Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144502 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joshua Hezer
"Dilema etis merupakan hal yang dialami setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Saat menghadapinya, pengambilan keputusan yang tidak etis dapat merugikan berbagai pihak. Salah satu hal yang berperan dalam proses pengambilan keputusan etis adalah persepsi mengenai etika yang dimiliki oleh seorang individu. Di sisi lain, nilai yang dipegang seseorang juga diduga dapat memperkuat persepsi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang dimiliki social consensus dan moral judgment, serta pengaruh moderasi conformity pada hubungan tersebut.
Hasil analisis terhadap 86 karyawan umum menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan pada hubungan antara social consensus dan moral judgment. Namun, hasil analisis untuk moderasi menunjukan conformity tidak memoderasi hubungan tersebut. Hasil penelitian ini memiliki implikasi saran pada perusahaan untuk membangun budaya etis sehingga dapat meningkatkan perilaku etis. Penelitian ini juga menambah pengetahuan mengenai hubungan social consensus dan moral judgment, serta pengaruh conformity dalam pengambilan keputusan etis pada karyawan secara umum.

People deal with ethical dilemma in everyday life. In dealing with ethical dilemma, unethical decision making could damage various parties. One of the leading role in ethical decision making process is the perception regarding ethic within a person. Moreover, personal value is also expected to strengthen ethical perception. This study intended to discover the relationship between social consensus and individuals moral judgment, and the moderation effect of conformity.
86 employees participated in the study and showed a positive and significant relationship between social consensus and individuals moral judgment. However, the moderation analysis result did not show that conformity could serve as a moderator in the relationship. The result had suggestion implication for companies to build a culture of ethic to increase ethical decision making. Furthermore, it also added up the knowledge about relationship between social consensus and individuals moral judgment, and the influence of conformity in ethical decision making on employees.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nolia Nurcahyati
"Keputusan moral karyawan memiliki peran penting yang dapat memprediksi perilaku etis karyawan. Keputusan moral karyawan dipengaruhi oleh pandangan masyarakat mengenai norma yang berlaku dalam lingkungannya serta karyawan yang lebih mindful dapat membuat dirinya lebih sadar akan adanya norma dan membuat keputusan yang lebih etis.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran mindfulness trait sebagai moderator terhadap hubungan antara konsensus sosial dan keputusan moral dengan melibatkan 90 karyawan.
Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara konsensus sosial dengan keputusan moral. Akan tetapi, hasil analisis regresi menunjukkan bahwa mindfulness trait tidak memoderasi hubungan antara konsensus sosial dengan keputusan moral.
Hasil penelitian ini memberikan wawasan bagi perusahaan, instansi atau organisasi untuk menciptakan lingkungan etis karena dapat memengaruhi penilaian karyawan. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menambah literatur mengenai konsensus sosial dan mindfulness trait yang memengaruhi pengambilan keputusan etis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Anistya Nurfaiza
"Menanggapi masalah moral dengan cara yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak yang merugikan berbagai pihak. Dalam menyelesaikan masalah moral di tempat kerja, individu sering kali menggunakan jalan pintas untuk mengurangi ketidakpastian dengan mengikuti standar sosial yang ada. Mereka cenderung untuk menjaga hubungan yang harmonis dan menghindari penyelesaian konflik yang akan merusak hubungan dalam kelompok. Akan tetapi, sense of power diduga dapat membuat individu menolak pengaruh lingkungan dalam menjalankan kehendaknya dalam arti mereka dapat melakukan sesuatu berdasarkan pilihannya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara social consensus dan moral judgment serta pengaruh moderasi sense of power.
Hasil analisis korelasi pada 128 karyawan umum menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara social consensus dan moral judgment. Di sisi lain, hasil analisis moderasi tidak menunjukkan bahwa sense of power dapat menjadi alasan individu berbeda dari lingkungannya. Hasil penelitian mengimplikasikan anjuran bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan etis dalam rangka menekan perilaku tidak etis di tempat kerja. Lebih dari itu, penelitian ini menambah pengetahuan mengenai sense of power dalam ranah pengambilan keputusan etis.

