Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novia Meizura
"Globalisasi finansial telah memungkinkan pergerakan modal lintas batas negara secara bebas (free movement of capital), sehingga fenomena aliran modal masuk dan keluar dari suatu negara baik secara legal maupun ilegal telah menjadi realitas perekonomian dunia. Pasca terungkapnya aset Warga Negara Indonesia di berbagai jurisdiksi tax havens melalui Panama Papers dan Paradise Papers, Pemerintahan Joko Widodo melihat bahwa terdapat potensi pajak dan investasi di luar jurisdiksi Indonesia yang luput dari pantauan pemerintah. Kebutuhan negara akan pendapatan pajak dan investasi demi merealisasikan program prioritas nasional berupa pembangunan infrastruktur mendorong pemerintah untuk membentuk kebijakan Tax Amnesty dengan tujuan utama menghasilkan repatriasi. Repatriasi merupakan penarikan aset milik wajib pajak yang berada di luar jurisdiksi negara tersebut untuk diinvestasikan pada instrumen di dalam negeri yang telah ditentukan oleh pemerintah. Repatriasi dalam kebijakan Tax Amnesty 2016-2017 yang diambil Indonesia di tengah realitas globalisasi finansial mengalami kegagalan pemenuhan target. Meskipun pada tingkat internasional didukung dengan adanya rencana penerapan Automatic Exchange of Information dan pada tingkat domestik terdapat kesiapan administratif yang matang, namun hasil repatriasi hanya memenuhi 14,7% dari target pemerintah. Tulisan ini kemudian berusaha mengidentifikasi sebab-sebab kegagalan kebijakan repatriasi dengan menggunakan kerangka Macro-Framework Analysis of Foreign Economic Policy dan konsep Adaptive Partnership yang dikemukakan oleh Christopher Dent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan pemenuhan target repatriasi disebabkan oleh ketidakmampuan aktor negara untuk membentuk kerja sama yang baik dengan pemilik modal dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi di era globalisasi.

Financial globalization has made free movement of capital across the boundaries possible, therefore the phenomenon of capital inflows and capital outflows - both legal and illegal - has become a normal reality of world economy. After the disclosure of Indonesian citizens` assets in various tax havens jurisdictions through the Panama Papers and Paradise Papers, Joko Widodo Government saw the potential of taxes and investments outside of Indonesia`s jurisdiction which escaped government monitoring. The country`s dire need for tax and investment to realize national priority program - infrastructure development - has prompted the government to develop a Tax Amnesty policy with the main objective of generating capital repatriation. Capital repatriation is defined as the withdrawal of capital owned by taxpayers and is located outside the jurisdiction of their country to be invested in domestic instruments previously determined by the government. However, repatriation in Tax Amnesty policy 2016-2017 taken by Indonesia in the midst of financial globalization had failed to fulfill government target. Although at the international level it is supported by the plan to implement the Automatic Exchange of Information and at the domestic level there is is sufficient administrative readiness, the result of repatriation only met 14,7% of the government target. This paper then attempts to identify the causes of the failure of repatriation policy using Macro-Framework Analysis of Foreign Economic Policy and the concept of Adaptive Partnership introduced by Christopher Dent. The result of this study indicates that the failure to fulfill repatriation target is caused by the inability of state actor to form good cooperation with capital actors in implementing economic policies at the era of globalization"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Ramadhan Abdullah
"Tax amnesty adalah kebijakan yang menghapus pokok pajak yang terutang dan sanksinya. Tujuan dari pengampunan pajak adalah untuk memperoleh dana sebagai penerimaan APBN dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak di masa yang akan datang. Terdapat dua hal dalam tax amnesty yaitu deklarasi aset dan repatriasi aset. Deklarasi aset Indonesia menjadi yang tertinggi diantara negara-negara lain. Namun, repatriasi aset Indonesia justru sebaliknya. Repatriasi aset bertujuan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia yang menjadi harapan besar bagi Indonesia dalam meningkatkan penerimaan negara. Repatriasi aset Indonesia hanya berhasil mendapatkan dana sebesar 147 Triliun dari 1000 Triliun target yang telah ditetapkan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan tax amnesty di tahun 2016 dalam upaya repatriasi aset dari luar negeri ke dalam negeri. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist untuk menganalisis hubungan sebab akibat bagaimana keefektifan program dan faktor yang mendukung tax amnesty atas repatriasi aset di Indonesia dan diperkaya dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan repatriasi aset ditinjau dari teori Riant Nugroho (2012:107) menggambarkan bahwa kebijakan repatriasi aset di Indonesia kurang efektif.

