQ – 9), anxiety (GAD – 7), and psychotic symptoms (CAPE – 42) were measured. On day two until fifteen, daily measurements on negative-self schema (BCSS), negative affect (Momentary Affect Scale), and PLE (Index of PLE) were completed twice a day. Multilevel Mediation Modeling was performed to analyze the data. Negative-self schema was found to predict PLE, b = 0,378, p < 0,001, and this effect was partially mediated by negative affect, b = 0,401, 95% CI [0,2501; 0,5714]. Day-to-day fluctuation of negative-self schema accompany by negative affect would induce maladaptive interpretation which then result in the PLE symptoms. In first-degree relatives, vulnerability to PLE could be explained by behavioral sensitization."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shierlen Octavia
"ABSTRAK
Trauma masa kanak-kanak adalah faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan gejala psikotik. Berbagai penelitian telah menjelaskan mekanisme hubungan antara keduanya
variabel. Skema diri negatif, respons psikologis terhadap trauma dan diketahui memiliki
dampak pada tingkat gejala psikotik, dipostulatkan untuk memediasi dua variabel ini. Ini
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran skema negatif diri sebagai mediator antara masa kanak-kanak trauma dan gejala psikotik dengan mengendalikan gejala depresi sebagai kovariat. Itu Penelitian dilakukan pada 397 peserta (25,4% pria; Mage = 22,28, SD = 4,93).
Gejala psikotik diukur oleh Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik (AKPP), trauma masa kecil diukur dengan kuesioner berbasis laporan diri pada studi NEMESIS, dan skema negatif diri diukur dengan Skema Inti Singkat Timbangan (BCSS). Melalui analisis mediasi, hasilnya menunjukkan skema self-negative secara signifikan memediasi hubungan antara trauma masa kecil dengan positif gejala (ab = 0,08; SE = 0,04; 95% CI [0,01, 0,17]), serta gejala negatif dari gejala psikotik (ab = 0,08; SE = 0,03; 95% CI [0,03, 0,14]), dan juga langsung hubungan antara pengalaman traumatis masa kanak-kanak dan gejala positif juga
ditemukan. Ini menjelaskan pentingnya mempertimbangkan peran kognitif dalam menerjemahkan efek trauma masa kecil terhadap gejala psikotik.

ABSTRACT
Childhood trauma is a risk factor that influences the development of psychotic symptoms. Various studies have explained the mechanism of the relationship between the two
variable. Negative self schemes, psychological responses to trauma and are known to have
impact on the level of psychotic symptoms, postulated to mediate these two variables. This This study aims to examine the role of self-negative schemes as a mediator between childhood trauma and psychotic symptoms by controlling depressive symptoms as covariates. The study was conducted on 397 participants (25.4% male; Mage = 22.28, SD = 4.93). Psychotic symptoms were measured by the Community Assessment of Psychotic Experience (PPA), childhood trauma was measured by a self-report questionnaire based on the NEMESIS study, and a negative self-scheme was measured by the Short Core Scales Scheme (BCSS). Through mediation analysis, the results showed a self-negative scheme significantly mediated the relationship between childhood trauma with positive symptoms (ab = 0.08; SE = 0.04; 95% CI [0.01, 0.17]), as well as symptoms negative psychotic symptoms (ab = 0.08; SE = 0.03; 95% CI [0.03, 0.14]), and also a direct relationship between childhood traumatic experiences and positive symptoms as well
was found. This explains the importance of considering the cognitive role in translating the effects of childhood trauma on psychotic symptoms."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Ferdian Nugraha
"ABSTRAK
Nama : Ferry Ferdian NugrahaProgram studi : Farmakologi klinikJudul : Survei Penggunaan Antipsikotika Oral dan Haloperidol Dekanoat pada Pasien Skizofreniadi Instalasi Rawat Jalan Departemen Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Periode 1 Januari 2017 - 31 Mei 2018Terapi farmakologi dengan antipsikotika sampai saat ini merupakan salah satu pilihan utama dalam penatalaksanaan skizofrenia. Penelitian pada tingkat kepatuhan pasien untuk datang berobat, ketepatan dari pemilihan terapi, penentuan dosis terapi, lama terapi, efektivitas terapi, berapa banyak pasien yang mendapatkan terapi obat anti ekstrapiramidal, ketepatan dosis serta kombinasi dari penggunaan suntikan antipsikotik jangka panjang dan menilai berapa biaya yang dikeluarkan untuk terapi skizofrenia selama satu bulan serta analisa hubungan di poli jiwa rumah sakit Cipto Mangunkusumo belum pernah dilakukan. Penelitian retrospektif dengan menggunakan data rekam medis didapatkan 58 pasien yang dianalisis, di dapatkan data demografik terbanyak berjenis kelamin laki-laki 69 , usia 26 ndash;45 tahun 58,6 , belum menikah74,1 , jenjang pendidikan perguruan tinggi 1,7 , status tidak bekerja 36,2 , dan pasien dengan jaminan kesehatan nasional sebesar 75,9 , Data karakteristik klinik terbanyak pasien dengan diagnosis skizofrenia tipe paranoid sebesar 84,5 dengan lama menderita kelainan ini kurang lebih 5 tahun, tingkat kepatuhan dan remisi paling baik tampak pada pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotika oral. Data penggunaan obat di dapatkan cara pemberian monoterapi risperidon dan kombinasi haloperidol dengan klozapin, terapi obat anti ekstrapiramidal lebih dari 50 . Tidak ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan dan remisi, sedangkan tampak ada hubungan bermakna antara dosis dan remisi P=0,019 . Kejadian efek samping merupakan faktor yang bermakna mempengaruhi kepatuhan pasien untuk datang berobat P=0,005 .