Responding to moral problems in an inappropriate way could have a detrimental effect on other people. To solve moral problems in the workplace, people often use an easy way to avoid ambiguity by following existing social consensus. As an individual, they then tend to maintain harmonious relationships and avoid resolving conflicts that would harm the relationship in a group setting. However, with sense of power, it was argued that individuals could resist social influences in carrying out their will in a sense that they could do things based on their personal preferences. This study aimed to investigate the relationship between social consensus and individuals' moral judgment and the moderation effet of sense of power.
There were 128 employees involved in the study and the correlation analysis result showed that there was a positive and significant relationship between social consensus and moral judgment. However, the moderation analysis result did not show that sense of power would serve as a reason on why an individual might deviate from their society. The results implied recommendation for companies to create an ethical environment to suppress unethical behavior in the workplace. Moreover, it also added up our knowledge about sense of power in influencing ethical decision making.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arung Samudra Adam
"Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kedalaman atau sofistikasi pemahaman seseorang mengenai politik memainkan peran penting dalam konsistensi antara nilai-nilai moral yang dipegangnya dengan berbagai ideologi dan sikap politik yang diekspresikan. Studi ini meneliti hubungan antara dua motif moral mengikat dan tiga orientasi politik serta bagaimana sofistikasi politik memengaruhi asosiasi tersebut. Sebanyak 112 mahasiswa Universitas Indonesia mengisi kuesioner motif moral, orientasi politik dan sofistikasi politik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif keteraturan sosial berhubungan positif dengan orientasi konservatif dan fundamentalis sedangkan motif keadilan sosial berhubungan negatif dengan orientasi kapitalis. Sofistikasi politik juga ditemukan meningkatkan hubungan ini positif antara motif keteraturan sosial dengan orientasi konservatif dan orientasi fundamentalis. Meskipun demikian, sofistikasi politik tidak ditemukan memainkan peran moderasi pada hubungan negatif antara motif keadilan sosial dan orientasi kapitalis.

Various studies show that the depth or sophistication of one 39 s understanding of politics play an important role in how one 39 s moral values correspond to his or her expressed political ideology or attitudes. This study investigate how one 39 s political sophistication affects the association between morality and political orientation. 112 students answered in person and online questionnaires designed to measure their binding moral motives, political orientation and political sophistication.
Results show that the moral motive of social order is strongly and positively correlated with socially conservative and religiously fundamentalist orientations while the moral motive of social justice correlates negatively to economically capitalistic orientation. Political sophistication also strengthens the positive correlation between the moral motive of social order and conservative and fundamentalist orientations but not the negative correlation between the moral motive of social justice and capitalistic orientation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Nur Ardhy
"Interaksi antara religiositas dan ideologi politik dapat memprediksi tingkat kebahagiaan, akan tetapi hubungan ini hanya terjadi pada konteks tertentu. Penelitian ini ingin menguji pengaruh interaksi antara ideologi politik dan religiositas terhadap kebahagiaan pada konteks Indonesia. Sebanyak 219 partisipan yang merupakan mahasiswa turut serta dalam penelitian ini. Hasil utama penelitian menemukan bahwa religiositas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kebahagiaan B = 0,14, p0,05; B = 0,00, p>0,05 . Hasil tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi religiositas maka semakin tinggi pula kebahagiaan individu. Sementara itu, ideologi politik tidak memiliki pengaruh moderasi terhadap hubungan antara religiositas dan kebahagiaan.

The interaction between religiosity and political ideology has been found to be able to predict happiness level. However, this relationship only occurs in certain contexts. This study wanted to examine the interaction effect between political ideology and religiosity on happiness in Indonesian context. 219 students of University of Indoneisa participated in this study. The main results of the study found that religiosity had a positive and significant effect on happiness B 0.14, p 0.05 B 0.00, p 0.05 . These results indicate that the higher the religiosity the higher the happiness of the individual. Meanwhile, political ideology has no effect on moderating the relationship between religiosity and happiness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Adhandayani
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan konformitas dan trait impulsif sebagai mediator dalam hubungan trait ekstraversi terhadap kecenderungan pembelian impulsif secara daring dalam populasi dewasa muda. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional, retrospektif dan non-eksperimental. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah orang berusia 20-40 tahun, sudah berpenghasilan, memiliki gawai, dan pernah melakukan pembelian daring minimal 1 kali. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keempat variabel dalam penelitian ini adalah International Personality Item Pool (IPIP-NEO) short version 120 item (Goldberg, 1999); Momentary Impulsive Scale (Tomko, Carpenter, Brown, Solhan, Jahng, Wood dan Trull, 2014); Conformity Scale (Mehrabian dan Stefl, 1995) yang telah diadaptasi oleh Saidah (2016) dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun Sulistiowati (2015). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 670 orang. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi melalui program PROCESS model 4, yaitu mediasi paralel.
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa baik konformitas maupun trait impulsif berperan secara signifikan (p < 0.01) sebagai mediator antara trait ekstraversi dan kecenderungan pembelian impulsif secara daring. Meskipun terjadi mediasi sempurna pada model yang diajukan, namun nilai koefisien jalur a dan a1 yang negatif mengakibatkan hipotesis tidak diterima karena jalur mediasi yang tidak searah. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi trait ekstraversi seseorang, maka semakin rendah konformitas dan trait impulsif yang ia miliki, sehingga berpengaruh terhadap tingginya tingkat kecenderungan pembelian impulsif secara daring pada seseorang.