Tax amnesty is a policy that eliminates the principal tax payable and the sanctions. The purpose of tax amnesty is to obtain funds as state budget revenues and improve taxpayer compliance in the future. There are two things in tax amnesty, namely asset declaration and asset repatriation. Indonesia's asset declaration is the highest among other countries. However, the repatriation of Indonesian assets is just the opposite. Asset repatriation aims to improve the investment climate in Indonesia, which is a big hope for Indonesia in increasing state revenues. The repatriation of Indonesian assets only managed to get funds of 147 trillion from the 1000 trillion target that had been set. This study aims to determine the effectiveness of the implementation of tax amnesty in 2016 in an effort to repatriate assets from abroad to domestic. This study uses post-positivist approach to analyze the causal relationship between program effectiveness and the factors that support tax amnesty on asset repatriation in Indonesia and enriched with data collected through in- depth interviews and literature studies. The results of this study indicate that the effectiveness of the asset repatriation policy in terms of the theory of Riant Nugroho (2012:107) illustrates that the asset repatriation policy in Indonesia is less effective."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adya Cintya Daniswara
"Pemerintah melalui program kebijakan pengampunan pajak yang mulai diundangkan pada Juli 2016, memiliki tujuan untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur yang mana membutuhkan dana yang besar. Dalam program kebijakan pengampunan pajak ini sendiri terdapat opsi untuk melakukan repatriasi aset di luar negeri yang juga berkewajiban untuk melakukan investasi dana hasil repatriasi aset tersebut dengan tujuan agar pembangunan infrastruktur dapat dilakukan dengan kekuatan dari dalam negeri Indonesia sendiri.
Skripsi ini membahas tentang kedudukan repatriasi aset dalam undang ndash; undang pengampunan pajak serta pertimbangan dan hambatan Wajib Pajak untuk melakukan repatriasi aset sehingga mempengaruhi realisasi repatriasi aset dalam rangka kebijakan pengampunan pajak ini. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan studi lapangan dan studi pustaka.
Hasil penelitian ini bahwa repatriasi aset memang bagian dalam kebijakan pengampunan pajak namun bukan yang utama. Terbukti dengan meskipun realisasinya kecil, namun penerimaan uang tebusan secara keseluruhan mencapai setengah dari target pada periode pertama pengampunan pajak.

Tax Amnesty program which held by Indonesia Government is aimed to gain revenue to support the accelerated of infrastructure development program. There are two option on Tax Amnesty program there are asset declaration or asset repatriation. If Tax Payer choose asset repatriation, the amount of repatriation should be invested in Indonesia. This is connected with the aimed of this program which is to support the accelerated of infrastructure development program. Government wants to do that program by the strenght from the local resident.
This thesis is about standing point of the asset repatriation itself on the Tax Amnesty Law and Tax Payer rsquo s consideration for choosing asset repatriation and how it take effect on the realization of asset repatriation. This research conducted qualitative approach and the data collection through field research and literature studies.
The result of this research is we should remember that asset repatriation is not the main topic of Tax Amnesty program, this is a part of Tax Amnesty program. So, even if on the first period of Tax Amnesty program the realization of asset repatriation is not as good as asset declaration but the fact is overall the realization of Tax Amnesty program is almost reach the target on the first period.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alannuri Fahmi
"Kebijakan tax amnesty Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional melalui repatriasi aset. Namun, realisasi target repatriasi hanya 14,7 dari target 1.000 T. Pelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi dan masalah yang muncul dalam repatriasi aset pada kebijakan tax amnesty di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi repatriasi aset pada kebijakan tax amnesty masih belum berjalan dengan baik karena perbedaan disposisi mengenai tujuan utama tax amnesty, ketidakjelasan komunikasi atas perbedaan pemahaman sosialisasi di awal periode I, komunikasi yang tidak konsisten akibat tidak fokus dalam menentukan target. Dalam implementasi muncul masalah-masalah penghambat yaitu situasi politik yang tidak stabil, instrumen investasi yang kurang menarik, desain kebijakan yang kurang mendukung, kesalahan dalam penentuan target, dan pengaruh pihak luar negeri.