ABSTRACT
AbstractName : Ferry Ferdian Nugraha Study Program : Farmakologi klinikTitle : A Survey of Oral Antipsychotic and Haloperidol Decanoate Long Acting Injection Usage in Out-Patient with Schizophrenia at Psychiatry Policlinic, Cipto Mangunkusumo Hospital in The Period of January 1, 2017 - May 31, 2018Pharmacological therapy with antipsychotics is currently one of the main options in the management of schizophrenia. There was no study about patient compliance rates to come for treatment, accuracy of therapy selection, therapy dosage determination, length of therapy, effectiveness of therapy, how many patients received anti-extrapyramidal drug therapy, dosage accuracy and combination of long-term use of antipsychotic injections, cost therapy assessment of schizophrenia for one month and analysis of the relationship in the Psychiatric Policlinic of Cipto Mangunkusumo Hospital.Retrospective study using medical record data obtained from 58 patients were analyzed. From demographic data, the majority of patients was men 69 , age 26-45 years 58,6 , single 74,1 , college education level 1,7 , unemployed status 36,2 , and national health insurance 75,9 . From clinical characteristic data, most patients were diagnosed with schizophrenia paranoid type 84,5 with duration of disorder was about 5 years. The level of compliance and remission is best seen in schizophrenia patients receiving oral antipsychotic therapy. From drug usage data, patients obtained monotherapy risperidon and combination therapy haloperidol and clozapine, anti-extrapyramidal drug therapy were more than 50 . There was no significant association between compliance and remission, while there was a significant association between dosage and remission P = 0.019 . The incidence of side effects was a significant factor which influenced patient compliance to come for treatment P = 0.005 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Faturamadhan
"Permasalahan kualitas tidur menjadi salah satu hal yang umum ditemui pada kelompok mahasiswa. Kualitas tidur buruk ditemukan berasosiasi positif dengan kesepian. Hal ini mengingat mahasiswa masih berada di tahapan perkembangan yang rentan terhadap munculnya kesepian. Mekanisme hubungan antara kesepian dan kualitas tidur diduga dimediasi oleh cara individu merespons terhadap pengalaman kesepian tersebut. Salah satu respons yang umum dilakukan oleh individu saat menghadapi kesepian adalah ruminasi atau memikirkan pengalaman suasana hati negatif secara berulang-ulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ruminasi sebagai mediator antara hubungan antara kesepian dan kualitas tidur pada mahasiswa Indonesia. Partisipan pada penelitian ini terdiri atas 124 mahasiswa strata 1 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia (M = 21,08; SD = 0,95). Alat ukur yang digunakan adalah UCLA Loneliness Scale version 3 untuk mengukur kesepian, Ruminative Response Scale Short Version untuk mengukur ruminasi, dan Pittsburgh Sleep Quality Index untuk mengukur kualitas tidur. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ruminasi terbukti secara signifikan berperan sebagai variabel mediator antara hubungan kesepian dan kualitas tidur pada mahasiswa (ab = 0,0198, 95% CI [0,0052, 0,0391]). Hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi kepada mahasiswa untuk mengadopsi respons yang lebih adaptif dalam menghadapi kesepian serta kepada perguruan tinggi dan tenaga kesehatan mental profesional untuk merancang intervensi yang dapat meminimalisasi tingkat kesepian dan ruminasi pada mahasiswa.