This study aims to find the role of impulsive conformity and trait as a mediator in the relationship of extraversion and online impulsive buying tendency in early adulthood. This research is a quantitative study with a cross-sectional, retrospective and nonexperimental design. Characteristics of the participants of this study were people aged 20-40 years, had income, had a device like smartphone or laptop, and had made purchase at online stores at least once. The instrument used to measure the four variables in this study are 120 items-short version of the International Personality Item Pool (IPIP-NEO) (Goldberg, 1999); Momentary Impulsivity Scale (Tomko, Carpenter, Brown, Solhan, Jahng, Wood and Trull, 2014); Conformity Scale (Mehrabian and Stefl, 1995) which has been adapted by Saidah (2016) and the Impulsive Buying Tendency Scale compiled by Sulistiowati (2015). Participants in this study amounted to 670 people. This study using PROCESS as a regression analysis in model template 4 to analyze simple mediation or parallel mediation model.
Based on the results, it was found that both conformity and impulsivity trait had a significant role (p < 0.01) as mediators between extraversion trait and the online impulsive buying tendency. Despite of model is perfect mediation, the model is not supported by hypothesis. It caused by negative score in coefficient value on proposed model. Accordingly, this model can be interpreted as the higher the extraversion in people, the lower the conformity and impulsivity trait they had, so it influences the high level of online impulsive buying tendency on them.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Madenda Ruhan Ismullah Irawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara evaluasi diri dan keputusan moral (keputusan altruistis vs. keputusan egoistis).Evaluasi diri adalah penilaian individu terhadap diri serta kemampuan yang dirinya miliki serta bagaimana individu melihat dirinya secara keseluruhan (Packer, 1985). Keputusan moral adalah pengambilan keputusan ketika terdapat situasi konflik moral yang menuntut individu untuk memilih salah satu dari alternatif pilihan penyelesaian konflik (Thornberg, 2007). Penelitian dilakukan pada 155 partisipan (90 perempuan, 65 laki-laki; M=23,76 tahun, SD=3,79 tahun). Evaluasi diri diukur menggunakan Core Self Evaluation Scale (Judge dkk., 2003). Sementara keputusan moral diukur menggunakan Everyday Moral Conflict Situation Scale (Singer, 2019). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara evaluasi diri dengan keputusan moral (r=-0,149, p<0,05).

This study aims to examine the relationship between self evaluation and moral decision (altruistic vs. egoistic) in Indonesia. Self Evaluation is how an individual evaluate themself and his own abilities and how they see themself as a whole (Packer, 1985). Moral decision is a form of decision made by someone when they faced a moral conflict situation and forced to choose one out of other alternatives in order to solve the conflict (Thornberg, 2007). This study was conducted on 155 adult participants (90 females, 65 males; M=23,76 years old SD=3,79 years old). Self evaluation is measured with Core Self Evaluation Scale (Judge dkk., 2003) while moral decision is measured with Everyday Moral Conflict Situation Scale (Singer, 2019). The result of this research shown that there is a significant negative correlation between self evaluation and moral decision (r=-0,149, p<0,05.)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Martini Puteri
"Menurut teori moral credential penghukuman terhadap pelaku pelanggaran ditentukan oleh domain pelanggaran. Penelitian ini membuktikan bahwa moral credential berupa keringanan hukuman terjadi pada kondisi pelanggaran dengan korban yang tidak terlihat jelas invisible victim dan penghukuman menguat pada pelanggaran dengan visible victim. Penelitian terdiri dari 4 studi yang melibatkan 893 partisipan dengan metode mixed methods, qual-Quant. Tiga penelitian kuantitatif dilakukan dengan population based-survey experiment yang membandingkan pelanggaran gratifikasi korban tidak terlihat jelas vs korban terlihat jelas , ngebut korban tidak terlihat jelas vs korban terlihat jelas . Prosedur partisipan diberi narasi tugas mulia Polisi/Dokter/Guru kondisi moral credential , selanjutnya ditugaskan memberikan penghukuman pidana yang tepat terhadap vignette pelanggaran menerima gratifikasi, dan memberi reaksi sosial terhadap pelanggaran ngebut. Pelanggaran di domain yang berbeda terbukti bahwa moral credential berpengaruh pada keringanan penghukuman pidana hanya pada pelanggarn dengan korban yang tidak terlihat jelas invisible victim , dan moral credential melemah pada pelanggaran dengan korban yang terlihat jelas visible victim sehingga pelaku dihukum berat. Polisi yang menerima gratifikasi dengan korban dihukum lebih berat oleh pengamat dan kelompoknya, akan tetapi secara sosial pelaku tetap dipandang sebagai orang bermoral dan profesional. Tingkat identifikasi sosial dan nilai berbuat baik tidak terkonfirmasi secara statistik, tetapi perbedaan profesi berperan sebagai moderator. Penghukuman anggota Polisi didasarkan pada mekanisme Black Sheep Effect BSE , sedangkan penghukuman kelompok Dokter menggunakan mekanisme Devil Protection Effect DPE . Kontribusi dan implikasi teori dijelaskan dalam diskusi.