Indonesian tax amnesty aims to boost economic growth and national development through assets repatriation. However, the realization of asset repatriation is only 14,7 of the target 1.000 T. The purpose of this reseacrh is to analize the implementation and the problems arisen in the assets repatriation of tax amnesty policy in Indonesia. This research conducted by qualitative approach with deep interview. The result of this research show that implementation of assets repatriation is not working properly because there are differences about disposition concerning the main purpose of assets repatriation between Government and Tax Authority, the unclarity of communication agains differences of understanding in the early periode, inconsistency of communication that is caused by unfocuses within determining the target. Furthermore, there are some problems faced in the implementation of assets repatriation invole unstable politics situation, unattractive instrument of investment, and influence of foreign parties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69861
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla Azzahra Jayputri
"Kegiatan ekonomi antar negara membukakan pintu para investor untuk dapat menanamkan investasinya di negara lain. Seiring dengan meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi internasional, terbuka besar kemungkinan munculnya masalah kepailitan lintas negara. Maka dari itu, instrumen hukum kepailitan di sebuah negara harus ditingkatkan. Dalam menghadapi masalah kepailitan lintas negara, beberapa negara telah mencari jalan keluar seperti halnya Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah menciptakan UNCITRAL Model Law 1997, dan European Union yang telah menciptakan peraturan regional yang disebut dengan Council Regulation (EC) No. 1356/2000 of 29 May 2000 on insolvency proceedings. Permasalahan kepailitan lintas negara juga dapat diatasi dengan perjanjian bilateral seperti yang dilakukan Singapura dengan Malaysia dalam Mutual Recognition and Mutual Enforcement of Republic of Singapore and Malaysia on Cross-Border Insolvency. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memiliki satupun peraturan yang mengatur mengenai kepailitan lintas negara. Skripsi ini akan membahas mengenai kemungkinan diterapkannya pengaturan mengenai kepailitan lintas negara di Indonesia dengan meninjau pengaturan kepailitan lintas negara yang dilakukan Singapura dengan perjanjian bilateral bersama Malaysia, dan juga langkah Singapura dalam mengadopsi UNCITRAL Model Law melalui studi kasus. Selain itu, Skripsi ini juga membahas mengenai pengaturan regional kepailitan lintas negara yang diciptakan oleh European Union.
Economic activity between countries opens opportunities for investors to be able to invest in other countries. Along with the increase of international economic transactions, there is possibility of the emergence of Cross-Border Insolvency inssues. Therefore, bankruptcy instruments in a country must be improved. In dealing with Cross-Border Insolvency, several countries have sought solutions. The United Nations created the UNCITRAL Model Law on 1997, and the European Union created a regional regulation called Council Regulation (EC) No. 1356/2000 of 29 May 2000 on insolvency proceedings. The Cross-Border Insolvency issues can also be settled by bilateral agreements such Mutual Recognition and Mutual Enforcement of the Republic of Singapore and Malaysia on Cross-Border Insolvency which conducted by Singapore and Malaysia. Indonesia does not yet have a single regulation that governs Cross-Border Insolvency. This study will discuss the possibility of applying Cross-Border Insolvency instruments in Indonesia by reviewing the Cross-Border Insolvency Instruments undertaken by Singapore with bilateral agreements with Malaysia, and also Singapore's steps in adopting the UNCITRAL Model Law through case studies. In addition, this study also discusses regional regulation on Cross-Border Insolvency created by the European Union"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Kusuma Wardani
"Skripsi ini membahas tentang cross border insolvency pada pelaksanaan putusan pailit perusahaan asing di Indonesia dan Malaysia. Seiring dengan perkembangan suatu negara, transaksi bisnis mulai merambah melewati batas-batas negara, salah satunya adalah pinjam meminjam uang untuk modal suatu perusahaan. Keadaan ketika debitur tidak mampu membayar utangnya dapat membuat debitur dinyatakan pailit. Kepailitan tersebut disebut cross border insolvency. Salah satu
kasus terkait cross border insolvency adalah kasus permohonan pailit Penaga Timur Sdn.Bhd yang diajukan oleh PT. Wijaya Artha Shipping dan PT. Ujung Medini Lestari. Permasalahan yang diangkat dalam kasus tersebut adalah unsurunsur cross border insolvency dan ketentuan UNCITRAL Model Law on Cross- Border Insolvency dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 11/Pdt.Sus- PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn. Permasalahan lain yang diangkat pada skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan putusan pailit perusahaan asing di Indonesia dan Malaysia. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif. Analisis yang
dilakukan adalah untuk menjelaskan unsur-unsur cross border insolvency dan ketentuan UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency dapat diterapkan dalam Putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn, dan pelaksanaan putusan pailit perusahaan asing di Indonesia dan Malaysia.