Sleep quality problems are common among university students. Poor sleep quality was found to be positively associated with loneliness. This is because students are still at a stage of development that is vulnerable to the emergence of loneliness. The mechanism of the relationship between loneliness and sleep quality is thought to be mediated by the way individuals respond to the experience of loneliness. One of the common responses made by individuals when facing loneliness is rumination or thinking about negative mood experiences repeatedly. This study aims to determine the role of rumination as a mediator in the relationship between loneliness and sleep quality in Indonesian university students. Participants in this study consisted of 124 undergraduate students from state and private universities in Indonesia (M = 21.08; SD = 0.95). The instruments used were the UCLA Loneliness Scale version 3 to measure loneliness, the Ruminative Response Scale Short Version to measure rumination, and the Pittsburgh Sleep Quality Index to measure sleep quality. The results of statistical analysis show that rumination is proven to significantly act as a mediator variable in the relationship between loneliness and sleep quality in college students (ab = 0.0198, 95% CI [0.0052, 0.0391]). The results of this study can be a recommendation for students to adopt more adaptive responses in dealing with loneliness and for universities and mental health professionals to design interventions that can minimize the level of loneliness and rumination in college students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Herdiana Putri
"Latar Belakang: Kesepian adalah perasaan negatif subyektif yang berhubungan dengan pengalaman pribadi seseorang dalam kurangnya hubungan sosial dan dialami oleh sepertiga lansia. Kesepian dapat menjadi faktor risiko terjadinya depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan terjadinya gangguan depresi pada lansia yang tinggal di panti sosial di Jakarta dan faktor-faktor yang memengaruhi kesepian.
Metode: Desain penelitian adalah kohort prosepektif selama tiga bulan (Juli-November 2023). Kesepian diukur dengan kuesioner De Jong Gierveld Loneliness Scale yang valid dan reliabel di Indonesia. Subyek penelitian adalah lansia berusia ≥ 60 tahun yang tinggal di panti sosial di Jakarta. Pemeriksaan dilakukan dua kali, yaitu awal dan akhir evaluasi. Hubungan antara kesepian dengan terjadinya gangguan depresi diuji menggunakan uji Chi-Square. Risk relative diuji menggunakan Chi Square dan untuk analisis faktor yang memengaruhi kesepian diuji dengan bivariat dan multivariat.
Hasil: Terdapat 21,5% (40 dari 186 subyek) lansia yang mengalami kesepian berat, yang berhubungan bermakna secara statistik (p=0,002) dengan terjadinya gangguan depresi. Lansia dengan kesepian berat memiliki risiko 2,36 kali menjadi gangguan depresi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesepian pada lansia yang tinggal di panti sosial adalah aktivitas rutin (p=0,004), alasan tinggal (p=0,006), lama tinggal (p=0,011), dan stresor psikososial (p=0,014).
Simpulan: Terdapat hubungan antara kesepian dengan terjadinya gangguan depresi pada lansia yang tinggal di panti sosial. Orang lansia dengan kesepian berat memiliki risiko menjadi gangguan depresi sehingga perlu dilakukan deteksi kesepian dan intervensi dengan membuat program aktivitas rutin di panti sosial untuk mencegah terjadinya gangguan depresi.

Background: Loneliness is a subjective negative feeling related to a person's personal experience of lack of social relationships and is experienced by one third of elderly people. Loneliness can be a risk factor for depression. This study aims to determine the relationship between loneliness and the occurrence of depressive disorders in elderly people living in social institutions in Jakarta and the factors that influence loneliness.
Methods: This research design is a prospective cohort within three months (July-November 2023). Loneliness was measured using the De Jong Gierveld Loneliness Scale questionnaire which is valid and reliable in Indonesia. The research subjects were elderly people aged ≥ 60 years who lived in social institutions in Jakarta. The examination was carried out twice, namely at the beginning and at the end of the evaluation. The relationship between loneliness and the occurrence of depressive disorders was tested using the Chi-Square test. Relative risk was tested using Chi Square and analysis of factors influencing loneliness was tested using bivariate and multivariate.
Results: There were 21.5% (40 of 186 subjects) of elderly people who experienced severe loneliness, which was statistically significantly related (p=0.002) to the occurrence of depressive disorders. Elderly people with severe loneliness have a 2.36 times risk of developing a depressive disorder. Factors associated with loneliness in elderly people living in social institutions were routine activities (p=0.004), reason for staying (p=0.006), length of stay (p=0.011), and psychosocial stressors (p=0.014).