According to moral credential theory, the punishment of offenders is decided by the domain of offenses. This research attempts to prove that moral credential, in the form of punishment leniency, happens in offenses with invisible victims, while stronger punishment appears in offenses with visible victims. This research consists of four studies, involving 893 participants with mixed methods qual rarr;Quan. Three quantitative research used population based-survey experiment, comparing gratification offenses invisiblet victims vs. visible victims and speeding invisiblet victims vs. visible victims . Narratives on the honorable duty of Police/Doctors/Teachers are given in participant rsquo;s procedure, followed with a task to give proper criminal punishment to the vignette of gratification offenses, and social reactions to speed violations. Offenses in the different domain proved that moral credential affected leniency in criminal punishment, only in offenses with invisible victims, while moral credential weakened in offenses with visible victims, resulting in heavier punishment for the offenders. Police who received gratifications with the victim is punished heavier by observers and his/her group. However, the offender is still seen as a moral and professional person. Social identification and meaning of good deeds are not confirmed statistically, but the different of job type consider as moderator. Punishment of Police is based on the Black Sheep Effect BSE mechanism, while the punishment of Doctors is using Devil Protection Effect DPE mechanism. Contributions and implications of the theory are explained in discussion."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2531
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Purwaningtias
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepemimpinan inklusif dan pro-social rule breaking (PSRB) yang dimoderasi oleh gender. Mengacu pada role theory, perempuan dan laki-laki cenderung menunjukkan perilaku yang berbeda dalam situasi sosial, termasuk dalam konteks lingkungan kerja. Perempuan lebih diasosiasikan dengan perilaku komunal seperti peduli dan berorientasi sosial, sedangkan laki-laki lebih diasosiasikan dengan perilaku agentic seperti kompetitif dan berfokus pada pencapaian. Perbedaan ini mengakibatkan adanya kemungkinan bahwa perempuan dan laki-laki dapat memiliki preferensi yang berbeda dalam memunculkan perilaku konstruktif di tempat kerja, termasuk ketika mereka mempersepsikan bahwa pemimpinnya menampilkan gaya kepemimpinan inklusif. Partisipan dalam penelitian ini merupakan karyawan perusahaan pada industri hospitality di Indonesia (N = 193). Data diperoleh menggunakan survei daring dengan cara convenience sampling, dan dianalisis menggunakan bantuan PROCESS versi 4.0 oleh Hayes (2013) pada software SPSS versi 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan inklusif memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan PSRB. Hasil penelitian juga menunjukkan gender memoderasi hubungan antara kepemimpinan inklusif dengan PSRB, dimana hubungan antara kepemimpinan inklusif dan PSRB negatif dan signifikan pada partisipan laki-laki, dan hubungan kepemimpinan inklusif dan PSRB menjadi positif tetapi tidak signifikan pada partisipan perempuan.

This research aims to investigate the relationship between inclusive leadership and pro-social rule breaking (PSRB) that is moderated by gender. Based on role theory, women and men tend to behave in different ways in social situations, including in the context of working environment. Women are more likely to be associated with communal behavior, such as caring and socially oriented, whereas men are more likely to be associated with agentic behavior, such as competitive and achievement oriented. These differences lead to the possibility that women and men may have different preferences in eliciting constructive behavior in the workplace, including when they perceive that their leader displays an inclusive leadership style. The participants of this study are employees of hospitality industry in Indonesia (N = 193). Data was obtained using an online survey with convenience sampling technique, and analyzed using the help of PROCESS version 4.0 by Hayes (2013) on SPSS software version 25. The results of this study showed that inclusive leadership had a negative and significant relationship with PSRB. The results also showed that gender moderates the relationship between inclusive leadership and pro-social rule breaking, where the relationship between inclusive leadership and PSRB is negative and significant for male participant, and the relationship between inclusive leadership and PSRB become positive but not significant for female participant."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>