This paper discussed cross border insolvency in enforcement of bankruptcy judgment of foreign company in Indonesia and Malaysia. As a country developing, business transactions begin to penetrate cross border, one of the business transcations is loan agreement for capital. The condition of debtors can not pay their debts can make the debtors go bankrupt. This is called as cross border insolvency. One of the cases of cross border insolvency is a bankruptcy of Penaga Timur Sdn.Bhd case that was filed by PT. Wijaya Artha Shipping and PT. Ujung Medini Lestari. This paper examines the elements of cross border insolvency and the using of UNCITRAL model Law on Cross Border Insolvency
in the case Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn. This paper also examines the enforcement of bankruptcy judgment of foreign company in Indonesia and Malaysia. This study was conducted by using normative legal research method. The analysis presents the elements of cross border insolvency and the using of UNCITRAL model Law on Cross Border Insolvency in the case Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Mdn, and the enforcement of
bankruptcy judgment of foreign company in Indonesia and Malaysia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Trio Ade
"KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading pada pelaksanaan program pengampunan pajak 2016-2017 menempati posisi ke-delapan secara nasional dalam perolehan uang tebusan. Dalam skripsi ini membahas pelaksanaan program tersebut di KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading. Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan sebanyak 11.690 Wajib Pajak mengikuti program ini dengan jumlah uang tebusan Rp.1,792 triliun; upaya yang dilakukan untuk menyukseskan program ini adalah sosialisasi dengan berbagai media; dan langkah-langkah yang dilakukan pasca program adalah pengawasan dan penegakkan hukum yang lebih ketat.
Penelitian ini menyarankan agar meningkatkan pengawasan terhadap Wajib Pajak setelah periode program pengampunan pajak berakhir dengan memanfaatkan basis data hasil program pengampunan pajak.

KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading on the implementation of tax amnesty program in 2016 2017 occupies the eighth position nationally in the revenue collection of tax amnesty program. In this research discuss the implementation of the program in KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading. The study used case study approach. The data used in this research is quantitative and qualitative.
The results showed as many as 11,690 taxpayers participated in this program with Rp.1.792 trillion revenue collected the efforts made to succeed the program are socialization with various media and the steps taken after the program are stricter supervision and enforcement.