Conclusion: There is a relationship between loneliness and the occurrence of depressive disorders in elderly people living in social institutions. Elderly people with severe loneliness are at risk of developing depressive disorders, so it is necessary to detect loneliness and intervene by creating routine activity programs in social institutions to prevent depressive disorders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Shafira Keumala
"Pada mahasiswa, depresi merupakan suatu hal yang sangat umum dialami. Bahkan, ditemukan 50% siswa sedang berusaha menyelesaikan Depresi kompilasi dimulai masa perkuliahan. Depresi merupakan suatu keadaan subjektif yang dapat dilakukan menimbulkan berbagai dampak, hingga pikiran untuk mengeluarkan diri. Penelitian ini Terkait dengan memahami hubungan kualitas pertemanan, kesepian, dan faktor demografis (jenis kelamin, angkatan, pengaturan tempat tinggal, dan fakultas) dengan depresi pada mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Sampel diambil dengan metode non probability sampling, dan diperoleh 230 partisipan. Alat ukur yang digunkaan adalah HSCL-25, de Jong-Gierveld Loneliness Scale, dan MFQ-FF. Analisis data dialakukan dengan chi-square, ANOVA satu arah, dan pikirkan pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Ada interaksi positif yang signifikan antara kesepian (kesepian emosional dan sosial kesepian) dengan depresi pada mahasiswa UI, (2) tidak ada pertimbangan yang signifikan antara kualitas pertemanan dengan depresi pada mahasiswa UI, dan (3) tidak terkait dengan yang signifikan antara faktor demografis (jenis kelamin, angkatan, mengatur tempat tinggal, dan fakultas) dengan depresi pada Mahasiswa UI.

Depression is a common thing for students. In fact, 50% of students start get depressed once they start their studies. Depression is subjective conditions that can have many effects, including the idea of ​​suicide. This lesson aims to find out the relationship between the qualities of friendship, loneliness, and demographic factors (gender, class or group, housing arrangement, and faculty) and depression in University of Indonesia (UI) students. The sample is selected by the non-probability sampling method, of which 230 participants were present was obtained. The measuring instruments used in this study are as follows HSCL-25, de Jong-Giervelds Lonely Scale, and MFQ-FF. Data analysis is performed using chi-square correlation, one-way ANOVA, and Pearson. Results research shows that; (1) there is a significant positive correlation between lonely (emotional and social), (2) there is no significant correlation between the quality of friendship and depression in UI students, and (3) nothing significant correlation between demographic factors (gender, class or group, housing) settings, and faculty) and depression in UI students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Husna Bukhari
"Pandemi COVID-19 yang terjadi mulai tahun 2020 merupakan masa yang penuh tekanan bagi kehidupan manusia. Salah satu dampaknya adalah kenaikan persentase individu yang mengalami gejala depresi. Dalam mencegah dan menanggulangi gejala depresi, diperlukan pengetahuan mengenai faktor apa saja yang berhubungan dengan munculnya gejala depresi. Pada penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kemampuan regulasi emosi dengan gejala depresi, disertai dengan peran psychological inflexibility sebagai variabel mediator. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, dengan 342 partisipan berusia 18-25 tahun (M=20,66) yang merupakan penduduk Indonesia. Data diambil dengan menggunakan alat ukur PERCI, PHQ-9, dan AAQ-II secara daring dengan metode convenience sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan regulasi emosi memprediksi timbulnya gejala depresi. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa psychological inflexibility berperan memediasi sebagian hubungan antara regulasi emosi dengan gejala depresi. Implikasi penelitian ini adalah bertambahnya pengetahuan akan pentingnya meningkatkan kemampuan regulasi emosi dan mengurangi terjadinya psychological inflexibility dalam upaya mencegah dan menanggulangi timbulnya gejala depresi.