This study suggests that improving the enforcement effort to the taxpayer after the tax amnesty period ends by utilizing the tax amnesty database.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ning Rahayu
"Indonesia is experiencing deficit in tax revenues due to relatively low tax compliance rate. To overcome this issue, the Government introduces tax amnesty policy. This tudy discusses tax amnesty policy which has been applied several times to expand the taxatwn base and increase voluntary tax compliance in Indonesia. The approach used is qualitative study using field and literaure studies. In applying tax amnesty policy, we need to take into account four supporting factors, namely attractive facility, massive campaign, favorable placement of proceeds of tax amneshJ and good data management. This study seeks to understand the application of tax amnesty policy in a comprehensive manner to expand the taxation base and increase tax revenues in Indonesia."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2016
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Gizelly Cynthia Uli
"Penelitian ini membahas mengenai formulasi kebijakan pengampunan pajak
pada UMKM di Indonesia termasuk analisis dasar pengenaan tarif uang tebusan tax
amnesty yang dikenakan. Analisis mencakup tahapan-tahapan formulasi kebijakan
yang diterapkan pada kebijakan pengampunan pajak agar formulasi tersebut dapat
menghasilan solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan
data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi kebijakan tax amnesty pada UMKM memenuhi tahap-tahap formulasi
kebijakan menurut William N. Dunn yaitu pemahaman masalah, agenda setting, dan
policy problem formulation namun tahap policy design tidak terpenuhi karena
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak memiliki kajian khusus atas keterlibatan UMKM dalam mengikuti tax amnesty, usulan tersebut murni dari DPR. Hal ini disebabkan
karena UMKM bukanlah sasaran utama dalam kebijakan pengampunan pajak. Tarif
uang tebusan yang lebih rendah dibandingkan dengan wajib pajak lain diharapkan
mampu menarik UMKM dalam mengikuti kebijakan ini.

This research discusses about the analysis of tax amnesty policy formulation
on micro, small, and medium enterprises in Indonesia included analysis of its
redemption money rates. Analysis includes the stages of policy formulation is applied to tax amnesty policy so that such formulations may produce solution to resolve the existing problems.
This study uses a qualitative method and present in-depth interviews and
literature studies in data collection techniques. The result of this study indicates that the formulation of tax amnesty policy on micro small & medium enterprises fulfill the stages of policy formulation by William N. Dunn that consist of problem definition, agenda setting, policy problem formulation, but the last stage policy design does not being fulfilled for Directorate General of Taxation (DJP) has not special study about micro small & medium enterprises’s involvement in this policy then the thought is coming from People’s Representative Council (DPR). This is because micro small & medium enterprises are not the main target in the tax amnesty policy. The Lower redemption money rates compared to other taxpayers is expected to drives micro, small, medium enterprises of joining this program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifki Darmawan
"Little Bandung merupakan kebijakan atas inisiasi Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung periode 2013-2018. Little Bandung merupkan program kebijakan Pemerintah Kota Bandung untuk memasarkan produk UKM Kota Bandung di luar negeri yang dicanangkan pada akhir tahun 2016. Namun pada akhir tahun 2017 Little Bandung ini menunjukkan gejala-gejala kegagalan dalam implementasinya. Pemerintah Kota Bandung mengklarifikasi hal tersebut dengan pernyataan resmi bahwa Little Bandung di Malaysia diputuskan untuk ditutup. Melihat kegagalan Little Bandung di Malaysia penulis berhipotesis bahwa dalam permusannya ada sesuatu yang kurang substansial. Penulis menggunakan teori kebijakan publik yang digaagas oleh Dunn. Di dalam teori tersebut suatu kebijakan agar substansial dan ideal terdiri dari lingkungan kebijakan, pelaku kebijakan, dan kebijakan yang dihasilkan. Penulis berhipotesis bahwa kegagalan Little Bandung di Malaysia ini disebabkan oleh lingkungan kebijakan yang tidak susbtansial sehingga mempengeruhi kualitas pelaku kebijakan tidak optimal. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan cara melakukan wawancara mendalam sebagai data primer. Selain itu metode kualitatif berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor politik kegagalan Little Bandung di Malaysia.

Little Bandung is a policy that conducted in Ridwan Kamils leadership. Little Bandung is a policy to market SME products abroad which proclaimed at the end of 2016. But at the end of 2017, Little Bandung showd symptons of failure in implementation. Bandung City Official clarified this with official statement that Little Bandung in Malaysia was decided to closed. Seeing the failure of Little Bandung in Malaysia, I have hypothesize that in policy formulation there was something less substantial. I use theory of public policy initiated by Dunn to figure out the failure of this policy. In this theory there are conditions that could make policy substantial and ideal consists of policy environment, policy actors, and the resulting policy. I have hypothesize that the failure of Little Bandung in Malaysia was caused by lack of policy environment substantial, thus affecting poor quality of policy actors. I used qualitative method by conducting in depth interviews as primary data. In addition qualitative method serves to determine the political factors of the failure of Little Bandung in Malaysia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>