The COVID-19 pandemic that began in 2020 is a stressful time for human life, one of which is the increase in the percentage of individuals experiencing symptoms of depression. In preventing and overcoming depressive symptoms, it is necessary to know what factors are associated with the emergence of depressive symptoms. In this study, the researchers aimed to determine the relationship between the level of emotion regulation ability and the symptoms of depression, accompanied by the role of psychological inflexibility as a mediator variable. This study is a correlational study, with 342 participants aged 18-25 years (M=20.66) who are Indonesian residents. Data were taken online using the PERCI, PHQ-9, and AAQ-II measuring instruments with the method of convenience sampling. The results showed that emotion regulation triggers the onset of depressive symptoms. In addition, the study also found that psychological inflexibility partially mediated the relationship between emotion regulation and depressive symptoms. Implications of this study are the increased knowledge of the importance in improving emotion regulation abilities and reducing psychological inflexibility as an effort to prevent and overcome depressive symptoms."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Alviananda
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran college adjustment sebagai mediator dalam hubungan antara loneliness dan distress pada mahasiswa baru Universitas Indonesia. Partisipan dari penelitian ini merupakan 255 mahasiswa baru Universitas Indonesia yang mencakup mahasiswa Rumpun Sosial Humaniora, Sains dan Teknologi, serta Rumpun Kesehatan yang baru berkuliah selama 1 hingga 3 bulan. Pengambilan data dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh tim peneliti Fakultas Kedokteran pada bulan September hingga November 2019. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa loneliness dapat memprediksi seluruh dimensi college adjustment, yakni academic adjustment, social adjustment, personal-emotional adjustment, dan institutional adjustment. Selain itu, dua dimensi college adjustment, yakni academic adjustment dan personal-emotional adjustment, ditemukan dapat memprediksi distress. Hal ini menunjukkan bahwa academic adjustment dan personal-emotional adjustment memediasi hubungan antara loneliness dan distress secara parsial. Meski sebagian dari hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan temuan-temuan terdahulu. Hal ini mungkin terjadi karena adanya peran variabel lain dalam mekanisme mediasi antara loneliness dan distress serta adanya pengaruh waktu, salah satunya pengambilan data yang dilakukan pada 3 bulan pertama perkuliahan, yang mana mahasiswa baru mungkin masih merasakan euphoria dan rasa senang telah diterima di perguruan tinggi yang diidamkannya. Peneliti memiliki beberapa saran bagi penelitian-penelitian selanjutnya, di antaranya adalah melakukan penelitian longitudinal, menjadikan tempat tinggal, asal daerah, rumpun ilmu, dan fakultas mahasiswa sebagai salah satu variabel yang dikontrol, serta mempertimbangkan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi loneliness, college adjustment, dan distress mahasiswa baru.

his study aims to identify the role of college adjustment as a mediator between loneliness and distress among freshmen in Universitas Indonesia. Participants of this study (n = 255) are freshmen from Social Science and Humanity Program, Science and Technology Program, as well as Medical Science Program that have only studied in UI for 1 until 3 months. Data are gathered along with the health check up done by the research team from Faculty of Medicine ranging from September until November of 2019. This study shows that loneliness is a significant predictor of academic adjustment, social adjustment, personal emotional adjustment, and institutional adjustment. Furthermore, two dimensions of college adjustment, namely academic adjustment and personal-emotional adjustment, significantly predict distress. These results show that academic adjustment and personal-emotional adjustment partially mediate the relationship between loneliness and distress. Some findings of this study are parallel to previous findings, but some are contradictory. This might be caused by the role of other variables in mediating the relationship between loneliness and distress as well as the effect of time, in which freshmen who have just studied for 1 to 3 months may still experience euphoria and happiness from getting accepted to their dream university. For future research purposes, the author suggests to do a longitudinal research, consider participants residence, city of origin, and faculty as a controlled variable, and consider other variables that may affect freshmen’s loneliness, college adjustment, and distress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Maryam Purboningsih Mudaffar Syah
"Terlepas dari pengalaman yang menghibur, penggunaan TikTok memiliki sejumlah konsekuensi yang merugikan bagi kesehatan mental penggunanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji korelasi antara kesepian, neurotisisme, dan penggunaan TikTok. Penelitian ini memiliki 381 partisipan dan data dikumpulkan dari survei online yang dikirim melalui media sosial, email, dan kontak pribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara konsumsi TikTok dan hubungannya terhadap kesepian dan neurotisme. Implikasi praktis dari temuan ini sangat penting karena banyak pengguna TikTok mungkin tidak sepenuhnya mengenali bagaimana kesepian dan neurotisisme dapat memengaruhi konsumsi TikTok. Memahami implikasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran di antara pengguna dan mempromosikan penggunaan TikTok yang terinformasi, yang berpotensi mengarah pada peningkatan kesejahteraan mental di antara audiensnya.

Despite the entertaining experience, TikTok usage has a number of detrimental consequences for its users’ mental health. The purpose of this study was to examine the correlation between loneliness, neuroticism, and TikTok usage. The study had 381 participants and data was collected from online surveys sent via social media, email, and personal contact. The results showed that there is a correlation between TikTok consumption and its relationship to loneliness and neuroticism. The practical implications of these findings are significant as many TikTok users may not fully recognize how loneliness and neuroticism can impact TikTok consumption. Understanding these implications is crucial to raising awareness among users and promoting informed TikTok usage, potentially leading to improved mental well-being among its audience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>